27
V. ANALISIS TEKNIK RANCANGAN ELEMEN PEMANAS
Elemen  pemanas  pada  penelitian  ini  tergolong  dalam  jenis  counter-flow  double-pipe  heat exchanger.  Tabung  knalpot  berfungsi  sebagai  selubung  dari  pipa  tembaga  yang  ada  didalamnya.
Secara skematik elemen pemanas pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Skema aliran panas pada elemen pemanas Miftahuddin, 2009 Elemen pemanas ini akan digunakan untuk memanaskan minyak nyamplung dari suhu ruangan
± 30°C sampai mencapai suhu optimum yang diharapkan yaitu 110°C. Dalam perhitungan ini, suhu gas buang yang masuk dan keluar dari knalpot diasumsikan dengan beberapa variasi suhu. Suhu gas
buang  yang  masuk  ke  dalam  elemen  pemanas  berkisar  antara  150 –300°C dan suhu gas buang yang
keluar  berkisar  antara  50 –100°C.  Asumsi  suhu  gas  buang  ini  akan  digunakan  dalam  perhitungan
perbedaan suhu rata- rata logaritmik ΔT
lm
persamaan 6. Akan tetapi pada rancangan II, III, dan IV data  suhu  yang  digunakan  adalah  data  suhu  gas  buang  dari  motor  Diesel  Yanmar  TF  85  dengan
mengasumsikan bahwa  suhu gas buang keluaran dari knalpot sama dengan suhu  gas buang  keluaran dari pangkal saluran pengeluaran motor bakar diesel.
Nilai laju aliran massa m didapatkan dari pengukuran konsumsi bahan bakar hasil penelitian Aidil  2001.  Pengukuran  konsumsi  bahan  bakar  dilakukan  dengan  mengukur  volume  bahan  bakar
sebelum  dan  sesudah  motor  diesel  dioperasikan,  sehingga  didapatkan  selisih  antara  keduanya, kemudian  selisih  volume  bahan  bakar  ini  dibagi  dengan  waktu  selama  motor  diesel  beroperasi,  dan
didapatkanlah  nilai  konsumsi  bahan  bakar  dengan  satuan  volume  per  satuan  waktu  literjam. Konsumsi  bahan  bakar  rata-rata  yang  dijadikan  acuan  sebesar  1.334  literjam  atau  3.71  x  10
-7
m
3
s. Jadi, laju aliran massa minyak nyamplung pada elemen pemanas dapat diketahui dari:
m  = konsumsi bahan bakar x densitas minyak nyamplung 8
= 3.17 x 10
-7
m
3
s x 915 kgm
3
= 0.00034 kgs
28
Setelah  diketahui  laju  aliran  massa  dari  minyak  nyamplung,  maka  laju  pindah  panas  yang diterima  oleh  minyak  nyamplung  juga  dapat  diketahui  dengan  memasukkan  variabel-variabel  yang
diketahui pada persamaan 4: Q   = m C T
out
-T
in
= 0.00034 kgs6.25 kJkg
o
C110-30
o
C =170 watt
Menurut Cengel 2003, nilai koefisien pindah panas U berdasarkan jenis fluida pemanas dan fluida yang dipanaskan seperti pada kasus ini berkisar antara 50
–200 Wm
2
°C. Lalu ditetapkan nilai koefisien  pindah  panas  keseluruhan  yang  digunakan  untuk  perhitungan  ini  adalah  nilai  minimum,
yaitu 50 Wm
2
°C. Karena  suhu  gas  buang  diasumsikan  dan  angka  asumsinya  bervariasi,  maka  nilai  perbedaan
suhu  rata-rata  logaritmik  pun  menjadi  bervariasi,  begitu  juga  dengan  luas  permukaan  pindah  panas dan  panjang  pipa  tembaga  yang  dibutuhkan  untuk  menghasilkan  suhu  keluaran  minyak  nyamplung
optimum. Luas permukaan pindah panas dapat diperoleh melalui persamaan 5: A
Setelah  diketahui  luas  permukaan  pindah  panas  dan  diameter  pipa  tembaga  yang  digunakan, maka panjang pipa tembaga yang dibutuhkan dapat diperoleh melalui persamaan:
9
Dimana: A
= Luas permukaan pindah panas mm
2
D = Diameter pipa tembaga mm
l = Panjang pipa tembaga mm
Diameter  pipa  tembaga  yang  digunakan  untuk  rancangan  III  adalah  6  mm,  dan  untuk rancangan I, rancangan II, dan rancangan IV adalah 8 mm. Nilai perbedaan suhu rata-rata logaritmik,
luas permukaan pindah panas, dan juga panjang pipa untuk  semua jenis rancangan dapat dilihat pada Lampiran  2,  3,  4,  dan  5
. Dari  tabel  hasil  perhitungan  tersebut,  didapatkan  panjang  pipa  tembaga
terbesar  yang  dibutuhkan  untuk  menghasilkan  suhu  keluaran  minyak  nyamplung  110°C  pada
rancangan I, II, III, dan IV berturut-turut adalah sebesar 340 cm, 679 cm, 905 cm, dan 679 cm.
29
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN