Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Antara Pt. Satria Parang Tritis Dengan Cv. Mitra Niaga Corporation Tentang Rekrutmen Tenaga Kerja Lulusan Sma/Smk

(1)

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT.

SATRIA PARANG TRITIS DENGAN CV. MITRA NIAGA

CORPORATION TENTANG REKRUTMEN TENAGA KERJA

LULUSAN SMA/SMK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

VENNY RAHMATTUNNISA

NIM. 100200430

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT.

SATRIA PARANG TRITIS DENGAN CV. MITRA NIAGA

CORPORATION TENTANG REKRUTMEN TENAGA KERJA

LULUSAN SMA/SMK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - tugas Dan Memenuhi Syarat – syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

NIM. 100200430

VENNY RAHMATTUNNISA

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. H. Hasim Purba, SH.M.HUM NIP. 196603031985091001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba, SH.M.HUM Zulkifli Sembiring, SH,

MHNIP. 196603031985091001 NIP. 196101181988031010

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penyusundapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapat gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul : “Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara PT.Satria Parang Teritis dengan CV.Mitra Niaga Corporation tentang Rekrutmen Tenaga Kerja Lulusan Sma/Smk”.

Dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penyusuningin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penyusuningin menyampaikan terma kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH,M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universtias Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, M.Hum. DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dan selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utarayang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan-arahan di dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Zulkifli Sembiring, SH, MH Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan-arahan di dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Dosen beserta seluruh staf pegawai yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan selama penyusunmenuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Papa Teddy Suyetno; Mama Rostina Pane serta kakak Fifi Fadhila dan abang Frans Jaya atas segala perhatian. Dukungan, doa dan kasih sayangnya hingga penyusundapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU.

9. Kepada sahabat-sahabat Monica Sari Tarigan, Jian Febriardy, Dian Stevany Tongli, Santa Sihite, Hanny Silalahi dan Dandy Tarigan, yang telah memberikan dukungan dan doa selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Kepada Mahasiswa-mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara stambuk 2010, selama menjalani perkuliahan.


(5)

11.Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Demikianlah yang dapat penyusun sampaikan, atas segala kelemahan dan kekurangan penyusun mohon maaf. Atas Perhatiannya penyusun ucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2014 Penyusun


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK……… vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 7

F. Keaslian Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BABII TINJAUAN UMUM SUATU PERJANJIAN ... 13

A. Pengertian Perjanjian ... 13

B. Jenis-jenis Perjanjian ... 16

C. Asas-asas Dalam Perjanjian ... 21

D. Syarat sahnya Perjanjian ... 27


(7)

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

DAN TENAGA KERJA ... 39

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama ... 39

B. Unsur Esensial Kerjasmaa ... 41

C. Tujuan dan Objek Perjanjian Kerjasama ... 44

D. Pengertian Tenaga Kerja ... 45

1. Pengertian Tenaga kerja………. 45

2. Pengertian Tenaga Indonesia (TKI)……… 47

3. Hak dan Kewajiban Calon TKI……….. . 49

4. Persyaratan Tenaga Kerja Indonesia……… 50

E. Perlindungan Tenaga Kerja Menurut UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ... 57

1. Perlindungan Tenaga Kerja Menurut UUKT………….. 57

2. Perlindungan TKI Di Luar Negeri………... 65

F. Maksud dan Tujuan Perlindungan Tenaga Kerja…………. . 68

G. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja……… . 69

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. SATRIA PARANG TRITIS DENGAN CV. MITRA NIAGA CORPORATION TENTANG REKRUTMEN TENAGA KERJA LULUSAN SMA/SMK ... 74

A.Profil Para Pihak ... 74

1. PT. Satria Parang Tritis………. ... 74


(8)

B. Bentuk Perjanjian Kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga

kerja ... 77

C.Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation Tentang Rekrutmen Tenaga Kerja Lulusan Sma/Smk ... 79

D.Kedudukan Tenaga Kerja Dalam Perjanjian Kerjasama. ... 85

E.Kendala-Kendala Yang Ditemukan Dalam Pelaksanaan Rekrutmen Tenaga Kerja ke Luar Negeri………. .. 86

BAB V PENUTUP ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90


(9)

ABSTRAK Venny Rahmattunnisa*

Hasim Purba ** Zulkifli Sembiring ***

Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta adalah perusahaan jasa yang bergerak sebagai penyalur tenaga kerja ke luar negeri. Sebelum tenaga kerja dikirim ke luar negeri, terlebih dahulu diadakan rekrutmen dengan mengadakan seleksi, pelatihan-pelatihan. Tujuannya agar setiap TKI yang dikirim keluar negeri sudah siap untuk bekerja. Pada kenyataannya banyak TKI yang bekerja di luar negeri tidak dapat bekerja sesuai dengan tugasnya. Dengan pendidikan yang rendah, kualitas kerja rendah, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik merupakan faktor-faktor penghambat keberhasilan TKI di luar negeri. Rekrutmen tenaga kerja dan penempatan tenaga kerja yang tidak tepat salah satu faktor yang mempengaruhi ketidak berhasilan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana bentuk perjanjian kerjasama antara PT. SatriaParang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK, bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation dan apakah kendala yang terjadi dalam pelaksanaan rekrutmen tenaga kerja Indonesia keluar negeri.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian secara kepustakaan dan juga penelitian lapangan yang dilakukan di PT. Satria Parang Tritis Medan.

Perjanjian kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja adalah berbentuk perjanjian tertulis yang mana perjanjian itu dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak yang terlibat didalamnya yang awalnya sesuai dengan penerapan asas konsensualisme dan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian. Pelaksanaan perjanjian kerjasama rekrutmen tenaga kerja ini dimulai setelah ditandatanganinya kontrak oleh kedua belah pihak. Pelaksanaan perjanjian kerjasama ini hanya sebatas rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK yang dilakukan oleh pihak kedua untuk pihak pertama dan selanjutnya pihak pertama menempatkan tenaga kerja tersebut keluar negeri. Dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tersebut ditemukan beberapa kendala yaitu; mengenai pemeriksaan kesehatan (medical check-up) yang tidak lulus dalam tes dan adanya TKI yang melarikan diri. Hal-hal ini yang menyebabkan gagalnya rekrutmen TKI.

Kata kunci : Perjanjian, rekrutmen, tenaga kerja .

* Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Fenomena pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri menunjukkan bahwa kesempatan kerja di luar negeri lebih banyak, menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, di tahun 2006 ada 2,7 juta penduduk Indonesia yang bekerja di luar negeri secara resmi, yang menempati kira-kira 2,8 persen dari keseluruhan angkatan kerja di Indonesia. Sebagian besar dari TKI yang di luar negeri adalah perempuan yang bekerja sebagai pembanturumah tangga atau jasa pelayanan, merekaterpusat di Asia Tenggara, Asia Timur danTimur Tengah, khususnya di Malaysia.1

Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai angka dua ratus tiga puluh juta orang, dapat menjadi peluang ataupun tantangan bagi ketenagakerjaan Indonesia. Tingkat pengangguran yang cukup tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang rendah, mengakibatkan pemerintah dan masyarakat Indonesia kewalahan menghadapi pengangguran tersebut. Penyaluran tenaga kerja yang cukup besar yang berasal dari lulusan Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, tidak dapat ditampung oleh permintaan tenaga kerja dalam negeri, seperti: tenaga kerja pegawai negeri sipil ataupun tenaga kerja di swasta. Sebagaian besar pengangguran di Indonesia berpendidikan sekolah dasar.Akibat kesulitan

1Jurnal Administrasi Publik

(JAP),Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang Vol. 1, No. 4, Hal. 1


