Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam Melindungi Hak-hak Konsumen

2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam Melindungi Hak-hak Konsumen

Perlindungan terhadap konsumen menjadi hal yang penting mengingat perkembangan perekonomian semakin pesat yang mengakibatkan munculnya variasi produk barang dan jasa. Hal demikian juga mengakibatkan pada kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen sering kali hanya menjadi obyek aktivitas bisnis pelaku usaha dan kedudukan konsumen masih lemah. Banyak kasus bisa ditemui di lapangan, betapa banyak konsumen yang dirugikan dan dicurangi bahkan terancam kesehatan serta jiwanya akibat perbuatan pelaku usaha.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu peran dari lembaga pemerintah yang berperan untuk melindungi hak-hak konsumen. Lembaga yang ditunjuk tersebut salah satunya adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang mempunyai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang bertujuan memberikan perlindungan kepada konsumen. Adapun tugas dan wewenang dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 52 jo. SK.

dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah :

d. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi, atau arbritasi atau konsiliasi;

e. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

f. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

g. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;

h. Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

i. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; j. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen; k. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang

dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimnana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain

guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak konsumen; l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen; m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan undang-undang ini. Dengan merujuk pada Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 54 ayat 1 Undang- Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 jo. Pasal 2 SK. Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, peran utama dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu : sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan, sedangkan pada butir e, butir f, butir g, butir h, butir i, butir k, butir i, dan butir m pada tugas dan wewenang dalam Undang-Undang ketentuan undang-undang ini. Dengan merujuk pada Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 54 ayat 1 Undang- Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 jo. Pasal 2 SK. Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, peran utama dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu : sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan, sedangkan pada butir e, butir f, butir g, butir h, butir i, butir k, butir i, dan butir m pada tugas dan wewenang dalam Undang-Undang

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (2010: 61) menyebutkan bahwa : Perlindungan yang diberikan oleh lembaga Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen tersebut kepada konsumen adalah melalui penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dan juga berperan melakukan pengawasan terhadap setiap perjanjian atau dokumen yang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen.

Hal senada juga dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 83), bahwa ada dua peran strategis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu :

1) BPSK berperan sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase.

2) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh

pelaku usaha.

Dari penjelasan tersebut maka peran utama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen adalah sebagai berikut :

a. Memberikan Konsultasi Kepada Konsumen

Konsumen yang merasa haknya dilanggar atau mereka yang merasa membutuhkan informasi tentang perlindungan konsumen, maka konsumen dipersilahkan untuk datang ke BPSK Surakarta. Langkah ini dilakukan guna mewujudkan konsumen yang cerdas, jika konsumen cerdas maka konsumen akan menjadi kritis sehingga pelanggaran terhadap hak konsumen tidak terulang kembali. Dalam konsultasi konsumen juga dapat menentukan langkah berikutnya apakah akan maju ke langkah berikutnya atau tidak dan menetukan apa saja yang perlu disiapkan jika konsumen akan bersengketa. Data konsumen

Maret tahun 2012 adalah sebagai berikut : Tabel 3. Jumlah Pengaduan Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Surakarta Pada Tahun 2012. No Jenis

Jumlah

1. Perbankan dan Keuangan

2. Leasing

3. Jasa Pelayanan Listrik Negara

4. Jasa Telekomunikasi

5. Jasa air Bersih

6. Jasa Perparkiran

7. Property

Jumlah Total

Sumber : Data BPSK Surakarta Berikut hasil wawancara dengan Ibu Tuti budi Rahyu, SH selaku kepala sekretariat BPSK Surakarta : BPSK memberikan konsultasi kepada konsumen yang datang kesini baik

yang hanya ingin konsultasi atau melakukan pengaduan, karena pada saat konsultasi dapat memberikan dampak yang positif bagi konsumen itu sendiri, konsumen dapat memutuskan mereka akan maju atau tidak, selain itu konsumen juga akan mengetahui segala sesuatu yang perlu dipersiapkan misalnya alat bukti dan lainnya. Kesalahan yang konsumen perbuat juga akan tampak pada saat konsultasi. (Catatan Lapangan 4).

Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Anik Tri Maharni selaku anggota BPSK Surakarta dari unsur konsumen yaitu : Siapapun berhak konsultasi di BPSK, karena disini BPSK akan

menjelaskan apa saja yang harus disiapkan oleh konsumen sebagai alat bukti yang nanti akan diperlukan pada saat persidangan. Selain itu BPSK juga akan menjelaskan apa saja yang menjadi hak-hak yang konsumen miliki, jadi nanti konsumen akan tahu apa yang harus dibawa dan diajukan. (Catatan Lapangan 3)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Etik salah satu konsumen yang mengadu ke BPSK yaitu : Hal serupa juga diungkapkan oleh Etik salah satu konsumen yang mengadu ke BPSK yaitu :

Pemberian konsultasi kepada konsumen yang datang ke BPSK Surakarta ini ternyata membawa dampak positif terhadap konsumen. Konsumen akan lebih mengerti akan kesalahan yang mereka perbuat selain itu konsumen sebagai warga negara juga akan mengetahui hak dan kewajiban yang mereka miliki. Dengan demikian diharapkan jika konsumen sudah memahami kesalahan dan paham hak-hak mereka maka kesalahan tidak akan terulang kembali.

b. Pengawasan Klausula Baku

Didalam melakukan transaksi yang dilakukan antara pelaku usaha dengan konsumen sering kali disertai dengan perjanjian-perjanjian atau klausula baku yang isi dari klausula baku tersebut sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh pelaku usaha tanpa melalui perundingan terlebih dahulu antara kedua belah pihak yakni pelaku uasaha dengan konsumen. Pada umumnya pelaku usaha telah menyiapkan terlebih dahulu perjanjian tersebut yang diberlakukan pada mereka dalam sebuah formulir yang dicetak dan diberikan kepada konsumen untuk menyetujui tanpa memberikan kesempatan kepada konsumen untuk mempelajari perjanjian yang telah diberikan tersebut. Oleh karena itu BPSK berperan untuk mengawasi kluasula baku tersebut seperti

berperan mengawasi klausula baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha, apabila klausula baku tersebut mengandung unsur yang merugikan konsumen

Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH selaku kepala sekretariatan BPSK Surakarta yaitu : Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH selaku kepala sekretariatan BPSK Surakarta yaitu :

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Aniek Tri Maharni selaku anggota BPSK Surakarta dari unsur konsumen yaitu : Pelaku usaha dalam hal mengeluarkan produk baik barang maupun jasa

ada hal yang bisa saja tidak benar atau melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu BPSK juga berperan untuk mengawasi hal tersebut, contoh : Rumah sakit mengenakan biaya bocking untuk merawat padahal itu tidak diperbolehkan, leasing yang seharusnya hanya memberikan kredit kendaraan bermotor tetapi ada yang memberikan pinjaman berupa uang, contoh lain misalnya yang sekarang baru BPSK tangani yaitu pengawasan terhadap kalusula baku tentang perpakiran, didalam kartu parkir biasanya dimuat kalimat barang yang hilang ditanggung sendiri, ini sebenarnya tidak boleh karena akan merugikan konsumen. Oleh sebab itu BPSK berhak untuk melakukan pengawasan terhadap hal-hal tersebut guna memberikan perlindungan terhadap konsumen. (Catatan Lapangan 3)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan adanya peran BPSK maka diharapkan agar pelaku usaha lebih berhati-hati dalam pembuatan klausula baku sehingga kecurangan-kecurangan yang dibuat oleh pelaku usaha dapat diminimalisir dan hak-hak konsumen tidak semakin dilanggar oleh pelaku usaha.

c. Menyelesaikan Sengketa Konsumen

Konsumen yang merasa dirugikan maka akan dapat menuntut hak-hak mereka kepada pelaku usaha yang telah hilang tersebut dengan cara menyelesaikan sengketa konsumen di BPSK. BPSK hanya menangani kasus perdata saja yang umumnya bersifat ganti rugi langsung yang dialami oleh konsumen atas kesalahan atau kelalaian pelaku usaha. Keputusan BPSK bersifat final dan mengikat atau dengan kata lain wajib dan harus dipatuhi oleh Para Pihak yang bersengketa. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen di Konsumen yang merasa dirugikan maka akan dapat menuntut hak-hak mereka kepada pelaku usaha yang telah hilang tersebut dengan cara menyelesaikan sengketa konsumen di BPSK. BPSK hanya menangani kasus perdata saja yang umumnya bersifat ganti rugi langsung yang dialami oleh konsumen atas kesalahan atau kelalaian pelaku usaha. Keputusan BPSK bersifat final dan mengikat atau dengan kata lain wajib dan harus dipatuhi oleh Para Pihak yang bersengketa. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen di

1) Konsiliasi

a) BPSK membentuk sebuah badan sebagai pasif fasilitator.

b) BPSK membiarkan yang bermasalah untuk menyelesaikan masalah mereka cecara menyeluruh oleh mereka sendiri untuk bentuk dan jumlah kompensasi.

c) Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan dinyatakan sebagai persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK

d) Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja.

