KAJIAN TEORITIS Budaya Informasi Pada Karyawan PT. Telkom Indonesia Divisi Unit Enterprise Regional (UNER) 1 Sumatera

7

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1.Budaya Organisasi 2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi Budaya merupakan konsep penting untuk memahami masyarakat dan kelompok manusia dalam jangka waktu yang panjang, tak terkecuali di dalam sebuah organisasi. Mengidentifikasi dan memahami budaya organisasi mempengaruhi keberhasilan dalam hal intelektual dan finansial dalam perusahaan. Menurut Mowat 2002: 2 budaya organisasi adalah “the personality of the organization: the shared beliefs, values and behaviours of the group. It is symbolic, holistic, and unifying, stable, and difficult to change.” Budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota­anggota suatu organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Terdapat tujuh karakter utama yang menjadi hakikat dari budaya organisasi: 1. Inovasi dan pengambilan resiko : sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail: sejauh mana karyawan diharapkan mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi terhadap hasil : sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut. 4. Orientasi terhadap individu: sejauh mana manajemen dalam mempertimbangkan efek­ efek keberhasilan individu­individu di dalam organisasi 5. Orientasi terhadap tim : sejauh mana aktivitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan. 6. Agresivitas : sejauh mana orang­orang agar berlaku agresif kreatif dan kompetitif, dan tidak bersikap santai. 7. Stabilitas: sejauh mana aktivitas organisasi dalam mempertahankan status quo Robbins, 2002: 279 Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah sebuah sistem bersama yang meliputi keyakinan, nilai­nilai dan perilaku kelompok yang membedakannya dengan organisasi lain. Terdapat tujuh karakter utama yang menjadi hakikat dari budaya organisasi seperti inovasi dan pengambilan resiko, perhatian terhadap detail, orientasi terhadap hasil, orientasi terhadap individu, orientasi terhadap tim serta agresivitas dan stabilitas. Universitas Sumatera Utara 8

2.1.2. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya melakukan sejumlah fungsi didalam sebuah organisasi yaitu: a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan batasan, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. b. Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada kepentingan individu. d. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan. Rivai, 2003: 432 Dari fungsi budaya tersebut maka dapat dinyatakan bahwa budaya organisasi memiliki nilai yang penting baik bagi organisasi dan karyawan dalam meningkatkan komitmen organisasi serta perilaku karyawan.

2.1.3. Manfaat Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan mekanisme untuk mengarahkan masing­masing individu menuju tujuan bersama. Tujuan dan cara mencapai tujuan tidak dapat diubah tanpa memahami budaya organisasi. Kemampuan dalam memperoleh keuntungan atau profit serta menanggapi masalah perusahaan sebenarnya tidak dapat ditemukan dalam struktur, kepemimpinan atau karyawannya tetapi pada budaya organisasi tersebut. Dengan memahami budaya organisasi, terdapat manfaat yang dapat dirasakan oleh perusahaan yaitu: 1. Menempatkan karyawan secara tepat, baik dalam hal rekruitmen, pengembangan dan pemeliharaan SDM serta biaya­biaya manajemen. Perlu adanya kesesuaian antara kebiasaan karyawan dalam bekerja dengan budaya organisasi. 2. Membuat kebijakan dan tugas untuk meningkatkan keuntungan dan merespon permintaan pasar, 3. Melakukan perubahan secara signifikan terhadap perusahaan dalam menanggapi ancaman nyata akibat perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat. 4. Memfasilitasi penggabungan perusahaan mergers dan akuisisi acquisitions 5. Meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan perusahaan. Mowat, 2002: 6­9 Universitas Sumatera Utara 9

