Latar Belakang Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Partisipasi Politik Perempuan Di Dprd Kabupaten Nias Pada Pemilihan Legislatif Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya patriarki yang mengakar dan sistem politik yang didominasi oleh laki-laki memiliki dampak negatif yang besar bagi upaya perempuan untuk mendapatkan hak dalam partisipasi politiknya.Hubungan patriarki tidak hanya terjadi dalam lingkup kekerabatan saja, tetapi juga dalam semua aspek kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan keagamaan, bahkan seksualitas.Akibatnya, kaum perempuan selalu berada di bawah kuasa kaum laki- laki dalam pembuatan keputusan publik. Setiap kekuasaan dalam masyarakat yang menganut sistem patriarki dikontrol oleh laki-laki.Perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh dalam masyarakat atau bisa dikatakan tidak memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat.Mereka secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi tergantung pada laki-laki, khususnya dalam institusi pernikahan.Sehingga dalam keluarga maupun masyarakat perempuan diletakkan pada posisi subordinat atau inferior.Budaya patriarki memosisikan perempuan pada peran-peran domestik seperti peran pengasuhan, pendidik, dan penjaga moral.Sementara itu, peran laki- laki sebagai kepala rumah tangga, pengambil keputusan, dan pencari nafkah.Dari berbagai peran yang dilekatkan pada perempuan tersebut membuat mereka terbatas dalam kegiatan bermasyarakat berpolitik, arena politik identik dengan dunia laki-laki.Apabila perempuan masuk kepanggung politik kerap dianggap sesuatu yang kurang lazim atau tidak pantas bahkan arena politik dianggap dunia yang keras, sarat dengan persaingan bahkan terkesan sangat ambisius. 1 Bila dicermati kancah perpolitikan perempuan di Indonesia dari segi keterwakilan perempuan baik di tataran eksekutif, yudikatif, maupun legislatif sebagai badan yang memegang peranan kunci menetapkan kebijakan publik, pengambil keputusan, dan penyusun berbagai piranti hukum, perempuan masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan laki-laki.Sejak reformasi tahun 1999, jumlah anggota dewan perempuan sebenarnya mengalami peningkatan. Pada tahun 1999 hanya 9,2 kursi DPR RI yang diduduki perempuan. Tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi 11,81. Pada tahun 2009 jumlahnya kembali meningkat menjadi 18. Lalu pada tahun 2014 justru turun menjadi 17,32. 2 1 Romany Sihite. 2007. Perempuan, Kesetaraan, keadilan : Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hal.158. Namun peningkatan dari tahun 1999 sampai pada tahun 2014 tidaklah signifikan Peran dan keterwakilan perempuan dalam proses pembuatan kebijakan publik selama ini masih dirasa kurang. Untuk itu dilakukan berbagai upaya untuk mendorong peran dan keterwakilan perempuan melalui penerapan kuota minimal 30 bagi perempuan di parlemen. Agar tujuan tersebut tercapai, dibuatlah UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu.Yaitu Pasal 8 ayat 2 e “ menyertakan sekurang- kurangnya 30 tiga puluh persen keterwakilan perempuan padakepengurusan 2 Dina Martiany, SH, MSi. 2014.Signifikasi Representasi Perempuan di Parlemen Indonesia http:berkas.dpr.go.idpengkajianfilesbuku_lintas_timbuku-lintas-tim-1.pdf. Diakses pada 20 Desember 2014 Pukul 20.00 wib. partai politik tingkat pusat” Kemudian Pasal 55 “Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 memuat paling sedikit 30 tiga puluh persenketerwakilan perempuan.” 