Tinjauan Hukum Terhadap Bangunan Hotel Sebagai Objek Investasi (Riset Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall)

(1)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN HOTEL

SEBAGAI OBJEK INVESTASI

(RISET PADA CAMBRIDGE CONDOMINIUM

& SHOPPING MALL )

TESIS

Oleh

IRMA YULIA

087011055/MKn

FAKULTAS HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN HOTEL

SEBAGAI OBJEK INVESTASI

(RISET PADA CAMBRIDGE CONDOMINIUM

& SHOPPING MALL )

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRMA YULIA

087011055/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN HOTEL SEBAGAI OBJEK INVESTASI (RISET PADA CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL)

Nama Mahasiswa : Irma Yulia Nomor Pokok : 087011055 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN Ketua

Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn Anggota Anggota

Ketua Program Studi,

Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN Tanggal lulus : 16 Agustus 2010


(4)

Telah diuji pada :

Tanggal 16 Agustus 2010

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn

2. Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn 3. Prof . Dr. Suhaidi, SH, MH


(5)

ABSTRAK

Tesis ini penulis beri judul : “Tinjauan Hukum Terhadap Bangunan Hotel Sebagai Objek Investasi (Riset Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall)”. Bangunan hotel yang dimaksudkan dalam tesis ini adalah bangunan hotel yang berada dalam komplek Cambridge Condominium & Shopping Mall. Bangunan hotel tersebut merupakan suatu bentuk satuan rumah susun. Karena merupakan suatu bentuk satuan rumah susun maka didalamnya terdapat suatu ketentuan mengenai benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama. Bangunan hotel ini dapat digunakan untuk berbagai macam fungsi. Dapat digunakan sebagai tempat hunian dan dapat pula dijadikan sebagai peluang usaha yaitu dengan menyewakannya kepada pihak lain dalam hal ini oleh PT. Global Medan Town Square sebagai pendiri bangunan hotel tersebut untuk dipergunakan sebagai sarana akomodasi.

Mengenai pengelolaan sewa yang dilakukan oleh pemilik bangunan hotel dengan PT. Global Medan Town Square sebagai pengelola merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana ketentuan hukum yang terdapat dalam perjanjian pengelolaan sewa tersebut. Peraturan hukum mana yang digunakan para pihak untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Apakah dengan menggunakan himpunan peraturan seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau dengan menggunakan himpunan peraturan khusus mengenai rumah susun. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian tersebut berkenaan dengan objek kepemilikan bersama dan bagaimana pula ketentuan hukumnya apabila terjadi wanprestasi. Karena dengan suatu wanprestasi dapat mengakibatkan kebatalan dari suatu perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak.

Dalam penulisan tesis ini penulis melakukan suatu penelitian, yaitu penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum perdata, himpunan peraturan-peraturan hukum, buku-buku, seminar, makalah, tesis, dan sebagainya. Juga penulis melakukan penelitian lapangan (field

research) yaitu dengan melakukan pendekatan langsung pada sumbernya, dalam

kaitan ini adalah Notaris sebagai penunjang kepustakaan.

Perjanjian yang ada dalam tesis ini mengacu kepada UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan beberapa himpunan peraturan lainnya yang terkait. Hak dan kewajiban para pihak dilindungi oleh hukum dan apabila terdapat wanprestasi diupayakan untuk dilakukan musyawarah demi mendapatkan jalan keluar yang baik. Namun apabila jalan musyawarah tidak dapat dilaksanakan maka ditempuh suatu upaya hukum. Untuk itu kiranya pemerintah sebagai pembentuk undang-undang dapat membuat suatu peraturan baru yang lebih lengkap dan menyeluruh mengenai rumah susun, serta lebih melengkapi peraturan mengenai hukum perjanjian. Hal tesebut adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dalam pemilikan rumah susun dan para pelaku perjanjian.


(6)

ABSTRACT

This thesis is titled: “Legal Review on Hotel Building as Investment Object (Research on Cambridge Condominium & Shopping Mall)”. The hotel building meant in this thesis is hotel building that is located on Cambridge Condominium & Shopping Mall complex. This hotel building is a unit of public housing. For its character as public housing, this building has regulations about common objects, common spaces and common lot. This hotel building can be used for various functions. It can be used as residential space and can also be used as profit opportunity by renting it to other parties. In this case, PT. Global Medan Town Square acts as the hotel owner and uses the building to be used as accommodation.

Related to rental management carried out by PT. Global Medan Town Square as both owner and developer is an interesting issue to discuss. Questions arise: what kind of legal regulations that appear in the rental management contract? Which legal regulations do the parties used for applying the rules? Is it by using groups of regulations as written in Indonesian Civil Code or by using groups of regulations specifically concerning public housing? How is each party’s right and obligation stated in the contract related to commonly possessed objects and what is the legal consequence in case an breach of contract happens? This is an interesting question because breach of contract may cancel a contract.

In this research, the author made a library research using Indonesian Civil Code, groups of legal regulations, books, seminars, articles, theses, etc. The author has also done field research by doing direct approach to a key person. In this case, the key person is a Notary related to the case and as a library support.

The contract that is contained in this thesis refers to Law No. 16 of 1985 concerning public housing, Indonesian Civil Code, and several other related regulations. Rights and obligations of all parties are protected by law and in case a breach of contract happens, discussion is preferred to solve any conflict that may arise. If this doesn’t solve the problem, legal action will be taken. Therefore, it is expected that the government may make more complete and comprehensive regulations concerning public housing, and contract regulations. It is important to guarantee legal protection for any party that is related in public housing ownership.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan serta Rahmat dan Hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Juga disampaikan shalawat dan salam kepada junjungan kita umat Muslim, Nabi Muhammad SAW yang syafaatnya kita harapkan di hari kemudian.

Tesis ini berjudul: TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN

HOTEL SEBAGAI OBJEK INVESTASI (Riset Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall Medan). Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan

yang harus dipernuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Pemilihan judul ini didasari oleh rasa ketertarikan Penulis terhadap permasalahan seputar rumah susun yang digunakan sebagai objek investasi dengan peruntukannya sebagai sarana akomodasi. Hal ini merupakan hal yang masih baru dan belum banyak dilakukan terutama di Kota Medan, oleh karenanya Penulis merasa terpanggil untuk menulis Tesis tentang hal tersebut. Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, baik bagi penulis sendiri maupun bagi pihak akademis.

Dalam penulisan tesis ini Penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini Penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga Penulis tersayang, orang tua penulis yang telah mengasuh dan

membesarkan dengan sedemikian rupa dan memberikan segala curahan kasih sayang, mendidik, mengantarkan Penulis dari mulai bangku taman kanak-kanak sampai kepada Perguruan Tinggi, yaitu ayahanda H. Darwin Zainuddin, SH, Sp.N, Ibunda Hj. Sri Bayu, juga kepada saudari-saudariku tersayang;


(8)

Yudiana, SE; Maya Sita, ST, M.Art; Putri Daryuli, SH; Salwa Ayunda dan juga kepada kak Erawati.

2. Keluarga Besar Universitas Sumatera Utara:

a. Rektor USU, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc.(CTM), Sp.A(K).

b. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. 3. Keluarga Besar Magister Kenotariatan:

a. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, sebagai Ketua Program

Magister Kenotariatan juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing tesis Penulis.

b. Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, M.Kn, sebagai Dosen Pembimbing II

Penulis.

c. Ibu Chairani Bustami, SH, Sp.N, M.Kn., sebagai Dosen Pembimbing III

Penulis.

d. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, sebagai Dosen Penguji Penulis.

e. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, sebagai Dosen Panguji

Penulis.

4. Para Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Program Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staff biro pendidikan di Magister Kenotariatan yang telah banyak

memberikan bantuan kepada Penulis selama ini.

6. Kepada seluruh teman-teman Penulis di MKn, teristimewa kepada Oti Pertiwi

dan Fitri Zakiyah .

7. Kepada teman dekat sekaligus sahabat setia yang selalu mendukung Penulis

dengan memberikan doa, dukungan, serta semangat, yaitu Reza Fahlevi, SH. Tidak dapat Penulis lukiskan rasa terima kasih kepada mereka semua. Hanya dapat Penulis hanturkan doa kepada Yang Maha Kuasa untuk memurahkan rejeki bagi mereka dan senantiasa melindungi mereka kapanpun dan dimanapun, Amin.


