4.2 Sebaran Status Gizi
Tabel 4.3 Sebaran subyek berdasarkan klasifikasi indikator status gizi n = 54
Klasifikasi indikator status gizi Jumlah n Persentase
Status gizi berdasarkan BBU Obesitas, 120
13 24,1
Gizi lebih, 110-120 8
14,8 Gizi baik, 90-110
21 38,9
Gizi kurang 70-90 11
20,4 Gizi buruk 70
1 1,9
Status gizi berdasarkan TBU Tinggi, 110-120
3 5,6
Normal, 90-110 50
92,6 Pendek, 70-90
1 1,9
Status gizi berdasarkan IMTU Obesitas, 95
th
7 13
Gizi lebih, 85
th
– 95
th
5 9,3
Gizi baik, 5
th
– 85
th
41 75,9
Gizi kurang, p5
th
1 1,9
Berdasarkan tabel 4.3, status gizi berdasarkan BBU dari seluruh subyek mempunyai jumlah dan nilai yang paling banyak untuk gizi baik dengan jumlah
21. Status gizi berdasarkan TBU mempunyai jumlah dan persentase yang paling banyak di tinggi badan normal dengan 50 92,6. Status gizi berdasarkan IMTU
dari seluruh subyek paling banyak mempunyai status gizi baik dengan jumlah 41 75,9. Status gizi kurang hanya ditemukan 1 orang 1,9.
4.3 Sebaran Asupan Protein
Tabel 4.4 Sebaran subyek berdasarkan asupan protein
Asupan Protein Jumlah
Persen Kurang
26 48,1
Cukup 23
42,6 Lebih
5 9,3
Dari hasil tabel 4.4, hampir setengah dari subyek yang mengkonsumsi protein kurang dari 15-20 dari total kalori dan berjumlah sebanyak 26 48,1,
mengkonsumsi dengan jumlah cukup berjumlah 23 42,6, dan mengkonsumsi protein dalam jumlah kurang sebanyak 5 9,3.
Tabel 4.5 Tabel Korelasi status Gizi dan Asupan Protein Status Gizi IMTU
Asupan Protein Kurang
Normal Lebih
Kurang 1 1,85
Normal 20 37,03
17 31,48 4 7,4
Overweight 3 5,5
2 3,7 Obesitas
2 3,7 4 7,4
1 1,85
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa walaupun status gizi subjek overweight dan obesitas namun asupan proteinnya tidak normal, bahkan tergolong kurang. Status
gizi normal juga mengkonsumsi protein dalam jumlah kurang dengan jumla 20 subjek 37,03.
4.4 Pembahasan
Untuk usia dan status gizi, sejalan dengan salah satu penelitian, hasil penelitian di Yogyakarta yang meneliti anak usia 13-15 tahun dengan desain
potong lintang dan jumlah sampel sebanyak 80 orang menyebutkan bahwa anak usia 13-15 tahun mempunyai status gizi normal dengan persentase 87,4.
24
Berbeda dengan di Brazil, penelitian dengan metode systematic review menyebutkan terdapat perbedaan prevalensi gizi lebih dan obesitas di beberapa
daerah Brazil. Di daerah selatan, nilai prevalensinya 25,7 dan 10,4 dengan rentang usia 6-18 tahun. Di daerah tenggara, prevalensi gizi lebih 13,7 dan
obesitas 15,4 dengan rentang usia 2-19 tahun. Di daerah timur laut, gizi lebih sebanyak 15,8 dan obesitas 4,3 dengan populasi usia 6-19 tahun. Di daerah
utara, hanya terdapat satu studi yang menemukan bahwa prevalensi obesitas 28,8 dengan rentang usia populasi 6-19 tahun. Sama halnya dengan di daerah
barat tengah, hanya terdapat satu studi yang menyebutkan prevalensi gizi lebih 16,8 dan obesitas 5,3 di anak-anak yang berusia 6-10 tahun.
25
Penelitian di Kumasi Metropolis, Ghana dengan jumlah sampel 500 di rentang usia 10-20
menyebutkan bahwa prevalensi status gizi kurang sebesar 7,40, normal 79,60, overweight 12,20, dan obesitas sebanyak 0,80.
26
Untuk asupan protein, penelitian yang mengambil tempat di Yogyakarta dengan pendekatan potong lintang dan jumlah sampel sebanyak 126 sampel
menyebutkan bahwa asupan protein kurang memiliki jumlah sebanyak 61 orang dengan persentase 48,4 dan asupan protein baik sebanyak 65 orang dengan
persentase 51,6 dan asupan protein kurang dengan persentase terbesar berasal dari subyek laki-laki sedangkan asupan protein baik dengan persentase terbesar
berasal dari subyek perempuan.
24
Penelitian terhadap anak usia 6-16 tahun sebanyak 11237 sampel dengan metode potong lintang di Pakistan menyebutkan bahwa anak usia sekolah
mengkonsumsi protein dalam jumlah yang kurang dalam makanan sehari- harinya.
27
Penelitian tersebut memakai 24 hrs recall dengan pengambilan sampel menggunakan multistage stratified sampling.
27
Hal tersebut bisa terjadi karena kebanyakan subyek lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat ataupun lemak sehingga asupan protein menjadi
kurang. Kebanyakan makanan sehari-hari yang dikonsumsi subyek adalah sumber karbohidrat seperti nasi, mie, roti tawar, dan kentang sebanyak 2-3 kali dalam
sehari. Untuk sumber protein sendiri seperti daging ayam, daging sapi, tahu, dan tempe, lebih sering dikonsumsi 1 kali dalam sehari dan 3 kali dalam seminggu,
hal ini yang mungkin menyebabkan asupan protein dari subyek menjadi kurang.
Dalam tabel korelasi didapatkan jumlah terbanyak subjek dengan status gizi normal tetapi mengkonsumsi protein dalam jumlah kurang, hal ini
menunjukkan bahwa walaupun protein dikonsumsi dalam jumlah minimal, mengkonsumsi makronutrien lain dalam jumlah besar dapat membuat staus gizi
subjek menjadi normal.
4.5 Kekurangan Penelitian