2.1.4. Kaitan Budaya Organisasi dengan Budaya Informasi

Budaya informasi merupakan bagian dari budaya organisasi yang mengembangkan suatu informasi dan teknologi informasi Schein seperti dikutip oleh Travica, 2005: 215. Budaya organisasi memuat informasi berupa nilai­nilai, norma, perilaku, prosedur dan sistem yang dikomunikasikan dalam keseharian karyawan sehingga membentuk budaya informasi yang melahirkan pemahaman bersama common understanding dan memudahkan dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pendapat yang senada dijelaskan oleh Stricker 2006: 1, bahwa secara keseluruhan , budaya organisasi tercipta dari penilaian dan dukungan manajer , prioritas­prioritas yang mereka perintahkan dan perilaku­perilaku yang mereka hargai . Dalam gaya yang sama, budaya informasi adalah produk dari keputusan yang dibuat manajer atau mengacu pada infrastruktur , peralatan, dan proses kesepakatan untuk berbagi informasi dan pengetahuan. Manajer meyakini bahwa investasi akan informasi dan tempat penyimpanannya serta keterampilan manajemen informasi sangat dibutuhkan organisasi untuk saling berbagi informasi dengan cara yang efektif. Disamping itu, budaya organisasi berkaitan dengan interpretasi bersama common interpretation, bahasa dan terminologi bersama common languange and terminology dan perilaku informal informal behaviors yang di share dalam budaya informasi 1. Interpretasi bersama berhubungan dengan visi organisasi, kepuasan pelanggan, praktek kerja, dan nilai­nilai informasi. Dalam budaya informasi yang kuat, tercermin melalui kegiatan yang terpadu dan perilaku serta cara dimana informasi formal dan informal dipraktekkan. 2. Bahasa dan terminologi bersama mengacu kepada kebutuhan organisasi akan “definisi umum” dan “pemahaman bersama” dari berbagai istilah dan ekspresi umum yang digunakan. Dalam organisasi, informasi memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang dan menjadi pertimbangan saat mendefinisikan sistem informasi. 3. Perilaku melalui dialog, ini dapat mencerminkan budaya informasi melalui komunikasi informal dan bahasa dapat memfasilitasinya. Martin dkk, p. 269. Untuk dapat melakukan komunikasi dalam suatu organisasi modern, dibutuhkan pemanfaatan suatu teknologi informasi. Hal ini diperkuat melalui pendapat yang diungkapkan oleh Dong 2010: 637 bahwa pengertian budaya informasi dalam arti yang sempit merupakan bagian dari budaya organisasi dalam bentuk baru, yang terbentuk dibawah pengaruh teknologi Universitas Sumatera Utara 10 informasi dan menjadi pendekatan bagi perusahaan dalam penggunaan dan penyebaran informasi. Namun, hal yang jauh lebih penting dalam budaya informasi bukan penekanan pada teknologi informasi melainkan kepada cara individu dalam penyebaran informasi. Informasi yang dibagikan haruslah akurat, aman dan berkualitas sehingga mendukung kegiatan dalam suatu organisasi. 2.2.Budaya Informasi 2.2.1. Pengertian Budaya Informasi Istilah budaya informasi itu sudah sangat sering digunakan namun tanpa memuat definisi atau konsensus yang jelas. Dutta seperti yang dikutip Yingqin 2005: 2 menjelaskan budaya informasi sebagai “specific organizational norms and practices guiding the patterns of information sharing and dissemination” Hal yang senada juga diungkaplan oleh Davenport dan Prusak 1997: 84 dalam mendefinisikan budaya informasi sebagai “a pattern of behaviors and attitudes that express an organization’s orientatiton toward information”. Dari pendapat diatas maka dinyatakan bahwa budaya informasi mencakup nilai, sikap, dan perilaku yang mempengaruhi semua karyawan pada sebuah organisasi dalam mengadakan, mengumpulkan, mengelola, memproses, berkomunikasi dan menggunakan informasi. Pendapat lain mengatakan bahwa budaya informasi tidak hanya mencakup nilai, norma atau perilaku dalam penggunaan informasi, namun juga terbentuk akibat adanya penggunaan teknologi informasi dalam berbagai aktivitas manusia. Teknologi informasi menjadi infrastruktur yang sangat penting dalam penerapan budaya informasi pada perusahaan. Seperti yang diungkapkan Dai 2010: 4: Information culture as a kind of cultural form based on the wide application of modern information technology and supported by the rise of information industry and knowledge industry. Its content for people’s activities is the production, distribution, diffusion, commnunication and use of information and knowledge. It is formed in the overall transformation of human life style caused by social information. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa budaya informasi merupakan budaya yang terbentuk dengan dukungan teknologi informasi modern dan berkembangnya industri informasi dan industri pengetahuan. Terdapat berbagai aktivitas manusia sehubungan dengan Universitas Sumatera Utara 11 informasi seperti produksi, distribusi, penyebaran, komunikasi dan penggunaan informasi dan pengetahuan. A culture in which the value and utility of information in achieving operational and strategic succes is recognised, where information forms the basis of organizational decision making and Information Technology is readily exploited as an enabler for effective Information Systems. Berdasarkan beberapa pendapat ahli yang telah disinggung sebelumnya, dapat dikatakan bahwa budaya informasi memuat nilai dan penggunaan informasi untuk mencapai operasional dan strategi yang sukses, informasi menjadi dasar pengambilan keputusan organisasi dan teknologi informasi siap dimanfaatkan sebagai pendukung sistem informasi yang efektif. Hal senada diungkapkan oleh Martin, Lycett dan Macridie p. 270­271 , mereka memaparkan budaya informasi sebagai“a system to shared meaning, manifested in the formal and informal systems that are enacted through people, processes, and technology.” Sistem informal mencakup kepercayaan, nilai, juga perilaku informal sedangkan sistem formal meliputi stuktur, proses dan prosedur yang di dalamnya berkaitan dengan teknologi informasi. Demikian halnya dengan Widden­Wulff 2000: 3, yang menghubungkan antara studi kualitatif dari budaya informasi bisnis di perusahaan asuransi, budaya informasi dikatakan sebagai “about formal information systems technology, common knowledge, individual information systems attitude, and information ethics. Dari beberapa pendapat beberapa ahli maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa budaya informasi merupakan budaya yang terbentuk melalui kombinasi antara sistem informal berupa nilai, norma dan perilaku serta adanya sistem formal berupa struktur, proses dan prosedur berbasis teknologi informasi, terutama dalam melaksanakan pelbagai aktivitas manusia yang melibatkan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan organisasi.

