28
Berbeda dengan T
g
, T
m
menunjukkan suatu kondisi di mana stau bahan berubah dari keadaan padat ke keadaan cair. Jika T
g
mengacu pada bahan yang amorf, maka T
m
mengacu  pada  bahan  yang  kristalin  Roos  2008.  Dengan  demikian  nilai  T
g
tidak terdapat  pada bahan  yang  kristalin  sedangkan  nilai  T
m
tidak  terdapat  pada  bahan  yang amorf. Pada hasil analisis termal, tidak diperoleh nilai T
m
pada sampel A1B1 dan A1B3. Hal  tersebut  dapat  disebabkan  oleh  dua  kemungkinan.  Kemungkinan  pertama  adalah
nilai  T
m
faktualnya  berada  di  atas  200
o
C  sehingga  DSC  tidak  mampu  membacanya, sedangkan  kemungkinan  kedua  adalah  seluruh  fase  kristalin  pada  bahan  telah  berubah
menjadi amorf. Sebaliknya sampel A4B1 dan A4B3 tetap memiliki nilai T
m
disebabkan masih  adanya  fase  kristalin  pada  bahan  tersebut.  Hal  ini  cukup  relevan  mengingat
konsentrasi pati, yang bersifat semikristalin, lebih tinggi pada sampel  A4B1 dan A4B3 dibandingkan dengan A1B1 dan A1B3.
Hasil  analisis  juga  memperlihatkan  bahwa  seluruh  sampel  memiliki  titik  leleh T
m
di  atas  130
o
C  atau  bahkan  tidak  memiliki  titik  leleh.  Hal  itu  menandakan  bahwa sebagian pati termoplastik berbasis ampok jagung baru akan meleleh pada suhu di atas
nilai tersebut sedangkan suhu 130
o
C  merupakan  suhu  yang digunakan saat pencetakan pati  termoplastik  berbasis  ampok  jagung.  Dengan  demikian,  pada  saat  pencetakan
dilakukan,  pati  termoplastik  berbasis  ampok  jagung  belum  atau  tidak  mampu  meleleh secara sempurna. Hal itu mampu memberikan gambaran tentang apa yang terlihat pada
SEM di mana masih terdapat struktur yang belum rapat berupa rongga.
4.3. Peluang Aplikasi Pati termoplastik berbasis Ampok Jagung
Berdasarkan  hasil  yang diperoleh  melalui  karakterisasi  yang dilakukan pada penelitian ini, terdapat beberapa peluang aplikasi dari pati termoplastik berbasis ampok jagung. Salah satu
aplikasinya  adalah  sebagai  komponen  pencampur  blending  plastik  konvensional  guna menghasilkan  plastik  yang  lebih  ramah  lingkungan.  Dengan  kata  lain,  pati  termoplastik
berbasis ampok berperan sebagai resin pencampur. Untuk  fungsi  sebagai  resin,  pati  termoplastik  berbasis  ampok  jagung  memiliki
beeberapa  keunggulan  sekaligus  kelemahan.  Keunggulannya  terletak  pada  keberadaan komponen  protein  dan  lemak  yang  cukup  tinggi  pada  ampok.  Adanya  sifat  hirofobik  pada
kedua  komponen  tersebut  akan  turut  meningkatkan  hidrofobisitas  dari  pati  termoplastik  yang dihasilkan.  Hal  tersebut  akan  berdampak  pada  semakin  mudahnya  pati  termoplastik  berbasis
ampok  tercampur  blended  dengan  plastik  konvensional  yang  juga  hidrofobik.  Namun demikian meski lebih ramah lingkungan, campuran plastik yang dihasilkan juga akan memiliki
kekurangan.  Kekurangan  tersebut  terletak  pada  semakin  rendahnya  kekuatan  tarik  dan kekerasan  dari  plastik  yang  dihasilkan.  Hal  tersebut  merupakan  konsekensi  dari  penggunaan
pati  termoplastik  yang  memiliki  sifat  fisik  yang  lebih  rendah  sebagai  komponen pencampurnya.  Selain  itu  opasitas  dari  plastik  yang  dihasilkan  juga  akan  semakin  tinggi.
Keberadaan  fase  terdispersi  dalam  campuran  protein  dan  lemak  menjadi  penyebab  hal tersebut.
Berdasarkan  rentang  nilai  T
g
yang  dimiliki,  pati  termoplastik  berbasis  ampok  jagung lebih  sesuai  dijadikan  komponen  pencampur  plastik  PVAc  polivinyl  asetat  atau  PET
polietilen  tereftalat.  PVAc  memiliki  T
g
sekitar  30
o
C  sedangkan  PET  memiliki  T
g
sekitar 70
o
C.  Semakin  dekat  nilai  T
g
yang  dimiliki  oleh  masing-masing  komponen  pencampur, semakin mudah pula campuran untuk terhomogenisasi.