(9)

Akhirnya dengan penuh kerendahan hati Penulis mengarapkan kritik dan saran dari semua pihak atas Tesis ini, yang diharapkan dapat memberikan masukan yang membangun bagi Penulis untuk masa yang akan datang.

Medan, Agustus, 2010 Penulis,


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Irma Yulia

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 02 Juli 1987

Orang tua

Ayah : H. Darwin Zainuddin, SH, Sp.N

Ibu : Hj. Sri Bayu

Saudara : Yudiana, SE

Maya Sita, ST, M.Art

Putri Daryuli, SH

Salwa Ayunda

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Comp. Menteng Indah Blok. C2 No.37 Medan-20228

PENDIDIKAN

Tahun 1998 : Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar pada SD Negeri 060818

Medan

Tahun 2001 : Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Pada SLTP

Negeri 8 Medan

Tahun 2004 : Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Pada SMU

Negeri 14 Medan

Tahun 2007 : Menyelesaikan Pendidikan Strata-1 Fakultas Hukum, Jurusan

Keperdataan BW Universitas Sumatera Utara.

Tahun 2010 : Menyelesaikan Pendidikan Strata-2 Magister Kenotariatan Fakultas


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Abstrack ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... vi

Daftar Isi ... vii

BAB. I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Manfaat Penelitian ... 19

E. Keaslian Penelitian ... 19

F. Kerangka Teori dan Konsep... 20

1. Kerangka Teori... 20

2. Konsepsi ... 24

G. Metode Penelitian ... 27

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 27

2. Lokasi Penelitian ... 28

3. Sumber Data Penelitian ... 28

4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

5. Alat Pengumpulan Data ... 30

6. Analisa Data ... 31

BAB. II. PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL PADA CAMRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL ... 32

A. Ketentuan Umum Perjanjian Sewa Menyewa... 32


(12)

2. Syarat-Syarat Perjanjian Sewa Menyewa ... 33

B. Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ... 36

1. Masa Berlakunya Perjanjian Pengelolaan Sewa ... 36

2. Pembatalan Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Secara Sepihak Sebelum Jangka Waktu Sewa Berakhir ... 43

3. Ketentuan Mengenai Perjanjian Baku (Standard Contract) Dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel ... 53

C. Resiko Dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 58

BAB. III. BANGUNAN HOTEL SEBAGAI OBJEK INVESTASI PADA CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL ... 63

A. Aspek Legalitas Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ... 63

1. Sertifikat Induk (Hak Guna Bangunan) ... 63

2. Surat Izin Penunjukan dan Penggunaan Tanah (SIPPT) ... 64

3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ... 66

B. Konsep Dasar Pemilikan Satuan Rumah Susun ... 68

C. Bangunan Hotel Sebagai Objek Investasi Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ... 77

BAB. IV. HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK ... 82

A. Hak dan Kewajiban Pihak Pertama (Pemilik/Investor) ... 83

B. Hak dan Kewajiban Pihak Kedua (PT. Global Medan Town Square) ... 89

C. Hak dan Kewajiban Pihak Ketiga (PT. Swiss Belhotel Internasional Indonesia)... 93

D. Wanprestasi dan Akibat Hukum ... 96

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109


(13)

ABSTRAK

Tesis ini penulis beri judul : “Tinjauan Hukum Terhadap Bangunan Hotel Sebagai Objek Investasi (Riset Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall)”. Bangunan hotel yang dimaksudkan dalam tesis ini adalah bangunan hotel yang berada dalam komplek Cambridge Condominium & Shopping Mall. Bangunan hotel tersebut merupakan suatu bentuk satuan rumah susun. Karena merupakan suatu bentuk satuan rumah susun maka didalamnya terdapat suatu ketentuan mengenai benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama. Bangunan hotel ini dapat digunakan untuk berbagai macam fungsi. Dapat digunakan sebagai tempat hunian dan dapat pula dijadikan sebagai peluang usaha yaitu dengan menyewakannya kepada pihak lain dalam hal ini oleh PT. Global Medan Town Square sebagai pendiri bangunan hotel tersebut untuk dipergunakan sebagai sarana akomodasi.

Mengenai pengelolaan sewa yang dilakukan oleh pemilik bangunan hotel dengan PT. Global Medan Town Square sebagai pengelola merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana ketentuan hukum yang terdapat dalam perjanjian pengelolaan sewa tersebut. Peraturan hukum mana yang digunakan para pihak untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Apakah dengan menggunakan himpunan peraturan seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau dengan menggunakan himpunan peraturan khusus mengenai rumah susun. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian tersebut berkenaan dengan objek kepemilikan bersama dan bagaimana pula ketentuan hukumnya apabila terjadi wanprestasi. Karena dengan suatu wanprestasi dapat mengakibatkan kebatalan dari suatu perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak.

Dalam penulisan tesis ini penulis melakukan suatu penelitian, yaitu penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum perdata, himpunan peraturan-peraturan hukum, buku-buku, seminar, makalah, tesis, dan sebagainya. Juga penulis melakukan penelitian lapangan (field

research) yaitu dengan melakukan pendekatan langsung pada sumbernya, dalam

kaitan ini adalah Notaris sebagai penunjang kepustakaan.

Perjanjian yang ada dalam tesis ini mengacu kepada UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan beberapa himpunan peraturan lainnya yang terkait. Hak dan kewajiban para pihak dilindungi oleh hukum dan apabila terdapat wanprestasi diupayakan untuk dilakukan musyawarah demi mendapatkan jalan keluar yang baik. Namun apabila jalan musyawarah tidak dapat dilaksanakan maka ditempuh suatu upaya hukum. Untuk itu kiranya pemerintah sebagai pembentuk undang-undang dapat membuat suatu peraturan baru yang lebih lengkap dan menyeluruh mengenai rumah susun, serta lebih melengkapi peraturan mengenai hukum perjanjian. Hal tesebut adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dalam pemilikan rumah susun dan para pelaku perjanjian.


(14)

ABSTRACT

This thesis is titled: “Legal Review on Hotel Building as Investment Object (Research on Cambridge Condominium & Shopping Mall)”. The hotel building meant in this thesis is hotel building that is located on Cambridge Condominium & Shopping Mall complex. This hotel building is a unit of public housing. For its character as public housing, this building has regulations about common objects, common spaces and common lot. This hotel building can be used for various functions. It can be used as residential space and can also be used as profit opportunity by renting it to other parties. In this case, PT. Global Medan Town Square acts as the hotel owner and uses the building to be used as accommodation.

Related to rental management carried out by PT. Global Medan Town Square as both owner and developer is an interesting issue to discuss. Questions arise: what kind of legal regulations that appear in the rental management contract? Which legal regulations do the parties used for applying the rules? Is it by using groups of regulations as written in Indonesian Civil Code or by using groups of regulations specifically concerning public housing? How is each party’s right and obligation stated in the contract related to commonly possessed objects and what is the legal consequence in case an breach of contract happens? This is an interesting question because breach of contract may cancel a contract.

In this research, the author made a library research using Indonesian Civil Code, groups of legal regulations, books, seminars, articles, theses, etc. The author has also done field research by doing direct approach to a key person. In this case, the key person is a Notary related to the case and as a library support.

The contract that is contained in this thesis refers to Law No. 16 of 1985 concerning public housing, Indonesian Civil Code, and several other related regulations. Rights and obligations of all parties are protected by law and in case a breach of contract happens, discussion is preferred to solve any conflict that may arise. If this doesn’t solve the problem, legal action will be taken. Therefore, it is expected that the government may make more complete and comprehensive regulations concerning public housing, and contract regulations. It is important to guarantee legal protection for any party that is related in public housing ownership.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perumahan dan tempat usaha merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa dan perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan penghidupan masyarakat. Perumahan dan tempat usaha di tengah kota merupakan kebutuhan mutlak bagi mereka yang menginginkan kepraktisan.1

Menyadari pembangunan perumahan dan tempat usaha secara horizontal (landed house) sangat sulit untuk dilaksanakan, maka solusi terbaik pemenuhan kebutuhan rumah dan tempat usaha adalah dengan membangun kompleks hunian dan tempat usaha secara vertikal dalam bentuk rumah susun atau apartemen. Pembangunan perumahan dalam bentuk komplek hunian dan tempat usaha secara

vertikal tiada lain bertujuan dalam rangka peningkatan daya dan hasil guna bagi

pembangunan.2

Masalah pembangunan rumah susun dengan sistem vertikal adalah dua hal yang berlawanan namun tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Di satu sisi persediaan tanah atau lahan yang sangat terbatas (relatif tetap) dan di sisi lain

1

Soni Harsono, Aspek Pertanahan Dalam Rumah Susun, Sinar Grafika, Jakarta, Juli, 1991, hal.23.