2.2.2. Manfaat dan Tujuan Informasi

Informasi dikatakan bernilai apabila dapat memberikan manfaat kepada para pengguna. Adapun manfaat dari informasi itu sendiri menurut Sutanta 2003: 11, adalah : 1. Menambah pengetahuan Adanya informasi akan menambah pengetahuan bagi penerima yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung proses pengambilan keputusan. 2. Mengurangi ketidakpastian pemakai informasi Universitas Sumatera Utara 12 Informasi akan mengurangi ketidakpastian karena apa yang akan terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga kemungkinan menghindari keraguan pada saat pengambilan keputusan 3. Mengurangi resiko kegagalan Adanya informasi akan resiko kegagalan karena apa yang akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan pengambilan keputusan yang tepat. 4. Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan akan menghasilkan keputusan yang lebih terarah. 5. Memberikan standar, aturan­aturan, ukuran­ukuran dan keputusan untuk menentukan pencapaian, sasaran dan tujuan 2.2.3. Manfaat Budaya Informasi Kini, semakin banyak perusahaan yang menyadari betapa pentingnya melakukan transformasi perusahaan sesuai dengan perkembangan industri dan pasar. Oleh karena itu, banyak manajer yang sepakat bahwa budaya informasi merupakan suatu elemen penting dalam pembentukan strategi dan pengimplementasian perubahan Suroso, 1998: 3. Budaya informasi pada organisasi menentukan arah pendekatan yang bijak. Ini akan menjadi kontribusi yang baik untuk mendukung upaya perusahaan menyajikan dan memanfaatkan informasi yang lebih baik. Hanya dengan pemahaman mengenai budaya informasi dapat membantu perusahaan membuat keputusan yang tepat. Stricker, 2004: 61 Selain itu, Dong 2010: 639, mengungkapkan bahwa budaya informasi bermanfaat dalam memperkaya konten strategi informasi perusahaan, menghindari fenomena paradoks informasi dan membantu perusahaan bertahan serta bersaing secara kompetitif. Memperkaya konten strategi informasi perusahaan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam strategi informasi. Strategi informasi dapat dikatakan sebagai kumpulan sesuatu yang samar dan kompleks atau tujuan, visi, sasaran dan rencana. Tujuan dari strategi informasi yakni mendukung tujuan jangka panjang perusahaan dan menyesuaikan perubahan suatu lingkungan. Dalam budaya informasi, fenomena paradoks informasi mungkin dapat terjadi di dalam suatu perusahaan. Paradoks informasi timbul akibat berkembangnya teknologi informasi yang tidak diiringi faktor – faktor pendorong lain. Teknologi informasi bisa menjadi invers dari target yang ingin dicapai perusahaan apabila kemampuan individu tidak dibekali pengetahuan mengenai teknologi informasi. Bukan menjadi sesuatu yang memudahkan, tapi menjadi sesuatu yang menghambat bahkan bisa menjadi masalah baru. Untuk menghindari terjadinya Universitas Sumatera Utara 13 paradoks informasi, pembangunan teknologi informasi dalam perusahaan harus beriringan dengan sarana pendukung seperti Sumber Daya Manusia SDM dan budaya organisasi agar kinerja semakin baik. Budaya informasi memainkan peranan penting dalam mempertahankan dan mengembangkan suatu perusahaan. Fungsi utamanya yakni dapat membantu perusahaan membentuk nilai­nilai informasi dan sasaran pembangunan teknologi informasi dalam membimbing karyawan untuk mencapai tujuan aktivitas informasi. Disamping itu, budaya informasi membantu perusahaan bersaing secara kompetitif. Perusahaan yang telah dibangun dalam lingkungan budaya informasi dapat mengoptimalkan manajemen informasi dan memperkuat kapasitas pengembangan sumber­sumber informasi. Di sisi lain, perusahaan dapat mempromosikan secara efektif penggunaan atau pemakaian teknologi informasi dalam pengoperasian dan aktivitas manajemen, meningkatkan strategi pengambilan keputusan, dan meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan dan manajemen. Dengan demikian, suatu perusahaan yang telah menerapkan budaya informasi akan mendapatkan keuntungan di dalam persaingan pasar.

