TINJAUAN LOKASI

2.1.5.2 Kota Semarang

1. Umum

Secara geografis wilayah kota Semarang berada antara 6 50' - 710' LS dan 109

35' - 11050' BT dengan luas wilayah 373,70 km 2 dan batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Batas Utara

: Laut Jawa

 Batas Selatan

: Kabupaten Semarang

 Batas Barat

: Kabupaten Kendal

 Batas Timur

: Kabupaten Demak

Gambar 2.14 Peta Kota Semarang

(Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2008)

Secara topografi kota Semarang terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan. Daerah dataran rendah di kota Semarang memiliki area yang sangat sempit, yakni sekitar 4 km dari garis pantai. Dataran rendah ini disebut dengan kota bawah. Kawasan Kota Bawah seringkali dilanda banjir, dan di sejumlah kawasan, banjir ini disebabkan luapan air laut (rob). Di sebelah selatan merupakan dataran tinggi, yang dikenal dengan sebutan Kota Atas,

Dengan topografi tersebut, Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara 0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah dataran tinggi dengan kemiringan bervariasi antara 5% - 40%. Berbeda dengan daerah perbukitan atau Kota Atas yang struktur geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku, Kota Bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung. Kota Atas memiliki ketinggian 90.348 meter di atas permukaan laut (MDPL) dengan titik tertinggi di Jatingaleh dan Gombel.

2. Pembangunan Jalan Tol Atas Laut Jakarta-Surabaya terhadap kota Semarang

1. Kerentanan Kota Semarang Perubahan iklim dunia mengakibatkan kenaikan permukaan air laut secara

global. Hal ini berdampak terhadap keberadaan kota-kota pesisir yang ada di dunia. Kenaikan permukaan air laut diprediksi juga akan mengancam Wilayah Pesisir Kota Semarang. Wilayah pesisir tersebut diprediksi akan tergenang setelah kenaikan paras muka air laut dalam 20 tahun mendatang setinggi 16 cm dengan luasan 2672,2 Ha (Diposaptono, 2009). Permasalahan tersebut tentunya akan memperparah banjir dan rob yang sudah terjadi di Kota Semarang selama ini terlebih dengan rencana pembangunan jalan tol atas laut Jakarta-Surabaya. Kecenderungan kerusakan ekologis Wilayah Pesisir Kota Semarang tersebut, memerlukan pemikiran manajemen resiko bencana untuk mengantisipasi dampak bencana tersebut.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada penanganan bencana antara lain tindakan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, dan penanggulangan kedaruratan (UU no.24 Tahun 2007). Titik berat tindakan yang dapat dilakukan pra bencana yakni tindakan mitigasi bencana. Secara spesifik mitigasi bencana wilayah pesisir yakni upaya untuk mengurangi risiko bencana secara strukturatau fisik melalui pembangunan fisik alami dan atau buatan maupun nonstruktur ataunonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU no.27 Tahun 2007). Salah satu faktor penting yang harus dianalisis dalam upaya mitigasi bencana yakni penilaian kerentanan wilayah terhadap bencana yang akan terjadi.

Kerentanan ditujukan pada upaya mengidentifikasi dampak terjadinya bencana baik secara fisik kawasan maupun sosial ekonomi masyarakat. Berdasarkan pada uraian tersebut maka perlunya mengkaji kerentanan Wilayah Pesisir Kota Semarang terhadap perubahan iklim terutamanya permasalahan kenaikan air laut yang memperparah kondisi banjir dan rob. Pada penelitian ini didasarkan studi kasus prediksi Tahun 2029 (20 tahun mendatang).

Gambar 2.15 Peta Kerawanan Perubahan Iklim

Pada kasus beberapa kota pesisir yang rawan tergenang kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim muncul berbagai kerentanan bencana bagi masyarakat pesisir maupun lingkungan pesisirnya. Permasalahan tersebut akan dapat menimbulkan beberapa akibat antara lain (Harmoni, 2005):

• Kerusakan infrastruktur (jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan PDAM, fasilitas umum dan sebagainya)

• Kerusakan kawasan-kawasan strategis. • Keterancaman masyarakat pesisir.

Gambar 2.16 Prediksi Genangan Wilayah Semarang 2029

2. Permasalahan Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota central yang terlewati oleh perencanaan

pembangunan Jalan Tol Atas laut Jakarta-Surabaya dengan laju pertumbuhan penduduk cukup tinggi pertahunnya. Perkembangan kota Semarang yang cukup pesat memerlukan berbagai faasilitas seperti: perumahan, rekreasi, transportasi dan industri. Namun pembangunan fasilitas yang diperlukan Kota Semarang kurang melihat daya dukung lingkungan seperti pembangunan tempat rekreasi Tanjung Mas, perumahan real estate, pembangunan jalan arteri, kompleks industry terboyo yang semuanya berada dilokasi pinggiran pantai dengan cara menimbun tanah (reklamasi), akibatnya menutupi kantongkantong peresapan air sehingga pada waktu air laut pasang tidak dapat diresap oleh tanah.

Selain reklamasi faktor lainnya adalah tersumbatnya beberapa saluran air yang menuju ke laut akibat dari pembangunan di pinggiran pantai, faktor-faktor tersebut merupakan penyebab terjadinya luapan air laut yang masuk ke pemukiman penduduk terutama yang berada di kelurahan Bandarhardjo dan Kelurahan Tanjung Mas. Perumahan yang digenangi oleh air laut atau biasa disebut ROB ppada umumnya perumahan dari lapisan masyarakat menengah ke bawah. Genangan air laut (rob) akan semakin parah pada musim barat yaitu sekitar bulan Februari- Agustus. Dampak yang ditimbulkan dari rob tersebut adalah kondisi lingkungan perumahan yang semakin kotor, bau yang tidak sedap dan mempengaruhi kesehatan masyarakat.

Untuk mengatasi genangan air laut yang masuk ke pemukiman penduduk maka sangat diperlukan adanya monitoring seara dini tentang dampak negatif maupun positif dengan melibatkan perat masyarakat meliputi persepsi, sikap dan parttisipasi.Sikap dan partisipasi masyarakat akan sangat membantu dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dan diharapkan dengan adanya peran serta masyarakat maka kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh dampak pembangunan dapat dicegah sedini mungkin.

