59
Tabel 5. Data Nilai a, b, dan Hue pada Irisan Iles-iles Sebelum dan
Setelah Dikeringkan pada Perendaman Berbagai Konsentrasi Na-metabisulfit.
Perlakuan perendaman Na-
metabisulfit Sebelum dikeringkan
Setelah dikeringkan a b
hue warna a b
hue warna Segar -1.53 36.81
92.38 kuning
2.04 24.14
85.17 kuning 500 ppm
-3 41.35
94.15 kuning
-1.72 29.48 93.34 kuning 1000 ppm
-3.96 38.07 95.94
kuning -1.1 34.66 91.82 kuning
1500 ppm -3.4
42.57 94.57
kuning -1.84
31.2 93.38 kuning 2000 ppm
-3.32 39.52 94.8
kuning -1.77 32.83 93.09 kuning
2500 ppm -3.13 40.51
94.42 kuning
-1.5 45.24 91.9 kuning 3000 ppm
-3.76 39.4
95.45 kuning
-2.29 34.3 93.82 kuning
Berdasarkan data residu sulfit dan derajat kecerahan pada irisan iles-iles, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi perendaman natrium
metabisulfit yang digunakan adalah 1000 ppm, dimana nilai derajat kecerahannya berbeda nyata dengan derajat kecerahan irisan kering iles-
iles segar. Selain itu walaupun nilai residu sulfit pada irisan iles-iles basah konsentrasi 1000 ppm masih di atas batas aman 500 ppm, residu ini
masih akan berkurang nilainya dengan adanya proses pengolahan lebih lanjut seperti proses pengeringan atau penepungan pada umbi iles-iles
tersebut.
3. Ekstraksi Glukomannan a.
Pengukuran Viskositas dan Berat Jenis Ekstrak Glukomannan
Ekstraksi glukomannan pada penelitian ini memanfaatkan sifat glukomannan yang larut dalam air dan membentuk massa yang kental.
Oleh karena itu, ekstrak glukomannan dalam air pada temperatur ruang umumnya mempunyai viskositas yang tinggi. Pada penelitian ini, larutan
glukomannan dalam air memiliki penampakan seperti lendir sehingga dapat juga disebut slurry.
Pengukuran viskositas slurry dilakukan dua kali yaitu setelah proses ekstraksi dan pada waktu 24 jam setelah ekstraksi. Pengukuran
dilakukan menggunakan Brookfield Viscometer. Hasil pengukuran
60
viskositas setelah ekstraksi dan 24 jam setelah ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 6.
Dari Tabel 6 terlihat bahwa pada semua perlakuan, viskositas slurry
24 jam setelah ekstraksi mengalami penurunan yang cukup drastis dibandingkan dengan viskositas slurry segera setelah ekstraksi. Hal
tersebut diduga karena adanya degradasi molekul glukomannan sehingga kemampuan glukomannan yang mengembang dalam air menjadi
berkurang seiring dengan pertambahan waktu. Degradasi molekul glukomannan dapat berlangsung selama penyimpanan slurry atau waktu
tunggu sebelum slurry dikeringkan. Degradasi tersebut dapat disebabkan adanya aktivitas enzim endomannanase yang terdapat secara alami pada
umbi iles-iles maupun aktivitas mikroba. Menurut Dekker and Richards 1976 di dalam Hanif 1991, emzim endomannanase mampu
menghidrolisis ikatan -1-4-mannopyranosil pada glukomannan. Enzim tersebut stabil pada pH 5.0-9.5 dan mempunyai aktivitas optimum pada pH
6.0 dan suhu 60
O
C. Viskositas slurry setelah ekstraksi yang paling tinggi terdapat pada
slurry dari umbi dengan perlakuan parut dan pergantian air bertahap. Pada
tahap pergantian air ketiga dan keempat, slurry tidak lagi memiliki viskositas yang tinggi. Hal tersebut disebabkan glukomannan lebih banyak
terekstrak pada tahap pergantian air pertama dan kedua, sehingga pada tahap pergantian air ketiga dan keempat, glukomannan yang terekstrak
hanya tinggal sedikit. Hal tersebut juga terjadi pada slurry dari umbi dengan perlakuan cacah dan pergantian air bertahap.