2.2.4. Komponen Budaya Informasi

Budaya informasi memiliki beberapa komponen yang disarankan terdapat dalam organisasi Curry dan Moore, 2003: 97: · Communication flows: Terdapat dua arah aliran komunikasi yaitu komunikasi vertikal dan horizontal. Aliran komunikasi ini menganjurkan agar karyawan berpengetahuan luas. Aliran komunikasi vertikal yang bergerak dari atas ke bawah berhubungan dengan keputusan manajerial sedangkan aliran komunikasi vertikal yang bergerak dari bawah ke atas menggambarkan kemampuan karyawan untuk memberikan umpan balik dan partisipasi dalam membuat keputusan. Aliran komunikasi horizontal berhubungan dengan aktivitas koordinasi dan pembagian informasi. · Cross­organizational partnership: Setiap departemen memiliki fungsi dan tujuan berbeda dan mereka lebih fokus terhadap pencapaian tujuan masing­masing daripada fungsi organisasi secara keseluruhan , namun tetap bersinergi satu sama lain. · Internal environment: Budaya informasi membutuhkan kerjasama dan akses yang terbuka untuk mendapatkan informasi yang relevan. Suasana yang penuh kepercayaan Universitas Sumatera Utara 14 trust sangat penting, seperti halnya fungsi dari sumber daya manusia yang berperan penting dalam pembentukan budaya organisasi dan budaya informasi. · Information systems management : Strategi sistem informasi berhubungan erat dengan strategi bisnis dan sistem informasi yang terkomputerisasi. Hal yang terpenting adalah pengguna memahami dan mengimplementasikannya. Selain itu perlu mempertimbangkan desain sistem informasi yang dapat nantinya mempengaruhi interaksi anggota organisasi. · Information management : Teknologi berperan dalam membentuk budaya informasi karena memungkinkan aliran informasi bergerak bebas. Meskipun demikian, semangat, dukungan dan kerjasama karyawan menjadi hal yang tak kalah penting dalam menyukseskan budaya informasi. Informasi yang relevan dan berharga berasal dari data yang akurat dan manajemen data yang efektif menjadi komponen kunci dalam budaya informasi. Kepemilikan data, informasi dan data dipandang penting sebagai sumber daya perusahaan. Perlu keterampilan khusus dan pengetahuan untuk mengakses informasi yang berkualitas. Bagaimanapun, kuncinya adalah seluruh karyawan mampu mengakses informasi dalam mendukung pelaksanaan tugas mereka sehari­hari. · Process and procedures : Dokumentasi yang jelas dan ringkas, proses dan prosedur dalam organisasi merupakan indikator budaya. Dokumentasi sebaiknya dibatasi pada bidang tertentu dan tidak berbelit­belit. Budaya informasi menggambarkan petunjuk dan dokumentasi secara jelas mengenai manajemen sistem informasi serta manajemen data dan informasi. Informasi dan manajemen sistem informasi memastikan ketentuan atau syarat­syarat layanan dengan informasi sebagai produk. Prosedur harus memastikan konsistensi, kualitas, dan kelanjutan dari operasional dan layanan. Universitas Sumatera Utara 15 Gambar 1. The Evolution of Information Culture Sumber : Curry dan Moore 2003: 95 2.2.5. Objek Kajian Budaya Informasi Wang 2006: 215 mengemukakan bahwa objek kajian budaya informasi diklasifikasikan berdasarkan proses dalam organisasi dan mengintegrasikannya ke dalam beberapa bentuk data: 1. Public database: governments statistical sources, industry information, bidding information products detail and the like; 2. Domain knowledge data: reseach reports, periodical articles, marketing intelligence, and so forth 3. News: web news sources, online news databases, and suchlike ; 4. Information related to partners and rivals: the portals of competitors, suppliers, pelanggans and similars. Dari pendapat Wang diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengkaji budaya informasi kita dapat menelitinya dengan melihat database perusahaan, data­data domain yang dimiliki perusahaan, berita­berita dari web, serta informasi yang berkaitan dengan partner dan pesaing. Universitas Sumatera Utara 16