 Tata Guna Lahan

Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 juta jiwa, kedudukan Kota Semarang sangat strategis sebagai simpul transportasi regional menjadikan kota Semarang mempunyai kelengkapan sarana prasarana fisik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut mendorong pertumbuhan dan perkembangan kota berjalan dengan cepat. Namun, seiring dengan laju pembangunan Kota Semarang, Pertumbuhan dan perkembangan kota telah menyebabkan perubahan pada kondisi fisik kota, yaitu perubahan guna lahan. Hal itu tentu saja menimbulkan permasalahan tersendiri pada Kota Semarang. Semakin besar suatu kota maka semakin besar atau komplek permasalahan yang ditimbulkan dan dihadapinya, misalnya Kota Semarang. Kota Semarang dalam beberapa tahun terakhir ini menghadapi permasalahan yang cukup sulit, yaitu banjir.

Bencana banjir merupakan permasalahan umum terutama didaerah padat penduduk pada kawasan perkotaan, daerah tepi pantai atau pesisir dan daerah cekungan. Masalah banjir bukanlah masalah baru bagi Kota Semarang, tetapi merupakan masalah besar karena sudah terjadi sejak lama dan pada beberapa tahun terakhir ini mulai merambah ke tengah kota. Hal tersebut di atas terjadi dikarenakan adanya faktor alamiah dan perilaku masyarakat terhadap alam dan lingkungan.

Proses terjadinya banjir pada dasarnya dikarenakan oleh faktor antroposentrik, faktor alam dan faktor teknis. Faktor antroposentrik adalah aktivitas dan perilaku manusia yang lebih cenderung mengakibatkan luasan banjir semakin meningkatnya. Beberapa faktor antroposentrik yang juga merupakan faktor non teknis penyebab banjir pada kota Semarang, yaitu pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, misalnya terjadinya perubahan tata guna lahan pada daerah –daerah lindung seperti daerah perbukitan dan daerah pegunungan sehingga menimbulkan problem peningkatan run –off dan banjir kiriman.

Pembangunan ke arah pantai dengan reklamasi menyebabkan luasan rawa menjadi berkurang sehingga mengakibatkan luasan tampungan air sementara juga berkurang. Perkembangan lahan terbangun suatu kota diakibatkan oleh jumlah penduduk dan kegiatan-kegiatan kota seperti perumahan, perkantoran, perdagangan, perindustrian dan lain-lain sehingga meningkatkkan kebutuhan Pembangunan ke arah pantai dengan reklamasi menyebabkan luasan rawa menjadi berkurang sehingga mengakibatkan luasan tampungan air sementara juga berkurang. Perkembangan lahan terbangun suatu kota diakibatkan oleh jumlah penduduk dan kegiatan-kegiatan kota seperti perumahan, perkantoran, perdagangan, perindustrian dan lain-lain sehingga meningkatkkan kebutuhan

Selain itu penyadapan/pengambilan air tanah secara besar-besaran tanpa diimbangi dengan pengisian kembali air tanah yang seimbang menyebabkan penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah ini dapat menyebabkan amblesnya permukaan tanah dan intruisi air laut (Asdak, 1995: 243,249). Pemompaan air tanah yang berlebihan tanpa memperhatikan kemampuan pengisian kembali dapat mengakibatkan penurunan muka air tanah (Kodoatie, 1995: 103).

Terjadinya penurunan muka tanah mengakibatkan permukaan air laut lebih tinggi dari permukaan tanah, kejadian ini dikenal dengan banjir pasang air laut (rob). Disamping itu perilaku dan aktivitas manusia yang menghasilkan gas buang karbondioksida (CO2) yang bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil dan chloroflourocarbon (CFC) dari kulkas, sprayer kemasan kaleng serta AC dapat mengakibatkan terjadinya penipisan pada lapisan ozon, karena kedua gas buang itu mengeluarkan atom yang merusak molekul ozon di atmosfer.

Lapisan ozon merupakan pelindung bumi dari pengaruh sinar matahari sehingga bila lapisan ini menipis maka akan terjadi pemanasan global, sehingga menyebabkan lapisan es di Kutub Utara dan di Antartika mencair. Akibatnya, permukaan air laut global naik. Kenaikan permukaan air laut menyebabkan sebagian pulau dan tempat rendah di permukaan bumi terendam.

 Banjir ROB Semarang sudah menjadi langganan banjir dan rob sejak beberapa tahun

yang lalu. Jika penanganan banjir tidak sistimatis, diperkirakan pada 2019 Semarang bawah akan tenggelam. Prediksi itu didasarkan pada penurunan lahan yang terjadi tahun demi tahun, yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Pada sejumlah kawasan, penurunan terjadi hingga 14 cm. ( Dr Ir Suripin MEng.)

Gambar 2.17 Banjir ROB di Pelabuhan Tanjung mas (kiri), ROB di genuk (kanan)

Prediksi tenggelamnya Semarang bawah sebetulnya bukan isapan jempol. Bila dilihat dari alat ukur di Stasiun Tawang 30 tahun yang lalu masih dua meter di atas permukaan laut (mdpl), kini diperkirakan malah minus dari permukaan laut. Banjir yang selama ini mendera wilayah Semarang harus diperhatikan melalui tiga hal. Antisipasi banjir bisa dilakukan melalui pemanenan air hujan di daerah atas, pembuatan pompa untuk daerah bawah, serta membendung air laut yang masuk ke daratan. ( Dr Ir Suripin MEng.)

Beberapa survey lapangan telah dilakukan oleh beberapa pakar. Dari survei itu diketahui, penyebab utama banjir dan rob adalah sistem drainase belum berfungsi secara maksimal Penyebab lain, kapasitas sungai dan drainase tidak memadai, sedimentasi, kerusakan pintu air dan talut, serta kurangnya kepedulian masyarakat lingkungan terhadap fungsi drainase. Beberapa usulan pemikiran dan penyelesaian teknis secara partial terhadap stasiun Tawang telah dilakukan, diantaranya dengan di bangunnya polder tawang untuk mengatasi banjir dan rob di kawasan kota lama. Stasiun Kereta Api Tawang Semarang dalam menghadapi rob mengandalkan tiga pompa air , kondisi posisi saluran buangan di dalam bangunan stasiun lebih rendah dari saluran kota. Genangan air yang cukup tinggi juga terdapat di jalur rel,yakni jalur tiga dan empat. Kereta api dilewatkan di jalur satu dan dua yang genangan airnya tidak terlalu tinggi. (Rahadi Suprato)

Sejak tahun 1990-an hingga sekarang, bagian dalam stasiun termasuk peron pemberangkatan penumpang telah ditinggikan hingga 80 sentimeter. Kondisi ketidakmampuan system drainase kota Semarang dalam mengatasi permasalahan banjir dan rob yang disebabkan adanya penurunan tanah di pesisir utara kota.

