SOSIAL DAN EKOLOGI

2.4 SOSIAL DAN EKOLOGI

2.4.1 Sosial

2.4.1.1 Kependudukan

a. Tinjauan Umum

Kependudukan berkaitan dengan jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk. Problem kependudukan menjadi faktor kunci dari proses pelaksanaan pembangunan (Foresti, 2001). Hal ini menunjukan bahwa berhasil tidaknya pembangunan tidak lepas dari sisi kependudukan dalam arti luas, misalnya dalam kondisi tingkat kesejahteraan masyarakat.

b. Data Kependudukan

1) Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 237.641.326 jiwa, jumlah ini tersebar di 33 provinsi dan sekitar 57% dari jumlah penduduk tersebut tinggal di pulau Jawa.

2) Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 124 jiwa/km 2 . Wilayah pulau yang paling padat adalah pulau Jawa dengan kepadatan 1055 jiwa/km 2 . Jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk dari beberapa kota/kab yang dilewati oleh jalur pantura dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.22 Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Laju Pertumbuhan

Kepadatan

Jumlah

Kota/Kab

Penduduk per Penduduk

Penduduk

Tahun (%) (jiwa/km 2 ) DKI Jakarta

(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013).

2.4.1.2 Perubahan Mata Pencaharian

a. Overfishing Laut Jawa

Overfishing dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang. Dari sudut pandang Biologi, overfishing dapat diartikan sebagai tingkat mortalitas penangkapan yang lebih besar dari titik maksimum. Dari sisi yang lebih sederhana, overfishing berarti upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan. Secara umum, ciri-ciri perikanan yang mulai mengalami tangkap lebih adalah waktu melaut yang lebih lama, lokasi penangkapan yang semakin jauh, ukuran mata jaring semakin kecil, yang kemudian diikuti dengan penurunan produktivitas (hasil tangkapan per trip).

Sebagian besar sumberdaya ikan di Pantai Utara sekitar jawa Tengah diekploitasi melebihi potensi produksi. Eksploitasi berlebihan yang terjadi pada ikan pelagis besar, pelagis kecil, ikan karang, udang, lobster, dan cumi-cumi dengan rata-rata mencapai 154,99%. Bahkan untuk komoditas udang laut mencapai 52.860 ton/tahun, padahal potensinya hanya 11.400 ton/tahun, atau overfishing hingga 463,68%.

Selain mengakibatkan overfishing, kepadatan di wilayah pantura juga memicu kerusakan ekosistem hutan bakau. 1.219 hektare atau 66,85% hutan bakau yang ada di Jateng dalam kondisi kritis dan rusak. Kerusakan hutan mangrove, mengakibatkan biota laut, seperti ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang kehilangan habitat. Pada saat yang sama, kerusakan hutan bakau mempercepat abrasi di pantai utara Jawa.

Tabel 2.23 Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya ikan Laut di Jawa

Tengah

Jenis sumber daya

Pemanfaatan ikan

Potensi

Produksi

(ton/tahun)

(ton/tahun)

1. Pelagis besar

2. Pelagis kecil

4. Ikan Karang

Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanografi, LIPI.

b. Data Mata Pencaharian

Berikut ini adalah data mata pencaharian dari kota/kab yang dilewati oleh jalur Pantura : 1). Surabaya

Mayoritas mata pencaharian masyarakat surabaya adalah sebagai pegawai swasta sebayak 820.758 orang, pegawai swasta 59.507 orang, bidang perdagangan 5.456 orang, pertanian dan perkebunan dan perkebunan 1.860 orang, nelayan 996 orang, industri 376 orang dan ternak 28 orang.

2). Semarang Tabel 2.24 Jumlah Jenis Pekerjaan

Jumlah (Jiwa)

No Jenis Pekerjaan

26.203 38.945 2 Buruh Tani

52.514 77.706 5 Buruh Industri 185.604 192.473 152.557 152.606 225.897 Buruh

22.195 32.819 9 Pns/Abri

3). Jakarta Mata pencaharian warga jakarta sebanyak 33,92% penduduknya bekerja di bidang perdagangan, restoran dan hotel, sedangkan untuk sektor jasa-jasa menyerap tenaga kerja sebanyak 25,93%, 14,08% penduduknya bekerja di bidang industri pengolahan dan sebanyak 1,97% bekerja di sektor pertanian.