(11)

mendapatkan pekerjaan di dalam negeri, mereka melirik bekerja keluar negeri. Permintaan tenaga kerja di luar negeri cukup tinggi, terutama untuk sektor-sektor industi, kontruksi, properti, perkebunan, maupun pekerjaan rumah tangga. Biasanya untuk pekerjaan tersebut tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan tinggi. Dengan pendidikan yang rendah, dan pengalaman kerja yang sedikit, menyebabkan banyak TKI di luar negeri mengalami kesulitan dalam pekerjaan. Untuk bekerja di luar negeri faktor yang harus diperhatikan oleh para TKI ; faktor komunikasi, budaya, agama dan banyak lainnya. Setiap negara, mempunyai perbedaan dengan negara lain.2

Landasan konstitusional yang mengatur tentang ketenagakerjaan disebutkan pada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 Negara RI. Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, terutama terdapat pada Pasal 27 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menentukan bahwa: “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.Tenaga kerja adalah tulang punggung dalam peningkatan pembangunan pada umumnya, pertumbuhan industri pada khususnya. Oleh karenanya seluruh kegiatan yang dilakukan tenaga kerja akan mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum dan hubungan antar/intern organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila3

2

Jurnal Ifkar, ‘Analisis Faktor-Faktor Kegagalan Pengiriman TKI Keluar Negeri”, .Memperhatikan kondisi ketenagakerjaan di saat sekarang ini, perlu adanya suatu perangkat bagi sarana

Diakses tanggal 17 oktober 2014

3

Sendjun H. Manulang, 1995, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 1


(12)

perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga kerja. Baik bagi mereka yang akan atau sedang mencari pekerjaan atau yang sedang melaksanakan hubungan kerja maupun setelah berakhirnya hubungan kerja. Salah satu bentuk perlindungan dan kepastian hukum terutama bagi tenaga kerja tersebut adalah melalui pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja. Di dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja.Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seseorang maupun badan hukum sebelum melakukan hubungan kerja dengan pihak lain terlebih dahulu akan mengadakan suatu perjanjian kerja, baik dalam bentuk yang sederhana dalam bentuk lisan ataupun dibuat secara formal dalam bentuk tertulis. Semua upaya tersebut dibuat untuk maksud perlindungan dan kepastian hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hubungan kerja sebagai realisasi dari perjanjian kerja, hendaknya menunjukkan kedudukan masing-masing pihak yang pada dasarnya akan menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha terhadap pekerja secara timbal balik.4

PT. Satria Parang Tritis merupakan salah satu perusahaanpelaksanaan penempatan TKIswasta keluar negeri (PPTKIS) di Indonesia, dalam rangka itu memerlukan tenaga kerjayang siap ditempatkan keluar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan itu, PT. Satria Parang Tritis menjalin kerjasama dengan CV. Mitra NiagaCorporation dalam bidang perekrutan tenaga kerja lulusan SMA/SMK.

4

Imam Soepomo, 1986, Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hubungan Kerja, PPAKRI Bhayangkara,, Jakarta, hlm. 9


(13)

Adanya kerjasama antara PT. Satria Parang Tritisdengan CV. Mitra Niaga Corporation ini karena adanya kebutuhan dari PT. Satria Parang Tritis akan tenaga kerjaIndonesia yang akan disalurkan dan siap ditempatkan di luar negeri. Perjanjian ini terjadi karena adanya permintaan tenaga kerja dari PT. Satria Parang Tritis yang direkrut/dicari oleh pihak CV. Mitra Niaga Corporationdi sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan.Masalah Kesempatan kerja menjadi semakin penting dan mendesak karena diperkirakan pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja sehingga penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan salah satu cara untuk memperluas kesempatan kerja, meningkatkan keahlian dan pengalaman di luar negeri dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan devisa Negara. Banyaknya kasus TKI yang menghadapi permasalahan di Malaysia, pada tahun 2011 terbanyak masih soal gaji yang tidak dibayarkan oleh majikannya. Kasus berikutnya adalah soal disharmoni dalam pekerjaan, eksploitasi ataupun pemberhentian secara sepihak. Kasus-kasus TKI yang menghadapi permasalahan itu disebabkan banyak faktor dan bermula dari pola rekrutmen yang belum sepenuhnya terarah.5

Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta adalah perusahaan jasa yang bergerak sebagai penyalur tenaga kerja ke luar negeri. Sebelum tenaga kerja dikirim ke luar negeri, terlebih dahulu diadakan rekrutmen dengan mengadakan seleksi, pelatihan-pelatihan. Tujuannya agar setiap TKI yang dikirim keluar negeri sudah siap untuk bekerja. Pada kenyataannya banyak


(14)

TKI yang bekerja di luar negeri tidak dapat bekerja sesuai dengan tugasnya. Dengan pendidikan yang rendah, kualitas kerja rendah, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik merupakan faktor-faktor penghambat keberhasilan TKI di luar negeri. Disamping itu faktor-faktor lainnya seperti: budaya, hukum, dan agama juga sebagai hal yang harus diperhatikan , karena faktor-faktor ini bebeda pada setiap negara. Sebagai contoh masalah budaya dan agama yang merupakan faktor yang dapat menyebabkan kegagalan, walaupun faktor-faktor yang lain tidak bermasalah. Pembekalan para calon TKI yang akan dikirim ke luar negeri sangat mutlak diperlukan. Bagaimana cara merekrut orang yang tepat pada tempat yang tepat ( The right man on the right place) merupakan tugas dan tanggung jawab penyalur tenaga kerja. Kegiatan ini jauh lebih sulit, bila dibandingkan merekrut tenaga kerja untuk perusahaan di dalam negeri.Rekrutmen tenaga kerja dan penempatan tenaga kerja yang tidak tepat salah satu faktor yang mempengaruhi ketidak berhasilan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.6

6

Jurnal Ifkar, Op.Cit, hlm. 2

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai perjanjian rekrutmen tenaga kerja dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul :“Pelaksananaan Perjanjian Kerjasama Antara PT.Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation Tentang Rekrutmen Tenaga Kerja Lulusan SMA/SMK”.


(15)

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk perjanjian kerjasama antara PT.Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK?

2. Bagaimanakah pelaksananaan perjanjian kerjasama antara .PT.Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK?

3. Apakah kendala yang terjadi dalam pelaksanaan rekrutmen tenaga kerja keluar negeri?

C.Tujuan penulisan

Penulisan skripsi ini, disamping bertujuan untuk melengkapi tugas akhir dalam memperoleh gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan bertujuan antara lain:

1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian kerjasama antara PT.Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK.

2. Untuk mengetahui pelaksananaan perjanjian kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK.

3. Untuk mengetahui kendala apakah yang terjadi dalam pelaksanaan rekrutmen tenaga kerja keluar negeri


(16)

D.Manfaat Penulisan

Suatu penulisan yang dibuat diharapkan dapat memberikan suatu manfaat, begitu juga yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Manfaat dari penulisan skripsi ini yaitu:

1. Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap perkembangan hukum yang berkaitan dengan perjanjian kerjasama mengenai rekrutmen tenaga kerja.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi masyarakat yang ingin mengetahui tentang pelaksanaan perjanjian rekrutmen tenaga kerja, khususnya perjanjian kerjasama Antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK.

E.Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat sesuai dengan permasalahan yang ada maka perlu adanya suatu metode dalam. penelitian tersebut Pada penulisan ini metode yang dipakai adalah:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatifyang didukung dengan penelitian empiris. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya adalah penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif adalah penelitian hukum yang


(17)

bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan yang lain. Penelitian empiris merupakan penelitian hukum yang memakai sumber data primer, data yang diperoleh berasal dari eksperimen dan observasi.

Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang.

2. Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi :

a. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku, majalah, pendapat sarjana, dan bahan kuliah.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus bahasa maupun kamus hukum.