2.2.6. Model Budaya Informasi

Ada beberapa model budaya informasi didalam organisasi dilihat dari pendekatan manajemen informasi yaitu: · Information Federalism : informasi berdasarkan konsensus kesepakatan dan negosiasi menjadi kunci organisasi dan laporan yang terstruktur. · Information Feodalism : unit bisnis yang mengatur sendiri informasi perusahaannya, mendefinisikan sendiri kebutuhan informasinya dan melaporkan hanya informasi tertentu kepada seluruh organisasi · Information Monarchy : ada kategori atau pembagian informasi dan laporan yang terstruktur yang dibatasi oleh pemilik perusahaan. Ada informasi yang boleh dibagikan dan ada yang tidak boleh dibagikan telah dikumpulkan. · Information Anarchy : tidak ada kebijakan manajemen informasi secara keseluruhan, individu memperoleh dan mengatur sendiri informasi yang dimilikinya. · Technocratic Utopia : menekankan pada keahlian menggunakan informasi dan solusi menggunakan teknologi, khususnya teknologi informasi. Oliver, 2008: 364 2.2.7. Perilaku Budaya Informasi Budaya informasi merupakan perwujudan atau manifestasi dari opini maupun perilaku mengenai apa yang individu dan organisasi percayai mengenai betapa penting dan berharganya menginvestasikan infrastruktur informasi, praktek, standar, dan orang­orang yang terlibat. Budaya informasi tidak tercipta serta merta dari infrastruktur secara teknis memakan biaya yang sangat mahal, namun kesediaan dan kerelaan berbagi dan mendistribusikan informasi antar karyawan di perusahaan menjadi faktor yang lebih diutamakan. Stricker, 2004: 58 Beberapa perilaku budaya informasi adalah: 1. Budaya menciptakan creation Proses penciptaan pengetahuan terjadi karena adanya interaksi konversi antara tacit knowledge dan explicit knowledge, melalui proses sosialisasi, eksternalisasi , kombinasi, dan internalisasi. Universitas Sumatera Utara 17 · Sosialisasi adalah konversi dari tacit knowledge ke tacit knowledge. Istilah sosialisasi ini digunakan untuk menekankan pada pentingnya kegiatan bersama antara sumber pengetahuan dan penerima pengetahuan dalam proses konversi tacit knowledge. Untuk berbagi tacit knowledge dari satu individu ke individu lain dibutuhkan pengalaman yang terbentuk melalui kegiatan­kegiatan bersama, seperti berada bersama di satu tempat, menghabiskan waktu bersama, atau hidup dalam lingkungan yang sama. · Eksternalisasi adalah konversi dari tacit knowledge ke explicit knowledge. Melalui cara ini, pengetahuan menjadi terkristalkan sehingga dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis bagi pengetahuan baru. Dalam proses eksternalisasi, tacit knowledge diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model, atau prototipe sehingga dapat dimengerti oleh pihak lain. · Kombinasi adalah konversi dari explicit knowledge ke explicit knowledge. Dengan cara ini, pengetahuan dipertukarkan dan dikombinasikan melalui media seperti dokumen­dokumen, rapat­rapat, percakapan telepon, dan komunikasi melalui jaringan komputer. Dalam praktiknya, kombinasi bergantung pada tiga proses. Pertama, pengetahuan eksplisit dikumpulkan dari dalam dan luar perusahaan, kemudian dikombinasikan. Kedua, pengetahuan eksplisit disunting atau diproses agar dapat lebih bermanfaat bagi perusahaan. Ketiga, pengetahuan­pengetahuan eksplisit tersebut disebarkan ke seluruh perusahaan­perusahaan melalui berbagai media. · Internalisasi adalah konversi dari explicit knowledge ke tacit knowledge. Proses penyerapan explicit knowledge dimanfaatkan bersama sharing melalui organisasi dan jaringan informasi untuk memperluas mengkerangkakan kembali reframe dan mengembangkan tacit knowledge­nya. Nonaka 1995: 62­70 Universitas Sumatera Utara 18