 Permasalahan Stasiun Tawang

Gambar 2.18 ROB di Stasiun Tawang

Pengatasan Penurunan muka tanah di wilayah utara kota Semarang dan stasiun Tawang termasuk di dalamnya tidak dapat dilakukan dengan partial, seperti yang terlihat sekarang ini berupa peninggian emplasement, halaman parkir dan rencana mengangkat fisik bangunannya, mengingat penurunan itu merupakan akumulasi dari kejadian pembangunan di kota Semarang yang pada akhirnya akan berakibat pada eksploitasi dan berkurangnya air tanah. Akibat lebih jauh adalah infiltrasi air laut kedalam daratan yang semakin luas juga terjadinya banjir dan rob.

Pada skala mikro, Stasiun Tawang layak berbenah diri untuk mengatasi permasalahan banjir dan rob yang menimpa saat ini, tetapitentunya punya keterbatasan secara fisik karena termasuk dalam bangunan konservasi. Pada skala makro, pemerintah kota dan masyarakat juga layak berbenah diri untuk memperkecil atau bahkan meniadakan tingkat penurunan tanah di wilayah Utara kota Semarang.

Upaya pembenahan baik di skala mikro stasiun Tawang ataupun skala makro kota Semarang harus mempertimbangkan aspek fisik, social, ekonomi dan regulasi secara terpadu untuk menghasilkan kegiatan penyelesaian parmasalahan yang terbaik. Aspek fisik, mengetengahkan perbaikan dan pelestarian lingkungan/ ecosystem, daerah hijau dan bangunan. Aspek social, mengacu pada peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Aspek Ekonomi, dilaksanakansecara efektif dan efisien dalam jangka panjang dan Aspek regulasi, harus mensosialisaikan pranata hukum dan penegakannya.

Pada skala makro perkotaan, konstruksi Sumur Resapan Air (SRA) merupakan alternatif pilihan dalam mengatasi banjir dan menurunnya permukaan air tanah pada kawasan perumahan, karena dengan pertimbangan : a) pembuatan konstruksi SRA tidak memerlukan biaya besar, b) tidak memerlukan lahan yang luas, dan c) bentuk konstruksi SRA sederhana. Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik konservasi air yang berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan diatas atap rumah dan meresapkannya ke dalam tanah (Dephut,1994). Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air menurut Rachmat Mulyana, 2003 antara lain:

a) Mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi,

b) Mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah,

c) Mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai,

d) Mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, dan

e) Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah. Untuk menggunakan air dalam/sumur artetis dengan meningkatkan distribusi air bersih terutama di kawasan semarang bagian Utara. Pada skala mikro kawasan stasiun Tawang dapat dilakukan dengan memanfaatkan daerah bebas di kanan kiri rel kereta api ataupun tanah-tanah yang dikuasai PT. KAI sebagai folder yang difungsikan sebagai pembendung dan penangkap masuknya air rob sebelum memasuki kawasan stasiun Tawang, sedangkan disisi Utara stasiun tawang pada setiap tanah yang kosong, baik oleh PT KAI ataupun pemerintah kota Semarang berupaya untuk membuat hutan bakau sebagai barrier.

Gambar 2.19 Upaya Mengatasi Stasiun Tawang secara Terpadu

3. Alternatif Penyelesaian Masalah 

Afsluitdijk Belanda atau Koninkrijk de Nederlanden (Kerajaan Tanah-Tanah Rendah)

hidup di bawah permukaan laut dan ini tentu memaksa pemerintah Belanda untuk dapat terus melakukan inovasi agara negerinya tidak tenggelam ditelan laut. Mengatasi masalah tersebut, blanda melakukan inovasi yang diantaranya adalah menerapkan teknik-teknik untuk menghadang terjangan air laut. Adapun luas wilayah negeri belanda sendiri sangat jauh dengan luas wilayah Indonesia yakni sekitar 41.546 km2 dan berpenduduk 16 juta jiwa. Banyak tanah rendah dikawal oleh dijk (tanggul) dan dinding tanah. Bahkan ada beberapa daerah seperti kawasan Flevolan harus direklamasi.

Afsluitdijk merupakan nama tanggul laut tersebut. Pada monument ini tertulis “Bangsa yang hidup, membangun masa depan”. Afsluitdijk adalah

mahakarya modern belanda yang membentang sejauh 32 km dan lebar 90 m. Proyek ini dibangun tahun 1920 dengan menguras dan mengeringkan air laut. Perjuangan Negara tulip ini tidak terhenti, Delta Works, tanggul penahan gelombang laut pun segera dibangun. Dua mega proyek ini lah yang seharusnya jadi contoh bagi Indonesia khususnya semarang agar dapat memecahkan masalah banjir yang ada saat ini.

Gambar 2.20 Afsluitdijk Di Negara Belanda

Tekanan terhadap tata guna lahan, buruknya tata kelola system keairan serta keberadaan Semarang dengan persoalan keairan yang semakin hari semakin berat. Masalah banjir Di Semarang merupakan masalah yang kompleks yaitu permasalahan yang merupakan gabungan dari kondisi fisik secara alami dan campur tangan manusia. Keduanya saling berinteraksi yang pada taraf tertentu dapat memberikan dampak negative yang memberatkan.

Perosalan genangan air tidak lagi terbatas karena aliran air dari hulu saja, persoalan limpasan air laut (rob) juga sudah semakin mengkhawatirkan. Belakangan penurunan muka tanah di daratan Semarang menjadi persoalan yang serius. Ini tetntu saja akan sangat berpengaruh kepada pengembangan kota seperti wilayah pantai yang mengalami gerusan (abrasi) dan wilayah fungsional kota yang selalu terancam banjir setiap musim curah hujan tinggi.