3. Metode Pengumpulan Data.

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode sebagai berikut :


(18)

Yakni melakukan penelitian dengan cara mencari data melalui berbagai sumber bacaan seperti buku, majalah, surat kabar, internet, pendapat sarjana dan bahan kuliah.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yakni dengan melakukan penelitian lapangan dengan cara melakukan wawancara dengan Ibu Rika Sembiring sebagai Kepala Cabang.

4. Analisis Data.

Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku seperti perundang-undangan.

F. Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidang administrasi pada program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan tentang skripsi yang berjudul “Pelaksananaan Perjanjian Kerjasama Antara PT.Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra

Niaga Corporation Tentang Rekrutmen Tenaga Kerja Lulusan SMA/SMK”,

tidak ditemukan pokok bahan yang sama pada penulisan skripsi ini maka penulisan skripsi ini dapat disebut asli dan tidak terdapat unsur plagiat yang bertentangan dengan asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis.


(19)

G.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan didalam skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematik dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Uraian singkat atas bab-bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan hal-hal yang bersifat umum dari tulisan ini, dimulai dari latar belakang mengapa penyusun memilih judul yang dimaksud, memaparkan apa yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini dan manfaat yang diperoleh dari penulisan tersebut. Pada bagian ini juga diuraikanapa yang menjadi permasalahan, keaslian penulisan, menguraikan mengenai metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM SUATU PERJANJIAN

Pada bab ini ini diuraikan apa pengertian dari perjanjian, jenis-jenis perjanjian, asas-asas perjanjian, syarat sahnya perjanjian, berakhirnya perjanjian.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA DAN TENAGA KERJA

Pada bab ini akan diuraikan tentang pengertian perjanjian kerjasama, unsur esensial kerjasama, tujuan dan objek perjanjian kerjasama, pengertian tenaga kerja, perlindungan tenaga kerja


(20)

menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maksud dan tujuan perlindungan tenaga kerja, hak dan kewajiban tenaga kerja.

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. SATRIA PARANG TRITIS DENGAN CV. MITRA NIAGA CORPORATION TENTANG REKRUTMEN TENAGA KERJA LULUSAN SMA/SMK

Dalam bab ini akan dijawab apa yang menjadi permasalahan, yang dibahas mengenai bentuk perjanjian kerjasama antara PT.Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK, pelaksananaan perjanjian kerjasama antara PT.Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK, kedudukan tenaga kerja dalam perjanjian kerjasama dan kendala yang terjadi dalam pelaksanaan rekrutmen tenaga kerja keluar negeri.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dirangkum analisa permasalahan dan pembahasannya dari bab-bab terdahulu dan kemudian menyimpulkan isi dari uraian-uraian tersebut, serta mengemukakan sejumlah saran sehubungan dengan topik skripsi ini.


(21)

BAB II


(22)

A. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu “overeenskomst”. Overeenskomst biasanya di terjemahkan dengan perjanjian dan atau persetujuan. Kata perjanjian menunjukkan adanya makna, bahwa para pihak dalam perjanjian yang akan di adakan telah sepakat tentang apa yang mereka sepakati berupa janji-janji yang di perjanjikan. Sementara itu, kata persetujuan menunjukan makna bahwa para pihak dalam suatu perjanjian tersebut juga sama-sama setuju tentang segala sesuatu yang di perjanjikan.7

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Definisi perjanjian ini oleh para ahli dianggap tidak lengkap karena tidak jelas dimana setiap perbuatan dapat disebut perjanjian,tidak tampak asas konsensualisime, danbersifat dualisme8.Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam doktrin. Jadi, menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah, "perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum"9

7

Amin Singgih dan W. Mooijman, 1992, Kamus Kantong Indonesia-Belanda dan Belanda-Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, hlm. 35

8

Salim HS, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm, 163.

9Ibid

., hlm. 164.

. Kata “perbuatan” yang terdapat dalam pasal tersebut mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum


(23)

(onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus. Di dalam pasal tersebut juga tidak menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak tidak jelas mengikatkan diri untuk apa. R Setiawan mengusulkan untuk menambah kata-kata dalam perjanjian itu sebagai berikut : “perbuatan itu harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, menambah perkataan atau saling mengikatkan dirinya”.10 Perumusan pengertian perjanjian menurut R Setiawan menjadi, perjanjian adalah “suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”11

1. R. Subekti, “suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.

Berdasarkan kelemahan dari pengertian perjanjian yang terdapat dalam pasal 1313 KUHPerdata ini, maka para sarjana ahli hukum mencoba memberikan pengertian perjanjian tersebut dari sudut pandang mereka mesing-masing. Pengertian perjanjian menurut para sarjana tersebut antara lain :

12

2. Wirjono Prodjodikoro, “perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.13

10

R Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Perikatan, Bina Cipta, Bandung, hlm 49.

11Ibid 12

R. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm 1.

13


(24)

3. Abdul Kadir Muhammad, “perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang pihak atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.”14

4. Menurut KRMT Tirtodiningrat bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.15

KUHPerdata terjemahan Subekti tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah persetujuan. Hal ini tidak menjadi persoalan, sebab suatu perjanjian disebut juga persetujuan karena kedua belah pihak setuju untuk melakukan sesuatu.16Jadi kedua istilah tersebut sama artinya. Tetapi menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian dan persetujuan adalah berbeda.17Persetujuan dalam perundang-undangan Hindia Belanda dulu dinamakan “overeenkomsten”, yaitu suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antar dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.18

14

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 225

15

K.R.M.T. Tirtodiningrat, 1963, Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Pembangunan, hlm. 83

16

R. Subekti, Op. Cit., hlm. 1

17

Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit, hlm. 9

18

Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberti, Yogyakarta, hlm 8.


(25)

atau sering juga disebut menganut asas kebebasan berkontrak. Sekalipun demikian bukan berarti bahwa setiap orang itu bebas membuat perjanjian tanpa ada batas-batasnya sama sekali.Adapun yang menjadi batasnnya adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan bahwa, suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.Jadi sudah jelas bahwa sekalipun oleh asas kebebasan berkontrak itu setiap orang dapat melakukan suatu perjanjian apa saja, ini dimaksudkan sejauh tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dengan demikian maka sebenarnya bahwa hukum perjanjian itu sifatnya hanya melengkapi saja.Kalau para pihak telah mengatur sesuatu hal dalam suatu perjanjian yang telah mereka sepakati bersama, maka ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur hal yang sama tidak berlaku lagi. Hal ini dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya..

B. Jenis-Jenis Perjanjian

Jenis-jenis perjanjian tergolong ada lima, yaitu berdasarkan hak dan kewajiban, berdasarkan keuntungan yang diperoleh, nama dan pengaturan, tujuan perjanjian, cara terbentuknya atau lahirnya perjanjian, dalam lima golongan tersebut mempunyai bentuk-bentuk perjanjian. Bentuk-bentuk perjanjian tersebut antara lain :


(26)

Penggolongan ini dilihat dari Hak dan Kewajiban para pihak. Adapun perjanjian perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti contoh dibawah, yakni :

a.Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang hanya ada kewajiban pada satu pihak, dan hanya ada hak pada hak lain. Perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak.Misalnya perjanjian pinjam pakai. b.Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian dimana hak dan kewajiban ada pada kedua belah pihak. Jadi pihak yang berkewajiban melakukan suatu prestasi juga berhak menuntut suatu kontra prestasi. Misalnya perjanjian jual-beli dan Perjanjian sewa-menyewa19

1) Perjanjian timbal balik sempurna

Perjanijian timbal balik dibagi dua,yaitu:

2) Perjanjian timbal balik tidak sempurna

Perjanjian timbal balik tidak sempurna senantiasa menimbulkan suatu kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan pihak lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak adanya prestasi yang seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa wajib untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundak orang memberi pesan. Penerima pesan melaksanakan kewajiban

19

Komariah, 2008, Hukum Perdata ,UMM: Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang, hlm. 10


(27)

tersebut, apabila si penerima pesan telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantikannya.20

Perjanjian atas beban adalah perjanjian atas prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Misalnya saja A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda tertentu pula kepada A.