2


(16)

kebutuhan untuk memiliki tempat (papan) terus meningkat dari waktu ke waktu. Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan pemukiman mendorong dan memperkokoh demokrasi ekonomi serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk turut berperan serta.3

Kebijakan pemerintah dalam pembangunan perumahan dan tempat usaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat dengan hunian berimbang antara golongan penduduk dengan berbagai tingkat ekonomi dan status lainnya (mixed

community).4

Negara Indonesia sendiri, di dalam masyarakatnya terdapat penggunaan berbagai macam istilah seperti rumah susun, apartemen, flat, kondominium, namun pada prinsipnya penggunaan istilah yang benar adalah Rumah Susun karena di dalam bahasa hukumnya di tulis rumah susun, hal ini mengacu pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.5

Begitu pula dengan Cambridge Condominium & Shopping Mall, penggunaan istilah kondominium hanyalah sebagai peristilahan saja. Kondominium yang dimaksud merupakan satuan rumah susun dengan berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Digunakan istilah kondominium adalah untuk dapat menarik minat pembeli karena pemakaian istilah tersebut masih jarang dilakukan di lingkungan masyarakat kota Medan dan juga

3 Medan Bisnis, 18 Juli 2001, hal. 24

4

Ibid.

5

Arie Sukanti Hutagalung, Membangun Condominium (Rumah Susun) Masalah-Masalah Yuridis Praktis dalam Penjualan, Pemilikan dan Pembebanan serta Pengelolaannya, Le Merridien Hotel, Jakarta, tanggal 1-2 Desember 1993, hal.2.


(17)

untuk membedakannya dengan berbagai rumah susun yang ada di medan seperti rumah susun yang terletak di jalan Sukaramai Medan yang dikenal sebagai rumah susun sederhana. Akan tetapi kepada pihak pembeli sebelumnya telah diberitahukan dan dijelaskan bahwa kondominium yang dimaksud menggunakan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 sebagai dasar hukum kepemilikannya.

Pembangunan rumah susun di Indonesia diiringi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menyebutkan pengertian rumah susun pada Pasal 1, yaitu:

Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.6

Konsiderans Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, bagian menimbang point (b) menyebutkan:

Bahwa dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman terutama di daerah-daerah berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni dengan memperhatikan faktor sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat.7

Lebih lanjut dalam penjelasan umum Undang-Undang Rumah Susun dikatakan sebagai berikut:

Pengertian rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal yang terbagi dalam

6

Pasal 1 UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun..

7


(18)

satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dihuni dan dimiliki secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian-bagian dari bangunan tersebut serta benda bersama dan tanah bersama yang diatasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan8

Konsep Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dapat dilihat secara keseluruhan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, yaitu:

1. Satuan rumah susun dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang

memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.

2. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak bersifat perseorangan dan

terpisah.

3. Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari satuan yang bersangkutan.

4. Hak atas bagian bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) didasarkan atas

luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.9

Menurut A.P.Parlindungan sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Rumah Susun adanya empat hak yang ada dalam rumah susun, yaitu:

1. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan

secara terpisah.

2. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun.

3. Hak bersama atas benda-benda.

4. Hak bersama atas tanah.10

Salah satu aspek penting keberhasilan peremajaan dengan rumah susun adalah jaminan hak kepemilikan warga atas huniannya yang berupa sertifikat. Karena

8

UU Rumah Susun Nomor 16 Tahun 1985, Penjelasan

9

Lihat Pasal 8Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun

10

A.P.Parlindungan, Beberapa Pelaksanaan Kegiatan Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1992, hal.49.


(19)

berdasarkan pengamatan, banyak warga yang enggan untuk berdiam di rumah susun, salah satunya merasa tidak ada kepastian hak atas ruang yang ditempatinya.11

Setiap hak milik atas satuan rumah susun akan dibukukan dalam suatu buku tanah hak milik atas satuan rumah susun. Sesudah itu baru diterbitkan sertifikatnya. Biasanya dalam buku tanah tercantum pertelaan mengenai berapa besar bagian hak pemiliknya atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.12

Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional pada Seminar Sehari Himpunan Pembina Sumber Daya Manusia Indonesia di Bali Room Hotel Indonesia tanggal 26 Mei 1994, mengemukakan:

Rumah susun sebagai perangkat kebijaksanaan tanah perkotaan akan memberi beberapa keuntungan dalam pembangunan antara lain:

a. Rumah susun membantu meringankan prasarana kota di mana dengan

terkonsentrasi pemukiman pada suatu tempat berarti pemerintah dapat lebih berhemat dalam menyediakan sarana umum yang berupa jalan, selokan jaringan saluran air bersih maupun air kotor dan fasilitas lainnya.

b. Rumah susun dapat membantu mengurangi polusi dan bahan bakar pada

sektor transportasi, karena tidak memerlukan tanah yang luas, maka rumah susun dapat dibangun di dalam atau di pinggir kota yang tidak terlalu jauh, sehingga polusi dan bahan bakar dari sarana transportasi penghuni akan lebih sedikit dan hemat waktu untuk perjalanan ke tempat kerja/pasar.

c. Rumah susun membantu terlaksananya peremajaan dan peningkatan kualitas

lingkungan, dimana pada bekas tanah pemukiman kumuh dapat dibangun rumah susun dengan sarana dan fasilitas lingkungan yang lebih baik.13

Mengenai Hak Atas Satuan Rumah Susun yang berkaitan langsung dengan Hak Atas Tanah tempat rumah susun itu berdiri. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Rumah Susun yang menyatakan:

11

Suara Pembaruan, 15 September 1994, hal.16.

12

A. Ridwan Halim, , Hukum Kondominium dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, 1987, hal.35.

13

Sony Harsono, Seminar Sehari Himpunan Pembina Sumber Daya Manusia, tanggal 26 Mei 1994, Jakarta.


(20)

Rumah Susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara, atau hak pengelolaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini pengaturan pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.14

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tidak sama dengan strata title seperti yang dikenal oleh negara-negara yang menganut asas accesie. Namun demikian, untuk kepentingan praktis para pengembang (developer) masih kerap menggunakan ungkapan penjualan flat/apartemen secara strata title.15

Ada dua macam asas yang dikenal dalam masalah ini, yaitu: 1. Asas perlekatan ( accessie/natrekking)

Dalam asas perlekatan, bangunan menjadi bagian tanahnya. Oleh karena itu, dengan sendirinya bangunan itu tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terhadap tanahnya (hukum tanah). Atas asas itu pula, maka hak pemilikan atas tanah hak barat itu meliputi juga pemilikan dari bangunan yang ada di atasnya (Pasal 571 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Bangunan yang didirikan di atas tanah kepunyaan pihak lain menjadi milik yang empunya tanah (kecuali diperjanjikan lain).16

Asas perlekatan yang dikenal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas perlekatan secara mendatar dan perlekatan secara tegak lurus (vertical). Perlekatan secara horizontal melekatkan suatu benda sebagai bagian yang tidak

14

Lihat Pasal 7 ayat (1) UU No.16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.

15

Oloan Sitorus, Kondominium dan Permasalahannya, Mitra Kebijakan Tanah, Yogyakarta, 2004, hal.4.

16

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya) ,Djambatan, Jakarta, 1994, hal.142.


(21)

terpisahkan dari benda pokoknya (Pasal 589 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) atau balkon pada rumah induknya (Pasal 588 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Berdasarkan asas perlekatan itu, pemilik benda pokok merupakan pemilik benda ikutan dan secara hukum benda ikutan itu mengikuti benda pokoknya. Sebaliknya perlekatan vertical adalah perlekatan secara tegak lurus yang melekatkan semua benda yang ada di atas maupun di dalam tanah dengan tanah sebagai benda pokoknya.17

2. Asas pemisahan horizontal (horizontal scheiding)

Asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding) adalah asas yang membagi, membatasi dan memisahkan pemilikan atas sebidang tanah berikut segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah tersebut secara horizontal.

