Supply Chain Management untuk Agroindustri Konsep Nilai Tambah

pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi. Idealnya, hubungan antar pihak pada suatu supply chain berlangsung jangka panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena hubungan jangka panjang berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan perusahaan partner baru. Namun perlu dicatat bahwa orientasi jangka panjang dalam konteks supply chain di lapangan harus tetap diinterpretasikan secara fleksibel. Dalam konteks lingkungan bisnis yang semakin dinamis dewasa ini, ukuran ‘jangka panjang’ berlaku sangat relatif. Dalam Marimin dan Nurul 2011 disebutkan manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena : 1 produk pertanian bersifat mudah rusak, 2 proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, 3 hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, 4 produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks, manajemen rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis.

2.4. Supply Chain Management untuk Agroindustri

Menurut Boehlje dkk dalam Widodo dkk 2011, agroindustri adalah industri berbasis fresh material dari pertanian yang dapat dikarakteristikan sebagai berikut : 1 menggunakan pendekatan supply chain dalam proses produksi dan distribusi, 2 semakin membutuhkan peranan penting dari teknologi informasi, pengetahuan dan aset soft lainnya dalam upaya mengurangi biaya dan meningkatkan respon, 3 meningkatnya konsolidasi pada semua level bisnisnya. Gambar 3. Proses loss produk segar pertanian sepanjang SCM Widodo dkk, 2011. Produk segar pertanian fresh-material mempunyai sifat antara lain : musiman, perishable dan adanya variasi dalam produksi. Sifat-sifat tersebut akan berpengaruh dalam supply chain-nya. SCM untuk produk segar pertanian ditunjukkan dengan beberapa ciri sebagai berikut : 1 proses “plant flowering” dan “plant growing: tergantung dari iklim di lahan pertanian, 2 jumlah produk segar yang bisa dipanen dipengaruhi oleh “plant growing” yang sulit dikendalikan, 3 proses “loss” kehilangan sebuah produk segar dimulai begitu dipanen dan tergantung pada proses penanganannya, 4 semua produk segar harus dikonsumsi langsung oleh konsumen atau digunakan sebagai bahan di industri makanan atau minuman seb elum mengalami “pilferage”. Sangat disayangkan total loss dari produk segar pertanian berkisar antara 20-60 dari total jumlah produk yang dipanen di suatu negara Widodo dkk, 2011. Jumlah loss yang besar ini terutama disebabkan karena ketidaksesuaian waktu dan kuantitas antara proses pemanenan dan pengiriman. Jumlah yang bisa dikonsumsi Produk segar pertanian yang dipanen, secara alamiah akan mengalami proses loss sehingga jumlah yang bisa dikonsumsi semakin menurun waktu pengadaan Pengubahan Distribusi Waktu, lokasi, kuantitas dan kualitas

2.5. Konsep Nilai Tambah

Menurut Marimin dan Nurul 2011 konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hlu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai pasok tersebut. Nilai tambah komoditas pertanian di sektor hulu dapat dilakukan dengan penyediaan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para pelaku pada mata rantai pertama, antara lain petani, penyedia saran prasarana pertanian dan penyedia teknologi. Nilai tambah secara kuantitatif dihitung dari peningkatan produktivitas, sedangkan nilai tambah secara kualitatif adalah nilai tambah dari meningkatnya kesempatan kerja, pengetahuan dan keterampilan SDM. Nilai tambah selanjutnya terjadi pada sektor hilir yang melibatkan industri pengolahan. Komoditas pertanian yang bersifat perishable mudah rusak dan bulky memerlukan penanganan atau perlakuan yang tepat, sehingga produk pertanian siap dikonsumsi oleh konsumen. Perlakuan tersebut, antara lain pengolahan, pengemasan, pengawetan dan manajemen mutu untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah sehingga harga produk komoditas pertanian menjadi tinggi. Beberapa nilai tambah yang tidak dapat dihitung secara numerik meliputi peluang kerja yang terbuka dengan adanya industri pengolahan dan peningkatan keterampilan pekerja. Nilai tambah pada sektor retail adalah keuntungan yang didapat oleh retailer dalam menjual produk hasil pertanian yang sudah mengalami pengolahan. Nilai tambah tersebut didapatkan dari beberapa hal antara lain : produk yang dijual dalam bentuk eceran, kontinuitas persediaan barang jaminan mutu barang dan pelayanan terhadap konsumen. Menurut Hayami et al., dalam Marimin dan Nurul 2011, ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain. Menurut Sudiyono dalam Marimin dan Nurul 2011, besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat diyanyatakan secara matematik sebagai berikut : Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L } dimana, K = Kapasitas Produksi B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja H = Harga output h = Harga bahan baku L = Nilai input lain nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami adalah : 1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah. 2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi. 3. Dapat diterapkan diluar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran Sudiyono dalam Marimin dan Nurul, 2011. Langkah-langkah yang dilakukan adalah : a. Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan dan berbagai perlakuan yang diberikan. b. Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial c. Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan ouptput Sudiyono dalam Marimin dan Nurul, 2011. Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut : a. Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input. b. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. c. Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input Sudiyono dalam Marimin dan Nurul, 2011. Tabel 5. Contoh aplikasi nilai tambah prosedur perhitungan nilai tambah Metode Hayami Sumber : Marimin dan Nurul, 2011 No Variabel Nilai Output, Input dan Harga 1 Output Kg 1 2 Bahan Baku Kg 2 3 Tenaga Kerja Langsung HOK 3 4 Faktor Konversi 4 = 12 5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung HOKKg 5 = 32 6 Harga Output RpKg 6 7 Upah Tenaga Kerja Langsung RpHOK 7 Penerimaan dan Keuntungan 8 Harga Bahan Baku RpKg 8 9 Harga Input lain RpKg 9 10 Nilai Output RpKg 10 = 4x6 11 a. Nilai Tambah RpKg 11a = 10-8-9 b. Rasio Nilai Tambah 11b = 11a10x100 12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung RpKg 12a = 5 7 b. Pangsa tenaga kerja langsung 12b = 12a11ax100 13 a. Keuntungan RpKg 13a = 11a-12a b. Tingkat Keuntungan 13b = 13a10x100 Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin RpKg 14 = 10-8 a. Pendapatan tenaga kerja langsung 14a = 12a14x100 b. Sumbangan input lain 14b = 914x100 c. Keuntungan perusahaan 14c = 13a14x100

2.6. Tataniaga Pertanian