Berbagai pemecahan secara teknis konvensional telah diupayakan, akan tetapi mengingat peliknya permasalahan perlu upaya pemecahan teknis yang bersifat inkonvensional sebagai satu terobosan pemikiran. Teknologi Tanggul Laut (Sea Wall) adalah pengamanan yang sudah menunjukan hasil yang cukup efisien, efektif dan ekonomis di beberapa Negara. Tentunya penerapannya harus Berbagai pemecahan secara teknis konvensional telah diupayakan, akan tetapi mengingat peliknya permasalahan perlu upaya pemecahan teknis yang bersifat inkonvensional sebagai satu terobosan pemikiran. Teknologi Tanggul Laut (Sea Wall) adalah pengamanan yang sudah menunjukan hasil yang cukup efisien, efektif dan ekonomis di beberapa Negara. Tentunya penerapannya harus

 Solusi Permasalahan ROB terhadap Rencana Pembangungan Jalan Tol Atas Laut Jakarta-Surabaya Mengatasi banjir laut pasang (rob) yang terus melanda kota Semarang dan

sekitarnya dengan pembangunan rumah pompa yang dipasang beberapa titik. Cara tersebut sudah sering dilakukan, akan tetapi belum dapat mengatasi masalah banjir rob tersebut. Salah satu cara lain yaitu dengan pembangunan tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) ataupun Dam Lepas Pantai (DLP) Semarang. Pembangunan tanggul laut tidak serta merta membendung air laut begitus aja di teluk. Akan tetapi perlu pertimbangan untuk menentukan bentuk dan letak tanggul. Salah satu pertimbangannya adalah kondisi pesisir yang ada saat ini. Ada beberapa opsi kemungkinan implementasi tanggul laut untuk diterapkan yaitu Tanggul laut yang diintegrasikan dengan reklamasi Pantura dan Tanggul laut yang berada di luar wilayah reklamasi.

Pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam perencanaan Tanggul adalah keamanan tanggul, proses perancangan dan pelaksanaan konstruksi, perletakan serta integrasi dengan rencana pembangunan jalan tol atas laut Jakarta- Surabaya serta kendala yang dihadapi.

a. Keamanan Tanggul Dalam rencana tanggul laut ini, keamanan adalah merupakan hal yang

penting. Ketidak amanan tanggul akan berdampak pada kerugian ekonomi, rusaknya lingkungan, social budaya dan reputasi. Tujuan dari Analisis keselamatan tanggul adalah untuk mendapatkan gambaran mendalam atas aspek keselamatan system perlindungan banjir suatu kawasan. Ini dilakukan untuk dapat mengidentifikasi titik=titik lemah dari keseluruhan konstruksi. Analisis ini berguna juga untuk mendapatkan dan meningkatkan penerimaan public terhadap pelaksanaan. Penerapan analisis keselamatan akan memberikan sejumlah pedoman dan arahan untuk desain dan pendekatan permasalahan yang ada dengan tujuan:

1. Mendapatkan desain perlindungan banjir yang optimum dan seimbang. Desain optimum dalam konteks ini adalah desain yang memenuhi persyaratan fungsional dengan biaya yang optimal. Seimbang berarti bahawa komponen dari system memberikan kontribusi yang setara pada kekuatan system perlindungan banjir.

2. Mendapatkan suatu system perlindungan banjir dengan kemungkinan terjadinya kegagalan lebih rendah dari tingkat keselamatan tertentu.

Tujuan desain struktur perlindungan banjir adalah untuk memperoleh suatustruktur yang kecil kemungkinan mengalami kegagalan dan keruntuhan,sepanjang masa layanan konstruksi. Artinya, struktur tersebut memiliki tingkatkeamanan yang memadai sepanjang masa layanannya. Dalam rangka mencapaihal itu, analisis keselamatan perlu dilakukan.

Gambar 2.21 Pohon Kegagalan

Standar tingkat keselamatan untuk kawasan rendah perlu ditentukan untuk membuat desain optimal sistem perlindungan banjir. Dalam hal ini, Standar tingkat keselamatan untuk kawasan rendah perlu ditentukan untuk membuat desain optimal sistem perlindungan banjir. Dalam hal ini,

Pendekatan ini telah dipergunakan dalam penilaian keselamatan dari pembuatan tanggul pantai di Negeri Belanda sekitar tahun 1960, dan hal itu telah menghasilkan pengaturan standar untuk desain muka air sepanjang pantai Belanda.

Bagi sebagian ahli, mereka telah memahami bahwa frekuensiterlampauinya muka air desain tidak lantas dipahami sebagai kegagalan,karena kegagalan tidak hanya tergantung pada terlampauinya desain muka air. Untuk mendapatkan konstruksi yang optimal, semua kemungkinan penyebab kegagalan konstruksi harus diinventarisir terlebih dahulu. Demikian juga dengan tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan tersebut. Dengan demikian, perkiraan kemungkinan terjadi penggenangan bisa diperhitungkan. Meskidemikian perhitungan secara statistik bukanlah hal yang mudah, apalagi jika harus mengonversi jiwa manusia ke dalam nilai uang. Tentu ini akan berhadapan dengan masalah politis dan etis.

Pendekatan kedua adalah dengan pengambilan nilai statistik korban jiwa akibat

Pertimbangannya karena system perlindungan banjir mempunyai tujuan sosial, maka risiko yang dapat diterima harus didefnisikan berdasarkan latar belakang sosial. Karena terbatasnya data statistik mengenai hal tersebut, sering referensi luar negeri digunakan untuk menentukan standar tingkatkeselamatan. Misalnya, digunakan standar keselamatan tanggul di NegeriBelanda untuk beberapa faktor, seperti berikut ini :

kecelakaan/bencana

yang

terjadi.

1. Faktor keselamatan yang diterapkan di Belanda mengacu pada kemungkinan kegagalan sebesar 0,0001.

2. Perancangan struktur perlindungan banjir yang utama, seperti tanggulsungai, dirancang atas dasar tinggi muka air puncak di sungai dengan kalaulang 100 tahun.

3. Tingkat keselamatan tanggul utama di pantai yang berhadapan denganlaut Utara, untuk melindungi daerah yang lebih rendah dari muka air laut,didasarkan atas tinggi gelombang dengan kala ulang 10.000 tahun.