2. Budaya berbagi sharing

Budaya berbagi informasi adalah budaya dimana manajer dan pegawainya cukup saling percaya untuk berbagi informasi guna menyesuaikan dan meningkatkan proses kinerjanya. Berbagi informasi yang terbuka tentang kegagalan aktual maupun potensial sangat penting untuk penyelesaian masalah dan penyesuaian untuk perubahan Suroso, 1998: 41. Dengan melakukan sharing, seseorang tidak akan kehilangan pengetahuan yang dimilikinya tetapi justru melipatgandakan nilai dari pengetahuan tersebut, apabila sudah dimiliki dan dimanfaatkan oleh banyak orang. Berbagi informasi dan pengetahuan didalam organisasi terjadi jika kedua belah pihak didasari oleh perasaan tulus dan sukarela. Di sinilah tantangan organisasi bagaimana menciptakan budaya dimana anggota organisasi mau berbagi informasi dan pengetahuan yang dimilikinya. Cara paling mdah untuk mendorong karyawan serius berbagi adalah dengan menghilangkan rintangan mengalirnya informasi dan pengetahuan kesemua level dalam organisasi. Ini berarti harus mampu menghilangkan segala aturan dan prosedur yang menghalangi lahirnya ide­ide baru di dalam diri karyawan maupun tim. Davenport dan Prusak yang dikutip Sangkala 2007: 144 memberikan gambaran mengenai hambatan berbagi dan mentransfer informasi dan pengetahuan, juga mengusulkan cara mengatasinya dengan membangun budaya, yaitu: Hambatan Kemungkinan Jalan Keluar Kurangnya kepercayaan Membangun hubungan kepercayaan melalui pertemuan tatap muka Perbedaan kultur, bahasa dan referensi Menciptakan pemahaman yang sama melalui pendidikan, diskusi, publikasi, berkelompok dan rotasi pekerjaan Tiadanya waktu dan tempat pertemuan; ide sempit mengenai bekerja produktif Menetapkan waktu dan tempat transfer pengetahuan : pekan, ruangan percakapan, laporan konferensi Status dan penghargaan terhadap pemilik pengetahuan Evaluasi kinerja dan menyediakan insentif berdasarkan atas apa yang dibagi Universitas Sumatera Utara 19 Kurangnya kapasitas menyerap dari penerima Mendidik karyawan agar lebih fleksibel: menyediakan waktu untuk belajar , menggaji atas keterbukaan ide­ide. Kepercayaan bahwa pengetahuan merupakan hak­hak istimewa kelompok tertentu Mendorong pendekatan non­hierarki terhadap pengetahuan ; kualitas ide lebih penting daripada status sumber Tidak toleran terhadap kesalahan atau kebutuhan membantu Menerima dan menghargai kesalahan kreatif dan kolaborasi; tidak kehilangan status karena tidak mengetahui segalanya. Tabel 1 Penghambat Proses Transfer Pengetahuan Cara Mengatasinya Sumber : Davenport dan Prusak 2000 dalam Sangkala 2007: 144 Penerapan budaya informasi tidak terlepas dari peranan pemimpin atau manajer. Menurut Stuart 2002: 352, pemimpin adalah seorang yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, memberi petunjuk dan juga mampu menentukan individu untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer diharapkan mampu untuk memotivasi, memberikan keteladanan dan melakukan monitoring atau pengawasan secara terus­menerus dalam memimpin perubahan, terutama dalam membudayakan informasi. Manajer saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat untuk mengaitkan budaya informasi kedalam strategi bisnisnya, Suroso, 1998: 43: 1. Mereka harus memperlakukan informasi dan pengetahuan sebagai aset yang tampak visble assets. Padahal selama ini informasi dianggap sebagai aset yang tak tampak invisible assets 2. Mereka tidak boleh menganggap bahwa infrastruktur teknologi informasi akan memecahkan masalah ini dalam budaya dan perilaku informasi yang ada. Meskipun, misalnya jaringan komputer dan komunikasi memberikan alat untuk menggunakan informasi dan pengetahuan untuk keunggulan kompetitif, bagaimana dan mengapa karyawan menggunakan informasi tersebut menjadi lebih penting. 