30
fosfat  dengan  tujuan  untuk  menghilangkan  gum  yang  ada  pada  minyak  degumming.  Setelah dilakukan  degumming,  nilai  viskositas  dari  minyak  nyamplung  mengalami  penurunan  7  cSt  dari
minyak  N1,  yaitu  menjadi  56  Cst.  Kemudian  setelah  dipanaskan  dengan  suhu  mencapai  110
o
C  nilai viskositas  dari  minyak  N2  menjadi  5  cSt,  sehingga  minyak  nyamplung  hasil  degumming  N2  dapat
digunakan sebagai bahan bakar motor diesel setelah dipanaskan 110
o
C. Selanjutnya Gambar 15c menunjukkan hasil pengukuran viskositas minyak nyamplung dengan
perlakuan  netralisasi  N3,  dimana  nilai  viskositas  dari  minyak  mengalami  penurunan  20  cSt  dari minyak  N1.  Menurut  Hendrix  1990,  proses  netralisasi  merupakan  proses  pemisahan  asam  lemak
dalam  minyak  dengan  cara  menambahkan  NaOH  yang  bertujuan  menghilangkan  kotoranzat  berupa asam lemak bebas, fosfatida, zat warna, karbohidrat, protein, ion logam, zat padat, dan hasil samping
oksidasi.  Setelah dipanaskan  dengan suhu  110
o
C, nilai viskositas  minyak  nyamplung  N3  mengalami penurunan menjadi 3 cSt hampir sama dengan nilai viskositas dari bahan bakar solar. Oleh karena itu,
minyak  hasil  netralisasi  juga  dapat  digunakan  sebagai  bahan  bakar  motor  diesel  setelah  dipanaskan dengan  suhu  110
o
C.  Gambar  15d,  menunjukan  viskositas  dari  minyak  nyamplung  dengan  perlakuan degumming  dan  netralisasi  N4.  Viskositas  minyak  nyamplung  N4  lebih  rendah  dibanding  minyak
nyamplung yang lainnya N1, N2, N3. Pada suhu ruangan 30
o
C viskositas minyak nyamplung  N4 adalah  30  cSt.  Setelah  dipanaskan  110
o
C,  viskositas  minyak  menjadi  4  cSt  dan  sudah  dapat  di gunakan untuk motor diesel.
Berdasarkan  hasil  pengukuran  viskositas  minyak  nyamplung  pada  setiap  perlakuan  tersebut maka  dapat  diketahui  bahwa  minyak  nyamplung  dapat  digunakan  sebagai  bahan  bakar  motor  diesel
dengan  dilakukan  pemanasan  hingga  mencapai  suhu  110
o
C  suhu  optimum,  sehingga  dibutuhkan elemen pemanas yang dapat memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai suhu 110
o
C.
6.2 HASIL RANCANG BANGUN ELEMEN PEMANAS HEAT EXCHANGER
Pada  penelitian  ini  telah  dirancang  empat  buah  elemen  pemanas  yang  mempunyai  bagian- bagian utama yang sama. Masing-masing bagian ini juga terbuat dari bahan yang sama, namun secara
keseluruhan semuanya memiliki perbedaan dari segi ukuran. 1.