Penciptaan Hak Milik Satuan Rumah Susun sebagai lembaga hukum baru dalam sistem hukum Indonesia memenuhi asas pemisahan horizontal yang dianut oleh hukum tanah nasional kita. Dalam hubungan ini apabila dikaitkan dengan asas hukum tanah nasional Indonesia yang tidak memakai asas perlekatan (accessie), melainkan menggunakan asas pemisahan horizontal, maka pengertian satuan rumah susun memenuhi persyaratan tersebut, sebab menurut asas pemisahan horizontal pemilikan atas satuan rumah susun tidaklah diisyaratkan untuk memiliki tanahnya

17


(22)

juga, jadi rumah di anggap benda yang berdiri sendiri yang dapat terpisah dari hak atas tanahnya.18

Dalam Undang-Undang Rumah Susun terlihat masih ada pengaruh asas perlekatan vertical dari ketentuan Pasal 571 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selalu melekatkan rumah kepada tanahnya. Di dalam sistem kondominium ada pemilikan bersama atas tanah dan sarana lainnya, sehingga setiap satuan rumah susun itu mempunyai hak pemilikan bersama atas tanahnya yang juga dicantumkan dalam sertifikat pemilikan Satuan Rumah Susun itu.19

Mengenai rumah susun atau kondominium ini memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk berinvestasi. Berinvestasi berarti menanamkan sejumlah uang atau membeli suatu aset dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam berinvestasi selalu ada risiko kerugian yang mungkin saja dialami. Suatu investasi yang dapat memberi peluang keuntungan lebih besar, biasanya akan diikuti dengan risiko kerugian yang lebih besar pula. Untuk itu sebaiknya kenali keuntungan yang dapat diperoleh beserta risiko kerugian yang mungkin diderita. Investasi yang saat ini sangat menarik untuk dilakukan adalah investasi terhadap hotel dengan suatu kepemilikan kolektif.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, investasi terhadap hotel ini telah dipraktekkan di Medan, yaitu pada Cambridge Condominium & Shopping Mall. Di dalam komplek Cambridge Condominium & Shopping Mall tersebut terdapat

18

Boedi Harsono, Op. Cit.

19

Arie Sukanti Hutagalung, (1) Sistem Rumah Susun Dan Sertifikasi Hak Milik Satuan Rumah Susun, Badan Penerbit FHUI, Jakarta, 1992, hal. 15.


(23)

bangunan hotel yang menawarkan peluang berbisnis dengan sistem kepemilikan bersama. Bangunan hotel yang terletak di salah satu menara komplek Cambridge Condominium & Shopping Mall tersebut dikenal sebagai Tower Swiss-Belhotel Suites & Residences untuk seterusnya disebut satuan rumah susun.

Bangunan hotel tersebut dikatakan sebagai satuan rumah susun karena berdasarkan sistem kepemilikan dan alas hukum yang digunakan adalah dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 sebagai dasar hukumnya. Bangunan hotel tersebut pada dasarnya merupakan satuan rumah susun yang berada pada salah satu menara yang berada pada komplek Cambridge Condominium & Shopping Mall tersebut, akan tetapi penggunaannya bukan sebagai hunian atau tempat tinggal, melainkan sebagai sarana akomodasi.20

PT. Global Medan Town Square sebagai pihak yang membangun Cambridge Condominium & Shopping Mall mendirikan suatu bangunan rumah susun yang dipergunakan sebagai sarana akomodasi yaitu sebagai hotel, lalu satuan rumah susun itu dijual kepada calon pembeli, setelah jual beli dilakukan pihak pembeli tersebut menyewakan bangunan hotel tersebut kepada PT. Global Medan Town Square untuk dikelola dan dikembangkan. Pihak pembeli merasa tertarik untuk membeli bangunan hotel tersebut karena peluang investasi yang ditawarkan.

Peluang investasi yang ditawarkan dalam hal ini adalah, terlebih dahulu pihak yang ingin membeli bangunan hotel tersebut melakukan perjanjian jual beli dengan pihak Cambridge Condominium & Shopping Mall yaitu oleh PT. Global Medan

20


(24)

Town Square yang untuk seterusnya disebut sebagai Pengelola, kemudian setelah perjanjian jual beli dilakukan dan hak atas satuan rumah susun tersebut telah beralih kepada pembeli yang selanjutnya disebut sebagai pemilik.

Selanjutnya pemilik dengan pihak pengelola melakukan kerja sama dengan cara sewa menyewa. Dalam perjanjian sewa menyewa bangunan hotel tersebut, pemilik menyewakan bangunan hotel miliknya tersebut kepada pengelola, dan kemudian pengelola berhak untuk menyewakan kepada setiap orang, firma, atau perusahaan manapun dalam fungsi sebagai hotel dan atau serviced apartement.

Kemudian dalam setiap tahunnya pemilik akan mendapatkan persentase dan besarnya sesuai dengan yang para pihak telah perjanjikan. Hal tersebut terus berlanjut sesuai dengan perjanjian sewa menyewa yang telah pihak pemilik dan pengelola sepakati. Dalam hal ini terdapat unsur hukum perjanjian yang timbul dari perjanjian jual beli dan sewa menyewa Tower Swiss-Belhotel & Residences tersebut. Yang mana perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dibuat oleh satu pihak saja yaitu pihak pengelola.

Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPerdata adalah sebagai berikut: perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian diatas disebut dengan perjanjian nominaat. Di luar KUHPerdata dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak


(25)

production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim21, dan

lain sebagainya. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yakni perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat.

Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun innominaat tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri.22

Terdapat 5 (lima) asas dalam hukum kontrak yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain :

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract);

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

a. membuat atau tidak membuat perjanjian; b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 2. Asas Konsensualisme (consensualism);

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua

21

Pada awalnya, inseminasi buatan lebih sering terdengar dilakukan pada hewan dan tumbuhan. Dengan cara mengambil sperma lalu menginjeksikannya pada hewan betina, begitupula halnya pada manusia, dan upaya ini dilakukannya karena adanya kesulitan untuk mencapai dan menyatu dengan ovum (sel telur). Teknik ini merupakan suatu proses yang membantu wanita untuk mengatasi kemandulan di mana saluran telur wanita tersebut tidak ada atau bahkan mengalami kelainan/ cacat. Oleh karena pembuahan di luar rahim atau tidak seperti halnya yang dilakukan oleh pasangan suami isteri melalui proses persetubuhan yang alami inilah, maka teknologi kedokteran bisa melakukan inseminasi buatan dengan merekayasa teknik fertilisasi (pembuahan) di luar rahim yaitu dengan proses penyuntikan sperma ke dalam rahim wanita tanpa harus berhubungan badan dengan tujuan menghamilkan/ bisa hamil. Inseminasi buatan yang tidak berasal dari ovum dan sperma suami isteri yang sah diharamkan hukumnya. Inseminasi buatan dengan kontrak rahim dalam hukum Islam adalah diharamkan karena alasan yang sangat mendasar karena mengandung unsur asing dari pembuahan yang bukan berasal dari benih sperma dan ovum pasangan suami isteri yang sah.

22


(26)

belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda);

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt

servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

4. Asas Itikad Baik (good faith);

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

5. Asas kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.23

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian sehingga perjanjian yang mereka buat merupakan undang-undang bagi mereka untuk dilaksanakannya. Untuk memahami dan membentuk suatu perjanjian maka para pihak harus memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yakni syarat subjektif: adanya kata sepakat untuk mengikatkan dirinya

23

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.84.


(27)

dan kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan, sedangkan syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Oleh sebab itu, dalam melakukan perbuatan hukum membuat suatu kontrak/perjanjian haruslah pula memahami asas-asas yang berlaku dalam dasar suatu kontrak/perjanjian antara lain: asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum/pacta sunt

servanda, asas itikad baik dan asas kepribadian.24

Pengaturan tentang hukum perjanjian di Indonesia terdapat dalam Buku III Bab Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan Bagian Keempat Kitab Undang-undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUHPerdata) Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864.

Pasal 1313 KUHPerdata memberikan definisi, “perjanjian adalah salah satu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Melengkapi definisi perjanjian yang terdapat pada Pasal 1313 KUH Perdata, Setiawan mengemukakan pendapatnya, bahwa:

Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, dan perlu ditambahkan dengan kata-kata “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Sehingga definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.25

24

R. Subekti, Op. Cit, hal.72.

25


(28)

Mertokusumo memberikan perumusan bahwa “perjanjian adalah hubungan

hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.26

Subekti merumuskan bahwa, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.27

M. Yahya Harahap merumuskan, “perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.28

Menurut para sarjana pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian sebagaimana ternyata dalam ketentuan pasal tersebut di atas adalah tidak lengkap dan terlalu luas. Dikatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak, dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di lapangan hukum keluarga.29

KUHPerdata tidak memberikan definisi tentang perikatan. Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.30

26

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, PT. Liberty, Yogyakarta, 2005, hal.118.