3. Pekerja berpendidikan tinggi akan lebih bisa menyesuaikan diri terhadap sikap­ sikap manajerial yang mempengaruhi bagaimana cara informasi dan pengetahuan digunakan. Mereka akan lebih mudah untuk mengenali perilaku informasi yang merusak atau perilaku informasi yang diluar nilai budaya dan tujuan bisnis perusahaan. 4. Perusahaan yang paling pertama dalam industrinya mengaitkan budaya informasi kepada strategi bisnis dan pasarnya akan mendapatkan keunggulan kompetitif Universitas Sumatera Utara 20 Untuk menyukseskan budaya sharing, perusahaan harus memenuhi persyaratan operasional atau kultural berikut: 1. Peranan kepemimpinan berupa kemampuan merumuskan visi, keterlibatan langsung, pemberian dukungan dan advokasi 2. Budaya perusahaan yang memberikan iklim kepercayaan dan keterbukaan 3. Adanya kemauan dari pimpinan organisasi untuk mempromosikan knowledge sharing dan kolaborasi. 4. Perusahaan menghargai knowledge, pembelajaran dan inovasi 5. Perusahaan memiliki struktur organisasi yang adaptif 6. Adanya kemampuan organisasi dalam mengeksekusi proses transformasi dengan mulus dan efektif. Tobing, 2007: 139 3. Budaya berkomunikasi communication Transfer pengetahuan baik yang bersifat spontan, terstruktur, maupun tidak terstruktur merupakan hal yang sangat vital bagi kesuksesan organisasi. Proses transfer pengetahuan disampaikan melalui komunikasi antar individu dalam organisasi, baik secara lisan maupun tulisan. Meskipun teknologi informasi berkembang dengan sangat pesat dan media komunikasi sudah sangat beragam seperti email, chatting dan sebagainya, tapi ternyata komunikasi tatap muka merupakan komunikasi yang paling penting. Sangkala, 2007: 129. Beberapa strategi yang dapat ditempuh oleh organisasi sehingga proses transfer pengetahuan berupa komunikasi tatap muka bisa berlangsung efektif: 1. Mendesain ruang percakapan Bagi manusia percakapan merupakan bagian penting dari aktivitas kesehariannya. Alangkah baiknya di dalam organisasi, bila disediakan satu ruangan khusus bagi karyawan untuk bertemu secara informal sambil bersantai. IBM menyebutnya dengan sebutan “water cooler”, sedangkan perusahaan­perusahaan Jepang menyebutnya “talk rooms”. Percakapan bagi karyawan merupakan cara mengungkapkan apa yang mereka ketahui, berbagi informasi dengan para koleganya, dan didalam proses tersebut seringkali tercipta pengetahuan baru bagi organisasi. Transfer pengetahuan melalui pembicaraan antarindividu dapat berlangsung tidak hanya melalui cara­cara manajemen tradisional, tetapi juga dapat dilakukan mengikuti kecenderungan kantor yang sudah bersifat virtual virtual offices. Banyak perusahaan saat ini yang mengadopsi model bekerja secara virtual dimana fungsi­fungsi yang berorientasi pada Universitas Sumatera Utara 21 pelanggan didorong untuk bekerja dirumah saja atau pada tempat dimana pelanggan berada. Pengaturan seperti ini mampu menimbulkan fleksibilitas bagi karyawan sehingga waktu dan perhatian yang diberikan kepada pelanggan bisa lebih banyak serta lebih memungkinkan terjadi proses transfer pengetahuan dari pelanggan kepada karyawan.