2. Keuntungan yang diperoleh

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya, seperti contoh :

a.Perjanjian Cuma-Cuma

Perjanjian Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah, perjanjian pinjam pakai b.Perjanjian Atas Beban

21

20

Salim HS, 2003, Hukum Kontrak teori dan teknik penyusunan kontrak,Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 49

21

Ibid,

3. Nama dan Pengaturan

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam perjanjian menurut namanya, yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan perjanjian innominaat (tidak bernama), lebih lanjut dapat dijelaskan :


(28)

Istilah kontrak nominaat merupakan terjemahan dari nominaat contract. Kontrak nominaatsama artinya dengan perjanjian bernama atau benoemde dalam bahasa Belanda. Kontrak nominaat merupakan perjanjian yang dikenal dan terdapat dalam Pasal 1319 KUH Perdata. Pasal 1319 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu. Misalnya Perjanjian jual beli, sewa menyewa, penitipan barang, pinjam pakai, asuransi, perjanjian pengangkutan.22

Perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat.

b.Perjanijian Tidak Bernama (innominaat)

23

22

Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional ,Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 49.

23

Salim HS, Loc. Cit

Jenis perjanjian tidak bernama ini diatur di dalam Buku III KUH Perdata, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang perjanjian innominaat, yaitu Pasal 1319 KUH Perdata dinyatakan bahwa semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa perjanjian, baik yang mempunyai nama dalam KUH Perdata maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu (tidak bernama) tunduk pada Buku III KUH Perdata. Dengan demikian, para pihak yang mengadakan perjanjian innominaat tidak hanya tunduk pada berbagai peraturan yang mengaturnya, tetapi para pihak juga tunduk pada


(29)

ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata. Misalnya sewa beli, sewa guna usaha/leasing.24

Perjanjian obligatoir adalah Perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.

4. Tujuan perjanjian

Penggolongan ini didasarkan pada unsur-unsur perjanjian yang terdapat di dalam perjanjian seperti tersebut di bawah ini :

a.Perjanjian Kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah Perjanjian hak atas benda dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain. Misalnya perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik.

b.Perjanjian Obligatoir

25

Perjanjian Liberatoir adalah Perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada.Misalnya pembebasan utang (pasal 1438 KUH Perdata) c. Perjanjian Liberatoir

26

24Ibid. 25Ibid 26

Syahmin AK,Loc.cit

5. Cara terbentuknya atau lahirnya perjanjian

Penggolongan perjanjian ini didasarkan pada terbentuknya perjanjian itu. Perjanjian itu sendiri terbentuk karena adanya kesepakatan kedua belah pihak pada saat melakukan perjanjian, seperti contohnya :


(30)

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan (consensus) dari kedua belah pihak. Jadi perjanjian lahir sejak detik tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak.Misalnya jual beli, sewa menyewa

b.Perjanjian Riil

Perjanjian riil adalah perjanjian yang mengikat jika disertai dengan perbuatan/ tindakan nyata. Jadi dengan adanya kata sepakat saja, perjanjian tersebut belum mengikat kedua belah pihak.Misalnya Perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai.

c. Perjanjian Formal

Perjanjian formal adalah Perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu, jadi bentuknya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika bentuk perjanjian tersebut tidak sesuai dengan ketentuan, maka perjanjian tersebut tidak sah.Misalnya jual beli tanah harus dengan akta PPAT, pendirian Perseroan Terbatas harus dengan akta Notaris.27

C. Asas-Asas Perjanjian

Pada umumnya terdapat banyak asas-asas dalam perjanjian, salah satunya adalah asas-asas sebagaimana yang direkomendasikan oleh BPHN ( Badan Pengembangan Hukum Nasional) yaitu :

1. Asas kebebasan untuk mengadakan kontrak;

2. Asas menjamin perlindungan bagi kelompok-kelompok ekonomi lemah;

27 Ibid


(31)

3. Asas itikad baik; 4. Asas keselarasan; 5. Asas kesusilaan;

6. Asas kepentingan umum; 7. Asas kepastian hukum; 8. Asas pacta sunt servanda.

Terkait dengan asas-asas hukum kontrak sebagaimana tersebut diatas, para sarjana memberi porsi perhatian yang berbeda, namun dalam beberapa hal terdapat persamaannya. Dari berbagai asas hukum yang terdapat dalam hukum kontrak terdapat lima asas yang dianggap sebagai saka guru hukum kontrak, yaitu, asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).28

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontrakual para pihak.

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah Berikut adalah penjelasan mengenai asas-asas yang dimaksud :

a. Asas Kebebasan Berkontrak ( freedom of contract)

28

Nindyo Pramono, 2006, MakalahKontrak Komersial : Pembuatan dan Penyelesaian Sengketa, UniversitasAirlangga, Surabaya, hlm. 1


(32)

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, serta 4) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualism yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J Rosseau29

29

SalimHS, Op.cit, hlm. 3 .

Menurut paham individualism, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum perjanjian asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair ini menganggap bahwa the invisible handakan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualism memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan ekonomi lemah. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualism mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya perang dunia II. Paham ini kemudian tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan pihak yang lemah lebih banyak mendapat


(33)

perlindungan. Oleh karena itu kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Asas kebebasan berkontrak seperti yang disebut di dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata bukan berarti bahwa tidak ada batasannya sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam membuat perjanjian tersebut hanya sejauh perjanjian yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1337 KUHPerdata itu.

b. Asas Konsensualisme (concensualism).

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Di dalam Hukum Jerman tidak dikenal adanya istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian rill adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractur innominat .Yang artinya bahwa


(34)

terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan.Asas Konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata berkaitan dengan bentuk perjanjian.30

c. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda).

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuatnya seperti undang-undang. Maksudnya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat mereka seperti undang-undang. Jadi dengan demikian maka pihak ketiga tidak bisa mendapatkan kerugian karena perbuatan mereka dan juga pihak ketiga tidak mendapat keuntungan karena perbuatan mereka itu, kecuali kalau perjanjian itu dimaksudkan untuk pihak ketiga.

Maksud asas pacta sunt servandaini dalam suatu perjanjian, tidak lain adalah untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu. Asas pacta sunt servanda dalam suatu perjanjian yang mereka buat mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

d. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dinyatakan bahwa, “ Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad baik ini dapat dibedakan antara itikad baik yang subjektif dan itikad baik yang objektif. Itikad baik dalam pengertian yang subjektif dapat diartikan sebagai

30Ibid


(35)

kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian objektif maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.31

e. Asas Kepribadian (personality).

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUHPerdata dinyatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana terdapat dalam Pasal 1317 KUHPerdata dinyatakan bahwa, dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/ kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga

31Ibid


(36)

untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur untuk kepentingan pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiaanya, sedangkan Psal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.

D. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, dalam Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjiandinyatakan sah apabila telah memenuhi empat syarat yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :32

Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri artinya bahwa semua pihak menyetujui atau sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan ataupun penipuan. Hal ini berdasarkan dalam ketentuan Pasal 1321 yang dinyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena paksaan.Adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 KUHPerdata), adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 KUHPerdata). Terhadap perjanjian 1. Adanya Kesepakatan Para Pihak untuk Mengikatkan Diri

32

R. Subekti, R Tjirosudibio, 2001, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet ke-31, PT Pradnya Paramitha, hlm. 339


(37)

yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.