27

R. Subekti, op.cit, hal.1.

28

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal.6.

29

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Op. Cit, hal. 65..

30


(29)

Menurut Vander Burgh Gr: “perikatan adalah suatu hubungan hukum serta kekayaan antara dua orang atau lebih yang menurut ketentuan seseorang atau lebih berhak atas sesuatu sedangkan seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu”.31

Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa, “tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, atau Undang-undang”. Sedangkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuau atau tidak berbuat sesuatu”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata tersebut di atas, secara jelas dapat diketahui bahwa sumber dari perikatan adalah berasal dari persetujuan dan Undang-undang. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata disebutkan mengenai adanya suatu bentuk prestasi yang terdapat dalam suatu perikatan. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan suatu perjanjian sudah pasti merupakan suatu perikatan.32

Hakekat perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama yaitu keduanya merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat di dalamnya, namun pengertian perikatan jauh lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari Undang-Undang. Perbedaan lain keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya mengikat para pihak berdasar pada kesepakatan (kata sepakat) diantara mereka, sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat

31

Van Der Burght Gr, Buku Tentang Perikatan Dalam Teori Dan Yuridprudensi, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal.1.

32


(30)

karena diwajibkan oleh Undang-undang. Dengan demikian keduanya juga berbeda konsekuensi hukumnya. Pada perjanjian oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi

dalam perikatan menimbulkan konsekuensi sebagai perbuatan melawan hukum.33

Subjek perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan pihak lain sebagai pihak debitur.34

Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Kreditur dan debitur dapat berbentuk naturlijke persoon atau manusia tertentu dan

recht persoon atau badan hukum.35

Objek perjanjian berupa prestasi itu sendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk “menyerahkan sesuatu”, “melakukan sesuatu” atau “tidak melakukan sesuatu”. Jadi secara umum hal-hal yang perlu dicantumkan dalam suatu akta perjanjian harus memuat subjek dan objek

33

Ibid.

34

Komariah, Hukum Perdata, Edisi Revis, UMM Press, Malang, Juni, 2001, hal.25.

35


(31)

perjanjian itu sendiri dan untuk sahnya suatu perjanjian harus memuat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.36

B. Permasalahan

Sesuai dengan latar belakang, maka permasalahan yang diangkat dalam tesis ini akan dibatasi pada beberapa masalah saja, yaitu:

1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel pada

Cambridge Condominium & Shopping Mall?

2. Bagaimanakah ketentuan hukum mengenai bangunan hotel sebagai objek

investasi pada Cambridge Condominium & Shopping Mall?

3. Bagaimanakah ketentuan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak

terhadap bangunan hotel sebagai objek investasi?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel

pada Cambridge Condominium & Shopping Mall.

2. Untuk mengetahui ketentuan hukum mengenai bangunan hotel sebagai objek

investasi pada Cambridge Condominium & Shopping Mall.

36

Hartono Soerjopratiknjo, Aneka Perjanjian Jual Beli, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1982, hal.65.


(32)

3. Untuk mengetahui ketentuan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak terhadap bangunan hotel sebagai objek investasi.


(33)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tesis ini memiliki manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut: a) Secara Teoritis:

Diharapkan dapat menambah sumbangan pengetahuan bagi pengembangan hukum Agraria secara umum yaitu tentang masalah pemberlakuan sistem kepemilikan bersama pada satuan rumah susun dan menambah sumbangan pengetahuan bagi pengembangan hukum Perdata secara umum yaitu tentang kontrak baku (standard contract).

b) Secara Praktis:

Diharapkan dapat menjadi pedoman bagi anggota masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam menangani hal-hal yang berkaitan dengan segala permasalahan yang ada dalam rumah susun dan kontrak baku dan segala perkembangannya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Rumah Susun atau Apartemen telah pernah dilakukan oleh YOAN IMANOLISA SHAPTIENI (057011096) Mahasiswi Program Kenotariatan Tahun 2007 dengan judul “Penerapan

Sistem Kepemilikan Bersama Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum Atas Hak Milik Satuan Rumah Susun (Studi Kasus Pada Rumah Susun Griya Sukeperdana Medan)”


(34)

1. Bagaimanakah penerapan sistem kepemilikan bersama dalam mewujudkan kepastian hukum atas hak milik satuan rumah susun pada Rumah Susun Griya Sukaperdana Medan.

2. Bagaimanakah pelaksanaan sertifikasi pada Rumah Susun Griya Sukaperdana

Medan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.

3. Bagaimanakah peranan perhimpunan penghuni pada Rumah Susun Griya

Sukaperdana Medan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam hal kepemilikan bersama.

Namun judul “Tinjauan Hukum Terhadap Bangunan Hotel Sebagai Objek

Investasi (Riset Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall)” belum pernah

dilakukan oleh peneliti lainnya. Sehingga dengan demikian penelitian ini adalah asli.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta.37 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir

37

Ensiklopedia bebas, Wikipedia Bahasa Indonesia, Teori, http://id.wikipedia.org/wiki/teori. diakses 6 januari 2010.


(35)

pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.38

Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of

reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel. Definisi dan proposisi

yang disusun secara sistematis.39 “Konsep mengapresiasikan suatu abstraksi yang

terbentuk melalui generalisasi dari pengamatan terhadap fenomena (obyek, kejadian, atribut atau proses)”.40

Otje Salman dan Anton F.Susanto menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat dari berbagai ahli, dengan rumusan sebagai berikut: “teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum”.41

Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan suatu penyebab.42

38

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80.

39

J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal.192

40

Kerlinger, Definisi Teori, http://www.pdf-search-engine.com/definisi-teori-pdf.html, diakses 20 Maret 2010

41

HR. Otje Salman S dan Anton F.Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal.21.

42


(36)

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.43 Teori yang dipergunakan dalam

teori ini adalah teori: Rescoe Pound yaitu “law as a tool of social engineering” (hukum sebagai alat atau sarana rekayasa/pembaharuan sosial), yang menyatakan hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial.44 Menurutnya hukum sebagai suatu unsur

dalam hidup masyarakat harus memajukan kepentingan umum, artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa dan harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 45

Rosce Pound merupakan salah satu penganut mazhab sosiological jurisprudency yang menyatakan hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat. Berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.46

Mochtar Kusumaatmadja juga mengembangkan teori ini. Menurutnya, konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat sebagai tempat kelahirannya. Alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula).47

43

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal.35.

44

Imran Nating, Hukum Kodrat, Positivisme, Utilitarianisme, Mazhab Sejarah,

www.filsafathukumuntar.multiply.com, diakses 23 Maret 2010.

45

Ibid.

46

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, cetakan kesepuluh, Bandung, 2007, hal.66.

47


(37)

Relevansi di sini mengandung pengertian, bahwa hukum harus bisa memecahkan suatu persoalan dari suatu realitas baru masyarakat. Sehingga jika tidak, akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan bankruptcy of justice yakni suatu konsep yang mengacu kepada kondisi dimana hukum tidak dapat menyelesaikan suatu perkara akibat ketiadaan aturan hukum yang mengaturnya.48

Begitu pula dengan sistem kepemilikan kolektif terhadap bangunan hotel ini. diperlukan adanya suatu pembaruan hukum mengenai hal ini karena mengingat belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang hal ini. peraturan-peraturan yang ada hanya peraturan umum yang diresapi ke dalam sistem pemilikan kolektif terhadap bangunan hotel tersebut. Untuk itu dibutuhkan pembentukan hukum baru untuk mengatur hal ini agar apabila terdapat permasalahan dapat dicari suatu upaya penyelesaian hukum yang baik dan tepat.

Mengingat mengenai perjanjian yang terdapat dalam pembahasan tesis ini, maka dibutuhkan suatu teori yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang ada dalam perjanjian. Dalam hal ini digunakan teori oleh Utrecht yang menyatakan hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan hidup manusia. Kepastian hukum disini diartikan sebagai harus menjamin keadilan serta hukum tetap berguna,yang kemudian tersirat tugas lainnya yaitu agar hukum dapat menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri.49

48

Ibid.

49

www. sosial-budaya.blogspot.com,/2009/05/tujuan-dan-fungsi-hukum.html, diakses 30 July 2010.


