STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL SMK NEGERI 9 SURAKARTA

DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL SMK NEGERI 9 SURAKARTA SKRIPSI

Oleh : ASLAM HARIYADI K 3208025

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013

DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL SMK NEGERI 9 SURAKARTA

Oleh: Aslam Hariyadi K 3208025

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013

Aslam Hariyadi, A STUDY ON SILK-SCREENING LEARNING IN ELEVEN GRADER OF TEXTILE WORK SKILL PROGRAM OF SMK NEGERI 9 SURAKARTA. Research Paper, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, January 2013.

The objective of this research is to describe the silk-screening learning process in Eleven Grade of Textile Work Skill Program of SMK Negeri 9 Surakarta, viewed from the learning objective, material, method, media, evaluation, and result of learning.

This research was taken place in SMK Negeri 9 Surakarta from February to July 2012. This study used a descriptive qualitative approach and a single embedded case study research. The data sources used were: 1) informant, 2) place and event, 3) document and archive. The sampling technique used was purposive sampling. Techniques of collecting data used were: interview, observation, and documentation. The data validating test was done using source triangulation and informant review. The data analysis was conducted using data reduction, data display, conclusion drawing and verification with an interactive model of analysis.

The result of research showed that: The objective of learning was make the students capable of: 1) explaining and understanding the signs of occupational health and safety (K3), 2) explaining and understanding type, characteristic, and function of tools and materials used, 3) explaining and understanding the definition of design, 4) explaining and understanding the elements of design, 5) explaining and understanding the principles of design, 6) explaining and understanding the design samples corresponding to the guidelines, 7) developing silk-screening design for t-shirt, scarf, and handkerchief, 8) explaining and understanding the method of preparing diapositive, 9) diapositive from the made design, 10) explaining and understanding the procedure of printing process, 11) performing the printing process correctly (corresponding to the procedure), 12) explaining and understanding the procedure casting process, 13) performing the casting process correctly (corresponding to the procedure), 14) performing the color fixation activity correctly (corresponding to the procedure), 15) preparing the packaging, stitching, accessories, frame, and work identity label. The learning materials included: 1) signs of occupational health and safety (K3), 2) type, characteristic and function of tools and materials used, 3) silk-screening design preparation, 4) diapositive preparation, 5) printing (afdruk) process, 6) casting process, 7) color fixation, and 8) packaging. The learning methods used were: lecturing, debriefing and discussion, instruction (assignment administration), demonstration, and teaching in group methods. The learning medias used were: audio and visual media, material collections, three-dimension object, learning source such as book or module, and special room in textile workshop. The evaluation was done using written test, oral test, and by observing the practice occurring. The learning achievement of silk-screening was that 94% of students achieved the minimum passing criteria (KKM) score.

Keywords: Skill Program, Textile Work, silk-screening learning.

Aslam Hariyadi, STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL SMK NEGERI 9 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Januari 2013.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang: proses pembelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta, dilihat dari tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan hasil belajar.

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 9 Surakarta pada bulan Februari sampai Juli 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan jenis penelitian studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan adalah: 1) informan, 2) tempat dan peristiwa, 3) dokumen dan arsip. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Uji validitas data dilakukan melalui: triangulasi sumber dan review informan. Analisis data yang digunakan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi dengan model analisis interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tujuan pembelajaran agar peserta didik mampu: 1) menjelaskan dan memahami rambu-rambu tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3), 2) menjelaskan dan memahami jenis, sifat dan fungsi dari alat serta bahan yang digunakan, 3) menjelaskan dan memahami pengertian desain, 4) menjelaskan dan memahami unsur-unsur desain, 5) menjelaskan dan memahami prinsip-prinsip desain, 6) menjelaskan dan memahami contoh-contoh desain yang sesuai pedoman, 7) membuat desain cetak saring untuk t-shirt, syal, dan sapu tangan, 8) menjelaskan dan memahami cara membuat diapositif, 9) membuat diapositif dari desain yang telah dibuat, 10) menjelaskan dan memahami langkah-langkah proses afdruk, 11) melakukan proses afdruk dengan benar (sesuai prosedur), 12) menjelaskan dan memahami langkah-langkah proses pencetakan, 13) melakukan proses mencetakan dengan benar (sesuai prosedur),

14) melakukan kegiatan fiksasi warna dengan benar (sesuai prosedur), 15) membuat kemasan, jahitan, assesoris, bingkai, dan label identitas karya. Materi pembelajaran: 1) rambu-rambu tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3), 2) jenis, sifat, dan fungsi dari alat dan bahan yang digunakan, 3) pembuatan desain cetak saring, 4) pembuatan diapositif, 5) proses afdruk, 6) proses pencetakan, 7) fiksasi warna, 8) pengemasan. Metode pembelajaran yang digunakan: metode ceramah, metode tanya jawab dan diskusi, metode instruksi (pemberian tugas), metode demonstrasi, dan metode mengajar beregu. Media pembelajaran yang digunakan: media audio dan visual, material collections, benda tiga dimensi, sumber pembelajaran berupa buku atau modul, dan ruang khusus di bengkel tekstil. Evaluasi yang digunakan melalui test tertulis, test lisan, dan melakukan observasi saat praktik berlangsung. Hasil belajar cetak saring adalah 94% peserta didik telah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM).