4. Tingkat keselamatan suatu tanggul yang melindungi area sebagian besar pedesaan sedikit lebih rendah, dengan kala ulang 2.000 - 4.000 tahun, tergantung dengan keadaan sosial ekonomi wilayah tersebut.

5. Tingkat keselamatan tanggul-sungai di luar zona pasang surut ditetapkandengan kala ulang 1.250 tahun. Selama periode puncak, muka air di sungaiakan naik sebesar 3 sampai 4 meter, tetapi kenaikan ini secara berangsur-angsur akan menurun kembali.

Jika dibandingkan dengan situasi di sepanjang pantai Belanda, sistem polder di Indonesia. misalnya di laut Jawa, cenderung mempunyai pasangdan gelombang yang lebih rendah. Pada sisi lain, efek dari peristiwa gempa bumi dan letusan gunung api menjadi lebih penting. Gelombang tinggi yangdiakibatkan oleh tsunami perlu mendapat perhatian, sehingga pemakaiankriteria kala ulang 10.000 tahun menjadi tidak berlebihan jika diterapkan pada perancangan sistem polder di daerah rendah dengan jumlah penduduk dan nilaiaset yang tinggi. Kriteria kala ulang yang dimaksud adalah bencana yang perkiraan potensi kejadiannya dalam rentang waktu tertentu. Artinya, struktur semakin baik jika mempertimbangkan potensi kejadian yang kala ulangnyasemakin lama, misalnya puluhan ribu tahun ke depan. Untuk daerah tinggi direkomendasikan mengadopsi suatu tingkat keselamatandengan kala ulang 100 tahun. Tingkatan ini didasarkan dengan pertimbangan:

1. Pada wilayah daerah yang lebih tinggi dari muka air laut diperkirakan tidak terjadi korban jiwa jika terjadi banjir.

2. Hilangnya nyawa manusia yang dikonversi dalam nilai uang, dalam kaitan dengan penggenangan, diperkirakan 100 kali lebih rendah darikerugian yang terjadi di daerah rendah. Dengan risiko adalah kemungkinanterjadinya suatu kejadian dikalikan dengan kerugian yang timbul, maka tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan di daerah tinggi dapat diperbesar dengan faktor 100.

3. Tingkat keselamatan dengan kala ulang 100 tahun sering digunakan untuk sungai di Indonesia dan beberapa negara lain.

b. Proses Perancangan dan Pelaksanaan Konstruksi Dalam konstruksi, dimana tanah merupakan faktor dominan, ada beberapa

aspek yang mempengaruhinya seperti keamanan, perubahan bentuk, ruang yang tersedia, konstruksi, pemeliharaan, kesesuaian terhadap sekitarnya, pemilihan bahan, aspek lingkungan, dan biaya. Sejumlah persyaratan disusun berdasarkan atas keinginan dan harapan.Selama dalam tahap perancangan, program dievaluasi secara periodik untuk melihat apakah program tersebut sesuai dengan persyaratan. Perencanaandesain mencakup sejumlah kegiatan yang dapat dibagi dalam tahapan- tahapan.Secara umum tahapan dalam proses perancangan adalah:

1 Penentuan persyaratan-persyaratan program (program requirements) dan kondisi batas (boundary conditions). Penentuan ini terdiri atas defnisi persyaratan, fungsi dan ukuran dalam pengaturan kondisi lapangansetempat, misalnya mengenai tanah lapisan bawah, permukaan air,ketersediaan bahan bangunan dan kerangka waktu.

2 Penentuan tahap perancangan awal yang meliputi evaluasi umumketersediaan metode pelaksanaan konstruksi dan perkiraan biaya awal.

3 Tahap rancangan rinci dan spesifikasi. Dalam tahap ini perancangandikerjakan dalam bentuk gambar-gambar dan spesifikasi teknis sampai tingkat yang cukup rinci sehingga kontraktor dapat melaksanakankonstruksi tersebut.

4 Penentuan tahap

Dalam tahap ini dilaksanakankonstruksi strukturnya.

pelaksanaan

konstruksi.

1 Dam Lepas Pantai (DLP) Pembangunan DLP ini bertujuan untuk mengatasi rob dan banjir yang

selalu melanda pantai utara jawa, terutama Kota Semarang, yaitu dengan membangun DLP sebagai pemisah laut dan daratan dari Kab. Kendal Kab. Semarang - Kab. Jepara sepanjang 139 km. Luasan keseluruhan yang terkover adalah seluas 45.000 ha dimana luasan ini lebih besar daripada luas kota Semarang seluas ± 37.000 Ha. DLP dibangun paling jauh 15 km dari bibir pantai ke tengah laut, di kedalaman ± 20m. Pembuatan dam ini akan menghasilkan tambahan tanah seluas 15.000 Ha termasuk area untuk pembangunan pelabuhan baru dan akan memunculkan 2 danau seluas 21.000 Ha yang akan menghasilkan air tawar dengan kandungan garam yang rendah ( 5 % ) yang dapat digunakan untuk industri, kebutuhan perkotaan dsb. Dam yang terbangun dan lahan tanah yang muncul akibat pembangunan dam ini dapat di kembangkan dalam keterkaitannya dengan pembangunan jalan tol atas laut Jakarta-Surabaya.

Selain sebagai tanggul laut, DLP bisa digunakan sebagai jalur JTAL Jakarta-Surabaya. Perlu diperhatikan pula akses keluar masuk kendaran menuju JTAL menuju daratan Jawa yaitu daratan Semarang. Sehingga dapat ditemukan interface yang menghubungkan Jalan Tol Atas Laut menuju daratan Semarang seperti dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.22 Layout Rencana Pembangunan DAM di Semarang

2 Perawatan dan Kendala Pembangunan DLP Semarang Hal lain yang harus diperhatikan dalam perencanaan Dam Lepas Pantai

(DLP) Semarang selain keamanan tanggul adalah maintenance atau perawatan. Perencanaan DLP yang dikombinasikan terhadap pembangunan JTAL Jakarta- Surabaya di atasnya memerlukan perhatian khusus yaitu teknik perawatannya. Pemeliharaan DLP disini menyangkut pada pemeliharaan struktur bangunan DLP serta pompa dan pintu-pintu air yang mengendalikan limpasan air yang dibendung sehingga dapat mengatasi permasalahan Banjir ROB yang sering melanda Semarang. Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi endapan pada pintu-pintu air sehingga air yang berlebih dapat disalurkan ke laut. Jenis Pemeliharaan (Maintenence) yang dilakukan harus secara berkala. Jenis pemeliharanaan yang dapat dilakukan adalah:

 Pemeliharaan Rutin

Adalah pekerjaan yang selalu dilakukan berulang-ulang pada waktu tertentu, misalnya setiap hari, minggu dan bulan.

