18
III. METODE PENELITIAN
3.1 WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian  dilaksanakan  pada  Bulan  Mei  sampai  bulan  Agustus  2010.  Bertempat  di Laboratorium  Pengawasan  Mutu,  Departemen  Teknologi  Industri  Pertanian,  dan  Bengkel  Teknik
Mesin  Budidaya  Pertanian  serta  Bengkel  Metanium,  Leuwikopo,  Departemen  Teknik  Mesin  dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1.
Brockfield Shyncro-lecytric Viscosimeter 2.
Motor bakar Diesel stationer 4 langkah 3.
Tangki bahan bakar tambahan 4.
Pipa tembaga 5.
Hybrid recorder 6.
Tachometer 7.
Gelas ukur 8.
Stopwatch 9.
Elemen pemanas setrika 10.
Kertas millimeter blok 11.
Kamera digital 12.
Handy strain meter 13.
Peralatan bengkel Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biosolar sebagai bahan bakar utama  motor
diesel, dan minyak nyamplung sebagai bahan bakar alternatif motor bakar diesel. Minyak nyamplung yang  digunakan  antara  lain  minyak  nyamplung  kasar  crude  N1,  minyak  nyamplung  degumming
N2, minyak nyamplung netralisasi N3, dan minyak  degumming netralisasi N4. Elemen pemanas yang  digunakan  untuk  menguji  semua  minyak  nyamplung  adalah  elemen  pemanas  rancangan  IV  R
IV. Pengujian pengukuran suhu elemen pemanas dilakukan pada rpm 1700 n
1
dan 2000 n
2
Gambar 6. Motor diesel Yanmar TF-85
19
3.3 PROSEDUR PENELITIAN
Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Tidak Ya
Ya
Ya Tidak
Uji fungsional elemen pemanas: Kinerja pemanasan minyak, Pola
semprotan minyak, dan Sudut semprot minyak nyamplung.
Mulai
Identifikasi masalah Penentuan viskositas optimum minyak nyamplung
Penentuan suhu pemanasan optimum minyak nyamplung
Perancangan elemen pemanas: a.
Analisis teknik b.
Gambar kerja
Pembuatan elemen pemanas
Kinerja motor Diesel
Selesai
Gambar 7. Flowchat prosedur penelitian.
20
1. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam perancangan alat. Viskositas minyak nyamplung yang tinggi menyebabkan minyak nyamplung tidak bisa langsung diaplikasikan pada
motor  Diesel.  Viskositas  minyak  nyamplung  harus  diturunkan  agar  sama  atau  lebih  kecil  dari viskositas biosolar yaitu 5-7 cSt. Sehingga perlu dibuat elemen pemanas yang dapat menurunkan
viskositas dari minyak nyamplung agar dapat diaplikasikan pada motor bakar diesel. 2.
Pengukuran viskositas Pengukuran  viskositas  dilakukan  di  Laboratorium  Pengawasan  Mutu  Departemen
Teknologi  Industri  Pertanian  IPB.  Viskositas  minyak  nyamplung  dan  biosolar  diukur menggunakan  Brockfield  Shyncro-lecytric  Viscosimeter,  dimana  prosedur  penggunaan  dari  alat
tersebut  adalah  Sampel  yang  diuji  didinginkan  sampai  mencapai  suhu  ruang  suhunya  tetap selama ± 15 menit. Sampel minyak  yang akan diukur viskositasnya ditempatkan dalam  wadah
atau  gelas  piala.  Kemudian  spindel  dicelupkan  ke  dalam  larutan  hingga  batas  yang  telah ditentukan dan alat dihidupkan selama 5 menit dengan rpm tertentu. Viskositas dari sampel dapat
dibaca dari angka yang ditunjukkan oleh jarum skala pada alat. Pembacaan pada alat diusahakan berkisar  10-100  dengan  cara  mengatur  spindel  dan  kecepatan  yang  digunakan  pada  alat.  Nilai
kekentalan  diperoleh  dari  perkalian  antara  nilai  pembacaan  pada  alat  dengan  bilangan  tertentu faktor  tergantung  dari  nomor  spindel  dan  rpm  yang  dipergunakan.  Spindel  yang  digunakan
adalah  spindel  nomor  1 dan  rpm  30,  maka  faktor  perkalian  =  2.  Nilai  kekentalan  dalam  satuan cP.