2. Kecakapan Para Pihak untuk Membuat Perjanjian

Kecakapan dalam membuat suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1329 yang dinyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum. Menurut pasal 1330 KUHPerdata, orang-orang yang dinyatakan tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa artinya orang-orang yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin (Pasal 330 KUHPerdata), mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPerdata).33

3. Suatu Hal Tertentu

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata menentukan


(38)

hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi objek perjanjian. Tetapi tidak diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan Pasal 169, 176, dan 178 KUHPerdata.34

4. Suatu Sebab atau Causa yang Halal

Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu sebab dikatakan halal apabila :

a. Tidak bertentangan dengan undang-undang b. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum c. Tidak bertentangan dengan kesusilaan

Dikatakan bertentangan dengan undang-undang apabila tujuan para pihak mengadakan perjanjian secara jelas melanggar ketentuan undang-undang, dan dikatakan bertentangan dengan kesusilaan adalah apabila tujuan para pihak mengadakan perjanjian bertentangan dengan nilai-nilai positif yang hidup dalam masyarakat, sedangkan dikatakan bertentangan dengan ketertiban umum adalah apabila tujuan para pihak dalam mengadakan perjanjian bertentangan dengan


(39)

hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum, yakni kedamaian, ketentraman, dan keamanan hidup bermasyarakat.35

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena menyangkut subjek. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena menyangkut objek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subjek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai objek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Sedangkan dalam hal syarat subjektif tidak terpenuhi, perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu oleh hukum dianggap ada sampai salah satu pihak yang tidak cakap atau yang memberikan sepakat secara bebas meminta pembatalan.36

E. Berakhirnya Perjanjian

Di dalam ketentuan pasal 1381 KUHPerdata telah dinyatakan beberapa cara hapusnya suatu perikatan, yaitu :

1. Pembayaran.

2. Penawaran pembayaran tunai disertai dengan penitipan 3. Pembaharuan utang

4. Perjumpaan utang

35

J.Satrio, 1995, Hukum Perikatan,Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku II, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 98-127

36


(40)

5. Percampuran utang 6. Pembebasan utang

7. Musnahnya benda yang terutang 8. Kebatalan/pembatalan

9. Berlakunya syarat batal 10.Kadaluarsa atau lewat waktu

Ad. 1 Pembayaran.

Pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak saja pembayaran berupa uang, juga penyerahan barang yang dijual oleh penjual. Pembayaran itu sah apabila pemilik berkuasa memindahkannya. Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang atau kepada seseorang yang dikuasakan untuk menerima. Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan seperti seorang yang turut berutang atau seorang penanggung hutang.

Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "pembayaran" oleh Hukum Perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi setiap tindakan pemenuhan prestasi, walau bagaimana pun sifat dari prestasi itu. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan prestasi atau tegasnya adalah “pembayaran”.37

Pembayaran kepada orang yang tidak berkuasa menerima adalah sah apabila kreditur telah menyetujuinya atau nyata-nyata telah memperoleh manfaat

37

Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 157


(41)

karenanya (Pasal 1384, Pasal 1385, Pasal 1386 KUH Perdata)38

1) Kreditur menerima pembayaran dari pihak ketiga, maka pihak ketiga sejak pembayaran itu menggantikan kedudukan kreditur atau dengan perkataan lain menggantikan hak, gugatan-gugatan, hak istimewa dan hipotek yang dipunyai terhadap si debitur.

. Pembayaran harus dilakukan di tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian, dan jika tidak ditetapkan dalam perjanjian maka pembayaran dilakukan di tempat barang itu berada atau di tempat tinggal kreditur atau juga di tempat tinggal debitur. Jika objek perjanjian adalahsejumlah uang maka perikatan berakhir dengan pembayaran uang jika objeknya benda maka perikatan berakhir setelah adanya penyerahan benda. Jika pembayaran dilakukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan maka di sisni terjadi subrogasi yaitu penggantian hak-hak atau menggantikan kedudukan kreditur terhadap debitur.

Menurut Subekti, subrogasi ini dapat terjadi karena perjanjian atau baik demi undang-undang. Subrogasi karena perjanjian :

2) Debitur meminjam sejumlah uang untuk melunasi utangnya dan mereka member pinjaman itu oleh debitur dijanjikan menggantikan kedudukan si kreditur dan biasanya dibuat dengan akta otentik.

Subrogasi terjadi demi undang-undang, menurut Pasal 1402 KUHPerdata :

a) Mereka yang berkedudukan sendiri sebagai kreditur melunasi piutang seorang kreditur lainnya, berdasarkan hak-hak istimewa dan hipotek, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.

38


(42)

b) Pembeli suatu benda tidak bergerak yang menggunakan uang pembelian untuk membayar utang-utang kepada siapa benda itu diperikatkan dalam hipotik. c) Mereka yang dengan pihak lain atau unutk pihak lain diwajibkan untuk

membayar sutau utang, berkepentingan untuk melunasi utang itu.

d) Seorang ahli waris yang menerima warisan dengan hak-hak yang istimewa untuk mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peninggalan, telah lebih dahulu membayar utang-utang warisan itu dengan uangnya sendiri.

Sedangkan pihak ketiga yang tidak berkepentingan maka keharusan itu mutlak, karena segala utangnya hapus.

Ad. 2 Penawaran pembayaran tunai disertai dengan penitipan.

Cara ini adalah merupakan cara untuk menolong si berutang dalam hal si berpiutang tidak suka menerima pembayaran. Barang yang hendak dibayarkan itu diantarkan kepada si berpiutang. Selanjutnya penawaran dan peringatan tersebut harus dilakukan secara resmi, misalnya dilakukan dikepaniteraan Pengadilan Negeri. Maksudnya adalah agar si berpiutang dianggap telah dibayar secara sah atau siberutang telah membayar secara sah. Dan supaya pembayaran itu sah maka diperlukan untuk memenuhi syarat sebagai berikut :39

a. Dilakukan kepada kreditur atau kuasanya

b. Dilakukan oleh debitur yang berwenang membayar

c. Mengenai semua uang pokok, bunga, biaya yang telah ditetapkan d. Waktu yang ditetapkan telah tiba

39


(43)

e. Syarat yang mana hutang dibuat telah dipenuhi

f. Penawaran pembayaran dilakukan ditempat yang telah ditetapkan

g. Penawaran pembayaran dilakukan oleh Notaris atau juru sita, disertai oleh dua orang saksi.

Ad. 3 Pembaharuan Utang.

Pembaharuan utang atau novasi adalah suatu perjanjian baru dengan maksud untuk menggantikan atau menghapus perjanjian lama.Untuk terjadinya suatu pembaharuan utang maka kehendak untuk mengadakan harus dinyatakan dengan tegas dan tidak diperlukan bentuk tertentu, cukup dengan tercapainya kata sepakat saja.Bentuk pembaharuan utang ada tigamacam :

a. Pembaharuan utang objektif40

b. Pembaharuan yang subjektif aktif, yaitu selalu merupakan persetujuan segitiga, karena debitur perlu mengikatkan dirinya dengan kreditur baru.

yaitu, apabila di antara para pihak yang sama mengadakan suatu perikatan baru untuk menggantikan perikatan lama yang harus karenanya, dinamakan pembaharuan utang objektif, karena yang diperbaharui adalah objek perjanjiannya.

41

c. Pembaharuan utang subjektif pasif, yaitu mengubah sebab dari pada perikatan. Misalnya ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum.42

Ad. 4 Kompensasi atau perjumpaan utang.

40

C. Asser’s, 1991, Pengajian Hukum Perdata Belanda, Dian Rakyat, Jakarta, hlm. 558

41Ibid

, hlm. 563

42 Ibid


(44)

Perjumpaan hutang sering disebut dengan perhitungan hutang (compensation). Ini adalah suatu cara penghapusan utang dengan jalan memperhitungkan utang piutang, secara timbal balik antara kreditur dan debitur (hal ini diatur dalam Pasal 1424 KUH Perdata). Salah satu fungsi lain dari kompensasi adalah untuk memberikan kepastian pembayaran dalam keadaan pailit. Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427 KUH Perdata, yaitu utang tersebut:

a. Kedua-duanya berpokok sejumlah uang, atau

b. Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.

c. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.