Kata kunci: Program Keahlian, Kriya Tekstil, pembelajaran cetak saring.

MOTTO

Waktu-waktu yang berlalu melindas karya-karya manusia, tetapi mereka tidak menghapuskan impian-impiannya, juga tidak melemahkan dorongan-dorongan kreatifnya.

Dorongan-dorongan ini tetap ada karena merupakan bagian dari Jiwa Abadi, walau tersembunyi atau tidur sesekali, seperti matahari di malam hari dan bulan di waktu fajar. (Kahlil Gibran)

PERSEMBAHAN

Teriring rasa syukurku kepada Mu, kupersembahkan karya ini untuk:

Ibu dan Bapakku Tercinta Terima kasih atas kasih sayang sejati yang telah kalian berikan kepadaku. Doa yang tiada terputus, kerja keras tiada henti, dan pengorbanan tiada terbatas untukku sehingga membuatku bangga memiliki kalian berdua.

Saudara-saudara dan Teman-temanku Tersayang Terima kasih atas kebersamaan dan kerjasama kalian selama ini.

Amandita Ririn Ayuningtyas (alm.) Terima kasih telah menjadi sahabat yang selalu menemani dan menyanyangiku.

Almamaterku Tercinta

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendaknya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan berbagai pihak. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Edi Kurniadi, M.Pd., selaku Pembimbing I yang selalu memberikan motivasi, pengarahan, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Endang Widiyastuti, S.Pd, M.Pd., selaku Pembimbing II yang selalu memberikan motivasi, pengarahan, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Drs. Tatuk Heryanto, MM., selaku Kepala SMK Negeri 9 Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan tempat guna mengambil data dalam penelitian ini.

SMK Negeri 9 Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan tempat guna mengambil data serta bimbingan dalam penelitian ini.

8. Rivi Rumianto, S.Pd., selaku Kepala Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan tempat guna mengambil data serta bimbingan dalam penelitian ini.

9. Joko Agus Pambudi, S.Sn., Drs. Budi Susanto, dan Drs. Purwanto Joko Sulistyono, selaku guru (team teaching) mata pelajaran cetak saring di Kelas

XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penelitian ini.

10. Para siswa Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.

11. Berbagai pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan berbagai pihak.

Surakarta, 23 Januari 2013

Penulis

LAMPIRAN ....................................................................................................... 153

Tabel Halaman

4.1. Aspek dan Bobot Penilaian Hasil Karya Peserta Didik .............................. 125

4.2. Penilaian Hasil Karya Kelompok 1 ............................................................. 130

4.3. Penilaian Hasil Karya Kelompok 2 ............................................................. 132

4.4. Penilaian Hasil Karya Kelompok 3 ............................................................. 133

4.5. Penilaian Hasil Karya Kelompok 4 ............................................................. 135

4.6. Penilaian Hasil Karya Kelompok 5 ............................................................. 136

4.7. Penilaian Hasil Karya Kelompok 6 ............................................................. 138

4.8. Penilaian Hasil Karya Kelompok 7 ............................................................. 139

Bagan Halaman

2.1. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran .................................................. 19

2.2. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 41

3.1. Model Analisis Interaktif ............................................................................ 56

Lampiran Halaman

01. Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Cetak Saring 1 .................. 154

02. Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Cetak Saring 2 .................. 158

03. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 1 ................................................... 161

04. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 2 ................................................... 165

05. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 3 ................................................... 168

06. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 4 ................................................... 171

07. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 5 ................................................... 174

08. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 6 ................................................... 178

09. Surat Izin Penelitian ..................................................................................... 181

10. Surat Izin Menyusun Skripsi ........................................................................ 182

11. Surat Permohonan Izin Penelitian ................................................................ 183

12. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ....................................... 184

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk menciptakan situasi agar peserta didik belajar. Proses pembelajaran menyebabkan perubahan, perkembangan, dan kemajuan pada diri peserta didik, baik dalam aspek fisik-motorik, intelek, sosial-emosional, maupun sikap dan nilai. Konsep pembelajaran menurut Corey (1986: 195) dalam (Sagala,

dalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja

dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

pembelajaran peserta didik. Salah satu lingkungan belajar tersebut adalah sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal karena proses pembelajarannya diadakan di suatu tempat tertentu dan mempunyai jenjang pendidikan.

Jenjang pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dimulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMA/MA/SMK/MAK), dan Perguruan Tinggi.