(38)

Secara yuridis, perjanjian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini berarti bahwa pihak yang mengadakan perjanjian diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian dan mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka adakan.50

Kebebasan berkontrak dalam kaitannya dengan perjanjian baku yang merupakan bahasan dari tesis ini dilatar belakangi oleh keadaan, tuntutan serta perkembangan dewasa ini, terlebih dalam dunia bisnis yang hampir disetiap bidangnya tidak lepas dari aspek transaksi ataupun perjanjian. Perjanjian baku ini dapat dilakukan asal tidak bertentangan dengan kaedah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting teori. Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang disebut definisi operasional.51

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, “kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis

50

R. Subketi, Op. Cit, hal. 20.

51


(39)

yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian”.52

Selanjutnya Sumandi Suryabranta memberikan arti khusus mengenai pengertian konsep, “konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.53

Definisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Terhadap pentingnya disusun definisi operasional ini, Tan Kamello menyatakan sebagai berikut: “pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau pennafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai”.54

Konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan.

Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut:

52

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Pers, Jakarta, 1986, hal.122.

53

Samasi Suryabrata, Op.Cit, hal.3

54

Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal.31.


(40)

1. Bangunan Hotel merupakan bangunan Tower Swiss Belhotel Suites & Residences yang telah dipilih dan disepakati untuk dibeli oleh pembeli yang tujuannya digunakan untuk sarana akomodasi.

2. Badan Pengelola dan developer/pengembang adalah Perseroan Terbatas PT.

GLOBAL MEDAN TOWN SQUARE dan atau pihak lain yang akan ditunjuk Perseroan Terbatas tersebut.

3. Masa Pengelolaan berarti suatu jangka waktu sebagaimana diatur dan

ditentukan didalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dimana pihak yang ditunjuk sebagai Pengelola berhak dan berkewajiban untuk melakukan pengelolaan Satuan Rumah Susun.

4. Pertelaan berarti suatu penjelasan mengenai batas-batas dalam Satuan Rumah

Susun dan lingkungannya yang dinyatakan dalam bentuk gambar dan uraian yang disahkan oleh Instansi teknis yang berwenang.

5. Rumah Susun Swiss Belhotel Suites & Residences berarti suatu bangunan

gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah yang dilengkapi dengan Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama yang digunakan sebagai Sarana Akomodasi, dan berlokasi/terletak di Jalan Let. Jend. S. Parman nomor 217, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara.


(41)

6. Hak Bersama berarti hak yang dimiliki secara bersama-sama oleh Para Pemilik Satuan Rumah Susun yang terdiri dari Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama.

G. Metodologi Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif analistis, maksudnya bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai rumah susun, kondominium dan strata

title.

Analisis merupakan penjelasan secara cermat, menyeluruh dan sistematis terhadap suatu objek atau aspek. Aspek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aspek-aspek hukum keperdataan dan hukum pertanahan khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan rumah susun.

Jenis penelitian ini adalah dengan metode pendekatan yuridis empiris yaitu penelitian lapangan (penelitian terhadap data primer) yaitu suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan terhadap Cambridge Condominium & Shopping Mall yang terletak di Jalan Let. Jend. S. Parman Nomor 217, Kelurahan Petisah


(42)

Tengah, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Sumatera Utara. Dilakukan di Kota Medan karena Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan berbagai macam kebutuhan masyarakat yang cukup tinggi, salah satunya adalah akan kebutuhan perumahan. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkembangnya pembangunan rumah susun/ apartement/ kondominium di kota Medan.

3. Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan data yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoriatis artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.55 Yaitu: UU No. 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.16 tahun 1985 Tentang Rumah Susun, PP Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta peraturan-peraturan lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu buku ilmu hukum, tesis, disertasi, jurnal hukum,

55

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal.82


(43)

laporan hukum, makalah, dan media cetak atau elektronik. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah yang merupakan publikasi tentang hukum yang bukan dokumen resmi, seperti hasil seminar atau pertemuan ilmiah yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu seperti kamus umum, kamus hukum, majalah-majalah, dan internet56

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam tesis ini dilakukan dengan:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu dengan melakukan penelitian tentang literatur yang telah diseleksi terlebih dahulu guna mendapatkan bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah, seperti buku-buku, perundang-undangan, majalah, tesis atau disertasi, yang mana digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan tesis ini untuk memperkuat dalil dan fakta penelitian.

b. Penelitian Lapangan (Field research)

56

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penerbit Bayumedia, Jakarta, 2005, hal.340.


(44)

Yaitu dengan melakukan pendekatan-pendekatan langsung pada sumbernya dalam praktek bangunan hotel sebagai objek investasi, dalam kaitan ini adalah notaris.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Studi dokumen; yaitu mengkaji buku-buku, hasil penelitian dalam bentuk

disertasi dan tesis, peraturan perundangan, terbitan berkala seperti majalah, buletin dan surat kabar yang berkaitan dengan masalah penelitian. Metode yang dipakai untuk mengetahui isi dokumen tersebut adalah analisis isi (content

analysis).

b. Wawancara yang dilakukan adalah dengan 1 orang Notaris PT. Global Medan

Town Square.

6. Analisa Data

Dari bahan-bahan yang telah diperoleh, maka analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang bersifat normatif-kualitatif. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif. Sedangkan kualitatif maksudnya bahwa data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan lapangan yang dikumpulkan, kemudian di analisa secara sistematis untuk disajikan dalam bentuk uraian, kemudian dilanjutkan dengan menarik kesimpulan.


(45)

BAB II

PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL

CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL

A. Ketentuan Umun Perjanjian Sewa Menyewa

1. Pengertian perjanjian sewa menyewa

M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, “sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot)”.57

Sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan. Sewa menyewa tidak memindahkan hak milik dari si yang menyewakan kepada si penyewa. Karenanya selama berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang disewanya agar pihak penyewa dapat menikmati barang yang disewanya dengan bebas selama masa sewa berlangsung.58

Pasal 1576 KUHPerdata menyebutkan, “dengan dijual barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah

57

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm.19.

58


(46)

diperjanjikan pada waktu menyewakan barang”. Berdasarkan pasal tersebut bahwa apabila objek yang disewakan itu dijual oleh pemilik sebelum habis masa sewanya dan hal ini tidak pernah dibicarakan sebelumnya oleh si penyewa, maka perjanjian sewa menyewa itu tetap berlangsung dan tidak dapat berakhir.

R. Subekti menyatakan, “jika ada suatu perjanjian yang demikian, si penyewa tidak berhak menuntut suatu ganti rugi apabila tidak ada suatu janji tegas, tetapi jika ada suatu janji seperti tersebut belakangan ini, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi terutang belum dilunasi.59

Pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari gangguan serta tuntutan dari pihak ketiga selama pihak-pihak penyewa menikmati barang yang disewa atau selama jangka waktu persewaan berlangsung, dan hal ini merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang menyewakan.60

2. Syarat-syarat perjanjian sewa menyewa

Berbicara mengenai syarat-syarat perjanjian sewa menyewa haruslah berpedoman pada syarat-syarat sah dan terjadinya perjanjian seperti yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak yang melakukan perjanjian, para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut haruslah cakap bertindak dalam hukum, harus ada objek yang diperjanjikan dan haruslah mengenai suatu hal yang halal. Hal tersebut juga termaksud dengan jelas pada memori penjelasan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 yang menyebutkan bahwa, hubungan sewa

59

R. Subekti, Op. Cit, hal.98.

60


(47)

menyewa umumnya tercipta karena ada kata sepakat antara pihak pemilik dan penyewa.

Suatu perjanjian merupakan dasar yang umum untuk hubungan sewa menyewa.61

Untuk pencapaian syarat keadilan ataupun kepastian hukum, syarat-syarat esensial atau pokok mengenai perjanjian mutlak diperlukan. Adapun syarat-syarat dari terjadinya dan sahnya perjanjian sewa menyewa ini seperti yang telah dijelaskan pada uraian terdahulu terdiri atas syarat subjektif yaitu syarat-syarat mengenai orang-orang atau para pihak dalam perjanjian sewa menyewa, dan syarat objektif yakni mengenai objek atau barang yang dijadikan sebagai objek beserta persyaratannya dalam perjanjian sewa menyewa.

