Kadar Pati Karakteristik Ampok Jagung dan Tapioka 1.

16 yang berbeda-beda untuk setiap adonan. Penambahan tersebut dilakukan hingga jumlah faktual air yang berada pada setiap adonan bernilai sama satu sama lain yakni sebesar 25. Selain untuk memberikan acuan yang sama dengan yang dilakukan pada penelitian sebelumnya yang sejenis Lee 2009, adanya penetapan nilai kadar air sebesar 25 pada setiap adonan dimaksudkan untuk membantu gliserol terserap merata ke dalam bahan. Gliserol dalam wujud kental akan mengalami kesulitan untuk terdistribusi ke seluruh bagian ampok dan tapioka. Adanya penambahan air memungkinkan viskositas gliserol tersebut menurun sekaligus mampu menjadikannya lebih terdistribusi akibat adanya sifat hidrofilik pada gliserol. Selain itu, adanya air diharapkan mampu membantu gliserol dalam proses pemlastikan pati mengingat sifat air yang juga dapat digunakan sebagai pemlastis. Berdasarkan hasil pengujian kadar minyak, kadar abu, dan protein pada ampok jagung, diperoleh hasil berturut-turut sebesar 14,93, 2,97, dan 9,85. Nilai kadar protein cukup kecil namun kadar minyak dan abu cukup besar jika dibandingkan dengan SNI tepung jagung. Meskipun komponen-komponen tersebut tidak secara langsung berperan dalam proses pemlastikan, keberadaan minyak, protein, dan abu sebagai komponen minor secara tidak langsung akan menunjukkan kualitas bahan yang digunakan. Lee 2009 mengemukakan bahwa semakin rendah kadar protein dan lemak pada bahan, bahan tersebut semakin baik digunakan sebagai bahan dasar pembuat pati termoplastik. Ia juga memaparkan bahwa apabila kadar protein dan lemak cukup tinggi, selain menurunkan proporsi pati pada bahan, sifatnya yang hidrofobik dapat menghambat proses solvasi air dan zat pemlastis pada granula pati yang kemudian berdampak pada pada terganggunya proses pemlastikan. Komponen minor yang dianggap mampu memberikan pengaruh positif pada pati termoplastik adalah serat. Menurut Lee 2009, tingginya proporsi serat ini berpotensi memberikan perbaikan pada sifat mekanis pati termoplastik yang dihasilkan. Rendahnya komponen pati pada ampok jagung berdampak pada lebih tingginya proporsi serat serta komponen lain pada ampok. Serat tersebut berasal dari bagian-bagian seperti pucuk biji, kulit, maupun lembaga pada biji jagung yang tidak terikut dalam proses produksi tepung jagung. Pada ampok jagung, kadar serat kasar mencapai 10,5. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan kadar serat pada tepung jagung sesuai SNI yang hanya 1,5.

4.1.2. Kadar Pati

Pengujian kadar pati dilakukan terhadap ampok jagung dan tapioka untuk mengukur keberadaan pati dalam bahan tersebut. Hal tersebut bertujuan memperkirakan kelayakan bahan untuk diproses lebih lanjut menjadi material pati termoplastik. Dalam proses produksi pati termoplastik, pati merupakan komponen terpenting yang dibutuhkan. Sebagai senyawa polimer yang banyak mengandung gugus hidroksil, molekul-molekul pati mampu membentuk ikatan hidrogen satu sama lain. Pada kondisi alami hal tersebut tidak terjadi karena molekul pati masih berada dalam bentuk granula. Pada saat itu molekul pati masih memiliki derajat kristalinitas yang tinggi. Ketika granula melebur karena suatu hal kemudian molekul pati saling bersilangan dan berinteraksi secara bebas satu sama lain membentuk ikatan hidrogen, derajat kristalinitasnya akan menurun dan pati cenderung bersifat amorf. Kondisi inilah yang diharapkan untuk membentuk pati termoplastik Cordoba et al. 2007. 17 Tabel 3. memperlihatkan nilai kadar pati pada ampok jagung sebesar 58,19. Nilai tersebut relatif besar karena masih menjadi bagian dominan yang menyusun bahan. Nilai ini juga sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan kadar pati ampok jagung yang diperoleh Sharma 2007, yakni sebesar 57. Hal itu mengindikasikan ampok jagung yang digunakan cukup layak digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan pati termoplastik. Namun demikian, nilai tersebut masih cukup rendah jika dibandingkan dengan kadar pati yang sebenarnya dapat diperoleh dari jagung. Hal tersebut disebabkan ampok jagung hanya merupakan hasil samping dari proses penggilingan biji jagung untuk menjadi tepung jagung. Dilihat dari wujudnya, ampok dan tepung jagung memiliki kesamaan meskipun ampok memiliki tekstur yang relatif lebih kasar. Perbedaan mendasar antara ampok dan tepung jagung adalah pada jumlah gilingan endosperma yang dikandung. Pada proses penggilingan biji jagung menjadi tepung jagung, bagian endosperma jagung merupakan komponen utama yang diinginkan. Padahal, endosperma pada biji jagung merupakan bagian yang paling banyak mengandung pati. Oleh sebab itu ampok sebagai hasil samping penggilingan mengandung komponen endosperma yang jauh lebih sedikit daripada tepung jagung. Berdasarkan hasil penelitian, kadar pati pada tapioka yang digunakan sebesar 82,53. Nilai ini jauh lebih besar daripada kadar pati pada ampok. Berbeda dengan ampok yang merupakan hasil samping, tapioka merupakan hasil ekstraksi langsung dari umbi singkong. Dengan demikian komponen penyusun terbesarnya adalah pati itu sendiri. Tingginya proporsi pati tersebut membuat tapioka layak untuk dijadikan bahan tambahan bagi ampok jagung dalam formulasi adonan. Melimpahnya ketersediaan pati singkong di Indonesia serta harganya yang relatif murah membuatnya menjadi pilihan yang lebih diutamakan daripada pati jagung.

4.2. Karakteristik Pati Termoplastik berbasis Ampok Jagung