Rancangan I Elemen  pemanas  I  dibuat  dari  knalpot  asli  dari  motor  diesel  Yanmar  TF  85  MLY-di.  Pada
elemen  pemanas  ini  pipa  tembaga  diameter  8  mm  dililitkan  di  bagian  luar  tabung  lalu  ditutup kembali  dengan  plat  yang  dipasang  melingkar  pada  tabung  yang  bertujuan  untuk  mengurangi
kehilangan pindah panas. Dimensi dari knalpot yang digunakan yaitu diameter tabung  104 mm, tinggi tabung 149 mm, dan tebal plat 2 mm. Sedangkan diameter selimut tabung sebesar 124 mm
dengan    tinggi  selimut  155  mm  dan  tebal  plat  2  mm.  Sehingga  jika  berdasarkan  perhitungan menurut  Cengel  2003  panjang  pipa  tembaga  yang  digunakan  pada  rancangan  I  adalah  2520
mm,  Lampiran  2  hanya  saja  pada  penelitian  ini  panjang  dari  pipa  tembaga  yang  digunakan dibuat  lebih  panjang  menjadi  3400  mm  asumsi  pindah  panas  75.  Saluran  masuk  gas  buang
memiliki  diameter  30  mm  dengan  panjang  100  mm.  Berdasarkan  hasil  penelitian  yang dilakukan,  pemanasan  minyak  nyamplung  dari  rancangan  I  ini  belum  maksimal  karena  hanya
dapat  memanaskan  minyak  hingga  suhu  54.8
o
C  sedangkan  suhu  yang  dibutuhkan  untuk menurunkan viskositas dari minyak nyamplung adalah sebesar 110
o
C. Namun, sebenarnya motor diesel sudah dapat dhidupkan dengan menggunakan rancangan I tetapi tidak stabil dan kadang-
kadang tersendat. Hal ini dapat disebabkan karena viskositas dari minyak nyamplung yang masih
31
tinggi  saat  dipanaskan  pada  suhu  54
o
C,  yaitu  sebesar  21-28  cSt.  Sehingga  dibuat  elemen pemanas rancangan II.
Gambar 16. Knalpot rancangan I 2.
Rancangan II Elemen  pemanas  rancangan  II  mempunyai  tabung  yang  berukuran  lebih  panjang
dibandingkan dengan knalpot asli motor bakar Diesel Yanmar TF 85, bentuk dan ukuran saluran minyak  nyamplung  pada  elemen  pemanas  rancangan  II  ini  membutuhkan  ruang  yang  cukup
besar karena lilitan tembaga yang pada awalnya dipasang di bagian luar tabung menjadi dipasang di bagian dalam tabung. Hal ini dikarenakan jika lilitan tembaga dipasang di bagian luar  tabung
menghasilkan suhu pemanasan yang tidak optimum. Knalpot yang digunakan adalah knalpot asli dari motor Diesel Yanmar TF 85 hanya dilakukan penggantian tabung dan muffler menjadi lebih
panjang. Diameter tabung menjadi 107 mm, tinggi tabung 220 mm, dan tebal plat 2 mm. Adapun dimensi  dari  muffler  adalah  diameter  muffler  30  mm,  tinggi  250  mm,  dan  tebal  plat  2  mm.
Panjang  pipa  tembaga  yang  dibutuhkan  pada  rancangan  II  adalah  6790  mm  atau  kurang  lebih 6800  mm  asumsi  pindah  panas  90  Lampiran  3.  Diameter  lilitan  pipa  tembaga  di  dalam
tabung knalpot adalah 100 mm. Perbedaan panjang pipa tembaga pada elemen pemanas I dan II adalah  pada  rancangan  II  dilakukan  perubahan  perhitungan,  dimana  data  keluaran  suhu  dari
knalpot gas buang yang digunakan berbeda. Akan  tetapi,  pada  rancangan  II  yang  dibuat  ini  juga  masih  belum  dapat  mencapai  suhu
optimum yang diinginkan. Suhu minyak hasil pemanasan pada rancangan II di rpm 2000 hanya mencapai  74.5
o
C.  Hal  ini  dapat  disebabkan  karena  ukuran  diameter  lilitan  dari  pipa  tembaga yang  sama  dengan  diameter  dalam  dari  tabung  knalpot  yaitu  100  mm  sehingga  lilitan  pipa
tembaga  saluran  minyak  nyamplung  menempel  pada  dinding  tabung  knalpot.  Hal  ini mengakibatkan  terjadinya  perpindahan  panas  secara  konduksi  dari  pipa  tembaga  ke  dinding
tabung knalpot ke lingkungan, selain itu pemanasan yang diterima oleh pipa tembaga dari panas gas  buang  motor  diesel  tidak  maksimal  karena  hanya  sisi  bagian  dalam  saja  yang  mendapat
pemanasan  maksimum  dari  panas  gas  buang  motor  diesel  dalam  knalpot.  Berdasarkan  hal tersebut, sehingga dibuat rancangan elemen pemanas III dengan mengubah diameter lilitan pipa
tembaga  menjadi  lebih  kecil  yaitu  85  mm  dan  diameter  pipa  tembaga  menjadi  6  mm,  dengan harapan panas yang diperoleh dari gas buang lebih optimum.