SMK sebagai salah satu jenjang pendidikan merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pengalaman dan mempersiapkan peserta didik untuk bekerja di dunia usaha. SMK mendidik peserta didik agar menguasai keahlian produktif standar, nilai-nilai ekonomi dan membentuk etos kerja yang tinggi, budaya industri yang berorientasi kepada standar mutu, mandiri, produktif, dan kompetitif.

Lembaga pendidikan menengah kejuruan yang mempersiapkan tenaga terampil dalam bidang seni rupa murni atau seni kriya/kerajinan di kota Surakarta adalah SMK Negeri 9 Surakarta. Output dari pendidikan SMK Negeri 9 Surakarta diharapkan mampu menciptakan tenaga-tenaga terpelajar yang terampil serta memiliki pengetahuan di lingkup bidang seni rupa murni atau seni kriya, dengan demikian diharapkan pula mampu melaksanakan pekerjaan tertentu dan terjun langsung ke masyarakat sesuai dengan keterampilannya. SMK Negeri 9 Surakarta membuka beberapa program keahlian yang dapat dipilih dan ditempuh oleh peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan kemampuan mereka. Salah satu program keahlian tersebut adalah Program Keahlian Kriya Tekstil. Pendidikan di program keahlian kriya tekstil bertujuan untuk menghasilkan desainer atau kriyawan tekstil yang terampil, produktif, dan profesional yang berorientasi kepada pemenuhan pasar ekspor.

Pengetahuan dasar tentang tekstil perlu dikuasai oleh siswa SMK Jurusan Seni Rupa dan Kerajinan sebagai suatu landasan pengetahuan dalam mempelajari berbagai keterampilan kerajinan tekstil. Dengan landasan pemahaman yang baik, proses pelatihan keterampilan akan menjadi lebih mudah dan juga untuk mengantisipasi perkembangan berbagai teknik baru dalam kerajinan tekstil (Budiyono, Sudibyo, Widarwati., Herlina, Sri., Handayani, Sri., Parjiyah., Pudiastuti, Wiwik., et al., 2008: 1).

Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta memiliki beberapa mata pelajaran produktif kriya tekstil yang terdiri dari cetak saring, batik, batik cap, ikat celup, makrame, jahit perca, jahit aplikasi, jahit tindas, kristik dan sulam, tenun, dan tapestri. Mata pelajaran tersebut wajib ditempuh oleh peserta didik dengan batas ketuntasan minimal 75.00. Guntur Nusantara (2007:

iii) dalam (Budiyono, sablon atau screen printing merupakan bagian dari ilmu grafika terapan yang bersifat praktis. Cetak saring dapat diartikan kegiatan cetak mencetak dengan menggunakan kain gasa/kasa yang biasa disebut screen

Pelaksanaan pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta diawali dengan teori pengantar praktek selama beberapa pertemuan. Teori pengantar praktek ini menjelaskan kepada

cetak saring, sejarah cetak saring, alat dan bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan proses cetak saring, contoh-contoh produk cetak saring, pembuatan desain untuk cetak saring, dan proses pelaksanaan cetak saring. Melalui teori pengantar praktek ini, peserta didik mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan proses cetak saring yang nantinya akan mereka praktekkan. Output yang diharapkan dari proses pembelajaran cetak saring ini adalah peserta didik mempunyai keterampilan membuat karya atau produk kriya tekstil yang menggunakan teknik cetak saring dengan desain-desain yang mereka ciptakan sesuai kreativitas yang dimilikinya. Outcome yang ingin dicapai setelah peserta didik lulus dan terjun ke masyarakat, diharapkan mereka mampu bekerja didunia industri percetakan, khususnya yang memanfaatkan teknik cetak saring. Mereka dapat pula membuka lapangan kerja sendiri (usaha mandiri) sehingga mampu menunjang program pemerintah dalam hal penyediaan lapangan kerja yang sekaligus mengurangi tingkat pengangguran di masyarakat.

Proses pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta ternyata mengalami berbagai masalah belajar. Masalah belajar tersebut berasal dari dalam dan luar diri peserta didik. Masalah yang berasal dari diri peserta didik adalah kurangnya kreativitas dan percaya diri dalam mendesain. Tidak sedikit dari mereka yang mencontoh desain-desain yang sudah ada, misalnya gambar-gambar dari cover buku tulis dan buku gambar, tempat pensil, wallpaper telepon genggam, bahkan dari internet. Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik adalah suasana di tempat pembelajaran yang kurang mendukung proses pembelajaran, sehingga menyebabkan konsentrasi peserta didik terganggu saat menerima meteri pembelajaran dari guru. Ini dikarenakan semua proses pembelajaran untuk mata pelajaran produktif kriya tekstil, baik kelas X, XI, maupun XII Program Keahlian Kriya Tekstil dilaksanakan di bengkel tekstil secara bersamaan.