Komponen yang terdapat pada slurry terdiri dari air, glukomannan, dan solid non glukomannan. Solid non glukomannan yaitu pati, gula
pereduksi, kalsium oksalat, dan komponen lain yang ikut terbawa ke slurry
. Air merupakan komponen yang terdapat dalam jumlah yang paling banyak, yaitu sekitar 98-99. Pengukuran berat jenis juga dilakukan pada
slurry dari setiap perlakuan. Pengukuran berat jenis slurry dilakukan
dengan menggunakan piknometer dengan volume 10 ml. Gambar 23 menunjukkan hasil pengukuran berat jenis slurry pada setiap perlakuan.
61
Tabel 6. Viskositas slurry setelah ekstraksi dan 24 jam setelah ekstraksi
pada setiap perlakuan. Data merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.
Metode Pengecilan
Ukuran Metode
Ekstraksi Tahapan
Pergantian Air
Rasio umbi:air
Viskositas Awal
cp Viskositas
setelah 24 jam cp
Parut Pergantian
air bertahap 1
1:5 733.2 37.2 2
1:5 162.5
22.6 3
1:5 69.6
14.5 4
1:5 46.8
12.8 1-4
Campuran 142.1 22.9
Cacah Pergantian
air bertahap 1
1:5 468 29.4 2
1:52 133.4 22.8 3
1:53 42.4 13.6 4
1:54 28.2 11.4 1-4
Campuran 136.9 20.6
Parut Tanpa
pergantian air
- 1:20 92.6 16.3 Cacah
Tanpa pergantian
air - 1:20 78.4 12.4
Slurry yang diukur pada perlakuan parut bertahap dan cacah
bertahap adalah slurry campuran dari pergantian air tahap pertama hingga keempat. Dari Gambar 23 dapat dilihat bahwa berat jenis slurry pada
setiap perlakuan mendekati berat jenis air 1 gml, membuktikan bahwa komponen terbesar yang terdapat pada slurry adalah air. Dari Gambar 23
juga terlihat bahwa berat jenis slurry dari setiap perlakuan tidak berbeda nyata.
b. Pengukuran Kadar Glukomannan Slurry dan Persentase
Glukomannan yang Terekstrak
Efektifitas ekstraksi glukomannan ditentukan dari seberapa banyak glukomannan yang terdapat pada slurry dari setiap perlakuan. Jumlah
glukomannan yang terdapat pada slurry kemudian dibandingkan dengan jumlah glukomannan yang terdapat pada umbi segar yang digunakan
dalam proses ekstraksi tersebut. Dari perbandingan tersebut diperoleh persentase glukomannan yang terekstrak ke slurry.
62
Gambar 24. Data Berat Jenis Slurry Setelah Ekstraksi dari Setiap
Perlakuan. Data merupakan rata-rata dari dua kali pengukuran.
Perhitungan persen kadar glukomannan yang terekstrak dimulai dengan melakukan pengukuran kadar glukomannan yang terdapat pada
slurry , dimana hasilnya diperoleh dalam satuan persen vv.
Perhitungan bobot kuantitatif glukomannan yang terekstrak ke umbi dilakukan dengan menghitung volume glukomannan yang terdapat pada
slurry kemudian dikalikan dengan berat jenis slurry. Contoh perhitungan
secara lengkap dan jelas dapat dilihat pada Lampiran 4. Pengukuran kadar glukomannan pada slurry dilakukan dengan
metode Whistler dan Richards 1970, hanya saja sampel slurry yang diambil untuk pengukuran ditetapkan sebanyak 10 gram untuk
memaksimalkan pengukuran. Sampel slurry langsung ditambahkan alkohol untuk mengendapkan glukomannan, tahapan selanjutnya sama
dengan tahapan pengukuran kadar glukomannan pada sampel umbi dan tepung. Pengukuran kadar glukomannan slurry pada setiap perlakuan
dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Gambar 25.