 Pemeliharaan Berkala

Merupakan pekerjaan yang dilakukan pada waktu tertentu, misalnya setahun sekali atau setahun dua kali.

 Pemeliharaan Khusus Dapat dilakukan apabila prasarana dan sarana mengalami kerusakan yang sifatnya mendadak.

 Rehabilitasi

Dilakukan apabila prasarana dan sarana mengalami kerusakan yang menyebabkan bangunan tidak berfungsi.

 Operasi dan Pemeliharaan yang Berkelanjutan

a. Pengelolaan Sistem Tata Air Pengelolaan sistim tata air dilakukan dengan menganut sistim

pengelolaan air yang berkelanjutan. Oleh karenanya operasi dan pemeliharaan harus direncanakan dan kelembagaan mandiri yang melibatkan para pemangku kepentingan perlu diciptakan untuk lebih menjamin keberlangsungan.

Dalam sistem pengelolaan tata air, pelibatan pihak – pihak yang berkepentingan sangat penting demi keefektifan pemeliharaan dan opersi. Para pemnagku kepentingan (stakeholders) biasanya bisa cepat mengetahui permasalahan yang timbul dikawasannya dan dapat turut serta memutuskan pengambilan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, semua permasalahan berkaitan dengan sistem tata air di kawasan tersebut bisa diselesaikan langsung tanpa melalui birokrasi yang berbelit – belit.

b. Air Bersih Seperti diketahui masih banyak warga Semarang yang

mengandalkan air tanah untuk kebutuhan air bersihnya.

c. Pengelolaan Limbah dan Sampah

d. Pengerukan Sedimentasi di Mulut Sungai

2.1.5.3 Kota Surabaya

Surabaya merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur dan juga kota Metropolitan kedua terbesar di Indonesia. Letak Geografis Surabaya berada pada 070 9’ – 070 21’ LS dan 1120 36’ - 1120 54’ BT .

Gambar 2.23 Peta Kota Surabaya

Sebagai kota Metropolitan, Surabaya merupakan pusat perdagangan dan perindustrian yang mengakibatkan padatnya arus lalulintas di wilayah tersebut. Dengan adanya program pemerintah dalam membangun jalan tol di atas laut dari Jakarta menuju Surabaya, maka akses menuju Surabaya akan semakin mudah. Sehingga lalulintas yang masuk dan keluar akan semakin padat. Berikut masalah- masalah yang ada di Surabaya:

1. Pencemaran Air, Udara dan Tanah Pencemaran air, udara dan tanah merupakan permasalahan lingkungan

hidup yang tidak bisa dihindari Kota Surabaya sebagai dampak berbagai aktivitas kota metropolitan yang semakin meningkat. Pencemaran air meliputi pencemaran air sungai dan air bersih (air sumur). Kondisi air sungai di Surabaya ternyata belum memenuhi baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 maupun Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (hasil pemantauan Badan Lingkungan Hidup, 2009). Sedangkan penentuan kualitas air bersih (air sumur) berdasarkan parameter dari Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.

Gambar 2.24 Parameter Air Bersih

Kualitas air bersih Kota Surabaya selama 3 tahun terakhir (2007-2009) digambarkan pada bar-chart di atas. Dari hasil uji laboratorium Badan Lingkungan Hidup, air bersih Kota Surabaya yang masih memenuhi baku mutu pada tahun 2007 Kualitas air bersih Kota Surabaya selama 3 tahun terakhir (2007-2009) digambarkan pada bar-chart di atas. Dari hasil uji laboratorium Badan Lingkungan Hidup, air bersih Kota Surabaya yang masih memenuhi baku mutu pada tahun 2007

Dalam upaya meningkatkan kualitas air di perairan Kota Surabaya perlu diketahui gambaran awal beban pencemaran yang ditimbulkan akibat aktifitas kegiatan usaha yang berpotensi menghasilkan air limbah di saluran drainase kota yang akhirnya akan bermuara di badan air sungai. Beban pencemaran air limbah dari suatu kegiatan usaha dapat diukur dari konsentrasi kadar BOD, COD dan TSS.

Untuk menurunkan beban pencemaran perairan diharapkan semua kegiatan usaha yang berpotensi menghasilkan air limbah melakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran drainase kota. Melalui kegiatan pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan, kegiatan usaha yang menghasilkan air limbah di kota Surabaya sampai akhir tahun 2009, prosentase penurunan beban BOD per tahun telah menurun sampai 41,63 %, prosentase penurunan beban COD per tahun menurun sampai 59,90 % dan prosentase penurunan beban TSS per tahun menurun sampai 46,57 %. Selain penurunan kualitas air, kualitas udara di Kota Surabaya dari tahun ke tahun juga mengalami penurunan. Hal ini dibuktikan dari hasil monitoring udara ambient oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya.

Tabel 2.2 Monitoring Udara

Januari – Januari – Januari – Januari – Nilai

ISPU

Desember Desember Desember Desember 2006

TIDAK SEHAT

SANGAT TIDAK 200 – 299

SEHAT

300 - Lebih BERBAHAYA

Dari tabel diketahui bahwa jumlah hari dengan kualitas udara baik di Kota Surabaya tiap tahun keadaannya naik turun, yaitu 26 hari pada tahun 2006, naik menjadi 60 hari tahun 2007, kemudian naik lagi menjadi 86 hari tahun 2008. Akan tetapi pada tahun 2009 jumlah hari dengan kualitas udara baik menurun sangat drastis, hanya 24 hari (menurun 28% dari tahun sebelumnya). Sebaliknya, jumlah hari dengan kualitas udara tidak sehat hampir stagnan mulai tahun 2006-2008 (masing-masing 5 hari, 5 hari, dan 8 hari). Sedangkan pada tahun 2009, jumlah hari dengan kualitas udara tidak sehat melonjak menjadi 30 hari. Bagan penurunan kualitas udara ambient Kota Surabaya 4 tahun terakhir (2006-2009) digambarkan pada gambar berikut ini.