Cetak saring mudah dikembangkan menjadi industri kecil yang mandiri karena: peralatannya selain mudah didapat dengan harga murah juga mudah dibuat sendiri, tidak memerlukan modal yang besar, teknik pengerjaannya lebih Cetak saring mudah dikembangkan menjadi industri kecil yang mandiri karena: peralatannya selain mudah didapat dengan harga murah juga mudah dibuat sendiri, tidak memerlukan modal yang besar, teknik pengerjaannya lebih

Banyak orang mulai merasakan betapa berat dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk cetak-mencetak yang dilakukan dengan mesin cetak pada percetakan offset. Oleh karena itu, orang mulai mengalihkan perhatiannya ke arah mencetak dengan screen. Walaupun demikian, sebenarnya hal ini bukanlah semata-mata karena adanya krisis ekonomi itu saja, tetapi dibalik itu ada faktor lain yang mendukung penggunaan screen printing sebagai alternatif percetakan secara offset. Faktor tersebut antara lain adalah kualitas cetakan yang dihasilkan mendekati kualitas percetakan dengan mesin offset. Biaya yang rendah serta dapat dilakukan sendiri tanpa peralatan yang mahal merupakan faktor lain yang menjadi perhatian orang. Disamping itu, faktor lain yang perlu diingat adalah bahwa menyablon dapat dilakukan pada berbagai jenis bahan yang terkadang tidak dapat dilakukan dengan mesin offset (Sandjaja, 2006: 15-16).

Berdasarkan uraian tersebut, menarik dan penting bagi penulis untuk ANG PEMBELAJARAN

CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL

us diangkat sebagai judul skripsi.

Alasan yang mendorong penulisan skripsi ini adalah untuk mengungkapkan gejala-gejala kesenjangan sosial yang terdapat di lapangan, yaitu mulai dari input atau kondisi peserta didik itu sendiri, proses atau pelaksanaan pembelajaran, sampai dengan hasil belajar peserta didik setelah menempuh mata pelajaran cetak saring, apakah sesuai dengan tujuan dalam kurikulum atau tidak. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar pengembangan pembelajaran kriya tekstil, khususnya cetak saring maupun untuk penelitian lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

Tujuan dari pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta adalah menghasilkan output yang mempunyai keterampilan membuat karya atau produk kriya tekstil yang menggunakan teknik cetak saring serta outcome yang dibutuhkan oleh masyarakat di dunia industri dan Tujuan dari pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta adalah menghasilkan output yang mempunyai keterampilan membuat karya atau produk kriya tekstil yang menggunakan teknik cetak saring serta outcome yang dibutuhkan oleh masyarakat di dunia industri dan

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang: proses pembelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta, dilihat dari tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan hasil belajar.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan yang selalu mengalami kemajuan sesuai dengan perkembangan zaman, khususnya dalam bidang pembelajaran cetak saring.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengenalkan serta mengembangkan pengetahuan tentang pembelajaran cetak saring bagi para pendidik, calon pendidik, dan peserta didik.

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pengertian pembelajaran dikemukakan oleh Nasution dalam (Sugihartono, Fathiyah, Setiawati, Harahap, dan Nurhayati, 2007: 80) bahwa

embelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan

. Kegiatan pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang

melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar anak didik, anak didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencepaian tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar ini dapat diwujudkan melalui penggunaan strategi pembelajaran yang bervariasi dan terpusat pada anak didik (student centred ) (Djamarah, 2010: 324).

Pembelajaran dalam perspektif behaviorisme merupakan proses pembentukan hubungan antar rangsangan (stimulus) dan balasan (respon) yang menghasilkan perubahan perilaku berupa kebiasaan melalui proses pelaziman. Menurut perspektif aliran kognitif, pembelajaran merupakan proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan sesuai persepsi peserta didik. Adapun menurut perspektif konstruktivisme, pembelajaran merupakan usaha pemberian kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran serta cara mempelajarinya sesuai minat dan kemampuan yang dimilikinya (Suprijono, 2009: 17-40).

Berkaitan dengan pembelajaran dalam perspektif konstruktivisme, seorang ahli menyimpulkan bahwa: Berkaitan dengan pembelajaran dalam perspektif konstruktivisme, seorang ahli menyimpulkan bahwa:

Pengertian lain tentang pembelajaran juga dikemukakan oleh Muhaimin (1996) dalam (Riyanto, 2009: 131) bahwa

lajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien . Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Sugihartono, et al. (2007: 81) yang medefinisikan pengertian pembelajaran

erupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal .

Berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan

dengan hasil yang optimal. Kegiatan belajar dan mengajar dalam pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan belajar dan mengajar merupakan suatu proses. Belajar terjadi saat ada interaksi antara individu dan lingkungan, baik lingkungan fisik yang berupa buku, alat-alat peraga, dan alam sekitar maupun lingkungan sosial. Mengajar merupakan proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan serta membimbing dan membantu peserta didik sehingga mereka terdorong untuk melakukan kegiatan belajar.