Sebagai langkah awal dalam melaksanakan suatu perjanjian sewa menyewa terlebih dahulu haruslah ada persetujuan dan kesepakatan diantara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan yang bersifat bebas dan secara sukarela tanpa adanya suatu paksaan dan tekanan dari pihak mana pun juga, dan dalam kesepakatan tersebut haruslah dengan itikad tanpa adanya suatu unsur penipuan ataupun bentuk perbuatan melawan hukum lainnya.

Kecakapan juga merupakan hal yang penting dalam melakukan perjanjian sewa menyewa, yaitu penyewa dan yang menyewakan haruslah orang-orang yang cakap untuk membuat dan mengadakan suatu perjanjian yaitu orang-orang dewasa yang sehat pikirannya serta tidak dilarang oleh undang-undang. Pentingnya kecakapan para pihak dalam membuat dan mengadakan perjanjian sewa menyewa adalah dikarenakan akibat dan tanggung jawab yang ditimbulkan dengan terjadinya perjanjian itu dipikul oleh

61


(48)

kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian dan hanya orang-orang yang cakap bertindak dalam hukum yang dapat melaksanakamn tanggung jawab tersebut dengan baik.62

Wiryono Prodjodikoro menyebutkan bahwa: “Subjek yang merupakan seorang manusia, haruslah memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus dewasa, sehat pikirannya dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah”.63

Syarat lain yang mendasari suatu perjanjian sewa menyewa adalah suatu hal (objek) tertentu, dengan maksud objek atau barang dalam suatu perjanjian sewa menyewa haruslah tertentu dan bertujuan untuk mempermudah terjadinya pelaksanaan perjanjian tersebut serta untuk lebih mempermudah hak dan kewajiban yang harus dipikul pihak penyewa dan yang menyewakan juga terhadap kemungkinan yang timbul dikemudian hari.64

Isi dan ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa menyewa inipun haruslah yang halal dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, karena apabila isi serta ketentuan-ketentuan yang diatur dalam suatu perjanjian sewa menyewa tersebut tidak halal atau bertentangan dengan hukum, maka perjanjian demikian batal demi hukum. Suatu perjanjian sewa menyewa yang diperbuat

62

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Op. Cit, hal.67.

63

Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradnya Pramita, 1987, hal.91.

64


(49)

tanpa suatu sebab adalah merupakan perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan hukum atau diperbuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang (pasal 1335 KUHPerdata).65

B. Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Pada Camridge Condominium & Shopping Mall

1. Masa Berlakunya Perjanjian Pengelolaan Sewa

Definisi yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1548 terkandung beberapa unsur bahwa sewa menyewa adalah:

merupakan suatu perjanjian.

terdapat pihak-pihak yang mengikatkan diri.

pihak yang satu memberikan kenikmatan atas sesuatu barang kepada pihak yang lain, selama suatu waktu tertentu.

dengan pembayaran sesuatu harga yang disanggupi oleh pihak yang lainnya.66

Berdasarkan unsur-unsur tersebut ada yang menarik untuk dibicarakan, yaitu selama suatu waktu tertentu. Pasal 1570 KUHPerdata menyatakan: “Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya pemberitahuan untuk itu”.

Pasal 1571 KUHPerdata: “Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berkahir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.

Pasal 1578 KUHPerdata menyatakan:

65

Ibid, hal.76.

66


(50)

Seorang pembeli yang hendak menggunakan kekuasaan yang diperjanjikan dalam perjanjian sewa, jika barangnya dijual memaksa si penyewa mengosongkan barang yang disewa, diwajibkan memperingatkan si penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana diharuskan oleh adat kebiasaan setempat mengenai pemberhentian-pemberhentian sewa.

Pasal-pasal tersebut tidak secara mutlak dinyatakan bahwa syarat waktu harus dicantumkan, bahkan dalam beberapa hal justru tampak melemahkan persyaratan batas waktu sewa, misalnya dalam Pasal 1571 KUHPerdata. Namun, makna yang dapat ditarik dari pasal-pasal tersebut adalah waktu sewa merupakan hal yang penting. Meskipun tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu, undang-undang memerintahkan agar memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.

Untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diharapkan timbul dikemudian hari dan mencegah penafsiran serta makna ganda, pencantuman batas waktu yang jelas sangat diperlukan.

Sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensuil, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan (dalam akibat-akibatnya) antara sewa tertulis dan sewa lisan.67

Sewa menyewa yang diadakan secara tertulis, maka sewa itu berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang ditentukan sudah habis, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuan untuk itu.68

Sebaliknya kalau sewa menyewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang menyewakan

67

M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal.27.

68


(51)

memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak menghentikan sewanya, pemberitahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu, maka dianggaplah bahwa sewa itu diperpanjang untuk waktu yang sama.69

Perihal sewa tertulis itu diatur dalam Pasal 1570 KUHPerdata sebagaimana yang telah disebutkan di atas, dan perihal sewa yang tidak tertulis (lisan) diatu dalam Pasal 1571 KUHPerdata.

Seorang penyewa sebuah rumah atau ruangan, setelah berakhirnya waktu sewa yang ditentukan dalam suatu perjanjian sewa tertulis, dibiarkan menempati rumah atau ruangan tersebut, maka dianggaplah si penyewa itu tetap menguasai barang yang disewakan atas dasar syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan oleh kebiasaan setempat, dan tak dapatlah meninggalkan rumah atau ruangan itu atau dikeluarkan dari situ, melainkan sesudahnya dilakukan pemberitahuan penghentian sewanya menurut kebiasaan setempat (Pasal 1587 KUHPerdata).

Sewa menyewa bangunan hotel dalam perjanjian ini dibuat secara tertulis. Oleh karenanya disebutkan secara jelas hal-hal yang menjadi ketentuan dalam sewa menyewa juga mengenai masa berlakunya perjanjian.

Ada 2 (dua) macam ketentuan mengenai masa berlakunya perjanjian sewa menyewa bangunan hotel pada Cambridge Condominium & Shopping Mall atau disebut juga tower Swiss Belhotel Suites & Residences, yaitu:

69


(52)

a Perjanjian Pengelolaan Sewa ini telah mengikat kedua belah pihak terhitung sejak Surat Perjanjian Pengelolaan Sewa ini ditandatangani dan mulai berakhir efektif pada tanggal permulaan dan berakhir pada tanggal pengakhiran.

b Kedua belah pihak sepakat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa

berlakunya Perjanjian Pengelolaan Sewa ini, akan diadakan Rapat Himpunan Pemilik untuk menentukan fungsi daripada bangunan hotel tersebut untuk 10 (sepuluh) tahun yang akan datang dan keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.70

Mengenai berakhirnya sewa dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa ini, ada 2 (dua) hal yang harus diketahui berkenaan dengan berakhirnya sewa, yaitu:

a Perjanjian sewa tidak hapus dengan meninggalnya pihak yang

menyewakan maupun dengan meninggalnya pihak yang menyewa atau si penyewa. Dengan demikian ahli waris dari para pihak dapat melanjutkan sewa menyewa tersebut.

b Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu sewa menyewa yang telah

dibuat sebelumnya tidaklah putus, kecuali apabila hal tersebut telah diperjanjikan pada waktu menyewakan bangunan hotel.71

Berdasarkan huruf b di atas, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan, yaitu:

1) Apabila ada diperjanjikan demikian, si penyewa tidak berhak menuntut suatu ganti

rugi jika tidak ada suatu janji yang tegas. Tetapi apabila janji yang demikian itu memang ada, si penyewa tidak diwajibkan mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi.

2) Demikian juga dengan si pembeli dengan janji membeli kembali, tidak dapat

menggunakan kekuasaannya untuk memaksa si penyewa mengosongkan barang

70

Dikutip dari Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall yang telah dilegalisir oleh Notaris PT. Global Medan Town Square pada tanggal 10 Agustus 2007.

71


(53)

yang disewa, sebelum ia dengan lewatnya tenggang waktu yang ditentukan untuk pembelian kembali, menjadi pemilik mutlak.

3) Seorang pembeli yang hendak menggunakan kekuasaan yang diperjanjikan dalam

perjanjian sewa, jika barangnya dijual memaksa si penyewa mengosongkan barang yang disewa, diwajibkan memperingatkan si penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana diharuskan oleh adat kebiasaan setempat mengenai pemberhentian sewa.

4) Apabila perjanjian sewa tidak dibuat secara tertulis, sewa ini tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.