3. Penentuan suhu pemanasan optimum minyak nyamplung
Suhu  pemanasan  optimum  didapatkan  dengan  mengukur  viskositas  terlebih  dahulu. Setelah diperoleh data viskositas minyak nyamplung setiap kenaikan suhu 10
o
C mulai dari suhu 30
o
C  sampai  dengan  suhu  110
o
C,  maka  akan  dapat  ditentukan  suhu  pemanasan  minyak nyamplung  untuk  menurunkan  viskositasnya  sehingga  dapat  mendekati  nilai  viskositas  dari
biosolar. 4.
Perancangan elemen pemanas Elemen pemanas dirancang berdasarkan hasil perhitungan pindah panas setelah diketahui
suhu  pemanasan  optimum  minyak  nyamplung.  Uraian  mengenai  perancangan  elemen  pemanas ini dapat dilihat pada Bab IV tentang pendekatan pancangan elemen pemanas.
5. Pembuatan elemen pemanas
Elemen  pemanas  akan  dibuat  sebanyak  dua  buah  dengan  tipe  yang  berbeda.  Pembuatan dua  tipe  ini  bertujuan  untuk  mendapatkan  perbandingan  dan  menentukan  tipe  yang  paling  baik
bagi pemanasan minyak nyamplung. 6.
Uji fungsional elemen pemanas a.
Pengukuran suhu Pengukuran  suhu  dilakukan  di  lima  titik.  Pertama  adalah  suhu  minyak  dalam  tangki
bahan  bakar  tambahan,  kedua  adalah  suhu  minyak  nyamplung  masuk  ke  elemen  pemanas, ketiga  adalah  suhu  minyak  nyamplung  keluar  dari  elemen  pemanas,  keempat  adalah  suhu
keluaran  dari  knalpot,  dan  kelima  adalah  suhu  ruangan.  Suhu  diukur  dengan  menggunakan termokopel dan hybrid recorder.
21
Pengukuran suhu dilakukan dengan cara memasang termokopel ke dalam pipa saluran bahan  bakar,  kemudian  suhu  dapat  dibaca  di  hybrid  recorder  dan  data  suhu  langsung
disimpan.  Pengukuran  dilakukan  setiap  menit,  agar  data  yang  diperoleh  lebih  akurat. Pengukuran  suhu  dilakukan  pada  minyak  nyamplung  dengan  empat  jenis  perbedaan
perlakuan  minyak  N1,  N2,  N3,  dan  N4.  Pada  awalnya  motor  bakar  dinyalakan menggunakan biosolar dengan tujuan untuk  memanaskan  minyak  nyamplung dalam elemen
pemanas.  Posisi  awal  kran  biosolar  berada  dalam  keadaan  terbuka  sedangkan  kran  minyak nyamplung  dalam  keadaan  tertutup  sehingga  minyak  nyamplung  dalam  tangki  tambahan
tertahan di dalam pipa tembaga pada elemen pemanas. Gas buang hasil pembakaran biosolar yang  melalui  elemen  pemanas  akan  memanaskan  minyak  tersebut.  Waktu  yang  dibutuhkan
untuk  memanaskan  minyak  berbeda-beda,  tergantung  pada  jenis  minyaknya.  Untuk  minyak N1 dan N2 dibutuhkan waktu 20-30 menit, sedangkan minyak N3 dan N4 dibutuhkan waktu
10-20  menit.  Faktor  yang  mempengaruhi  lama  waktu  pemanasan  tersebut  antara  lain viskositas  masing-masing  minyak  yang  berbeda-beda  dan  jenis  elemen  pemanas  yang
digunakan. Setelah waktu pemanasan dilakukan maka kran minyak dibuka dan kran biosolar ditutup  sehingga  motor  bakar  mengalami  pergantian  bahan  bakar.  Minyak  yang  mengalir
keluar secara kontinyu dari elemen pemanas diukur suhunya setiap 1 menit sekali selama 30 menit  dan  tersimpan  secara  otomatis  di  hybrid  recorder.  Pengukuran  suhu  dilakukan  3  kali
ulangan tiap jenis minyak dengan 2 variasi kecepatan putaran motor  bakar diesel rpm 1700 n
1
dan 2000 n
2
. b.
Uji karakteristik penyemprotan bahan bakar Parameter  uji  penyemprotan  yang  diamati  meliputi  pola  penyemprotan,  diameter
penyemprotan, dan sudut penyemprotan. Parameter tersebut hanya diambil melalui salah satu lubang  dari  empat  buah  lubang  penyemprotan  yang  terdapat  pada  nozzle  injektor.