Berkaitan dengan tujuan pembelajaran, Sardiman berpendapat bahwa Dalam kegiatan belajar-mengajar dikenal adanya tujuan pengajaran, atau yang sudah umum dikenal dengan tujuan instruksional. Bahkan ada juga yang menyebut Tujuan Pembelajaran (2007: 68). Secara lengkap definisi mengenai tujuan pembelajaran dikemukakan oleh Hamalik (2003: 109)

uatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pengajaran . Hasil pencapaian tersebut berupa peserta didik yang secara bertahap terbentuk watak, kemampuan berpikir, dan keterampilan teknologinya. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan paling awal dan sekaligus sebagai dasar untuk mencapai jenjang tujuan berikutnya, yaitu tujuan kurikuler, tujuan institusional, hingga akhirnya terwujud tujuan pendidikan nasional yang bersifat abstrak dan normatif. Berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional .

Tujuan pembelajaran bermanfaat sebagai dasar untuk: menyusun instrumen tes (pre-tes dan pos-tes), merancang strategi instruksional, menyusun spesifikasi dan memilih media yang cocok, serta melaksanakan proses belajar. Tujuan pembelajaran penting artinya dalam rangka: untuk menilai pembelajaran, untuk membimbing peserta didik belajar, merupakan kriteria untuk merancang pelajaran dan menjadi semacam media untuk berkomunikasi dengan rekan-rekan pendidik lainnya (Hamalik, 2003: 113).

Menurut taksonomi yang disusun oleh Benyamin S. Bloom dan Krathwool beserta timnya, tujuan pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga domain, dan kemudian dipecah lagi menjadi beberapa tingkat yang lebih khusus. Taksonomi yang sangat dikenal di Indonesia ini, terdiri dari:

1) domain kognitif, 2) domain afektif, dan 3) domain psikomotor. (Yamin, 1) domain kognitif, 2) domain afektif, dan 3) domain psikomotor. (Yamin,

1) Domain Kognitif

Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses memperoleh konsep, sifat dari konsep, dan bagaimana konsep itu disajikan dalam struktur kognitif. Tujuan-tujuan kognitif adalah tujuan- tujuan yang berorientasi pada kemampuan berpikir atau intelektual (Sagala, 2009: 156-157).

Domain kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkatan tersebut adalah: (1) Tingkat pengetahuan (knowledge), tingkatan ini mengacu pada kemampuan mengenal dan mengingat materi yang sudah dipelajari. (2) Tingkat pemahaman (comprehension), tingkatan ini mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah diketahui dan memaknai arti dari materi yang dipelajari. (3) Tingkat aplikasi (application), tingaktan ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan pengetahuan atau ide-ide umum, metode-metode, prinsip- prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya kedalam situasi yang baru dan konkret, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. (4) Tingkat analisa (analysis), tingkatan ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau menguraikan bahan kedalam komponen-komponen yang lebih sepesifik dan mampu memahami hubungan-hubungan antar komponen tersebut. (5) Tingkat sintesa (synthesis), tingkatan ini mengacu pada kemampuan memadukan berbagai konsep atau komponen sehingga membentuk suatu pola struktur yang baru. (6) Tingkatan evaluasi (evaluation), tingkatan ini mengacu pada kemampuan memberikan penilaian terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-norma atau patokan- patokan dengan menggunakan kriteria tertentu. Tingkat pengetahuan Domain kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkatan tersebut adalah: (1) Tingkat pengetahuan (knowledge), tingkatan ini mengacu pada kemampuan mengenal dan mengingat materi yang sudah dipelajari. (2) Tingkat pemahaman (comprehension), tingkatan ini mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah diketahui dan memaknai arti dari materi yang dipelajari. (3) Tingkat aplikasi (application), tingaktan ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan pengetahuan atau ide-ide umum, metode-metode, prinsip- prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya kedalam situasi yang baru dan konkret, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. (4) Tingkat analisa (analysis), tingkatan ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau menguraikan bahan kedalam komponen-komponen yang lebih sepesifik dan mampu memahami hubungan-hubungan antar komponen tersebut. (5) Tingkat sintesa (synthesis), tingkatan ini mengacu pada kemampuan memadukan berbagai konsep atau komponen sehingga membentuk suatu pola struktur yang baru. (6) Tingkatan evaluasi (evaluation), tingkatan ini mengacu pada kemampuan memberikan penilaian terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-norma atau patokan- patokan dengan menggunakan kriteria tertentu. Tingkat pengetahuan

2) Domain Afektif

Domain afektif merupakan tujuan pembelajaran yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Perumusan tujuan pembelajaran pada domain afektif, tidak berbeda jauh dengan domain kognitif namun dalam mengukur hasil belajarnya jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan apresiasi (Yamin, 2008: 39). Berkaitan dengan hal tersebut, seorang ahli berpandangan bahwa:

Hasil belajar afektif tidak dapat dilihat bahkan diukur seperti halnya dalam bidang kognitif. Guru tidak dapat langsung mengetahui apa yang bergejolak dalam hati anak, apa yang dirasakannya atau dipercayainya. Yang dapat diketahui hanya ucapan verbal serta kelakuan non verbal sepaerti ekspresi pada wajah, gerak gerik tubuh sebagai indikator apa yang terkandung dalam hati siswa (Nasution, 1999: 69).