Pada Perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ini pemilik dari bangunan hotel tersebut menyewakan bangunan hotel miliknya kepada pihak pengelola yaitu PT. Global Medan Town Square. Kemudian pihak pemilik memberikan wewenang kepada pihak pengelola untuk mengulangsewakan bangunan hotel tersebut kepada pihak ketiga, yaitu setiap orang, firma atau perusahaan manapun, dan menggunakan bangunan hotel tersebut sebagai sarana akomodasi dan atau

serviced apartement.

Dalam perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel tersebut, pemilik bangunan hotel tidak dibenarkan untuk mengulangsewakan bangunan hotel atas nama sendiri tanpa melalui perantaraan dari PT. Global Medan Town Square selaku pengelola.


(1)

digolongkan sebagai kondominium secara strata title dengan konsep UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun mengingat tata hukum Indonesia belum mengenal strata title. Oleh karena itu tepat apabila dikatakan bahwa bangunan hotel tersebut digolongkan sebagai kondominum/rumah susun.

3. Bahwa hak dan kewajiban para pihak belum dapat dikatakan seimbang. Dikatakan demikian karena dari isi perjanjian tersebut pada akhirnya PT. Global Medan Town Square yang menguasai segala hal, yaitu dalam pengelolaan dan manajemen hotel. Sementara pihak pemilik satuan rumah susun mau tidak mau harus menyetujui apa yang dikehendaki oleh PT. Global Medan Town Square. Jadi sangat jelas bahwa pihak yang kuat adalah PT. Global Medan Town Square selaku developer/pengembang dan pengelola, dan pihak yang lemah adalah pemilik rumah susun selaku investor dan PT. Swiss Belhotel Suites & Residences selaku operator.

B. Saran

1. Agar perihal peraturan yang telah ada mengenai rumah susun yang mencakup mengenai kepemilikan bersama ini sebaiknya disempurnakan lagi sehingga pemilik-pemilik bangunan hotel itu memiliki andil yang kuat terhadap aset miliknya sendiri dan tidak dikuasai oleh PT. Global Medan Town Square. Untuk itu sangat perlu adanya perhimpunan penghuni yang kuat yang tidak hanya diatur oleh PT. Global Medan Town Square agar para pemilik dapat berdiri sendiri tanpa campur tangan dari PT. Global Medan Town Square. Juga


(2)

mengenai hal sertifikat hak milik atas satuan rumah susun, hendaknya lebih diperhatikan oleh PT. Global Medan Town Square agar segera dilaksanakan sehingga pemilik dapat memperoleh hak mereka secara sempurna.

2. Agar ketentuan mengenai perjanjian baku (standard contract) lebih dikembangkan lagi mengingat pada saat ini perjanjian baku kerap dilakukan. Diharapkan agar pemerintah sebagai pembentuk undang-undang dapat membentuk suatu peraturan baru untuk lebih memperhatikan hal ini atau menyempurnakan peraturan yang lama agar dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat. Penggunaan perjanjian baku ini tidak boleh tanpa pengawasan dari pemilik bangunan hotel, dan karena itu perlu ditertibkan,dengan pertimbangan utama yaitu pada aspek perlindungan buat pemilik bangunan hotel.

3. Hendaknya kajian mengenai bangunan hotel sebagai objek investasi ini lebih diperluas lagi kepada masyarakat, mengingat masyarakat kita yang masih belum memahami betul mengenai konsep investasi terhadap bangunan hotel. Sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan investasi di Indonesia yang apabila diingat sangat bermanfaat bagi masyarakat yang sudah tidak memperoleh peluang untuk berinvestasi. Dan akan sangat bermanfaat apabila harga yang ditentukan tidak terlalu mahal sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat kelas menengah yang ingin memiliki peluang investasi dalam bisnis perhotelan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Badrulzaman, Mariam Darus ,dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Basrah, H, Ny. Sewa Menyewa dan Pembahasan Kasus, FH-USU, Medan, 1993. Djojodirjo, Moegini , Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Pramita, Jakarta, 1979 Gr, Van Der Burght, Buku Tentang Perikatan Dalam Teori Dan Yuridprudensi,

Mandar Maju, Bandung, 1999.

Harsono, Soni , Aspek Pertanahan Dalam Rumah Susun, Sinar Grafika, Jakarta, Juli, 1991

Halim, A.Ridwan, Hukum Kondominium dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, 1987

Harsono, Boedi , Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya) ,Djambatan, Jakarta, 1994.

_______, Berbagai Masalah Hukum Bersangkutan Dengan Rumah Susun dan

Pemilikan Satuan Rumah Susun, Hukum dan Pembangunan, Fakultas Hukum

niversitas Indonesia, Jakarta, 1986.

_______, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum

Tanah), Djambatan, Jakarta, 1988.

Hutagalung, Arie Sukanti, Sistem Rumah Susun Dan Sertifikasi Hak Milik Satuan

Rumah Susun, Jakarta, 1992.

________, Kondominium dan Permasalahannya, Edisi Revisi, Badan Penerbit FHUI, Depok, 2007.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, PT. Liberty, Yogyakarta, 2005.

H.S, Salim, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.


(4)

Harahap, M. Yahya , Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Dalam Konteks

UUPA-UUPR-UUPLH, Rajawali Pers PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penerbit Bayumedia, Jakarta, 2005.

Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004.

Kallo, Erwin, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun

(Kondominium, Apartemen, Rusunami), Seri Hukum Properti, Minerva Athena

Pressindo, Jakarta, 2009.

Komariah, Hukum Perdata, Edisi Revis, UMM Press, Malang, Juni, 2001.

Lubis, Mhd. Yamin, Lubis, Abd. Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah, Penerbit CV. Mandar Maju, Medan, 2008,

Lubis, M.Solly , Filsafat Ilmu Dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994. Muhammad, Abdul Kadir , Hukum dan Penelitian Hukum, Penerbit PT.Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2004.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Moleong, Lexy J , Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.

Parlindungan, A.P, Beberapa Pelaksanaan Kegiatan Undang-Undang Pokok

Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1992.

Rasjidi, Lili dan Rasjidi, Ira Thania, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, cetakan kesepuluh, Bandung, 2007.


(5)

______, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Salman S, HR. Otje dan F.Susanto, Anton, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005.

Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A, Bardin, Bandung, 1999.

Sitorus, Oloan , Kondominium dan Permasalahannya, Mitra Kebijakan Tanah, Yogyakarta, 2004.

Soerjopratiknjo, Hartono , Aneka Perjanjian Jual Beli, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1982.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Pers, Jakarta, 1986.

Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1979.

______, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001.

Supranto, J, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2005. Suryabrata, Samadi, Metodologi Penelitian, Raja Gravindo Persada, Jakarta, 1998 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori Dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004.

B. WEBSITE

Ensiklopedia bebas, Wikipedia Bahasa Indonesia, Teori, http:// id. wikipedia. org/

wiki/teori. diakses 6 januari 2010.

Kerlinger, Definisi Teori, http://www.pdf-search-engine.com/definisi-teori-pdf.html, diakses 20 Maret 2010

Yance Arizona, www.wordpress.com, 13 April 2008

Hukum Perikatan, http://id.chvoong.com/law-and-politics/law/1831462-hukum

perikatan/,diakses 15 April 2010.

http://www.detiknews.com/read/2010/07/27/123212/1407563/10/ma-putusan-ini-jadi-rujukan-untuk-semua-pengelola-parkir, diakses 27 Juli 2010.


(6)

www. Legalitas. Org, diakses 20 Mei 2010.

Nating, Imran, 2008, Hukum Kodrat, Positivisme, Utilitarianisme, Mazhab

Sejarah, www.filsafathukumuntar.multiply.com, diakses 23 Maret 2010. www. sosial-budaya.blogspot.com,/2009/05/tujuan-dan-fungsi-hukum.html, diakses

30 July 2010.

D. MAKALAH DAN SURAT KABAR

Hutagalung, Arie Sukanti, Membangun Condominium (Rumah Susun)

Masalah-Masalah Yuridis Praktis Dalam Penjualan, Pemilikan dan Pembebanan Serta Pengelolaannya, Le Merridien Hotel, Jakarta, tanggal 1-2 Desember 1993.

Medan Bisnis, 18 Juli 2001

Suara Pembaruan, 15 September 1994,

Sony Harsono, Seminar Sehari Himpunan Pembina Sumber Daya Manusia, tanggal 26 Mei 1994, Jakarta.

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R.Subekti, Cetakan ke-25, Jakarta: Pradnya Pramita.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 2 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tatacara Pengisian Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun