kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama. Nilai CI kurang, sama, atau lebih dari 1 mengindikasikan efek secara berurutan sinergis, aditif, atau
antagonis Zhao, et al., 2004; Reynolds, et al., 2005. Uji efek kombinasi dengan kedua metode tersebut biasanya dilakukan
secara in vitro. Metode uji in vitro dapat digunakan sebagai uji praklinik awal untuk menggambarkan interaksi kombinasi, sehingga ketika dilakukan uji in vivo
hasilnya akan lebih efisien.
2.4 Uji sitotoksik menggunakan metode MTT
Uji sitotoksisitas dilakukan secara in vitro, yaituuntuk menentukan potensi sitotoksik suatu senyawa seperti obat antikanker. Toksisitas merupakan kejadian
kompleks secara in vivo yang menimbulkan kerusakan sel akibat penggunaan obat antikanker yang bersifat sitotoksik. Respon sel terhadap agen-agen sitotoksik
dipengaruhi oleh kerapatan sel Kupcsik, 2011. Metode MTT [3-4,5-dimetiltiazol-2-il-2,5-difenil tetrazolium bromida]
adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan pengukuran intensitas warna kolorimetri yang terjadi sebagai hasil metabolisme
suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna Kupcsik, 2011.
Gambar 2.2
Reduksi MTT menjadi formazanKupcsik, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Pada uji ini digunakan garam MTT. Garam ini akan terlibat pada kerja enzim dehidrogenase. MTT akan direduksi menjadi formazan oleh sistem
reduktase suksinat tetrazolium, yang termasuk dalam mitokondria dari sel hidup Kupcsik, 2011.
Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air sehingga dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam isopropanool atau 10 SDS
dalam HCl 0,01 N. Intensitas warna ungu terbentuk dapat ditetapkan dengan spektrofotometri dan berkorelasi langsung dengan jumlah sel yang aktif
melakukan metabolisme, sehingga berkorelasi dengan viabilitas sel. Persentase viabilitas dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut Kupcik,2001.
Viabilitas = absorbansi sel dengan perlakuan-Absorbansi mediax 100 Absorbansi Sel-Absorbansi media
2.5 Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik dengan kerusakanfragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu: 1.
Apoptosis fisiologis Apoptosis fisiologis adalah kematian sel yang diprogram programmed
cell death. Proses kematian sel erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini mengalami aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini
tidak mengalami aktivasi, kecuali sel bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada ujung kromosom merupakan faktor
yang sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer akan memendek pada saat pembelahan diri. Apabila ukuran telomer mencapai ukuran
Universitas Sumatera Utara
tertentu level kritis akibat pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya sel akan mengalami apoptosis secara
fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan telomerase sampai pada level kritis tidak terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivasi dari enzin ribonukleoprotein
telomerase secara terus menerus. Enzim ini sangat berperan pada sintetis telomeric DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada pembentukan
telomer dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran telomer pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat immortal
Sudiana, 2011. 2.
Apoptosis patologis Apoptosis patologis adalah kematian sel karena adanya suatu rangsangan.
Proses kematian sel apoptosis dapat melalui beberapa jalur, antara lain sebagai berikut:
a Aktivitas p-53
Apoptosis ini dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang bersangkutan memiliki gen yang cacat gene defect yang dipicu oleh banyak faktor, antara lain
bahan kimia, radikal bebas, maupun virus oncovirus. Gen yang cacat dapat memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan CPK-K2, dimana kedua enzim
ini dapat memicu aktivitas p-53. p-53 adalah fraktor transkripsi terhadap pembentukan p-21. Peningkatan p-21 akan menekan semua CDK Cyclin
Dependent-protein Kinase dengan cyclin, dimana siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin.
Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada CDK-1 pada fase M, CDK-4 dan CDK-6 pada fase S. Dengan terjadinya
penekanan semua CDK pada semua fase siklus sel, maka siklus sel akan berhenti
Universitas Sumatera Utara
sehingga p-53 akan memicu aktivitas BAX. Protein BAX akan menekan aktivitas BCL-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitokondria.
Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pelepasan cytokrom-C ke sitosol sehingga akan mengaktivasi kaskade kaspase dan kaspase aktif ini akan
mengaktifkan DNA-se. DNA-se yang aktif akan menembus membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA sel akan terfragmentasi dan mengalami apoptosis.
b Jalur sitotoksik
Apoptosis dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen cacat gene defect sehingga sel akan mengekspresiakn protein asing. Protein asing yang dhasilkan
dapat bersifat imunogenik sehingga memicu pembentukan antibodi. Antibodi akan menempel di permukaan sel killer dan akan memicu pelepasan enzim yang
disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin tersebut mengandungperforin dan granzyme, dimana perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat
sedangkan granzyme akan masuk ke dalam sel dan mengaktivasi kaspase kaspade. Kaspase yang aktif ini akan mengaktivasi DNA-se sehingga sel mengalami
kematian apoptosis. c
Disfungsi mitokondria Disfungsi mitokondria adalah gangguan ekspresi protein pada mitokondria
yang tidak seimbang baik ekspresinya yang berlebihan, maupun protein yang diekspresikan adalah protein abnormal.
d Kompleks fas dan ligan
Terjadinya apoptosis melalui jalur ligan dan fas dapat terjadi karena dipicu oleh adanya sel yang terinveksi virus, dimana di permukaan sel terekspresi suatu
protein yang disebut fas. Fas yang terdapat pada membran sel yang terinfeksi virus akan diikat oleh ligan yang berada di permukaan NK-cell atau CTL. Adanya
Universitas Sumatera Utara
ikatan antar fas-ligan akan mengaktifase suatu protein yang disebut FasAssociated Protein Death Domain FADD yang dapat mengaktivasi kaspase kaskade.
Selanjutnya, kaspase yang aktif akan mengaktifkan DNA-se sehingga sel akan mengalami apoptosis Sudiana, 2011.
2.6 . Sel Vero