Domain ini terdiri dari lima tingkatan, yaitu: (1) Tingkat menerima (reeceiving), yaitu proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran adanya stimulus tertentu. (2) Tingkat tanggapan (responding), mengacu pada partisipasi aktif peserta didik dalam memperlihatkan reaksi terhadap norma-norma tertentu. (3) Tingkat penilaian (valuing), tingkat ini mengacu pada kecenderungan menerima, menghargai dan memberikan nilai suatu norma tertentu dengan mempromosikan diri sesuai dengan penilaian itu. (4) Tingkat organisasi (organization), tingkat ini mengacu pada proses membentukan konsep tentang suatu nilai dan menyusun suatu sistem nilai pada diri peserta didik. (5) Tingkat karakteristik (characterization), tingkatan ini mengacu pada proses mewujudkan nilai-nilai dalam diri sendiri sehingga nilai-nilai atau sikap itu seolah- olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya. Tingkat menerima merupakan Domain ini terdiri dari lima tingkatan, yaitu: (1) Tingkat menerima (reeceiving), yaitu proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran adanya stimulus tertentu. (2) Tingkat tanggapan (responding), mengacu pada partisipasi aktif peserta didik dalam memperlihatkan reaksi terhadap norma-norma tertentu. (3) Tingkat penilaian (valuing), tingkat ini mengacu pada kecenderungan menerima, menghargai dan memberikan nilai suatu norma tertentu dengan mempromosikan diri sesuai dengan penilaian itu. (4) Tingkat organisasi (organization), tingkat ini mengacu pada proses membentukan konsep tentang suatu nilai dan menyusun suatu sistem nilai pada diri peserta didik. (5) Tingkat karakteristik (characterization), tingkatan ini mengacu pada proses mewujudkan nilai-nilai dalam diri sendiri sehingga nilai-nilai atau sikap itu seolah- olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya. Tingkat menerima merupakan

3) Domain Psikomotor Domain psikomotor adalah domain yang berkaitan dengan keterampilan (skill), yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif. Domain psikomotor terdiri dari empat tingkatan, namun jika dilihat dari segi taksonomi, keempat urutan tersebut tidak bertingkat seperti pada domain kognitif dan afektif (Yamin, 2009: 37).

Pengelompokan tingkat domain psikomotor adalah sebagai berikut: (1) Gerakan seluruh badan (grass body movement), merupakan perilaku peserta didik dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan fisik secara menyeluruh. (2) Gerakan yang terkoordiansi (coordination movements ), merupakan gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara fungsi indera manusia dengan salah satu anggota badan. (3) Komunikasi nonverbal (nonverbal communication), merupakan hal-hal yang berkenaan dengan komunikasi menggunakan simbol atau isyarat. (4) Kecakapan berbicara (speech behaviour), merupakan hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan lainnya dengan ekspresi muka dan kemampuan berbicara (Hamdani, 2011: 153-154).

Bahan ajar atau materi pembelajaran (intructional materials) merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pembelajaran karena menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Jenis materi pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga bidang, yaitu: pengetahuan (kognitif), afektif (sikap atau nilai), dan psikomotor (keterampilan) (Hamalik, 2003: 139).

Materi pembelajaran dari aspek kognitif (pengetahuan) terdiri dari fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Materi fakta berkatitan dengan: nama-nama objek, peristiwa sejarah, nama orang, dan lain sebagainya. Materi konsep berkaitan dengan: pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian suatu benda atau objek. Materi prinsip berkatian dengan: dalil, rumus, adagium, pastulat, teorema, atau hubungan antar konsep yang menggambarkan hubungan sebab akibat. Materi prosedur adalah materi yang berkaitan dengan langkah-langkah secara sitematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu tugas. Materi afektif (sikap dan nilai) adalah materi yang berkatian dengan sikap atau nilai peserta didik, misalnya: nilai kejujuran, kasih sayang, tolong menolong, semagat belajar, semangat bekerja, kedisiplinan, dan lain sebagainya Materi psikomotor (keterampilan) menunjuk kepada tindakan-tindakan jasmaniah peserta didik (Hamdani, 2011: 120-121).

Penyajian materi didalam kurikulum tidak langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tetapi disajikan dalam bentuk kompetensi. Jika penyajian kurikulum langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tanpa memberikan peluang untuk guru memilih materi pembelajaran, maka guru hanya akan terpaku pada materi tersebut dan tidak berpikir untuk materi lain yang sejenis. Dengan disajikan dalam bentuk kompetensi yang harus dicapai, maka akan memberikan keleluasaan dan kreativitas guru dalam mengajar sehingga memberikan kesempatan kepada guru untuk memilih materi pembelajaran yang relevan (Hidayatullah, 2007: 25).