2. Melakukan pekan pengetahuan atau forum terbuka

Pekan pengetahuan merupakan forum yang lebih teratur, yang mampu mendorong pertukaran pengetahuan, tetapi masih memungkinkan terjadinya spontanitas. Kegiatan ini akan membawa setiap orang bersama­sama tanpa prasangka mengenai siapa yang harus berbicara pada siapa. Pekan pengetahuan ini adalah salah satu metode transfer pengetahuan ynag tidak terstruktur, namun memberikan peluang kepada karyawan untuk bergaul dan berdiskusi. Transfer pengetahuan relatif sulit dilakukan tergantung jenis pengetahuannya. Jika pengetahuan yang bersifat eksplicit lebih mudah untuk ditransfer melalui prosedur tertentu, dokumen dan database menggunakan teknologi informasi. Sedangkan pengetahuan bersifat tacit, komunikasi dapat dilakukan melalui workshop, mentoring, kerja sama, atau pemagangan misalnya. Metode transfer tacit knowledge dapat juga dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi seperti jaringan informasi internal yang disebut peta pengetahuan meskipun terbatas kemampuannya. Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa untuk memperluas transfer pengetahuan, organisasi dapat menggunakan teknologi informasi namun nilai­nilai, norma­norma, dan perilaku yang mendasari budaya organisasi, sangat menentukan keberhasilan transfer pengetahuan melalui komunikasi sebagai bagian dari perilaku budaya informasi.

3. Budaya memanfaatkan utilization

Dalam kesehariannya, manusia menerima berbagai informasi dan pengetahuan baru dari berbagai sumber. Pengetahuan­pengetahuan baru ini akan bermakna bagi manusia tersebut bila ia bersedia melakukan aktualisasi terhadap pengetahuan yang dimilikinya melalui asimilasi pengetahuan baru dengan pengalaman yang dimilikinya. Menurut Munir, 2008: 83. proses pemanfaatan pengetahuan bertujuan untuk mengasimilasi atau mengombinasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dalam bentuk cara pandang baru, cara kerja baru, atau kebijakan baru. Pembelajaran terjadi ketika unit kerja penerima pengetahuan baru mencoba untuk menggunakan pengetahuan yang baru ditularkan. Universitas Sumatera Utara 22 Hambatan yang biasa terjadi dalam pemanfaatan pengetahuan adalah karena penerima pengetahuan tidak bersedia mengaktualisasikan dirinya dengan pengetahuan baru karena motivasi, atau tidak mampu mengaktualisasikan dirinya. Hal ini disebabkan terbatasnya pengalaman atau keterampilan yang dimiliki. Oleh karena itu, untuk mampu memanfaatkan pengetahuan, individu maupun organisasi harus melakukan proses pembelajaran learning secara terus menerus serta melakukan akses pengetahuan ke sumber­sumber yang telah tersedia dalam knowledge repository. Selain itu, ketersediaan teknologi dan kemudahan akses sangat mendukung dalam pemanfaatan pengetahuan. Sintesis : Dari beberapa pendapat yang telah dinyatakan sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud budaya informasi adalah suatu budaya yang memiliki tujuan meningkatkan pengetahuan baik secara individu atau kolektif dengan mengelola sumber ­ sumber informasi dan pengetahuan sebagai dasar pengambilan suatu keputusan yang tercermin di dalam perilaku budaya menciptakan, budaya berbagi, budaya berkomunikasi, dan budaya memanfaatkan informasi. Universitas Sumatera Utara 23

BAB III METODE PENELITIAN