3 Namun Jika kita lihat pada pemilihan umum legislatif terakhir pada 09 April 2014 hasilnya masih belum menunjukan perubahan yang signifikan. Bahkan tidak mencapai kuota 30 sebagaimana tercermin pada Gambar 1.1 dan 1.2 dibawah ini. Gambar 1.1 Komposisi Anggota DPR RI 2014-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin 4 Dari tabel tersebut, PDI-P menjadi partai yang paling banyak menempatkan anggota dewan perempuan dengan jumlah 21 orang.Sementara yang paling sedikit adalah PKS hanya memiliki satu orang anggota dewan perempuan. 3 Undang-undang No. 8 Tahun 2012 pasal 8 dan 53. 4 https:www.selasar.compolitikketerwakilan-perempuan-di-parlemen-baru di akses 23 desember 2014, pukul 20.00 wib. Gambar 1.2 Persentase Anggota DPR RI 2014-2019 dari Tiap Partai Politik Berdasarkan Jenis Kelamin. 5 Gambaran partisipasi politik perempuan diatas memperlihatkan bahwa secara formal adanya minoritas yang cukup besar untuk perempuan berpatisipasi aktif dalam politik yang legal.Menurut Harmona daulaybila di telusurikendala yang dapat dijelaskan dari kondisi ini adalahPertama, sistem negara yang patriarki. Kedua, Sistem politik yang sangat patriarkhis dan sangat identik dengan nilai maskulin.Ketiga, Berlanjut pada partai politik yang hanya melihat Tabel di atas menunjukkan, bahwa tidak ada satu pun partai politik yang memenuhi kuota keterwakilan perempuan sebesar 30 di parlemen seperti yang diharapkan menyentuh garis biru atau mencapai 30. Yang paling tinggi adalah PPP dengan 25,6 kursi, lalu diikuti dengan Partai Demokrat dan PKB dengan 21,3 kursi. Sedangkan yang paling rendah adalah PKS dengan hanya 2,5 kursi . 5 Loc.Cit. perempuan sebagai pengumbul suara.Keempat, Sistem sosial budaya yang sangat seksis, misalnya perempuan tertinggal dalam pendidikan, lemahnya persiapan mental untuk berkompetisi, diskriminasi, stereotip sosial dan marginalisasi di partai dan institusi lainnya. 6 Perempuan harus sadar bahwa ketika mereka tidak peduli kepada politik mereka telah menggantungkan hidup mereka pada keputusan Negara yang sangat bias gender karena diputuskan total oleh laki-laki atau oleh perempuan yang belum sensitif gender. Eksistensi politik terwujud dalam aspek kehidupan bersama pada tingkat lokal dan kepekaan terhadap masalah yang ada.Asumsi pentingnya perempuan berpatisipasi dalam politik maka kaum perempuan sendiri memang Undang-undangpemilu yang disahkan tentang kuota 30 perempuan telah memberikan pencerahan terhadap partisipasi politik perempuan dalam legislatif. Namun kerja keras dalam mendongkrat kualitas perempuan untuk tampil di politik,untuk bisa mempunyai posisi tawar yang seimbang dengan partai serta untuk merubah paradigma politik Indonesia yang syarat dengan ukuran laki-laki bukanlah pekerjaan yang sederhana. Kuota yang diberikan bukan menjadi sisi yang membuat politisi laki-laki terpaksa memberikan ruang untuk perempuan atau disiasati dengan memilih perempuan yang gampang diatur dan tetap pada isu mengangkat perempuan karena unsur kasihan dan unsur kuantitas yang besar yang wajib didengar aspirasinya sebagai pengumpul suara. 6 Harmona Daulay. 2007. Perempuan dalam Kemelut Gender. Medan:USU Press hal.43. harus berjuang untuk bisa melawan pada kondisi, sistem sosial masyarakat, sistem politik, sistem negara dan partai politik yang sangat kental nilai patriarki. 7 Ada beberapa alasan yang penting bagi perempuan untuk berpatisipasi dalam politik, yaitu :Pertama, Perempuan memiliki pengalaman khusus yang dipahami dan dirasakan oleh perempuan. Seperti isu diskriminasi, marginalisasi, kesehatan reproduksi, isu kekerasan dalam rumah tangga, isu kekerasan seksual dan lain-lain.Kedua, Partisipasi perempuan diharapkan bisa mencegah kondisi yang tidak menguntungkan perempuan dalam mengatasi permasalahan stereotip terhadap perempuan, diskriminasi dibidang hukum, kehidupan sosial dan kerja,marginalisasi di dunia karier dan eksploitasi yang terjadi pada perempuan.Ketiga, Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan politik dapat berpengaruh pada pengambilan keputusan politik yang mengutamakan perdamaian. Partisipasi perempuan dalam politik secara aktif, menyumbangkan pemikiran sampai kepada kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan politik sangatlah diperlukan. 