2) Mediasi

a) BPSK membentuk sebuah fungsi badan sebagai fasilitator yang aktif untuk memberikan petunjuk, nasehat dan saran kepada yang bermasalah.

b) Badan ini membiarkan yang bermasalah menyelesaikan permasalahan mereka secara menyeluruh untuk bentuk dan jumlah kompensasinya.

c) Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan diletakkan pada persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK.

d) Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja.

3) Arbitrasi

a) Yang bermasalah memilih anggota BPSK sebagai arbiter dalam menyelesaikan masalah konsumen.

b) Kedua belah pihak seutuhnya membiarkan badan tersebut menyelesaikan permasalahan mereka.

c) BPSK membuat sebuah penyelesaian final yang mengikat.

d) Penyelesaian harus diselesaikan dalam jangka waktu 21 hari kerja paling lama.

e) Ketika kedua belah pihak tidak puas pada penyelesaian tersebut, kedua belah pihak dapat mengajukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam

14 hari setelah penyelesaian di informasikan.

Berikut ini hasil wawancara yang diungkapkan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH selaku staf kesekretariatan BPSK Surakarta : Berikut ini hasil wawancara yang diungkapkan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH selaku staf kesekretariatan BPSK Surakarta :

Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Aniek Tri Maharni selaku anggota BPSK dari unsur konsumen : BPSK mempunyai peran untuk menyelesaikan sengketa konsumen

dengan pelaku usaha baik itu berupa barang maupun jasa dengan mengutamakan perdamaian atau win-win solution agar salah satu pihak tidak ada yang dirugikan tetapi menguntungkan kedua belah pihak, yang dapat ditempuh melalui tiga pilihan cara, yaitu mediasi, arbitrasi, dan konsolidasi. Dari pihak BPSK lebih mengutamakan jalan mediasi terlebih dahulu agar dapat diselesaikan secara damai tanpa harus naik ke majelis. (Catatan lapangan 3)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Henny salah satu konsumen yang mengadu ke BPSK Surakarta yaitu : Dari pihak BPSK memberikan tiga pilihan kepada saya yaitu mediasi,

arbitrasi, dan konsoliasi. Pada awalnya saya memilih mediasi untuk menyelesaikan masalah ini, pinginyakan dapat diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu namun ternyata belum dapat diselesaikan ya sudah saya naik majelis saja agar masalah ini cepat selesai. (Catatan Lapangan 6)

Berdasarkan hasil wawancara diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen BPSK Surakarta memberikan tiga macam pilihan yang sesuai dengan Undang- Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 yaitu mediasi, konsiliasi, dan arbitrasi. BPSK sendiri lebih menyarankan agar penyelesaian sengketa konsumen dapat diselesaikan secara damai dengan cara kekeluargaan tanpa harus naik ke majelis.

Sedangkan untuk penyelesaian sengketa konsumen sejak dilantik sampai akhir tahun 2011 BPSK Surakarta telah menangani 16 kasus dengan hasil sebagai berikut :

2) Diputus dengan cara arbitrase ada 4 kasus.

3) Dalam proses ada 3 kasus.

4) Selesai sebelum sidang ada 2 kasus.

5) Tidak dapat diselesaikan ada 3 kasus. Tidak dapat diselesaikan disini dikarenakan teradu tidak memenuhi panggilan dan teradu tidak bersedia diselesaikan di BPSK karena dalam perjanjian kredit telah disepakati apabila terjadi sengketa akan diselesaikan di pengadilan negeri, dan yang terakhir disebabkan tidak lengkapnya data yang dibutuhkan.

Untuk rekapitulasi penanganan kasus dapat dilihat dilampiran 10.

Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK Surakarta diharapkan mampu mengembalikan hak-hak konsumen yang telah dilanggar oleh pelaku usaha tanpa memberikan kerugian bagi salah satu pihak tetapi justru memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak agar masalah dapat diselesaikan dengan cepat, adil, mengutamakan musyawarah, dan tepat.