26
Gambar  tersebut  juga  memperlihatkan  bahwa  penambahan  gliserol  mampu memberikan  efek  disrupsi  yang  lebih  besar  pada  adonan.  Hal  tersebut  ditandai  dengan
lebih meratanya campuran yang terbentuk pada sampel c dan sampel d daripada sampel a  dan  sampel  b,  yang  lebih  jelas  terlihat  pada  permukaan  bagian  samping.  Dengan
demikian, peran gliserol sebagai pemlastis yang mampu terdifusi ke dalam granula pati dan mengubah kondisi kristalin menjadi amorf benar-benar terlihat.
Pada  sampel  b  dan  sampel  d,  baik  pada  permukaan  bagian  atas  maupun  bagian samping terlihat struktur yang menyerupai gumpalan-gumpalan yang tidak atau sedikit
terlihat pada sampel a dan c. Gumpalan-gumpalan tersebut merupakan granula-granula pati  yang  belum  terdisrupsi  secara  sempura  pada  saat  pemlastikan.  Hal  tersebut
dimungkinkan  oleh  jumlah  gliserol  yang  belum  mencukupi  untuk  melakukan  disrupsi pada  seluruh  granula  pati  yang  ada.  Pada  sampel  a  dan  c,  gumpalan  tidak  atau  sedikit
terlihat  akibat  proporsi  pati  dan  gliserol  sudah  mencukupi  sehingga  pati  sudah terdisrupsi  secara  lebih  baik.  Cordoba  et  al.  2008  menyatakan  bahwa  kemungkinan
tidak  terdisrupsinya  granula  pati  secara  penuh  memang  kerap  terjadi  pada  proses pembentukan  pati  termoplastik.  Mereka  juga  menyatakan  bahwa  hal  tersebut
bergantung pada pada kondisi proses yang dipilih. Terdapat  kecenderungan  yang  terlihat  dari  hasil  pengujian  bahwa  permukaan
bagian samping tampak lebih kasar dan heterogen teksturnya jika dibandingkan dengan permukaan  bagian  atas.  Interaksi  permukaan  bagian  atas  dengan  plat  penekan  pada
mesin  kempa  dapat  menjadi  penyebabnya.  Tekanan  yang  diberikan  mesin  kempa mampu  mendistribusikan  pati  termoplastik  yang  meleleh  ke  seluruh  bagian  cetakan.
Kemudian  panas  yang  terdapat  pada  plat  menyebabkan  bagian  pati  termoplastik  yang melekat  pada  plat  tersebut  terlebih  dahulu  meleleh  dan  mengisi  ruang  di  bagian
permukaan atas sebelum mengisi ruang di bagian samping.
4.2.5. Titik Transisi Gelas T
g
dan Titik Leleh T
m
Analisis  nilai  titik  transisi  gelas  T
g
dan  titik  leleh  T
m
dilakukan  terhadap empat  sampel  yang  dianggap  dapat  mewakili  kecenderungan  seluruh  sampel.
Pembandingan  hasil  analisis  pada  sampel  A1B1  dengan  A1B3  serta  A4B1  dengan A4B3  memberikan  gambaran  umum  mengenai  pengaruh  konsentrasi  gliserol  terhadap
sifat termal pati termoplastik berbasis ampok jagung. Pembandingan hasil analisis pada sampel  A1B1  dengan  A4B1  serta  A1B3  dengan  A4B3  memberikan  gambaran  umum
mengenai pengaruh konsentrasi pati atau tapioka terhadap sifat termal pati termoplastik. Hasil analisis termal dengan DSC dapat dilihat pada ringkasan Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil analisis titik transisi gelas dan titik leleh pati termoplastik berbasis ampok
Kode sampel Suhu T
g
-1
o
C Suhu T
g
-2
o
C Suhu T
m o
C A1B1
45,27 99,85
--- A4B1
59,86 ---
156,86 A1B3
43,83 102,40
--- A4B3
59,13 ---
160,84
27
Transisi gelas adalah sebuah perubahan kadaan suatu molekul yang diasosiasikan dengan perubahan pergerakan molekul tersebut dalam sistem yang amorf Roos 2008.
Di  bawah  titik  atau  suhu  transisi  gelas,  komponen  amorf  dari  sebuah  material  akan cenderung kaku dan tidak memiliki mobilitas. Hal tersebut mengakibatkan sifat material
secara  makro  akan  menjadi  keras  dan  kaku.  Sebaliknya  di  atas  suhu  transisi  gelas, komponen  amorf  akan  lebih  mampu  bergerak  yang  berdampak  pada  sifat  material
secara makro akan lebih fleksibel dan elastis Sammon 2011. Hasil  analisis  memperlihatkan  adanya  dua  nilai  T
g
yang  terdapat  pada  sampel A1B1  dan  A1B3  sedangkan  pada  sampel  A4B1  dan  A4B3  hal  itu  tidak  terjadi.