1,0125 1,0270
1.0240 1,0163
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
Parut Bertahap Parut Langsung Cacah Bertahap Cacah Langsung
Berat Jenis
gml
Perlakuan
63
Gambar 25. Kadar Glukomannan Slurry pada Setiap Perlakuan. Data
merupakan rata-rata dari dua kali ulangan. Dari Gambar 25 dapat dilihat bahwa kadar glukomannan yang
paling tinggi terdapat pada slurry campuran dari umbi dengan perlakuan parut dan pergantian air bertahap, yaitu 0.30 , sedangkan slurry yang
memiliki kadar glukomannan terendah yaitu slurry dari perlakuan cacah tanpa pergantian air, yaitu 0.16 .
Berdasarkan error bar yang terdapat pada grafik, diketahui bahwa kadar glukomannan slurry dari perlakuan parut langsung dan perlakuan
cacah bertahap tidak berbeda nyata. Proses pergantian air pada perlakuan cacah juga tidak terlalu berpengaruh terhadap kadar glukomannan pada
slurry dari perlakuan cacah, dimana kadar glukomannan slurry perlakuan
cacah pergantian air bertahap dan cacah langsung tidak berbeda nyata. Kadar glukomannan yang berada pada kisaran yang berbeda nyata dari
ketiga sampel slurry lainnya adalah kadar glukomannan sampel slurry dari perlakuan parut dan pergantian air bertahap.
Dari Gambar 25 juga dapat disimpulkan bahwa kadar glukomannan pada slurry sebanding dengan viskositas slurry setelah
ekstraksi, dimana semakin tinggi viskositas slurry setelah ekstraksi, semakin tinggi pula kandungan glukomannan yang terdapat pada slurry
tersebut. Persentase glukomannan yang terekstrak ke slurry dari berbagai
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 26. Perhitungan lengkap untuk bobot
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Parut Bertahap Parut Langsung
Cacah Bertahap Cacah Langsung
Kad a
r glu
ko m
an na
n
Perlakuan
64
kuantitatif glukomannan dan persentase glukomannan yang terekstrak dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 26. Persentase Glukomannan yang Terekstrak ke Slurry dari
Berbagai Perlakuan. Data merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.
Dari Gambar 26 dapat dilihat bahwa persentase glukomannan yang terekstrak ke slurry dari perlakuan parut langsung tidak berbeda nyata
dengan persentase glukomannan yang terekstrak ke slurry dari perlakuan cacah pergantian air bertahap dan perlakuan cacah langsung, sedangkan
persentase glukomannan yang terekstrak pada ketiga slurry tersebut berbeda nyata dengan persentase glukomannan yang terekstrak pada slurry
dari perlakuan pengecilan ukuran parut dan pergantian air bertahap. Persentase glukomannan terekstrak paling besar terdapat pada slurry
perlakuan pengecilan ukuran parut dan pergantian air bertahap yaitu mendekati 100. Hasil yang diperoleh dari Gambar 26 juga menunjukkan
bahwa semakin besar luas permukaan bahan yang diekstrak, semakin banyak ekstrak glukomannan yang diperoleh.
Berdasarkan persentase glukomannan yang terekstrak, dapat disimpulkan bahwa perlakuan terpilih dalam ekstraksi glukomannan
adalah perlakuan pengecilan ukuran dengan cara diparut dan pergantian air bertahap.
20 40
60 80
100 120
Parut Bertahap Parut Langsung Cacah Bertahap Cacah Langsung
Persenta se
G luk
oma nna
n
Ter e
kstr ak
Perlakuan
65
B. PENELITIAN UTAMA