Perlakuan W0M1 pada rumput Setaria splendida memberikan produksi tertinggi 33,8g, sedangkan perlakuan W0M0 pada rumput Stenotaphrum
secundatum mempunyai produksi terendah 2,5g. Produksi berat kering akar antara perlakuan menunjukan bahwa perlakuan
W0M1 memiliki nilai rataan tertinggi sebesar 11,84 g, sedangkan yang terendah adalah pada perlakuan W1M0 dengan nilai rataan 8,65 g. Hal ini menunjukan
bahwa pemberian FMA memberikan respon terbaik terhadap produksi berat kering akar, sedangkan pada perlakuan tanpa FMA mengalami gangguan terhadap
produksi berat kering akar. Pada antara perlakuan penyiraman M0 dan tanpa penyiraman M1 pemberian FMA menunjukan tidak berbeda P0,01.
Berat kering akar pada semua jenis tanaman umumnya menunjukan adanya pengurangan sejalan dengan berkurangnya ketersediaan air pada tanaman.
Pengurangan berat ini terjadi karena pada saat tanah kekurangan air tanaman akan memberikan respon terhadap sistim perakaran seperti akar akan lebih panjang,
lebih halus dan banyak cabangnya untuk mempermudah menjangkau air. Sitompul dan guritno 1995 menyatakan bahwa tanaman akan membentuk akar
yang lebih banyak dengan berat kering akar yang lebih rendah dalam keadaan kekurangan air dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh dalam keadaan cukup
air. Penurunan produksi berat kering akar tertinggi adalah pada rumput Setaria
splendida sebesar 51,95 sedangkan penurunan yang paling terendah adalah
pada rumput Brachiaria decumben sebesar 2,11. Dari perbandingan tersebut diduga bahwa rumput Brachiaria decumben lebih toleran dibanding rumput
Setaria splendida. Huang dan Fry 1988 mengatakan bahwa perakaran pada tanaman setelah
pengeringan tanah akan menurunkan berat kering akar secara nyata. Rumput yang mampu bertahan hidup pada kondisi stres kering akan menurunkan berat kering
akarnya.
4.8 Index Sesitivitas Kekeringan
Indeks sensitivitas kekeringan digunakan untuk menentukan jenis rumput ke dalam tingkat toleransi cekaman
Tabel 8. Matriks tingkat toleransi pada 6 peubah
Jenis PEUBAH
SCORE ISK
SCORE HARI
TOTAL SCORE
KAT PAD
KARD DAD
BKT BKA
DD AT
AT AT
AT AT
T 7
1 7
MM AT
T AT
P P
AT 5
1 5
PM P
AT P
AT T
AT 5
2 10
SSC AT
AT AT
P P
AT 4
3 12
BD P
P AT
P T
T 5
3 15
PD P
AT AT
P T
T 6
4 24
SS AT
P AT
P P
P 2
4 8
BH AT
AT P
P P
P 2
4 8
CG P
AT P
AT P
T 4
5 20
PN P
P AT
AT AT
AT 4
5 20
Ket : T
= toleran jika nilai IS ≤ 0,5
AT = agak toleran jika 0,5 IS
≤ 1,0 P
= peka jika IS 1,0
Setelah dilakukan penentuan tingkat toleransi, selanjutnya dilakukan skoring terhadap tingkat toleransi dengan kaidah sebagai berikut : P = skor 0, AT
= skor 1 dan T = skor 2. Hasil dari perhitungan skoring kemudian di kalikan dengan skoring terhadap hari dengan kaidah : H12 = skor 1; H16 = skor 2; H20 =
skor 3; H24 = skor 4 dan H28 = skor 5. Hasil perhitungan index sensitivitas menunjukan tanaman dengan total skor
tertinggi adalah rumput Paspalum dilatatum dengan nilai 24, diikuti rumput Paspalum notatum dan Chloris gayana. Sedangkan tanaman yang memiliki nilai
skor terendah adalah rumput Melinis menutiflora. Hal ini menunjukan bahwa tanaman Paspalum dilatatum memiliki nilai toleransi terbaik dibandingkan dengan
jenis lainnya.
4.9. Pembahasan Umum
Nilai potensial air tanaman merupakan aspek penting untuk melihat sejauh mana tanaman mampu mempertahankan hidup pada kondisi cekaman kekeringan.