Pemilihan materi pembelajaran oleh pendidik harus memperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut: 1) Materi pembelajaran sejalan dengan Pemilihan materi pembelajaran oleh pendidik harus memperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut: 1) Materi pembelajaran sejalan dengan

4) Materi pembelajaran sesuai dengan kondisi masyarakat. 5) Materi pembelajaran mengandung segi-segi etik. 6) Materi pembelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematis dan logis. 7) Materi pembelajaran bersumber dari buku yang baku, pribadi pendidik yang ahli, dan masyarakat (Harjanto, 2008: 222-224).

d. Metode Pembelajaran

Pengertian metode pembelajaran menurut Sugihartono, et al. (2007:

81) yaitu Metode pembelajaran berarti cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal . Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Hamdani bahwa:

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Karena penyampaian itu berlangsung dalam interaksi edukatif, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (2011: 80).

Pemilihan metode pembelajaran hendaknya di dasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu: tujuan pembelajaran, karakteristik mata pelajaran, kemampuan peserta didik, dan kemampuan pendidik (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 125).

Secara umum, metode pembelajaran dapat dibagi menjadi metode pasif dan metode aktif. Metode pasif yaitu metode pembelajaran satu arah dari dosen ke mahasiswa. Metode ini merupakan metode pembelajaran tradisional yang sering disebut dengan lecturing. Metode aktif mendorong mahasiswa untuk aktif berdiskusi di dalam kelas (Jogiyanto, 2009: 23).

Metode pembelajaran yang dikhususkan untuk pendidikan seni rupa, biasa disebut metode pembelajaran seni rupa. Menurut pendapat Sukmadinata yang dikutip oleh Fikry menyatakan bahwa metode pembelajaran seni rupa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Metode pembelajaran teori, yang terdiri dari: a) pembelajaran ekspositorik dan Metode pembelajaran yang dikhususkan untuk pendidikan seni rupa, biasa disebut metode pembelajaran seni rupa. Menurut pendapat Sukmadinata yang dikutip oleh Fikry menyatakan bahwa metode pembelajaran seni rupa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Metode pembelajaran teori, yang terdiri dari: a) pembelajaran ekspositorik dan

2) Metode pembelajaran praktek, yang terdiri dari pembelajaran praktek di sekolah dan di lingkungan kerja. Metode praktek dalam pembelajaran seni rupa salah satunya adalah metode ekspresi bebas (free expression) (2012: 3).

1) Metode Ceramah Pendapat mengenai metode ceramah dikemukakan oleh Sugihartono, et al.

etode ceramah merupakan metode penyampaian materi dari guru kepada siswa dengan cara guru menyampaikan materi melalui bahasa lisan baik verbal maupun nonverbal 2007: 81). Lebih lanjut lagi Hamdani (2011) menjelaskan bahwa Metode ceramah berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan fakta yang ditutup dengan tanya jawa 156).

Metode caramah yang dalam bahasa inggris disebut istilah leaturing method atau telling method ialah suatu cara lisan penyajian bahan pelajaran yang dilakukan oleh seseorang (guru) kepada orang lain (pelajar atau mahasiswa) untuk mencapai tujuan pengajaran. Istilah lecturing berasal dari bahasa Yunani Legere yang berarti to teach (mengajar). Dari kata Legere ditimbulkan kata lecture yang artinya memberi kuliah dengan kata-kata atau memberi kuliah dengan penuturan. Dari kata lecture ditimbulkan/dimunculkan lagi kata lecture yaitu cara penyajian bahan dengan lisan. Istilah telling berasal dari kata to tell yang artinya menyatakan sesuatu kepada orang lain, selanjutnya berarti menyajikan keterangan-keterangan kepada orang lain agar ia mengerti apa yang disajikan itu (Suradji, 2011: 11).

Keuntungan metode ceramah adalah dapat disajikan kepada peserta didik dalam jumlah besar, dapat dipakai oleh pendidik sebagai pengantar, mudah untuk diulang kembali jika peserta didik belum jelas, sangat efektif dan lebih mengena, waktu penyampaian materi terbatas sedangkan materi yang akan disampaikan masih banyak (Sulistyo, Sunarmi, & Widodo, 2011: 108).

dalam proses pembelajaran rendah karena yang aktif adalah pendidik, kurang berhasil untuk meningkatkan pikiran, perhatian dan motivasi peserta didik sulit diukur, materi yang disampaikan bisa menjadi tidak fokus karena pembicaraan pendidik yang melantur dan kurang memadai untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam upaya mengubah karakter peserta didik (Yamin, 2009: 65).