Keberadaan  T
g
yang  ganda  pada  sebuah  bahan  merupakan  hal  yang  mungkin  terjadi D’Ilario dan Martinelli 2006. Adanya dua T
g
mengisyaratkan  adanya  dua  fase  amorf pada bahan. T
g
-1 merujuk pada fase amorf pertama sedangkan T
g
-2 merujuk pada fase amorf  kedua.  Pada  sampel  A1B1  dan  A1B3  hal  tersebut  dimungkinkan  terjadi  akibat
tingginya  proporsi  serat  serta  komponen  non-pati  pada  pati  termoplastik.  Hal  tersebut diperkuat dengan hanya adanya satu T
g
pada sampel yang proporsi serat dan komponen non-patinya  kecil,  yakni  pada  A4B1  dan  A4B3.  Selain  itu  hal  tersebut  juga  diperkuat
oleh  penelitian  Shi  et  al.  2007  dan  Cordoba  et  al.  2008  yang  memperoleh  T
g
pati termoplastik  dengan  pemlastis  gliserol  berada  di  kisaran  40-45
o
C.  Hal  tersebut mengindikasikan T
g
-1 yang diperoleh dalam penelitian, yang memiliki kisaran nilai 43- 45
o
C,    sebagai  T
g
dari  pati  termoplastik,  sedangkan  T
g
-2  yang  memiliki  kisaran  nilai jauh di atas itu 99-102
o
C berasal dari komponen non-pati. Hasil  analisis  memperlihatkan  kecenderungan  yang  tetap  di  mana  pati
termoplastik berbasis ampok jagung yang mengandung jumlah pati lebih besar memiliki T
g
-1 yang juga lebih besar. Hasil tersebut  cukup jelas dengan melihat selisih T
g
-1 yang mencapai  4
o
C  untuk  A1B1  dengan  A4B1  dan  6
o
C  untuk  A1B3  dengan  A4B3. Terdapat pula kecenderungan penurunan T
g
-1 seiring bertambahnya konsentrasi gliserol yang  digunakan.  Penurunan  tersebut  lebih  terlihat  pada  sampel  yang  lebih  sedikit
mengandung  pati  A1B1  dan  A1B3  yang  selisihnya  mencapai  1,5
o
C  dibandingkan dengan  sampel  yang  banyak  mengandung  pati  A4B1  dan  A4B3  di  mana  selisihnya
hanya  0,7
o
C.  Penurunan  T
g
akibat  peningkatan  konsentrasi  pemlastis  juga  diperoleh pada penelitian Shi et al.2007 yang menggunakan asam sitrat serta penelitian Cordoba
et al. 2008 yang menggunakan alginat. Menurut Shi et al.2007, penurunan T
g
dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni penurunan  jumlah  gugus  hidroksil  yang  saling  berinteraksi  dan  adanya  penambahan
bahan  pemlastis  yang  memungkinkan  molekul  pati  bergerak  lebih  bebas.  Pergerakan molekul  yang  lebih  bebas  akan  cenderung  menyebabkan  T
g
lebih  kecil  Roos  2008. Hal  tersebut  relevan  dengan  hasil  yang  diperoleh  karena  semakin  tinggi  pati  semakin
besar pula gugus hidroksil yang terdapat pada pati termoplastik berbasis ampok jagung. Selain  itu,  semakin  tinggi  konsentrasi  gliserol  yang  digunakan  semakin  bebas  pula
pergerakan  molekulnya.  Hal  ini  juga  sekaligus  menjelaskan  kemungkinan  penyebab selisih  T
g
-1  lebih  besar  pada  sampel  A1B1  dan  A1B3.  Pada  kedua  sampel  tersebut, proporsi  gliserol  dalam  pati  lebih  besar  dibandingkan  dengan  proporsi  gliserol  dalam
pati  pada  sampel  A4B1  dan  A4B3  sehingga  pergerakan  molekul  pati  juga  relatif  lebih bebas.
28
Berbeda dengan T
g
, T
m
menunjukkan suatu kondisi di mana stau bahan berubah dari keadaan padat ke keadaan cair. Jika T
g
mengacu pada bahan yang amorf, maka T
m
mengacu  pada  bahan  yang  kristalin  Roos  2008.  Dengan  demikian  nilai  T
g
tidak terdapat  pada bahan  yang  kristalin  sedangkan  nilai  T
m
tidak  terdapat  pada  bahan  yang amorf. Pada hasil analisis termal, tidak diperoleh nilai T
m
pada sampel A1B1 dan A1B3. Hal  tersebut  dapat  disebabkan  oleh  dua  kemungkinan.  Kemungkinan  pertama  adalah
nilai  T
m
faktualnya  berada  di  atas  200
o
C  sehingga  DSC  tidak  mampu  membacanya, sedangkan  kemungkinan  kedua  adalah  seluruh  fase  kristalin  pada  bahan  telah  berubah
menjadi amorf. Sebaliknya sampel A4B1 dan A4B3 tetap memiliki nilai T
m
disebabkan masih  adanya  fase  kristalin  pada  bahan  tersebut.  Hal  ini  cukup  relevan  mengingat
konsentrasi pati, yang bersifat semikristalin, lebih tinggi pada sampel  A4B1 dan A4B3 dibandingkan dengan A1B1 dan A1B3.
Hasil  analisis  juga  memperlihatkan  bahwa  seluruh  sampel  memiliki  titik  leleh T
m
di  atas  130
o
C  atau  bahkan  tidak  memiliki  titik  leleh.  Hal  itu  menandakan  bahwa sebagian pati termoplastik berbasis ampok jagung baru akan meleleh pada suhu di atas
nilai tersebut sedangkan suhu 130
o
C  merupakan  suhu  yang digunakan saat pencetakan pati  termoplastik  berbasis  ampok  jagung.  Dengan  demikian,  pada  saat  pencetakan
dilakukan,  pati  termoplastik  berbasis  ampok  jagung  belum  atau  tidak  mampu  meleleh secara sempurna. Hal itu mampu memberikan gambaran tentang apa yang terlihat pada
SEM di mana masih terdapat struktur yang belum rapat berupa rongga.
4.3. Peluang Aplikasi Pati termoplastik berbasis Ampok Jagung