Kendala Pengembangan IK Tahu

anggota. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pembekalan kepada anggota yang merupakan pelaku IK agar dapat menghasilkan produk yang sehat, aman, bermutu baik, sehingga dapat bersaing dengan produk industri menengah dan besar. Pada tahun 2009 KOPTI-Kab Kuningan meluncurkan produk baru untuk para anggota, yaitu Simpanan Berjangka SIMPKA. Simpanan ini diharapkan dapat menggalang permodalan untuk perkembangan usaha anggota. KOPTI-Kabupaten Kuningan berperan sebagai distributor kacang kedelai utama untuk IK tahu yang menyedikan 6 enam jenis kedelai impor dengan kualitas baik Tabel 10. Pada tahun 2009, total penjualan kacang kedelai mencapai 4.772.852 kg yang diperkirakan terus meningkat sejalan perkembangan jumlah IK pengolahan kedelai di Kabupaten Kuningan. Tabel 10. Nilai persediaan kacang kedelai per 31 Desember 2009 No Jenis Kedelai Persediaan Kg Harga Rp 1 Kedelai USA MTM 18.310 5.777 2 Kedelai USA Pelangi 16.464 6.000 3 Kedelai USA Jempol 8.375 6.000 4 Kedelai USA MTH 6.774 5.800 5 Kedelai USA SBS 1.414 5.860 6 Kedelai USA BW 16.506 5.750

4.2. Kendala Pengembangan IK Tahu

Sebanyak 70-80 kebutuhan kacang kedelai dalam negeri dipenuhi dengan impor dari negara lain, sisanya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Industri yang menggunakan bahan baku kedelai terbesar adalah industri tahu dan tempe yang umumnya berskala kecil dan menengah. Ketergantungan atas impor kedelai merupakan ancaman bagi keberlanjutan usaha industri pengolahan kedelai industri tahu. Diduga hal ini menghambat perkembangan industri tahu di Indonesia, sehingga diperlukan alternatif bahan baku untuk industri tahu dalam pengembangan industri tahu di masa mendatang. Selain itu, faktor budaya dan psikologi masyarakatkonsumen tahu mempengaruhi pengembangan industri tahu. Masyarakat pulau Jawa diindikasikan lebih menyukai produk olahan kedelai berupa tahu dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Hal ini terlihat dengan sentralisasi industri tahu di daerah Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya di pulau Jawa. IK tahu di Kabupaten Kuningan sudah berkembang sejak tahun 1960- an sebagai Bisnis Milik Keluarga BMK. Dalam BMK, keluarga merupakan stakeholder utama yang mempengaruhi kinerja, manajemen dan kesuksesan usaha. Perbedaan dalam sistem bisnis non milik keluarga BNMK dan BMK Tabel 11. Tabel 11. Perbedaan BNMK dan BMK No Dinamika Sistem Keluarga Sistem Bisnis 1 Motif dasar Mencari harmoni Mencari laba 2 Prinsip operasional Menggabungkan antara hasrat dan kasih sayang Menggabungkan antara efisiensi dan obyektivitas 3 Penghargaan Diberikan karena adanya keterlibatan anggota keluarga di dalam BMK dan penghargaan diberikan karena adanya kebutuhan Penghargaan diberikan karena adanya kinerja yang dihasilkan 4 Promosi Berdasarkan lama keterlibatan di BMK dan sistem promosi tidak fleksibel, karena posisi di dalam keluarga Promosi diberikan karena keahlian dan senioritas, kerja keras dari SDM mendorong tercapainya posisi tertentu di dalam organisasi 5 Pelatihan Pelatihan dilakukan secara implisit dan tidak distandarisasi Pelatihan dilaksanakan secara eksplisit, diperlukan oleh SDM untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik dan terstandarisasi 6 Pemisahan antara manajerial dan pemilik Tidak ada pemisahan yang terstandarisasi antara fungsi manajerial dengan pemilik, karena tidak adanya panduan proses yang jelas Pemisahan antara pemilik dan fungsi manajerial diatur dengan jelas, sebagai proses umum dan memiliki panduan yang jelas untuk diikuti. IK tahu merupakan BMK dan pengelolaan usaha bersifat kekeluargaan sehingga keputusan didominasi oleh anggota keluarga dengan lebih mengandalkan emosional dibandingkan analisa strategi yang rasional. Pendapat anggota keluarga yang disegani lebih dihargai dibandingkan pendapat lainnya, meskipun pendapat tersebut lebih baik dari aspek bisnis. Hal ini menjadikan perusahaan tidak mampu menganalisa kebutuhan usaha dan menyusun strategi pengembangan dengan baik. Keputusan yang diambil lebih bersifat menjaga hubungan silaturahmi keluarga bukan mengembangkan usaha. Dalam bisnis keluarga, kondisi tersulit adalah saat transisi atu peralihan generasi kepemilikan. Ketika generasi berikutnya tidak mempunyai kemampuan pengelolaan usaha yang baik, maka usaha akan menurun bahkan gulung tikar dan sebaliknya usaha tersebut akan meningkat dan lebih sukses. Kondisi inilah yang menjadi salah satu kendala dalam pengembangan usaha IK tahu di Kabupaten Kuningan.

4.3. Analisa Usaha Tahu