2) Metode Tanya Jawab

Pandangan mengenai metode tanya jawab dikemukakan oleh Sugihartono, et al. (2007)

Metode tanya jawab merupakan cara penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh anak didik

82). Definisi tersebut ditambahkan lagi oleh Sulistyo, et al. b ngantuk yang terjadi pada diri peserta didik dalam ceramah/kuliah, maka pendidik harus menciptakan kehidupan interaksi belajar mengajar tersebut yakni dengan teknik tanya jawab (dialog). Tanya jawab dapat terjadi dari murid kepada pendidik atau sebaliknya

1: 108). Kelebihan metode tanya jawab adalah: dapat memperoleh sambutan yang lebih aktif dibandingkan dengan metode ceramah yang cenderung bersifat menolong, sebagai pengukur sampai sejauh mana peserta didik mengerti dan memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh pendidik, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapat yang ada dan dapat dibawa kearah suatu diskusi (Hamdani, 2011: 156).

Kelemahan metode tanya jawab adalah: peserta didik merasa takut dan panik untuk menjawab pertanyaan dari pendidik, terlalu menyita waktu sehingga tidak semua peserta didik mendapatkan giliran, dan tidak cocok untuk mencapai tujuan pembelajaran pada ranah afektif dan psikomotor. Berkaitan dengan hal tersebut, Yamin mengemukakan

Diantara kelemahannya adalah bahwa tanya jawab bisa Diantara kelemahannya adalah bahwa tanya jawab bisa

3) Metode Diskusi

Definisi mengenai metode diskusi dikemukakan oleh Suryosubroto (2002: 179) bahwa:

dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok- kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun

Definisi tersebut ditambahkan oleh Roestiyah (2008: 5) yang lam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif

Kelebihan metode diskusi adalah: suasana kelas menjadi hidup karena peserta didik mengarahkan perhatian dan pikirannya kepada masalah yang sedang didiskusikan, dapat mempertinggi prestasi kepribadian masing-masing peserta didik, hasil diskusi mudah dipahami dan dilaksanakan bersama karena peserta didik ikut serta secara aktif dalam diskusi, peserta didik dilatih untuk mematuhi peraturan-peraturan dan tata tertib dalam suatu diskusi sebagai pengalaman berharga bagi kehidupan sesungguhnya kelak di masyarakat, dan melatih peserta didik untuk menerima dan menghargai pendapat orang lain (Suparman, 2010: 150-151).

Kelemahan metode diskusi adalah: menyita waktu lama dan jumlah peserta didik harus sedikit, mempersyaratkan peserta didik memiliki latar belakang yang cukup mengenai topik atau masalah yang didiskusikan, tidak tepat bila digunakan pada tahap awal proses Kelemahan metode diskusi adalah: menyita waktu lama dan jumlah peserta didik harus sedikit, mempersyaratkan peserta didik memiliki latar belakang yang cukup mengenai topik atau masalah yang didiskusikan, tidak tepat bila digunakan pada tahap awal proses

4) Metode Ekspresi Bebas (Free Expression)

Pendapat mengenai metode ekspresi bebas diungkapkan oleh Sobandi bahwa metode ini pada dasarnya adalah suatu cara untuk membelajarkan peserta didik agar dapat mencurahkan isi hatinya kedalam bentuk karya seni rupa. Proses penciptaan seni dalam metode ini dimulai dari: a) penentuan tema, yaitu isi ungkapan yang akan disampaikan, b) media, yaitu bahan dan alat yang dipilih dan digunakan oleh peserta didik dalam mewujudkan bentuk ungkapan seni, c) gaya ungkapan, yaitu ungkapan seni yang sifatnya sangat individual sehingga setiap peserta didik akan menghasilkan karya seni yang berbeda-beda, dan d) bentuk kegiatan menggambar, apakah berbentuk sketsa atau lukisan (2009: 13-15).

Metode ekspresi bebas merupakan pengembangan dari pandangan Victor Lowenfield yang menganjurkan agar setiap pendidik haruslah mampu mengembangkan kreasi peserta didiknya, sehingga metode ini sering disebut dengan metode ekspresi kreatif. Metode ini dapat diterapkan dalam menggambar dekoratif, mendesain benda-benda kerajinan, menggambar reklame, dan lain sebagainya (Fikry, 2012: 3).

5) Metode Demonstrasi

Pandangan mengenai metode demonstrasi diungkapkan oleh Sugihartono, et al.

Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran dengan cara memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkatitan dengan bahan pelajaran (2007: 83).

Kelebihan metode demonstrasi adalah: perhatian peserta didik dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh pendidik sehingga hal penting tersebut dapat diamati secara teliti, membimbing peserta didik ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama, dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang disampaikan Kelebihan metode demonstrasi adalah: perhatian peserta didik dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh pendidik sehingga hal penting tersebut dapat diamati secara teliti, membimbing peserta didik ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama, dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang disampaikan