32
Gambar 17. Knalpot rancangan II 3.
Rancangan III Elemen pemanas rancangan III dibuat dengan tujuan untuk memperoleh hasil pemanasan
optimum  untuk  minyak  nyamplung.  Pada  rancangan  III  ini,  digunakan  ukuran  pipa  tembaga yang  berbeda  dengan  rancangan  I  dan  II,  yaitu  berdiameter  6  mm.  Hal  ini  dimaksudkan  untuk
mengetahui  apakah  perubahan  diameter  pipa  tembaga  menjadi  lebih  kecil  akan  menghasilkan pemanasan  yang  lebih  merata  dan  optimum  atau  tidak,  sesuai  dengan  kebutuhan  minyak
nyamplung  yaitu  mencapai  suhu  110
o
C.  Adapun  dimensi  elemen  pemanas  rancangan  III  yaitu, diameter  tabung  107  mm,  tinggi  250  mm,  dan  tebal  plat  2  mm.  Dimensi  dari  muffler  yaitu
diameter  muffler  30  mm,  tinggi  300  mm,  dan  tebal  plat  2  mm.  Panjang  pipa  tembaga  yang dibutuhkan  pada  rancangan  III  adalah  9050  mm  asumsi  pindah  panas  90  Lampiran  4.
Diameter lilitan tembaga di dalam tabung knalpot adalah 85 mm. Akan tetapi, setelah dilakukan pengujian pengukuran, suhu pemanasan yang dihasilkan rancangan III kurang stabil atau sering
berubah-ubah. Rata-rata suhu pemanasan minyak yang dihasilkan rancangan III pada rpm 2000 adalah  sebesar  83.2
o
C  sehingga  suhu  optimum  pemanasan  minyak  nyamplung,  yaitu  110
o
C belum  tercapai.    Hal  ini  dapat  disebabkan  karena  perubahan  diameter    pipa  tembaga  menjadi
lebih kecil, yaitu dari 8 mm menjadi 6 mm, menyebabkan aliran minyak nyamplung yang masuk ke  elemen  pemanas  lebih  lambat.  Seperti  yang  sudah  kita  ketahui  bahwa  minyak  nyamplung
mempunyai  kekentalan  yang  sangat  tinggi  sehingga  aliran  minyak  di  dalam  elemen  pemanas tidak  lancar.  Oleh  karena  itu  dibuat  rancangan  IV  dengan  mengubah  kembali  ukuran  diameter
pipa tembaga dari 6 mm menjadi 8 mm, dengan harapan mendapatkan suhu pemanasan minyak nyamplung yang optimum.
Gambar 18. Knalpot rancangan III
33
4. Rancangan IV
Elemen  pemanas  rancangan  IV  ini  dibuat  hampir  sama  dengan  rancangan  II,  hanya  saja pada rancangan IV diameter dari lilitan pipa tembaga diperkecil  menjadi 85  mm  yang awalnya
pada rancangan II adalah sebesar 100 mm. Hal ini dilakukan karena pada rancangan II ketika lilitan  diameter  pipa  tembaga  dibuat  100  mm,  pipa  tembaga  menempel  di  dinding  tabung  yang
menyebabkan pemanasan kurang optimum karena terjadi kehilangan panas dari pipa tembaga ke dinding  tabung.  Pada  rancangan  IV,  diameter  lilitan  pipa  tembaga  diperkecil  agar  tidak
menempel pada dinding tabung sehingga ada celah antara lilitan pipa tembaga dengan dinding di dalam  tabung  knalpot.  Setelah  dilakukan  pengukuran  suhu,  rancangan  IV  dapat  memanaskan
minyak  nyamplung  hingga  suhu  optimum  110
o
C  hasil  pengukuran  suhu  dapat  dilihat  pada Gambar  23
sehingga  rancangan  IV  dapat  digunakan  untuk  memanasakan  minyak  nyamplung sehingga dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar motor diesel.
Gambar 19. Knalpot rancangan IV
6.3 UJI FUNGSIONAL ELEMEN PEMANAS