Gambaran Umum Pulau Bangkaru

• Nangroe Aceh Darussalam pernah menjadi daerah konflik • Sulit menyaingi citra Sumatera Utara dan Sumatera Barat sebagai destinasi wisata atau daerah tujuan wisata nasional yang sudah lebih mapan atau berkembang.

4.2 Gambaran Umum Pulau Bangkaru

Pulau Bangkaru adalah sebuah pulau yang termasuk dalam kepulauan Banyak yang terletak di Samudra Hindia di sebelah barat pulau Sumatra. Tepatnya terletak di sebelah barat pulau Tuangku yang termasuk dalam wilayah administratif dari kecamatan Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara geografis terletak di titik koordinat 2°4 ′0″LU,97°7′0″BT. Pulau ini dapat ditempuh sekitar 5 jam dengan menggunakan perahu motor dari Singkil, atau kurang dari satu jam dari pulau Banyak. Pantai pulau ini pantai Amandangan dan pantai Pelanggaran merupakan tempat bertelurnya penyu hijau, penyu belimbing dan penyu sisik. Selain itu, di kedua pantai ini merupakan salah satu tempat favorit untuk melakukan surfing dengan ombak yang mencapai ketinggian hingga 5 meter. Beberapa pulau di sekitar pulau Bangkaru, antara lain : • Pulau Tuangku • Pulau Sarangalu • Pulau Balai Kegiatan konservasi penyu di Pulau Bangkaru dimulai atas prakarsa seorang praktisi ekowisata berkebangsaan Swedia bernama Mahmud Bangkaru nama ini adalah nama yang ia sandang setelah memeluk agama Islam pada tahun 1994. Sebelum itu, perburuan dan perdagangan telur penyu sangat marak di Kepulauan Banyak. Ia lantas mendirikan Yayasan Pulau Banyak YPB yang pada awal kehadirannya harus menghadapi banyak rintangan mengingat tidak sedikit warga yang mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan telur penyu itu. Untungnya, masalah yang dihadapi oleh Mahmud Bangkaru mendapat dukungan dari Ian Singelton yang tergabung dalam Yayasan Ekosistem Leuser YEL. Ia memperkenalkan Mahmud dengan seorang ahli penyu laut berkebangsaan Belanda bernama Maggie Muurmans. Bersama Mahmud, Maggie bahu membahu menghidupkan YPB dengan dukungan dan bantuan keuangan dari mitra YPB dari berbagai organisasi dunia yang perduli dengan pelestarian hewan-hewan langka. Lembaga-lembaga itu antara lain Yayasan Ekosistem Leuser, PANECO Swiss, AECID Spanyol, dan sebagainya. Maggie memprakarsai program monitoring penyu di Pulau Bangkaru. Sementara Mahmud melakukan lobi-lobi di tingkat pemerintahan untuk ikut terlibat dalam usaha penyelamatan penyu. Mahmud Bangkaru menghidupkan kembali Yayasan Pulau Banyak yang sempat mati suri akibat tsunami dan konflik berkepanjangan di bumi Aceh Darusalam. Dengan menggaet beberapa rekan kerja baru dan didukung LSM Yayasan Eko Lestari YEL yang berbasis di Medan dan Paneco –salah satu LSM berbasis di Swiss, mereka menggiatkan kembali kegiatan konservasi penyu dan ekowisata di pulau Bengkaru. Tujuannya tidak lain untuk menjaga dan melestarikan kehidupan penyu hijau yang diambang kepunahan akibat terjaring nelayan, perdagangan telur penyu, para pengkonsumsi daging penyu, dan orang-orang yang menjadikan penyu sebagai hiasancinderamata. Belum lagi ulah manusia yang membuang sampah ke laut seperti gabus atau plastik yang mengakibatkan kematian bila termakan oleh tukik anak penyu. Untuk mencegah kepunahan tersebutlah, organisasi ini memberikan penyuluhan kepada masyarakat, mengadakan workshop, pertemuan dengan tokoh masyarakat hingga membuat program pendidikan di sekolah untuk melestarikan sumber daya alam sekitar. Selain itu mereka juga menyediakan tempat bagi mahasiswa lokal maupun internasional untuk melakukan penelitian di pulau tersebut sebagai sukarelawan. Hasilnya cukup memuaskan. Pulau Bangkaru kini resmi menjadi kawasan konservasi dengan mempekerjakan beberapa staf yang dilatih untuk berpatroli mengawasi pantai-pantai di Pulau Bangkaru yang menjadi lokasi tempat bertelurnya penyu. Mereka juga melakukan program penandaan pada penyu-penyu yang datang dan bertelur di pulau itu. Anggota staf yang dilatih oleh Maggie adalah para pemuda dari berbagai pulau ke Kepulauan Pulau Banyak.

4.3 Kondisi Konservasi Penyu di Pulau Bangkaru