Hubungan Waria dengan Masyarakat
sejajar dengan jenis kelamin yang dibedakan secara diskrit, yakni laki-laki dan perempuan. Selama ini, waria dikonstruksikan oleh suatu tatanan
sosial sebagai individu yang menyimpang. Dasar penyimpangan itu berakar dari suatu konteks dalam melihat jenis kelamin, yakni jenis
kelamin yang dipandang secara biologis dan secara kultural. Secara biologis, waria termasuk dalam kelamin laki-laki, namun
mereka memiliki perilaku sebagaimana perempuan, dan mereka lebih suka menjadi perempuan. Akibat kondisi tersebut dunia waria memiliki dimensi
kultural yang berbeda dengan laki-laki dan perempuan. Karena dua pandangan itu pula hidup sebagai waria banyak menghadapi kendala sosial
dan kultural yang dialami oleh waria. Dalam kehidupan sosial, waria masih dipandang sebagai individu yang patologis sehingga ia perlu
dikasihani disatu sisi, namun dicela di sisi lain. Kemudian secara kultural dunia waria juga belum sepenuhnya ditempatkan kedalam sistem
pandangan dunia. Didalam praktek kehidupannya sehari-hari, hidup sebagai waria
berhadapan pula dengan persepsi-persepsi negatif sesama waria. Pertentangan ide dan pandangan antara waria yang berprofesi sebagai
pelacur dengan waria yang telah mencapai sukses kerja, waria yang sukses dalam pekerjaannya mewakili kelas sosial yang lebih tinggi dibandingkan
dengan waria yang bekerja disektor pelacuran. Disamping kendala-kendala yang tejadi dikehidupan antar waria, konteks keluarga juga menjadi bagian
penting dalam permasalahan sorang waria. Persepsi orang tua tehadap 29
dunia waria lebih banyak dibingkai oleh dunia pelacuran jalanan dan perilaku seks bebas sejenis. Selain itu, pemahaman agama didalam
keluarga juga menjadi bagian tak terpisahkan dari ide-ide yang mendasari penolakan perilaku waria.
Didalam dunia kerja, tidak semua bidang pekerjaan dapat menerima kehadiran waria. Ada semacam ciri tertentu pada pekerjaan-
pekerjaan yang dapat ditekuni oleh seorang waria secara total, artinya ketika didalam pekerjaan seorang waria tetap mempresentasikan dirinya
sebagai seorang waria. Pekerjaan-pekerjaan tersebut seperti salon, berdagang dan beberapa jenis pekerjaan seni. Bagi mereka yang bekerja
disektor ini hampir tidak mengalami hambatan apapun untuk tampil sebagai waria secara total.
Selain bagaimana lingkungan sosial menjadi satu konteks kendala bagi kehidupan waria, kedudukan penguasa pun memiliki arti sangat
penting bagi dunia waria. Satu pandangan yang tertuang dalam Garis Kebijakan Departemen Sosial, yang memandang dunia waria sebagai satu
dunia yang sepadan dengan dunia patologis, merupakan bukti bagaimana kebijakan-kebijakan justru bukan memberi tempat kepada waria, tetapi
sebaliknya memandang dan mengucilkan mereka. Selain itu peraturan- peraturan daerah yang semakin memojokkan kehidupan kaum waria
sebagai kaum yang termarjinalkan.
30