29
Selain  sebagai  komponen  pencampur,  pati  termoplastik  berbasis  ampok  jagung  juga dapat digunakan secara mandiri. Sifatnya yang jauh lebih mudah didegradasi oleh lingkungan
mengakibatkan  aplikasinya  haruslah  sebagai  bahan  yang  siap  buang  disposable  atau  tidak digunakan  dalam  waktu  lama.  Contoh  dari  hal  tersebut  adalah  penggunaannya  sebagai  tee
dudukan  bola  pada  olahraga  golf  atau  pot  tanam  untuk  bibit  tanaman  perkebunan menggantikan polybag. Kedua contoh tersebut hanya membutuhkan sifat mudah dibentuk serta
tidak membutuhkan sifat fisik yang terlalu baik atau daya tahan durability yang tinggi.
30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.  KESIMPULAN
Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan  dapat  disimpulkan  bahwa  penggunaan  ampok jagung  secara  mandiri  100  untuk  menghasilkan  pati  termoplastik  dapat  dilakukan
menggunakan  pemlastis  gliserol  pada  konsentrasi  25,  namun  produk  yang  dihasilkan memiliki  kekuatan  tarik  dan  kemuluran  putus  yang  relatif  kecil  yakni  2,35  kgfcm
2
dan  7,6 serta  T
g
pada  suhu  45
o
C.  Penggunaan  gliserol  sebanyak  30  atau  lebih  besar  pada  pati termoplastik  dengan  ampok  jagung  100  menghasikan  produk  yang  retak  dan  tidak  layak
digunakan  lebih  lanjut.  Pati  termoplastik  yang  mengandung  75  tapioka  dan  25  gliserol memiliki  kisaran  nilai  kekuatan  tarik  sebesar  8,34  kgfcm
2
,  kemuluran  putus  sebesar  22,3, kekerasan  sebesar  1,69  mm150g.5detik,  serta  T
g
pada  suhu  59,86
o
C.  Pati  termoplastik  yang mengandung 75 tapioka dan 35 gliserol memiliki kisaran nilai kekuatan tarik sebesar 5,24
kgcm
2
, kemuluran putus sebesar 22,9, kekerasan sebesar, 2,92 mm150g.5detik dan T
g
pada suhu 59,13
o
C. Perbaikan parameter kekuatan tarik pada pati termoplastik berbasis ampok dapat dilakukan dengan memberikan tambahan pati pada adonan.
Pati  berperan  dalam  peningkatan  kekuatan  tarik,  kemuluran  putus,  dan  suhu  T
g
pati termoplastik berbasis ampok jagung. Semakin tinggi pati yang dikandung, semakin tinggi pula
nilai kemuluran putusnya dan semakin tinggi suhu transisi gelasnya. Meski demikian pati tidak memberikan pengaruh terhadap kekerasan pati termoplastik yang dihasilkan.
Gliserol  secara  nyata  dapat  berperan  sebagai  pemlastis  dalam  pembuatan  pati termoplastik  berbasis  ampok  jagung.  Gliserol  juga  mampu  meningkatkan  kekerasan  pati
termoplastik  di  mana  semakin  tinggi  konsentrasi  gliserol  semakin  tinggi  pula  kekerasan  pati termoplastik  yang  dihasilkan.  Penggunaan  gliserol  juga  berdampak  pada  penurunan  nilai
kekuatan  tarik  pati  termoplastik  yang  dihasilkan  serta  suhu  T
g
yang  dimiliki.  Semakin  besar kadar gliserol yang digunakan semakin kecil nilai kekuatan tarik yang didapatkan dan semakin
rendah  pula  suhu  transisi  gelasnya.  Pada  parameter  kemuluran  putus,  gliserol  tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Bahan pati termoplastik berbasis ampok jagung yang berasal dari 100 ampok jagung memiliki  nilai  T
g
yang  ganda  namun  tidak  memiliki  T
m
yang  teridentifikasi,  sedangkan  pati termoplastik  berbasis  ampok  yang  mengandung  75  tapioka  memiliki  satu  nilai  T
g
dan  satu nilai  T
m.
Rentang  hasil  T
g
yang  diperoleh  juga  mengindikasikan  bahwa  pati  termoplastik berbasis  ampok  yang  dihasilkan  termasuk  pati  termoplastik  yang  lunak.  Hal  tersebut  dilihat
dari dekatnya rentang nilai T
g
yang dimiliki dengan suhu ambien suhu kamar.
5.2.  SARAN
Diperlukan  penelitian  lebih  lanjut  untuk  menentukan  kondisi  proses  optimal  guna menghasilkan  pati  termoplastik  dengan  sifat  paling  baik.  Hal  tersebut  terkait  jumlah  pati,
konsentrasi  pemlastis,  jenis  pemlastis,  serta  pemberian  bahan  tambahan.  Selain  itu,  dengan kecenderungan  sifat  fisik  yang  dimiliki  pati  termoplastik  berbasis  ampok,  peluang
amplikasinya  terdapat  pada  penggunaannya  sebagai  plastik  cetak  molding,  bukan  plastik lembaran blowing.