Rencana Pengembangan Destinasi Wisata Layar

7.3 Rencana Pengembangan Destinasi Wisata Layar

  Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam rencana pengembangan pariwisata alternatif di destinasi wisata layar. Pertimbangan yang dimaksud mencakup motivasi perencanaan, perencanaan pariwisata kawasan, pendekatan perencanaan, dan perencanaan yang berbasis pada nilai-nilai pariwisata alternatif yang selaras dengan keberadaan (kekhasan) destinasi.

  Secara konseptual, perencanaan pengembangan destinasi wisata layar dalam penelitian ini dilandasi oleh motivasi perencanaan dalam bentuk trend oriented planning, yaitu perencanaan yang didasarkan pertimbangan kecenderungan yang berkembang saat ini. Kecenderungan yang terjadi saat ini akan dipertimbangkan untuk menentukan arah dan tujuan perkembangan di masa datang (Paturusi, 2008: 14-15). Hal ini dikarenakan adanya kecenderungan perkembangan wisata layar di Indonesia. Di Maurole, kecenderungan itu mulai terjadi sejak Tahun 2007. Dengan kondisi ini, perencanaan destinasi Maurole seharusnya didasarkan atau diarahkan pada kecenderungan tersebut.

  Destinasi Maurole termasuk dalam perencanaan pariwisata kawasan ditinjau dari aspek hirarki perencanaan. Perencanaan pariwisata kawasan adalah arahan kebijakan dan strategi pariwisata suatu kawasan dalam kabupatenkota, dan perencanaan itu fokus pada beberapa hal (Paturusi, 2008: 61). Dalam penelitian ini, fokus yang dimaksud disesuaikan dengan kondisi destinasi wisata layar, seperti yang secara umum disampaikan oleh Raymond T. Lesmana:

  “Tentukan secara bersama lokasi yang akan dikembangkan; perhitungkan kebutuhan primer yang harus disediakan yaitu listrik, air,

  telekomunikasi; rencanakan pengembangan masa bangunan yang selaras dengan lingkungan yang ada sehingga tidak merubah nuansa Maurole telekomunikasi; rencanakan pengembangan masa bangunan yang selaras dengan lingkungan yang ada sehingga tidak merubah nuansa Maurole

  Selanjutnya fokus perencanaan pariwisata kawasan di destinasi Maurole dikemukakan sebagai berikut.

  Pertama, penentuan lokasi titik labuh yang menjadi fokus pengembangan. Di Maurole terdapat titik labuh di Pantai Mausambi dan titik labuh di Pantai Nanganio. Perlu ditetapkan di mana lokasi yang menjadi fokus pengembangan. Penetapannya dilakukan dengan mekanisme yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di Maurole, terutama pemilik lahan ulayat di kawasan terkait. Dalam kerangka ini, dipikirkan juga pengembangan kenyaman titik labuh dari terpaan angin, arus, dan gelombang. Misalnya, dengan rekayasa panahan gelombang melalui pemanfaatan kondisi alam di Tanjung Watulaja di Teluk Mausambi.

  Kedua, arahan lokasi untuk fasilitas yang dibutuhkan di destinasi wisata layar. Khususnya arahan lokasi untuk fasilitas yang mendukung keberadaan titik labuh seperti fasilitas makan dan minum, fasilitas pelayanan informasi pariwisata dan penanganan perjalanan wisata, serta pelayanan terkait lainnya. Tentunya, di tahap awal, pengembangan destinasi singgah disesuaikan dengan kebutuhan yang spesifik, sehingga fasilitas yang dibangun hanyalah fasilitas yang dibutuhkan untuk melayani kapal-kapal wisata. Penting untuk disadari bahwa arahan lokasi berbagai fasilitas harus dilakukan untuk pengembangan secara holistik dan bervisi jangka panjang.

  Ketiga, sistem jaringan traportasi dan kawasan pejalan kaki (pedestrian). Hal ini menyangkut aksesibilitas yang efektif dan pola arus wisatawan dalam pemanfaatan fasilitas di areal titik labuh dan destinasi wisata layar secara Ketiga, sistem jaringan traportasi dan kawasan pejalan kaki (pedestrian). Hal ini menyangkut aksesibilitas yang efektif dan pola arus wisatawan dalam pemanfaatan fasilitas di areal titik labuh dan destinasi wisata layar secara

  Keempat, perencanaan prasarana pendukung. Elemen prasarana pendukung yang perlu dimasukkan dalam perencanaan adalah supply air bersih, listrik, penanganan sampah, toilet dan kamar mandi, telekomunikasi (telpon dan internet), bahan bakar minyak, perbengkelan, jasa kebersihan dan keamanan.