Menurut ketentuan Pasal 1462 KUH Perdata, perjumpaan hutang ini terjadi demi hukum, bahkan tanpa sepengetahuan orang yang berhutang, sehingga dalam hal ini tidak perlu menuntut dan tidak perlu bantuan pihak ketiga. Setiap hutang ataupun sebabnya dapat diperjumpakan kecuali dalam 3 (tiga) hal yang disebabkan dalam Pasal 1429 KUH Perdata, yaitu:

a) Apabila dituntut pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dengan hukum dirampas dari pemiliknya.

b) Apabila dituntut pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.

c) Terhadap suatu barang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita.


(45)

Adapun syarat suatu hutang supaya dapat diperjumpakan yaitu :43

a) Bahwa dua orang timbal balik saling berutang satu terhadap yang lainnya. b) Bahwa persetujuan-persetujuan mempunyai sejumlah uang sebagai objek, atau

barang-barang yang dapat diganti dengan sejenis c) Bahwa tuntutan-tuntutan sudah dapat dituntut

d) Bahwa tuntutan-tuntutan dapat dikenakan untuk pelunasan secara segera.

Seseorang telah membayar suatu utang, yang telah dihapuskan demi hukum karena perjumpaan, pada waktu menagih suatu piutang yang tidak telah diperjumpakan, tidak lagi dapat menggunakan hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang melekat pada piutang ini untuk kerugian orang pihak ketiga, kecuali jika ada suatu alasan yang satu yang menyebabkan is tidak tahu tentang adanya piutang tersebut yang seharusnya dijurnpakan dengan utangnya (Pasal 1435 KUHPerdata). .

Ad. 5 Percampuran utang.

Percampuran utang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur pada satu orang, maka terjadilah secara otomatis percampuran utang, misalnya :

a. Bila debitur menjadi ahli waris tunggal dari kreditur.

b. Bila seorang wanita seorang debitur kemudian kawin dengan kreditur dalam suatu percampuran harta.

Ad. 6 Pembebasan utang.

43Ibid


(46)

Pembebasan utang terjadi apabila si berpiutang dengan tegas menyatakan sudah tidak menghendaki lagi prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan suatu perjanjian. Dan pembebasan utang dari kreditur dapat dibuktikan, misalnya dengan pengembalian surat tanda piutang asli secara sukarela.

Ad. 7 Musnahnya benda yang terutang.

Jika barang yang menjadi objek suatu perjanjian musnah maka perjanjian itu menjadi hapus asal musnahnnya barang itu bukan karena kesalahan si berhutang dan dalam hal ini si debitur harus membuktikannya.

Ad. 8 Pembatalan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1446 KUHPerdata bahwa ketentuan-ketentuan disini semuanya mengenai pembatalan meminta pembatalan perjanjian karena kekurangan syarat subjektif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a) Secara aktif menurut pembatalan perjanjian yang demikian didepan hakim. b)Secara pembelaan yang itu menunggu sampai digugat didepan hakim untuk

memenuhi perjanjian dan disitulah baru mengajukan kekurangannya perjanjian itu.44

Dikatakan suatu perjanjian batal demi hukum yaitu apabila perjanjian itu tidak memenuhi syarat objektif. Sedangkan terjadinya suatu pembatalan apabila perjanjian-perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, mislanya seorang anak yang belum dewasa mengadakan suatu perjanjian jual-beli dengan seorang yang sudah dewasa maka perjanjian itu dapat dibatalkan oleh orang tua anak tersebut

44


(47)

dengan alasan karena anaknya belum dewasa. Pembatalan itu dapat pula dilakukan oleh anak itu sendiri setelah dia menjadi dewasa dan kedewasaanya tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Ad. 9 Berlakunya syarat batal.

Yang dimaksud dengan “syarat batal” adalah suatu syarat yang apabila tidak dipenuhi, maka perjanjian itu menjadi batal atau perjanjian itu seolah-olah tidak pernah ada. Dan ini biasanya digantungkan pada suatu paristiwa terjadinya tidak tentu. Berlakunya suatu syarat batal yang merupakan salah satu cara untuk menghapuskan suatu perikatan, ini dapat diperlakukan pada perjanjian bersyarat.45

45Ibid

Ad. 10 Lewat waktu (daluwarsa)

Yang dimaksud dengan daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan syarat-syaratnya ditentukan oleh undang-undang.Pasal 1967KUHPerdata, dinyatakan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan akan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan alas hak, lagi pula tidak dapat dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan itikadnya yang buruk.Jadi dengan lewatnya waktu 30 tahun hapuslah setiap perikatan hokum dan tinggalah suatu perikatan bebas, artinya pembayaran tidak dihapuskan lagi tapi akalu mau membayar diperbolehkan dan sebaliknya apabila si debitur tidak mau membayar maka dia tidak dapat digugat di muka hakim.


(48)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA DAN TENAGA KERJA

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama

Perjanjian adalah sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu.46Kerjasama adalah perbuatan bantu membantu atau yang dilakukan bersama-sama.47

Menurut Subekti bahwa, “perjanjian kerjasama hanya mempunyai daya hukum intern (kedalam) dan tidak mempunyai daya hukum keluar”48. Yang bertindak keluar dan bertanggung jawab kepada pihak ketiga adalah para sekutu itu sendiri secara pribadi.49

Pada perjanjian kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation, telah di ikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan pada asas kesepakatan. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam pernyataan tertulis Dapat dikatakan bahwa pembagian keuntungan dan pemikulan kerugian diantara para sekutu diatur dalam perjanjiannya, yang tidak perlu diketahui oleh masyarakat umum.

46

Wirjono Prodjodikoro, 1998, Azaz-Azaz Hukum Perjanjian, Bale Bandung, hlm. 9

47

W.J.S Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 492

48

R. Subekti, 1976, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, hlm. 53

49 Ibid


(49)

yang dipandang sebagai bukti suatu kerjasama.Perjanjian kerjasama tersebut dimaksudkan untuk dapat saling menguntungkan kedua belah pihak yang mengadakannya.

Drafting menyebutkan bahwa kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya perjanjian yang mengikat). Dalam Pasal 1233 KUH Perdata dinyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari :

1. Perjanjian; 2.Undang-undang

Pengertian Perjanjian Kerjasama dapat di lihat yaitu :

a. Suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. (Pasal 1313 KUH Perdata).

b. Suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat suatu hal yang khusus (Black’s Law Dictionary).Disamping itu, perjanjian adalah sesuatu yang istimewa karena diperlakukan laiknya undang-undang bagi para pembuatnya (Pacta Sunt Servanda) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1338 KUH Perdata,’’Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya’’.

Pemaknaan undang-undang bukanlah seperti peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, pemaknaan tersebut ingin menegaskan bahwa perjanjian adalah sesuatu hal yang sakral bagi kedua belah pihak, karena perjanjian adalah hasil dari kesepakatan kedua belah pihak yang didasari dengan itikad baik. Oleh karena itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.


(50)

B. Unsur Esensial Kerjasama

Unsur Esensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada di dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tak mungkin ada. Misalnya dalam perjanjian yang riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan esensialia, sama seperti bentuk tertentu merupakan essensialia dari perjanjian formil.

Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak yang merupakan hal pokok sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan. Menurut Ahmadi Miru, bahwa “kontrak lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam suatu kontrak.”50

Unsur esensiali merupakan unsur yang selalu harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.

Syarat ini memang ditentukan atau diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, apabila tidak sesuai maka kontrak ini menjadi tidak sah dan tidak mengikat para pihak.

