Keinginan ini relatif melekat dan berlangsung dengan sangat hebat dengan ciri-ciri kaum waria transeksual adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi transeksual harus sudah menetap minimal 2 tahun dan
merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia
atauberkaitan dengan kelainan interseks, genetik atau kromosom.
2. Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari
lawanjenisnya, biasanya disertai perasaan risih dan ketidakserasian
anatomitubunya
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal danpembedaan
untuk membuat jenis kelamin yang diinginkan.
Bagi waria itu sendiri, apa yang menimpa mereka bukanlah sesuatu yang disebabkan faktor eksternal. Mereka lebih merasa bahwa apa yang
terjadi pada dirinya adalah karena kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga sebagian besar mereka berpendapat bahwa transeksualisme
sudah diperoleh semenjak dilahirkan bakat. Bahkan, beberapa waria tegas-tegas tidak percaya kalau lingkungan bisa membentuk mereka
menjadi transeksual Kemala Atmaja, 1986: 52.
c. Hubungan Waria dengan Masyarakat
Hidup sebagai waria adalah satu hasil akhir dari akumulasi konflik- konflik yang dialami semasa proses menjadi waria yang berlangsung dari
masa anak-anak sampai dewasa. Namun demikian, hidup sebagai waria bukanlah suatu bentuk kehidupan yang tanpa kendala, karena tatanan
sosial dan cultural belum sepenuhnya menempatkan waria sebagaimana 28
sejajar dengan jenis kelamin yang dibedakan secara diskrit, yakni laki-laki dan perempuan. Selama ini, waria dikonstruksikan oleh suatu tatanan
sosial sebagai individu yang menyimpang. Dasar penyimpangan itu berakar dari suatu konteks dalam melihat jenis kelamin, yakni jenis
kelamin yang dipandang secara biologis dan secara kultural. Secara biologis, waria termasuk dalam kelamin laki-laki, namun
mereka memiliki perilaku sebagaimana perempuan, dan mereka lebih suka menjadi perempuan. Akibat kondisi tersebut dunia waria memiliki dimensi
kultural yang berbeda dengan laki-laki dan perempuan. Karena dua pandangan itu pula hidup sebagai waria banyak menghadapi kendala sosial
dan kultural yang dialami oleh waria. Dalam kehidupan sosial, waria masih dipandang sebagai individu yang patologis sehingga ia perlu
dikasihani disatu sisi, namun dicela di sisi lain. Kemudian secara kultural dunia waria juga belum sepenuhnya ditempatkan kedalam sistem
pandangan dunia. Didalam praktek kehidupannya sehari-hari, hidup sebagai waria
berhadapan pula dengan persepsi-persepsi negatif sesama waria. Pertentangan ide dan pandangan antara waria yang berprofesi sebagai
pelacur dengan waria yang telah mencapai sukses kerja, waria yang sukses dalam pekerjaannya mewakili kelas sosial yang lebih tinggi dibandingkan
dengan waria yang bekerja disektor pelacuran. Disamping kendala-kendala yang tejadi dikehidupan antar waria, konteks keluarga juga menjadi bagian
penting dalam permasalahan sorang waria. Persepsi orang tua tehadap 29