  Kelima, kriteria perancangan. Perancangan yang dimaksud mencakup aplikasi arsitektur lokal, landscape, dan massa bangunan. Hal ini sangat penting karena menyangkut upaya mempertahan nuansa kekhasan dan keunikan Maurole.

  Keenam, pemanfaatan sumber daya manusia lokal. Pendidikan dan pelatihan ketrampilan juga perlu direncanakan dengan seksama sehingga tercipta pengembangan destinasi wisata layar yang memberdayakan masyarakat setempat atau partisipatif.

  Secara keseluruhan pengembangan pariwisata kawasan seperti destinasi wisata layar Maurole dapat dilakukan dengan pendekatan perencanaan tertentu. Paturusi (2008:45-49) menyebutkan unsur-unsur dalam pendekatan perencanaan dan pengembangan pariwisata sebagai berikut: (1) pendekatan berkelanjutan, inkremental, dan fleksibel, (2) pendekatan sistem, (3) pendekatan menyeluruh, (4) pendekatan yang terintegasi, (5) pendekatan pengembangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, (6) pendekatan swadaya masyarakat, (7) pendekatan pelaksanaan, dan (8) penerapan proses perencanaan sistematis. Seluruh pendekatan ini tentu dapat diimplementasikan dalam perencanaan destinasi wisata layar Maurole. Namun, berdasarkan fakta yang diperoleh dari penelitian ini, Secara keseluruhan pengembangan pariwisata kawasan seperti destinasi wisata layar Maurole dapat dilakukan dengan pendekatan perencanaan tertentu. Paturusi (2008:45-49) menyebutkan unsur-unsur dalam pendekatan perencanaan dan pengembangan pariwisata sebagai berikut: (1) pendekatan berkelanjutan, inkremental, dan fleksibel, (2) pendekatan sistem, (3) pendekatan menyeluruh, (4) pendekatan yang terintegasi, (5) pendekatan pengembangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, (6) pendekatan swadaya masyarakat, (7) pendekatan pelaksanaan, dan (8) penerapan proses perencanaan sistematis. Seluruh pendekatan ini tentu dapat diimplementasikan dalam perencanaan destinasi wisata layar Maurole. Namun, berdasarkan fakta yang diperoleh dari penelitian ini,

  Basis dari pengembangan wisata layar adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pariwisata alternatif. Fennel dan Dowling (2002:2) menyebutkan lima karakteristik positif dari pariwisata alternatif, yaitu:

  1. Pengembangan yang sesuai dengan karakter lokal sebuah tempat. Tercermin dari karakter arsitektural, gaya pengembangan, dan peka terhadap keunikan warisan budaya dan lingkungan.

  2. Pemeliharaan, perlindungan, dan peningkatan kualitas sumberdaya yang merupakan basis pariwisata.

  3. Mengusahakan agar pengembangan atraksi wisata tambahan bagi wisatawan berakar pada kearifan lokal dan dikembangkan sebagai dukungan bagi karakter lokal.

  4. Pengembangan pelayanan bagi wisatawan yang meningkatkan warisan budaya dan lingkungan setempat.

  5. Mendukung pertumbuhan di suatu tempat hanya ketika pertumbuhan itu meningkatkan sesuatu, bukan ketika dia merusak sesuatu atau melampaui daya dukung lingkungan alam yang berakibat kurang baik bagi kualitas kehidupan masyarakat.

  Beberapa karakter ini dapat juga diimplementasi ke dalam pengembangan wisata layar di sebuah destinasi yang baru berkembang. Pertama, pengembangan Beberapa karakter ini dapat juga diimplementasi ke dalam pengembangan wisata layar di sebuah destinasi yang baru berkembang. Pertama, pengembangan

  Dengan demikian rencana pengembangan wisata layar sejauh mungkin didasarkan pada karakter positif pariwisata alternatif. Fakta pengelolaan destinasi singgah Maurole dalam rangka reli kapal wisata layar selama enam tahun terakhir menunjukkan bahwa karakteristik pariwisata alternatif sangat mungkin dijadikan landasan pengembangannya.