Gambar 2.26 Tingkat Polusi Udara Surabaya

Dari hasil pemantauan kualitas udara selama tahun 2006-2009, telah terjadi kecenderungan penurunan parameter dominan pada PM10 dan CO, sedangkan O3 dan SO2 cenderung naik. Hal ini dipicu oleh tingginya suhu udara. Dengan bantuan sinar ultraviolet, NOX (Oksida Nitrogen) bereaksi dengan HC (Hidrokarbon) dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang akan memicu pelepasan radikal bebas atom O (reaksi photochemical) yang selanjutnya berikatan dengan O2 membentuk O3. Selain pencemaran air dan udara, satu lagi pencemaran Dari hasil pemantauan kualitas udara selama tahun 2006-2009, telah terjadi kecenderungan penurunan parameter dominan pada PM10 dan CO, sedangkan O3 dan SO2 cenderung naik. Hal ini dipicu oleh tingginya suhu udara. Dengan bantuan sinar ultraviolet, NOX (Oksida Nitrogen) bereaksi dengan HC (Hidrokarbon) dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang akan memicu pelepasan radikal bebas atom O (reaksi photochemical) yang selanjutnya berikatan dengan O2 membentuk O3. Selain pencemaran air dan udara, satu lagi pencemaran

Pencemaran tanah selain disebabkan karena kondisi air tanah yang sudah tercemar, juga disebabkan oleh aktivitas manusia, Saat ini pengolahan limbah manusia di Kota Surabaya masih mengandalkan septictank yang sulit diawasi persyaratannya. Secara umum, efisiensi pengolahan dengan metode septictank hanya 60-70%. Sehingga hasil pengolahan yang dialirkan ke lingkungan melalui tanah belum 100% aman dari zat-zat dan kuman yang membahayakan. Dengan jumlah penduduk kota yang hampir mencapai 3 juta jiwa, maka dapat dibayangkan jumlah zat pencemar yang dibuang ke air dan tanah tiap harinya terus makin banyak. Jumlah zat pencemar akan lebih besar jika ditambah dari limbah industri yang belum diolah dengan baik yang tidak diperhatikan. Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel tanah pada tahun 2009, kondisi tanah di Kota Surabaya yang masih memenuhi baku mutu sekitar 80%.

2. Permasalahan Lingkungan Perkotaan Permasalahan lingkungan perkotaan di Surabaya yang dominan saat ini

adalah population dan building density kota (kepadatan) yang terus meningkat, masalah persampahan, masalah sanitasi kota, dan water quality (kualitas air). Permasalahan kepadatan Kota Surabaya semakin kompleks dengan perkembangan jumlah penduduk yang sangat tinggi, terutama penduduk yang tidak tetap. Jumlah penduduk merupakan ancaman dan pressure terbesar bagi masalah lingkungan hidup. Setiap penduduk memerlukan energi, lahan dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup, di sisi lain setiap orang juga menghasilkan limbah dalam beragam bentuk. Pertambahan penduduk yang sangat tinggi di Kota Surabaya, diakui telah melampau kemampuan daya dukung lingkungan untuk meregenerasi sendiri, sehingga berimbas pada kualitas hidup manusia yang makin rendah.

Masalah persampahan di Kota Surabaya terutama masih banyaknya sampah yang dibuang ke badan sungai atau berserakan di tempat terbuka. Dengan banyaknya sampah, sungai tidak dapat berfungsi sebagaimana semestinya (fungsi transportasi, konservasi, rekreasi, dan sebagainya) akibat air yang tidak mengalir lancar dan rusaknya ekosistem sungai akibat zat-zat berbahaya yang terkandung Masalah persampahan di Kota Surabaya terutama masih banyaknya sampah yang dibuang ke badan sungai atau berserakan di tempat terbuka. Dengan banyaknya sampah, sungai tidak dapat berfungsi sebagaimana semestinya (fungsi transportasi, konservasi, rekreasi, dan sebagainya) akibat air yang tidak mengalir lancar dan rusaknya ekosistem sungai akibat zat-zat berbahaya yang terkandung

Gambar 2.27 Sampah di Kota Surabaya

Pengelolaan sampah yang masih menggunakan paradigma lama (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir) perlu dirubah. Hal ini karena permasalahan sampah yang semakin kompleks, terutama kesulitan mendapat tempat pembuangan akhir serta berkembangnya jumlah dan ragam sampah perkotaan. Penanganan sampah dengan paradigma baru perlu mengedepankan proses pengurangan dan pemanfaatan sampah (minimalisasi sampah). Minimalisasi sampah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi dengan reduksi dari sumber dan/atau pemanfaatan limbah. Keuntungan dari metode ini adalah: mengurangi ketergantungan terhadap TPA (tempat pembuangan akhir), meningkatkan efisiensi pengolahan sampah perkotaan, dan terciptanya peluang usaha bagi masyarakat. Metode minimalisasi sampah mencakup tiga usaha dasar yang dikenal dengan 3R, yaitu reduce (pengurangan), reuse (memakai kembali), dan recycle (mendaur ulang).

Permasalahan lainnya adalah sanitasi perkotaan. Masalah sanitasi di Kota Surabaya terutama disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang sulit dirubah, terutama masyarakat yang tinggal di pinggir sungai yang masih menggunakan badan sungai sebagai tempat pembuangan. Buruknya sanitasi perkotaan akan menyebabkan masalah pada tingkat kesehatan masyarakat, terutama munculnya berbagai penyakit diare, muntaber dan penyakit kulit. Oleh karena itu, perlu pembinaan intensif warga tentang masalah kebiasaan ber-sanitasi. Kedepannya perlu perencanaan jaringan perpipaan air limbah (Sewerage System) kota yang diselenggarakan per distrik agar biaya investasi dapat ditekan serta pengelolaan tidak mahal. Masalah sanitasi kota selalu berkaitan dengan masalah kualitas air dan aspek penyebaran bibit penyakit di perkotaan.