Dalam suatu kontrak dikenal tiga unsur, yaitu sebagai berikut : 1. Unsur Esensiali

51

50

Ahmadi Miru, 2011, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Cet Ke-4, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 31

51Ibid


(51)

Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUHPerdata bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi.52

Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur esensial dalam kontrak tersebut.

3. Unsur Aksidentalia

53

Adapun hal pokok dalam perjanjian kerjasama ini adalah berupa prestasi pokok. Prestasi pokok dalam perjanjian ini yakni berupa rekrutmen tenaga kerja yang dilakukan oleh CV. Mitra Niaga Corporation selaku pihak kedua untuk PT. Satria Parang Tritis selaku pihak pertama.Sedangkan hal pokok lainnya yang termasuk dalam unsur esensiali adalah berupa danakompensasi. Pihak pertama akan memberikan dana kompensasi dari hasil rekrutmen tersebut sebesar Rp;500.000 (lima ratus ribu rupiah)/orang kepada pihak kedua. Klausula yang

52Ibid 53 Ibid,


(52)

mengatur tentang pembayaran terdapat dalam butir 3 perjanjian kerjasama ini, bahwa Pihak Pertama akan memberikan dana kompensasi terhadap Pihak Kedua setiap rekrutmen yang diperoleh oleh pihak kedua baik secara perorangan maupun kolektip secara tunai setelah keberangkatan tenaga kerja ketempat tujuan kerja, dengan dasar perhitungan sesuai dengan lampiran 1 (satu) perjanjian ini.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, dalam setiap perjanjian ada dua macam subjek. Yang pertama dapat berupa individu, yaitu penjual dan pembeli, dan yang kedua adalah seorang dapat berupa suatu badan hukum. Kedua subjek hukum tersebut dalam suatu perjanjian jual beli, masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.54

1. PT. Satria Parang Tritis selaku pihak pertama

Subjek atau pihak dalam perjanjian kerjasama rekrutmen tenaga kerja ini, yaitu :

2. CV. Mitra Niaga Corporation selaku pihak kedua

Objek dalam perjanjian ini yaitu tenaga kerja. Adapun yang menjadi kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama ini yaitu, pihak kedua wajib menyediakan tenaga kerja lulusan SMA/SMK untuk pihak pertama yang selanjutnya pihak pertama akan mengirimkan dan menempatkan tenaga kerja tersebut keluar negeri. Setelah keberangkatan TKI, pihak pertama wajib memberikan dana kompensasi kepada pihak kedua sebesar Rp;500.000 (lima ratusribu rupiah) perorang secara tunai dari hasil rekrutmen yang diperoleh oleh pihak kedua.

54


(53)

C. Tujuan dan Objek Perjanjian Kerjasama

Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk mengadakan suatu kesepakatan diantara para pihak sehubungan dengan rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK se-sumatera utara. Kerjasama ini dilaksanakan berorientasi dalam rekrutmen tenaga kerja keluar negeri dari wilayah sumatera utara.

Para pihak berjanji dan kerenanya mengikatkan diri untuk melaksanakan dan/atau melakukan segala tindakan yang diperlukan sebagaimana ditentukan dalam perjanjian ini, agar setiap ketentuan dan persyaratan dapat dilakukan/dipenuhi sebagaimana mestinya dan tepat pada waktunya.

Sedangkan objek hukum perjanjian adalah prestasi dari perjanjian itu sendiri baik secara sepihak atau secara dua pihak. Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti ada.55Adapun yang menjadi objek hukum dalam perjanjian kerjasama ini adalah berupa penyediaan tenaga kerja yang dimana pihak kedua CV. Mitra Niaga Corporation merekrut tenaga kerja lulusan SMA/SMK yang bersedia bekerja diluar negeri lalu menyerahkannya kepada pihak PT. Satria Parang Tritis dan selanjutnya akan ditempatkan/dipekerjakan oleh pihak pertama selaku pimpinan PT. Satria Parang Tritis yang merupakan salah satu Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) keluar negeri.

55

Mariam Darus Badrulzaman, 1983, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasan, Alumni, Bandung, hlm. 103


(54)

D. Pengertian Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaanyang dinyatakan sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat ( Pasal 1 ayat (2) ).

Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka terdapat beberapa unsur yang dapat diketahui, yaitu:

a. Tenaga kerja merupakan setiap orang yang dapat melakukan pekerjaan. b. Tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu menghasilkan barang

dan/atau jasa.

c. Tenaga kerja menghasilkan barang dan/atau jasa untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

Apabila ketiga unsur tersebut di atas terpenuhi, maka seseorang dapat disebut sebagai seorang tenaga kerja. Menurut Pasal 5 UUKT setiap tenaga kerja berhak memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan.

Menurut Simanjuntak, tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi mereka secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.56

56

Payaman J. Simanjuntak, 1998, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, FEUI, Jakarta, hlm. 2


(55)

Mulyadi menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.57

Sumarsono menyatakan tenaga kerja sebagai semua orang yang bersedia untuk bekerja. Pengertian tenaga kerja tersebut meliputi mereka yang bekerja untuk dirinya sendiri ataupun keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah, atau mereka yang bersedia bekerja dan mampu untuk bekerja namun tidak ada kesempatan kerja sehingga terpaksa menganggur.58

Dumairy mendefinisikan tenaga kerja adalah penduduk yang berusia dalam batas usia kerja. Sedangkan Badan Pusat Statistik mendefinisikan tenaga kerja (manpower) sebagai seluruh penduduk dalam usia kerja (15 tahun keatas) yang berpotensi memproduksi barang dan jasa.59

1) Tenaga kerja umumnya tersedia di pasar tenaga kerja dan biasanya siap untuk digunakan dalam suatu proses produksi barang dan jasa. Kemudian perusahaan atau penerima tenaga kerja meminta tenaga kerja dari pasar tenaga kerja. Apabila tenaga kerja tersebut telah bekerja, maka mereka akan menerima imbalan berupa upah atau gaji.

Sitanggang dan Nachrowi memberikan ciri-ciri tenaga kerja yang antara lain :

57

Mulyadi, 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia - Dalam Perspektif Pembangunan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 3

58

Sumarsono, 2003, Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia Dan Ketenagakerjaan, Graha Ilmu, Yogjakarta, hlm. 5

59


(56)

2) Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) yang sangat dibutuhkan pada setiap perusahaan untuk mencapai tujuan. Jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar di satu sisi merupakan potensi SDM yang dapat diandalkan, tetapi disisi lain juga merupakan masalah besar yang berdampak pada berbagai sektor.60

Tenaga kerja (manpower) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labor force) terdiri dari : golongan yang bekerja dan golongan yang mencari pekerjaan atau menganggur. Sedangkan kelompok yang bukan angkatan kerja terdiri dari : golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja sehingga kelompok ini dinamakan potensial labor force.61

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, selanjutnya disebut bahwa TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Sedangkan menurut buku pedoman pengawasam perusahaan jasa,TKI adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang melakukan 2. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

a. Pengertian TKI

60

Sitanggang I., R., dan Nachrowi, Djalal, 2004, Pengaruh Struktur Ekonomi pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral: Analisis Model demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia, Vol V

61


(57)

kegiatan dibidang perekonomian, sosial, keilmuan, kesenian, dan olahraga profesional serta mengikuti pelatihan kerja di luar negeri baik di darat, laut maupun udara dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tertulis baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dengan adanya perjanjian kerja ini TKI akan lebih terlindungi apabila nantinya dikemudian hari pihak majikan atau pihak perusahaan tempat TKI bekerja “wanprestasi” maka TKI dapat menentukan sesuai perjanjian kerja yang telah dibuat sebelumnya.Sementara itu dalam Pasal 1 Kep. Manakertran RI No Kep104A/Men/2002 tentang penempatan TKI keluar negeri disebutkan bahwa TKI adalah baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI. Prosedur penempatan TKI ini harus benar-benar diperhatikan oleh calon TKI yang ingin bekerja di luar negeritetapi tidak melalui prosedur yang benar dan sah maka TKI tersebut nantinya akan menghadapi masalah di negara tempat ia bekerja karena CTKI tersebut dikatakan TKI ilegal karena datang ke negara tujuan tidak melalui prosedur penempatan TKI yang benar.