Tanaman yang toleran akan berusaha untuk tetap mempertahankan nilai potensial air tetap sehingga ketersediaan air pada sel dan jaringan tercukupi. Hasil
penelitian menunjukan bahwa rumput Paspalum dilatatum dan Chloris gayana, mampu tetap survive dalam kondisi potensial air yang rendah. Pada kondisi tanpa
penyiraman W1 Rumput Paspalum dilatatum dan Chloris gayana mampu bertahan hidup sampai nilai potensial air masing-masing mencapai -7,67 MPa dan
-9,43 MPa sedangkan jika diberi FMA Fungi mikoriza arbuskula nilai potensial airnya akan naik menjadi -5,69 MPa dan -7,10 MPa. Hal ini menunjukan bahwa
pemberian FMA ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan nilai potensial air daun. Penutupan stomata merupakan mekanisme utama yang
mengurangi fotosintesis karena cekaman kekeringan. Bray 1997 menyatakan bahwa mekanisme penurunan laju fotosintesis yang diakhibatkan oleh terjadinya
penurunan potensial air dalam daun mencakup beberapa proses antara lain yaitu penutupan stomata secara hidroaktif dapat mengurangi suplai CO
2,
terjadinya dehidrasi kutikula, dinding sel epidermis dan membran sel mengurangi aviditas
dan permeabelitas terhadap CO
2,
bertambahnya tahanan sel mesofil daun terhadap pertukaran gas dan menurunkan efisiensi sistim fotosintesis.
Penurunan nilai potensial air daun sangat erat hubungannya dengan kadar air relatif daun dan defisit air daun. Pada kondisi cekaman kekeringan tanaman
akan menurunkan nilai potensial air daun hal ini berdampak terhadap menurunya kadar air relatif daun dan meningkatnya defisit air daun. Hal ini ditunjukan dalam
penelitian ini dimana rumput yan diberi perlakuan tanpa penyiraman mengalami penurunan kadar air relatif daun dan peningkatan defisit air daun seiring
menurunnya nilai potensial air daun. Pada perlakuan tanpa penyiraman W1 nilai kadar air relatif terendah terjadi pada rumput Chloris gayana pada nilai 15,55
sedangkan jika diberikan FMA maka akan naik menjadi 35,12. Hal ini menunjukan bahwa pemberian FMA memberikan dampak yang positif terhadap
peningkatan nilai kadar air relatif daun, hal yang sama juga terjadi pada rumput Paspalum dilatatum dan Panicum maximum namun hal ini tidak terjadi pada
rumput Melinis menutiflora dimana pemberian FMA ternyata tidak berdampak terhadap peningkatan kadar air relatif daun. Kadar air relatif daun yang tinggi
dapat dilihat dari tingkat kesegaran daun dimana tanaman Paspalum dilatatum, Chloris gayana dan Paspalum notatum memiliki tingkat kesegaran daun yang
relatif lebih lama dibandingkan jenis lainnya. Hal ini dapat dilihat pada usia hidup tanaman dimana rumput Paspalum notatum dan Chloris gayana ternyata mampu
bertahan sampai hari ke-28 setelah masa perlakuan sedangkan Paspalum dilatatum mampu bertahan hidup sampai hari ke-24. Hal ini menunjukan bahwa
dalam keadaan tercekam akhibat kekeringan tanaman masih tetap survive
sehingga dapat dikatakan bahwa tanaman memiliki toleransi yang baik pada kondisi kekeringan. Pada rumput Digitaria decumben dan Melinis menutiflora
mengalami layu permanen lebih awal yaitu pada hari ke-12 setelah masa perlakuan. hal ini menunjukan bahwa tanaman tidak mampu bertahan dalam
kondisi kekeringan yang lebih lama sehingga kurang cocok untuk dikembangkan pada lahan kering. Peranan secara tidak langsung FMA yaitu melalui peningkatan
ketersediaan dan penyerapan hara secara fisiologi dimana akar bermikoriza dapat mengekskresikan asam-asam organik dan fosfatase secara difusi kedalam tanah
George et al 1992. Produksi berat kering tajuk merupakan aspek penting dalam dunia
peternakan, hal ini karena ketersediaan pakan memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu usaha peternakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanaman
yang diberi perlakuan FMA pada kondisi kekeringan secara nyata P0,01 mampu meningkatkan produksi berat kering tajuk. Hal ini terjadi karena pada
kondisi kekeringan FMA mampu memaksimalkan penyerapan air dan unsur hara di dalam tanah sehingga pertumbuhan tanaman tetap berlangsung. Pada kondisi
tanpa penyiraman produksi berat kering tajuk W1 rumput Paspalum dilatatum menunjukan tingkat toleransi yang tinggi pada kekeringan. Hal ini dapat dilihat
pada hasil perhitungan index sesitivitas kekeringan, sedangkan pada rumput Chloris gayana menunjukan tingkat toleransi agak toleran. Menurut Karti 2003
tanaman yang toleran memiliki unsur ketersediaan P yang dapat dipenuhi melalui pelarutan dengan mengeluarkan asam organik yaitu asam oksalat, asam sitrat dan
asam malat. Asam oksalat diduga mampu membentuk kompleks Al dan Fe baik dalam larutan maupun dipermukaan mineral sehingga akan meningkatkan
ketersediaan beberapa unsur fosfor di dalam tanah. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap ketersediaan hara bagi tanaman, dimana unsur hara yang
tersedia secara
baik akan
mempengaruhi terhadap
perkembangan dan
pertumbuhan tanaman sehingga tanaman mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN