Desa Watukamba

5.1.4 Desa Watukamba

5.1.4.1 Letak, Luas, Kondisi Geografis, Demografis, Sosial, dan Ekonomi.

  Desa Watukamba termasuk dalam wilayah Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, dan wilayahnya secara administratif terbagi menjadi empat dusun yaitu Dusun Nanganio, Dusun Aepetu, Dusun Wolosambi, dan Dusun Watukamba dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

  1. Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores;

  2. Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Aewora;

  3. Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Otogedu;

  4. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Maurole. Luas wilayah Desa Watukamba adalah 16,98 km² atau sekitar 10,10 dari luas Kecamatan Maurole. Secara geografis Desa Watukamba terletak di dataran ketinggian 15 meter di atas permukaan laut. Penduduk Desa Watukamba berjumlah 1.093 jiwa, terdiri atas 524 laki-laki dan 569 perempuan (BPS, 2012: 5- 21).

  Matapencaharian penduduk sebagian besar adalah petani yang menggarap usaha pertanian tanaman palawija yaitu ubi kayu, ubi jalar, dan jagung. Tanaman perkebunan yang dibudidayakan adalah kemiri dan kakao. Salah satu tanaman Matapencaharian penduduk sebagian besar adalah petani yang menggarap usaha pertanian tanaman palawija yaitu ubi kayu, ubi jalar, dan jagung. Tanaman perkebunan yang dibudidayakan adalah kemiri dan kakao. Salah satu tanaman

5.1.4.2 Atraksi Wisata di Watukamba

  Atraksi wisata yang menjadi daya tarik utama di Desa Watukamba adalah pembuatan gula aren khususnya di kampung adat Nuabela. Dari 16 kepala keluarga (KK) yang menghuni kampung Nuabela, terdapat 14 KK yang merupakan pembuat gula aren. Tempat pembuatan gula aren umumnya terdiri dari tungku api tempat memasak, kuali dari bahan aluminium sebagai wadah untuk memasak air nira, dan peralatan untuk mencetak gula aren yang terbuat dari bambu.

  Proses pembuatan (memasak) gula aren di masing-masing rumah pada prinsipnya sama. Satu-satunya bahan yang dicampurkan ke dalam air nira yang dimasak adalah bubuk kemiri. Hal ini dijelaskan oleh Hironimus Nira salah seorang pemuat gula aren dan kini menjabat sebagai kaur Desa Watukamba:

  “Air nira dimasak sampai kental lalu diaduk dan ditambahkan bubuk kemiri yang sudah diparut halus. Fungsi bubuk kemiri ini adalah untuk memadatkan adonan agar tidak mudah hancur ketika sudah jadi gula dan tahan lama” (Wawancara 13 Juni 2013).

  Dalam kegiatan Sail Indonesia, pembuatan gula aren juga menjadi atraksi yang disaksikan oleh wisatawan yang berkunjung ke kampung Nuabela dan produk gula aren juga dibeli oleh wisatawan. Sama seperti beberapa aktivitas masyarakat di desa – desa lainnya, aktivitas pembuatan gula aren juga berpotensi menjadi atraksi wisata yang dapat dikembangkan. Penjualan produk gula aren tentu saja memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat. Kondisi Dalam kegiatan Sail Indonesia, pembuatan gula aren juga menjadi atraksi yang disaksikan oleh wisatawan yang berkunjung ke kampung Nuabela dan produk gula aren juga dibeli oleh wisatawan. Sama seperti beberapa aktivitas masyarakat di desa – desa lainnya, aktivitas pembuatan gula aren juga berpotensi menjadi atraksi wisata yang dapat dikembangkan. Penjualan produk gula aren tentu saja memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat. Kondisi

  Atraksi lainnya yang ada di Desa Watukamba adalah keberadaan kampung adat Nuabela dengan rumah-rumah adat dan seremoni adatnya. Pada tahun 2007, sebagai penghargaan, komunitas adat di Nuabela menobatkan sepasang peserta Sail Indonesia yang datang ke kampung ini sebagai tetua adat (mosalaki) dengan sebutan mosalaki ulu beu eko bewa (tamu yang dinobatkan sebagai bagian dari mosalaki di suatu komunitas adat). Kenyataan ini sejalan dengan pendapat Jennings (2007: 36) bahwa salah satu dampak sosial dari wisata layar adalah meningkatkan pemahaman di antara wisatawan dan masyarakat.