Berdasarkan beberapa pengertian TKI tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI dengan menerima upah.


(58)

b. Pengertian calon TKI

Menurut Pasal 1 angka (2) UUPTKI, Calon TKI adalah setiap warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagi pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.

3. Hak dan Kewajiban calon TKI/TKI a. Hak calon TKI/TKI :

Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk: 1) bekerja di luar negeri;

2) memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri;

3) memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatandi luar negeri;

4) memperoleh kebebasan menganut aama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.

5) memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di Negara tujuan.

6) memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;


(59)

7) memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penampatan diluar negeri; 8) memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan

kepulangan TKI ke tempat asal.

9) memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.

b. Kewajiban TKI :

Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk:

1) menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan;

2) menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja; 3) membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan

peraturan perundang-undangan; dan

4) memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di Negara tujuan.

4. Persyaratan TKI

TKI yang bekerja di luar negeri membutuhkan suatu proses perencanaan. Perencanaan tenaga kerja ialah suatu proses pengumpulan informasi secara reguler dan analisis situasi untuk masa kini dan masa depan dari permintaan dan


(1)

perjanjian kerjasama ini dapat terus berjalan lama dimulai dari tahun 2008 sampai tahun 2014 masih tetap berjalan.

3. Dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK ditemukan beberapa kendala dalam proses pelaksanaannya yaitu; mengenai pemeriksaan kesehatan, perizinan, permasalahan administrasi, paspor, bagian transmigrasi, dan mempunyai catatan kriminal dari kepolisian yang dimana jika para TKI tersebut tidak memenuhi semua syarat dan prosestersebut maka keberangkatannya dibatalkan dan tidak jarang banyak calon TKI yang memalsukan segala dokumen sehingga keberangkatannya mengalami banyak kendala.

B. Saran

1. Sebaiknya pada perjanjian kerjasama antara PT. Satria Parang Tritis dengan CV. Mitra Niaga corporation tersebut mengenai hal-hal yang belum diatur dalam surat perjanjian kerjasama agar segera diatur didalam surat perjanjian, sehingga apabila dikemudian hari terjadi wanprestasi masing-masing para pihak akan mempunyai akibat hukumnya..

2. Baiknya CV. Mitra Niaga Corporationtetap mempertahankan dan lebih meningkatkan kualitas rekrutmen tenaga kerjanya agar tetap mendapat kepercayaan dari PT. Satria Parang Tritis dalam merekrut tenaga kerja sehingga kemitraan yang sudah terjalin dapat terus dilanjutkan.


(2)

3. Baiknya PT. Satria Parang Tritis lebih selektif dalam menyeleksi tenaga kerja yang akan dikirimkan ke luar negeri sehingga masalah sekecil apapun dapat diminimalisir dan hendaknya tenaga kerja lebih diberi pemahaman tentang pentingnya pemenuhan syarat-syarat untuk menjadi TKI agar terhindar dari kendala-kendala pada proses keberangkatan keluar negeri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Darus, Mariam Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

_________, 1983, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasan,

Alumni, Bandung

Darwan Prints, 2000, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung

Dumairy, 1996, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta

Endang Sulityaningsih, Yudo Swasono, 1993, Pengembangan Sumber Daya Manusia, CV Izusu Gempita, Jakarta

Hariwijaya, M., 2008, Proses Rekrutmen dan Seleksi Karyawan, Elmatera Publishing, Jakarta

HS, Salim, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta

_________, 2003, Hukum Kontrak dan Teori Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta

Komariah, 2008, Hukum Perdata UMM (Universitas Muhamadiyah Malang,


(3)

3. Baiknya PT. Satria Parang Tritis lebih selektif dalam menyeleksi tenaga kerja yang akan dikirimkan ke luar negeri sehingga masalah sekecil apapun dapat diminimalisir dan hendaknya tenaga kerja lebih diberi pemahaman tentang pentingnya pemenuhan syarat-syarat untuk menjadi TKI agar terhindar dari kendala-kendala pada proses keberangkatan keluar negeri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Darus, Mariam Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

_________, 1983, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasan,

Alumni, Bandung

Darwan Prints, 2000, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung

Dumairy, 1996, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta

Endang Sulityaningsih, Yudo Swasono, 1993, Pengembangan Sumber Daya Manusia, CV Izusu Gempita, Jakarta

Hariwijaya, M., 2008, Proses Rekrutmen dan Seleksi Karyawan, Elmatera Publishing, Jakarta

HS, Salim, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta

_________, 2003, Hukum Kontrak dan Teori Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta

Komariah, 2008, Hukum Perdata UMM (Universitas Muhamadiyah Malang,


(4)

Nindyo Pramono, 2006, MakalahKontrak Komersial : Pembuatan dan Penyelesaian Sengketa, Universitas Airlangga, Surabaya

Manulang, H Sendjun, 1995,Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta

Meliala, Syamsudin, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberti, Yogyakarta

Miru, Ahmadi, 2011, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Cet Ke-4, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret

Muhammad, Abdulkadir, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung

_________ ,1990, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung

Mulyadi, 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia - Dalam Perspektif Pembangunan, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Payaman J. Simanjuntak, 1998, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, FEUI.

Projodikoro, Wirjono, 1998, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale, Bandung, 1986

___________, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, PT Bale Bandung,

Purwahid, Patrik, 1986, Asas Itikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, Semarang, Badan Penerbit UNDIP

Rahardjo, Satjipto, 2003, Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Kompas, Jakarta Rachmawati, Ike Kusdyah, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit

Andi, Yogyakarta

R. Subekti, R Tjirosudibio, 2001, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet ke-31, Jakarta, PT Pradnya Paramitha


(5)

Siagian, Gomes, Faustino Cardoso, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia,

Andi Offset, Yogyakarta

Sinungan, Mucdansyah, 1990, Kredit Seluk Beluk dan Pengelolaannya, Tograf, Yogyakarta

Soepomo, Imam, 1986, Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hubungan Kerja, PPAKRI Bhayangkara, Jakarta

Subekti, R, 1979, Hukum Perjanjian, Cet. Ke-II, Pembimbing Masa, Jakarta _______ , 1985, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung

_______ , 1976, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung

Suroto, 1986, Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta Sonny Sumarsono, 2003, Ekonomi Manajemen dan Sumber Daya Manusia,

LDFE-UI, Jakarta

Syahmin, 2006, Hukum Kontrak Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta Tirtodininggrat, KRMT, 1963, Hukum Perdata dan Hukum Dagang,

Pembangunan, Jakarta

2. Peraturan Per Undang-Undangan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 KUHPerdata

Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan


(6)

Ali, Muhammad, 1997, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Pustaka Amani, Jakarta

Amin Singgih dan W. Mooijman, 1992, Kamus Kantong Indonesia-Belanda dan Belanda-Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta

Poerwadarminta, W. J. S., 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

4. Internet

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang Vol. 1, No. 4

Jurnal Ifkar, ‘Analisis Faktor-Faktor Kegagalan Pengiriman TKI Keluar

Negeri”,

Sitanggang, Ignatia Rohana dan Nachrowi Djalal Nachrowi, 2004, Pengaruh Struktur Ekonomi pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral: Analisis Model demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia. JurnalEkonomi dan PembangunanIndonesia, (Online), Vol. 5. No. 1