8 Kabupaten Nias merupakan salah satu daerah yang sangat kental dengan kehidupan budaya yang patriarki. Dalam adat Nias, terikat kuatoleh adanya sistem kekerabatan yang seringdisebut dengan marga.Marga adalah sebuahsilsilah keluarga yang menjadi identitas suku Nias sejak lahir. Dalam suatu keluargasetiap 7 Ibid. hal.31-32. 8 Ibid. hal 36. anak akan mengikuti marga dari ayahyang diperoleh sang ayah dari leluhur- leluhursebelumnya.Marga merupakan identitas penting bagi masyarakat Nias.Dengan adanya marga maka suku Nias dapatmengetahui hubungan kekerabatan dan statuskekerabatan mereka.Hal inilah yang menjadiawal pembentukan budaya patriarki dalam suku Nias. Dimulai dari pengambilan garis keturunan ayah atau marga ayah yang akan menjadi marga anak, pembagian harta dan sampai pada adat istiadat pernikahan. Contoh lainya Budaya patriarki Nias adalah membuat semua pesta yang dilaksanakan selalu dalam konteks kebutuhan kaum laki-laki.Puncak dari semua pesta yang harus ditunaikan oleh laki-laki Nias adalah Owasa, pesta terbesarnya.Meskipun pelakunya harus menanggung resiko ekonomi yang serius, demi harga diri pesta itu harus ditunaikan. Dampak sosial pelaksanaan Owasa tersebut sangat berdampak pada pelapisan sosial seorang laki-laki yang akan menikah.Oleh karena itu peran dominasi laki-laki sangat tampak dan didukung oleh budaya patriarki masyarakat yang semakin membuat peran perempuan menjadi minoritas dan terkurung dalam peran domestik, mengurus anak dan dapur.Urusan politik, hubungan dengan masyarakat diserahkan kepada laki-laki. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum tentang penetapan nama- nama anggota DPRD terpilih untuk periode 2014-2019, terdapat 25 anggota DPRD yang lolos sebagai pemenang pada pemilihan umum legislatif pada 9 april 2014 silam. Namun sangat disayangkan karena dari 25 anggota DPRD yang medapatkan kursi, tidak seorang pun yang mewakili kaum perempuan semuanya di dominasi laki-laki atau dengan kata lain 100 anggota DPRD terpilih kabupaten nias adalah laki-laki. Tidak jauh berbeda pada pemilihan umum tahun 2009 silam yang hasilnya hanya 2 orang perempuan yang berhasil duduk di kursi legislatif dari 40 orang yang lolos menjadi anggota dewan. Hal ini menunjukan bahwa minoritas kaum perempuan di DPRD kabupaten Nias tidak hanya terjadi pada pemilihan umum tahun 2014 melainkan juga pada pemilihan umum tahun 2009 silam. Padahal Jika dibandingkan berdasarkan berita acara Nomor 156BAVI2014 tentang rekapitulasi daftar pemilih tetap DPT di kabupaten nias maka di peroleh hasil DPT perempuan di kabupaten nias sebanyak 47.222 dan DPT laki-laki adalah 42.759 yang tersebar dalam 10 kecamatan. 9 9 KPU Kabupaten Nias.2014. Berita Acara nomor 156BAVI2014 Tentang Rapat pleno rekapitulasi penentapan daftar pemilih tetap DPT 2014. Dari data tersebut menunjukan bahwa pemilih perempuan di kabupaten nias sebenarnya lebih banyak dari pada pemilih laki-laki, namun ironisnya tidak satupun dari calon legislatif perempuan yang berhasil mendapatkan kursi di DPRD Kabupaten Nias.Dengan pemilih perempuan yang lebih dominan dari laki-laki seyogianya sudah mampu untuk menempatkan wakil-wakil perempuan untuk duduk dalam jajaran pembuat keputusan atau anggota legislatif.Hal inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh budaya patriarki yang telah melekat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat nias terhadap partisipasi politik perempuan di DPRD kabupaten Nias pada pemilihan umum legislatif tahun 2014.

B. Perumusan Masalah