berbagai sarana dan prasarana belajar yang lengkap seperti perpustakaan yang lengkap dengan bahan informasi yang diperlukan, laboratorium dengan
berbagai peralatannya yang lengkap, bengkel latihan keterampilan lengkap dengan peralatannya, dan sebagainya.
Selanjutnya, jika metode pembelajaran model yang ketiga yang akan diterapkan, maka yang dituntut aktif adalah guru dan siswa. Guru aktif
merancang berbagai aspek yang berkaitan dengan pengajaran, sedangkan siswa dimintakan pendapat atau saran atas rancangan yang dibuat oleh guru atau
lembaga pendidikan yang bersangkutan. Dalam hubungan ini interaksi antara guru dan siswa harus berjalan secara efektif. Metode pembelajaran yang ketiga
ini sangat mungkin dilakukan, karena lebih merupakan pelaksanaan dari konsep kemitraan dalam bidang pendidikan yang pada tahap selanjutnya dapat
melibatkan masyarakat yang menggunakan jasa lulusan pendidikan. Dalam kaitan ini keberadaan masyarakat serta kemajuan yang dicapainya dalam
berbagai bidang harus dijadikan faktor dalam pelaksanaan pendidikan.
C. Boarding School
1. Pengertian Boarding School
Boarding School atau sekolah unggulan adalah sekolah atau madrasah yang memadukan antara keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan,
keterampilan dan teknologi dengan keunggulan dalam bidang pengetahuan keagamaan termasuk didalamnya keunggulan dalam bidang keimanan dan
ketakwaan. Keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan, keterampilan dan
teknologi selama ini dimiliki oleh sekolah-sekolah umum. Sementara keunggulan dalam bidang pengetahuan keagamaan, keimanan, dan ketakwaan
dimiliki oleh lembaga pendidikan semacam madrasah atau pesantren. Konsep tersebut mengisyaratkan adanya hal-hal yang positif dan negatif dari lembaga
pendidikan umum dan pesantren. Hal-hal yang positif dan unggul dari kedua lembaga
itulah yang disatukan untuk selanjutnya diterapkan dan
dikembangkan. Hal-hal yang negatif itulah dari kedua lembaga pendidikan yang perlu ditinggalkan.
Pendidikan dipandang sebagai barang komoditi yang cukup mahal dan hanya dapat dibeli oleh mereka yang punya kemampuan ekonomi yang
memadai. Pendidikan telah lepas dari akarnya, sehingga pendidikan tidak lagi menjadi milik lapisan masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, dari
penjelasan tersebut dunia pendidikan dinilai kurang berpihak kepada kaum yang lemah. Kultur sekolah yang kurang berpihak kepada kaum yang lemah
inilah sebagai hal yang negatif dan perlu diberantas. Sementara itu, lembaga pendidikan pesantren pun memiliki kultur yang tampaknya tidak perlu lagi
untuk dilanjutkan. Hal ini dikarenakan adanya tradisi pesantren yang masih eksis hingga saat ini yaitu :
a. Dipertahankannya tradisi kitab kuning yang beraliran mazhab Syafi’i
dibidang hukum Islam fiqih, menganut teologi Asy’ariyah dibidang teologi dan mengikuti paham sufisme al-ghazali dibidang tasawuf.
b. Hierarki kepemimpinan paternalistik dan nepotisme yang menempatkan
kyai sebagai sumber ide dan kebenaran, serta menganggap anak-anak
keturunan kyai sebagai generasi berikutnya yang harus mengganti pola kepemimpinan kyai, terlepas apakah anak-anaknya itu berkualitas secara
keilmuan atau tidak. c.
Sikap hidup yang terlampau tulus menerima kenyataan nasib apa adanya. d.
Pola perencanaan manajemen tradisi pesantren yang bercorak insidental. Rencana-rencana yang targetnya jauh ke masa depan sering diabadikan.
Tradisi pesantren tersebut dinilai oleh sebagian kalangan sudah harus direformasi dengan alasan, bahwa dengan tradisi tersebut menyebabkan
tertutupnya pondok pesantren terhadap pemikiran lain selain pemikiran mazhab yang dianutnya. Hampir-hampir apa yang dimaksudkan dengan ajaran Islam
adalah ajaran yang dikemukakan para mazhab yang diikutinya itu. Implikasi ketertutupannya itu dapat berupa hilangnya budaya berpikir kritis, analitis dan
reflektif, sehingga akan mengalami kelelahan jika hendak menunggu munculnya karya-karya tulis yang spektakuler dari pondok pesantren. Namun
demikian, masih banyak nilai dan tradisi dari pesantren yang masih cocok untuk diterapkan dan dikembangkan serta dipadukan dengan sistem pendidikan
sekolah umum. Tradisi untuk mendalami ajaran agama dan mengamalkannya dengan sungguh-sungguh, ketaatan dalam menjalankan ibadah, akhlak yang
mulia, kemandirian, kesabaran, kesederhanaan, adalah nilai-nilai pendidikan yang masih dapat dijumpai di pesantren dan sulit dijumpai di sekolah pada
umumnya. Sementara tradisi kritis, inovatif, kreatif, dinamis, progresif, terbuka, rasa percaya diri, dan lain-lain tampak lebih banyak dimiliki sekolah
umum. Perpaduan dari keunggulan pada masing-masing lembaga pendidikan itulah yang oleh sementara kalangan sebagai bentuk dari madrasah unggulan
atau boarding school.
2. Manfaat Pendidikan dengan Sistem Boarding School