  Gambar 5.4 Penobatan Peserta Sail Indonesia sebagai Mosalaki Sumber: Dokumen Disbudpar Ende, 2007

  Desa Watukamba juga mempunyai kelompok sanggar seni yang biasa berperan saat penyambutan tamu dan berbagai acara seni budaya lainnya. Sanggar seni budaya dari desa ini menjadi entertainer dalam kegiatan Sail Indonesia dengan atraksi seni feko genda (suling dan perkusi yang mengiringi tarian) (Disbudpar, 2007).

  Desa Watukamba terletak sekitar 6 km dari kota Kecamatan Maurole atau sekitar 88 km di utara kota Ende. Perjalanan menuju desa ini dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat melalui jalur wisata Ende – Detusoko – Wewaria – Maurole – Watukamba. Jalur lain adalah jalur darat dari barat yaitu Marapokot (Nagekeo) – Maukaro – Ropa – Maurole Watukamba, sedangkan jalur dari Maumere di bagian timur adalah Maumere – Kotabaru – Nanganio – Maurole – Watukamba. Jalur dari kota kecamatan ke Desa Watukamba sebagian berupa jalan beraspal, sebagian berbatu dan sebagiannya lagi berupa rabat beton.

  Gambar 5.5 Titik Labuh Pantai Nanganio, Desa Watukamba Sumber: Dokumen Disbudpar Ende, 2010

  Fakta atraksi wisata di empat desa di Kecamatan Maurole membentuk kekhasan lokal Maurole sebagai sebuah destinasi. Tourism Insights (2008) mengatakan kekhasan lokal (local distinctiveness) adalah kombinasi berbagai hal yang menyebabkan suatu tempat memiliki karakter yang unik. Dijelaskannya, pengunjung menginginkan “pengalaman” dari kunjungan mereka. Kekhasan suatu destinasi adalah alat untuk membentuk “pengalaman” itu sehingga pengunjung merasakan perbedaan satu destinasi wisata dengan destinasi wisata lainnya. Tourism insight juga menegaskan kekhasan lokal merupakan stimulan bagi keinginan pengunjung untuk berwisata, merekomendasikan sebuah destinasi pada teman dan keluarga, serta melakukan kunjungan ulang. Konsep kekhasan yang dari Tourism insight ini membuka ruang bagi pemahaman yang beragam. Salah satunya adalah, kekhasan selalu ada di setiap destinasi. Ukuran kekhasannya relatif bagi setiap orang atau wisatawan yang berkunjung, dengan kalimat lain “pengalaman” yang didapat di sebuah destinasi merupakan sesuatu yang “khas” bagi pemilik pengalaman itu. Dalam konteks kehadiran wisatawan dari kapal wisata, mereka memerlukan interaksi dengan masyarakat lokal (understanding between people). Mason (dalam Hermantoro, 2011: 80) menegaskan masyarakat lokal dapat menjadi atraksi utama untuk wisatawan. Dengan demikian, perpaduan (amalgam) dari berbagai komponen atraksi wisata di Maurole merupakan kekhasan tersendiri.

  Beberapa segi dari kekhasan Kecamatan Maurole menyangkut beberapa komponen sebagai berikut:

  1) alam (natural features): bentangan (landscape) alamnya yaitu mulai dari laut yang memiliki kekhasan sebagai titik labuh bagi kapal layar (Pantai Mausambi dan Nanganio), pantai dengan masyarakat yang tinggal di sekitarnya sebagai ranah interkasi dengan komunitas setempat, dataran sedang sampai daratan tinggi yang berpotensi sebagai panorama alam dan areal trekking; tumbuh-tumbuhan (hortikultura dan tanaman perkebunan) yang merupakan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan aktivitas wisata dan bahan baku yang mendukung aktivitas masyarakat yang juga berfungsi sebagai atraksi wisata (pembutan tuak dan gula aren);

  2) buatan manusia (man made feautures): gaya arsitek rumah-rumah adat dan bangunan adat lainnya yang khas dari etnik lio yang berbasis pada nilai- nilai arsitektur masyarakat agraris; atraksi-atraksi wisata yang dikemas menjadi paket wisata (khususnya yang terlihat dalam kegiatan Sail Indonesia);

  3) kebudayaan (culture and traditions) yang mewujud dalam cara hidup masyarakat setempat, upacara adat, tarian, dan musik.