Pengambilan  profil  penyemprotan  dilakukan  untuk  lima  jenis  bahan  bakar,  yaitu  biosolar, minyak N1, N2, N3, dan N4. Untuk minyak nyamplung semua jenis perlakuan terdapat dua
perlakuan  berbeda,  yaitu  tanpa  pemanasan  dan  dengan  pemanasan  sampai  mencapai  suhu optimum 110
o
C. Untuk pengambilan profil penyemprotan diperlukan satu buah tangki tambahan yang
dilengkapi dengan pemanas heater. Pemanas akan memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai  suhu  pemanasan  optimum.  Untuk  mempertahankan  suhu  pemanasan  minyak  agar
tidak  terjadi  kehilangan  panas,  maka  saluran  pipa  bertekanan  tinggi  dilengkapi  dengan elemen  pemanas  yang  disentuhkan  pada  permukaan  luar  saluran  pipa  bertekanan  tinggi.
Pemanas heater ini berasal dari elemen pemanas setrika. Untuk mengetahui suhu pada pipa bertekanan tinggi maka di pasang termokopel dan dihubungkan ke hybrid recorder.
Pada pengukuran diameter penyemprotan, salah satu lubang injektor diarahkan tegak lurus  menuju  permukaan  lantai.  Di  bawah  lubang  tersebut  diletakkan  kertas  milimeter  blok
dengan jarak 30 cm dari ujung lubang. Kemudian poros engkol diputar secara manual sampai bahan  bakar  menyemprot  dari  nozzle  injektor.  Sebelumnya  ujung  lubang  nozzle  injektor
tersebut diberi wadah agar penyemprotan awal yang keluar tidak mengenai kertas milimeter blok.  Setelah  putaran  poros  engkol  cukup  stabil,  kemudian  wadah  tersebut  dijauhkan  dari
nozzle injektor agar bahan bakar menyemprot pada kertas milimeter blok. Poros engkol terus diputar  sampai  injektor  menyemprot  sebanyak  lima  kali.  Setelah  lima  kali  penyemprotan,
nozzle  injektor  kembali  diberi  wadah  agar  tidak  ada  bahan  bakar  yang  tercecer  di  kertas milimeter blok.
22
Gambar 8. Uji karakteristik penyemprotan bahan bakar Miftahuddin, 2009 Hasil penyemprotan tersebut kemudian langsung difoto dengan menggunakan kamera
digital. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran bentuk penyemprotan bahan bakar  akibat  terserap  oleh  kertas  milimeter  blok,  sehingga  dapat  mempengaruhi  besarnya
diameter  hasil  penyemprotan  yang  diukur.  Dari  foto  inilah  dapat  diketahui  diameter  hasil penyemprotan bahan bakar. Bentuk penyemprotan tidak selalu berbentuk lingkaran, sehingga
untuk  mendapatkan diameter penyemprotan perlu  mengacu pada sumbu  vertikal dan sumbu horizontal  kertas  milimeter  blok.  Kedua  sumbu  ini  akan  menunjukkan  panjang  hasil
penyemprotan  yang  diukur  melalui  dua  titik  penyemprotan  terjauh  secara  vertikal  dan horizontal. Diameter penyemprotan merupakan hasil rata-rata dari panjang penyemprotan di
sumbu  vertikal  dan  sumbu  horizontal.  Berdasarkan  data  diameter  hasil  penyemprotan, menurut  Suastawa,  dkk  2006  besarnya  sudut  penyemprotan  dapat  dihitung  dengan
menggunakan rumus: 7
dimana:   Ss : Sudut penyemprotan ° Ds : Diameter penyemprotan mm
Tn : Tinggi nozzle mm Bentuk  pola,  diameter,  dan  sudut  penyemprotan  ini  kemudian  dibandingkan,  antara
bahan  bakar  biosolar  dengan  minyak  nyamplung.  Perbandingan  ini  akan  menunjukan seberapa  besar  pengaruh  pemanasan
pada  minyak  nyamplung  terhadap  hasil penyemprotannya.
7. Kinerja Motor Diesel
Setelah  minyak  dipanaskan  sampai  viskositas  minyak  nyamplung  mendekati  atau  sama dengan  minyak  biosolar  maka  langsung  diujicobakan  pada  motor  diesel.  Pengujian  yang
dilakukan  adalah  pengukuran  daya  motor  diesel  tanpa  beban.  Pengujian  ini  dilakukan  untuk mengetahui  perbedaaan  daya  poros  yang  dihasilkan  oleh  motor  diesel  pada  saat  menggunakan
bahan  bakar  biosolar  dan  minyak  nyamplung.  Pengukuran  dilakukan  menggunakan dynamometer tipe disc brake.
23
IV. PENDEKATAN RANCANGAN