Kualitas air di Kota Surabaya yang semakin menurun (baik air tanah maupun air permukaan) disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: erosi tanah selama konstruksi bangunan, limbah industri, luapan air kotor dan septictank, banjir, serta kontaminasi air hujan di permukaan tanah dan jalanan. Karena antara jaringan air bersih dan sanitasi saling berkaitan, maka dalam perencanaan dan pembangunan jaringannya harus ada keterpaduan diantara keduanya dengan jaringan jalan dan tata hijau kota.

3. Permasalahan Sungai Permasalahan sungai perlu mendapat perhatian karena Kota Surabaya

dilalui oleh aliran sungai Brantas yang sangat penting bagi kelangsungan hidup Kota Surabaya. Sungai mempunyai berbagai fungsi yang sangat vital, yaitu sebagai penyedia bahan baku kebutuhan air minum, fungsi rekreasi, fungsi komunikasi, dan konservasi (ekosistem air sungai). Aliran air permukaan di Kota Surabaya dimulai dari Dam Mlirip (Kabupaten Mojokerto), kemudian melewati Sidoarjo, Gresik, akhirnya sampai sampai di Dam Jagir Wonokromo (Surabaya). Di Dam Jagir, aliran air terpecah menjadi dua, yaitu Kalimas yang mengalir ke utara sampai pelabuhan dan Kali Wonokromo yang mengarah ke timur sampai Selat Madura.

Ketiga sungai ini mempunyai fungsi yang berbeda. Kali Surabaya, fungsi pokoknya untuk menyediakan bahan baku air minum (PDAM) bagi masyarakat kota, disamping juga menyediakan air untuk proses produksi. Sedangkan Kalimas Ketiga sungai ini mempunyai fungsi yang berbeda. Kali Surabaya, fungsi pokoknya untuk menyediakan bahan baku air minum (PDAM) bagi masyarakat kota, disamping juga menyediakan air untuk proses produksi. Sedangkan Kalimas

4. Permasalahan Wilayah Pesisir dan Laut Kota Surabaya yang terletak di pesisir pantai utara Pulau Jawa mempunyai

posisi yang sangat strategis sebagai kota pelabuhan, rekreasi dan konservasi. Di sisi lain, daerah pesisir mempunyai sisi negatif karena menjadi muara dari zat-zat buangan yang dibawa oleh aliran sungai. Zat buangan tersebut berasal dari limbah industri, limbah cair permukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Dalam zat buangan tersebut mengandung berbagai bahan pencemar yang berupa sedimen, unsur hara (nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam air laut berkurang). Dampak yang timbul dengan dengan adanya berbagai bahan pencemaran tersebut adalah kerusakan ekosistem bakau, terumbu karang, kehidupan dari jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong), terjadi abrasi, dan hilangnya benih bandeng dan udang.

Dengan mengkaji fenomena tersebut, perlu peraturan perundangan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan mempertahankan kelestarian ekosistem perairan pesisir. Contoh peraturan tersebut adalah mewajibkan perusahaan- perusahaan penghasil limbah untuk lebih dahulu men-treatment limbahnya sebelum dibuang ke saluran buangan kota yang bermuara di pesisir pantai dan laut. Masalah Dengan mengkaji fenomena tersebut, perlu peraturan perundangan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan mempertahankan kelestarian ekosistem perairan pesisir. Contoh peraturan tersebut adalah mewajibkan perusahaan- perusahaan penghasil limbah untuk lebih dahulu men-treatment limbahnya sebelum dibuang ke saluran buangan kota yang bermuara di pesisir pantai dan laut. Masalah

Guna menentukan sistem yang tepat bagi pengendalian dan pengelolaan kawasan ini, secara periodik perlu dilakukan pencataan kualitas air laut, apakah memenuhi baku mutu atau tidak. Dengan mengetahui status baku mutu kualitas air laut, dapat ditentukan tindakan yang tepat untuk penanganannya. Tahun 2008, Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya melakukan pengambilan beberapa titik sample air laut. Sampling tersebut dianalisis oleh balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular. Hasil analisisnya disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Baku Mutu Kualitas Air

Titik Sampling Parameter yang Tidak Memenuhi Baku Mutu TSS, kekeruhan, amoniak bebas, tembaga, NO3-N,

Gunung Anyar timbal, seng, DO, BOD, PO4-P Biota Laut TSS, kekeruhan, amoniak bebas, tembaga, NO3-N, Kali Lamong timbal, seng, DO, BOD, PO4-P, kadmium

Kenjeran TSS, kekeruhan, amoniak bebas, tembaga, NO3-N, Wisata

Pengasapan

PO4-P, kadmium

Bahari Kenjeran TSS, kekeruhan, amoniak bebas, tembaga, NO3-N, Gunung Pasir

PO4-P, kadmium

Nilam Barat TSS, amoniak bebas, seng, kadmium Pelabuhan Nilam Timur

TSS, amoniak bebas, seng, kadmium

Sedangkan pada tahun 2009, pengambilan 6 sampel air laut di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak menunjukkan bahwa semua memenuhi baku mutu kualitas air laut guna kegiatan pelabuhan terutama dari uji biologi (fecal Coli dan total Cola), sedangkan pada uji kimia juga memenuhi persyaratan. Untuk parameter kekeruhan, semua lokasi titik pantau kondisi air laut tidak memenuhi syarat. Bisa Sedangkan pada tahun 2009, pengambilan 6 sampel air laut di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak menunjukkan bahwa semua memenuhi baku mutu kualitas air laut guna kegiatan pelabuhan terutama dari uji biologi (fecal Coli dan total Cola), sedangkan pada uji kimia juga memenuhi persyaratan. Untuk parameter kekeruhan, semua lokasi titik pantau kondisi air laut tidak memenuhi syarat. Bisa

Salah satu cara guna memulihkan kualitas air laut dan mengembalikan keseimbangan lingkungan wilayah pesisir dan laut adalah mencegah masuknya zat pencemar dan mempertahankan keseimbangan lingkungan wilayah pesisir dengan menanam mangrove di sepanjang pesisir. Selain menjaga keseimbangan lingkungan pesisir dan laut, keberadaan hutan mangrove juga berfungsi sebagai sarana rekreasi dan edukasi warga akan pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan hidup di pesisir. Saat ini, keberadaan hutan mangrove di pantai Surabaya mulai digalakkan, misalnya di Bozem Wonorejo dan Gunung Anyar.

Gambar 2.28 Interface Tol Atas Laut Terhadap Kota Surabaya