4). Pemalang

Tabel 2.25 Jumlah Penduduk Pemalang

Pensiunan Lain-lain Sendiri

ABRI 1 Moga

5). Indramayu Sekitar 80% masyarakat indramayu bekerja di sektor informal, sektor terbesar yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sektor pertanian dan perikanan. Mata pencaharian di indramayu dibagi ke dalam 4 golongan, yaitu golongan PNS, golongan pekerja swasta, golongan pekerja di sektor informal dan TKI. Indramayu merupakan salah satu daerah pengekspor TKI .

Jumlah produksi perikanan pada tahun 2010 mengalami peningkatan. Jumlah ternak juga terus mengalami peningkatan. Meskipun demikian, nilai produksi perikanan kenaikannya sangat kecil. Ini menunjukkan bahwa meskipun produksinya naik, tapi secara kualitas terjadi penurunan. Menurunnya kualitas ikan di Indramayu terkait dengan pencemaran yang terjadi di sepanjang pesisir pantai Indramayu. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan luas lahan untuk tanaman pangan, namun dalam segi produktivitas terjadi penurunan, pada tahun 2009 tanaman pangan per hektar mampu memproduksi 67 kwintal, sedangkan pada tahun 2010 hanya Jumlah produksi perikanan pada tahun 2010 mengalami peningkatan. Jumlah ternak juga terus mengalami peningkatan. Meskipun demikian, nilai produksi perikanan kenaikannya sangat kecil. Ini menunjukkan bahwa meskipun produksinya naik, tapi secara kualitas terjadi penurunan. Menurunnya kualitas ikan di Indramayu terkait dengan pencemaran yang terjadi di sepanjang pesisir pantai Indramayu. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan luas lahan untuk tanaman pangan, namun dalam segi produktivitas terjadi penurunan, pada tahun 2009 tanaman pangan per hektar mampu memproduksi 67 kwintal, sedangkan pada tahun 2010 hanya

6). Cirebon Untuk mata pencaharian masyarakat Cirebon bervariatif seperti nelayan, pedagang, petani dan industri. Cirebon terkenal dengan mata pencaharian nelayan dimana Cirebon adalah salah satu pemasok terbesar terasi. Hal ini bisa kita urut dari sejarah bahwa Cirebon adalah pelabuhan. Selain itu dari segi nama Cirebon memiliki arti Ci adalah air dan Rebon adalah udang. Di daerah pesisir selatan Cirebon mayoritas masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Di daerah pegunungan atau daerah dekat pusat kota masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai petani. Adapula pabrik-pabrik dan toko-toko sebagai mata pencaharian masyarakat Cirebon.

2.4.1.3 Pengadaan Tanah

a. Tinjauan Umum

Secara garis besar dikenal ada 2 (dua) jenis pengadaan tanah, pertama pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah yang terdiri dari kepentingan umum sedangkan yang kedua pengadaan tanah untuk kepentingan swasta yang meliputi kepentingan komersial dan bukan komersial atau bukan sosial.

b. Data

Lahan yang tersedia di Indonesia memiliki tingkat kebutuhan luasan per orang sebagai berikut.

Tabel 2.26 Kebutuhan Lahan per Orang

No

Fungsi Lahan

Jumlah Area

1 Sebagai lahan energi

2.34 ha/orang

2 Lahan tergradasi

0.20 ha/orang

3 Kebun

0.02 ha/orang

4 Lahan pertanian

0.66 ha/orang

5 Lahan peternakan

0.46 ha/orang

6 Hutan

0.50 ha/orang

Total kebutuhan lahan

4.18 ha/orang

Sumber : Poernomosidhi Poerwo

Berdasarkan data dari Tim Studi Daya Dukung Pulau Jawa Ditjen Taru & Menko Perekonomian pada tahun 2007, data kebutuhan lahan pada Pulau Jawa adalah sebagai berikut:

Tabel 2.27 Jejak Ekologi (Ecology Footprint) Pulau Jawa

Sumber : Tim Studi Daya Dukung Pulau Jawa Ditjen Taru & Menko Perekonomian, 2007

Kondisi Daya No

(juta orang)

(Ha)

(Ha/orang)

(Ha/orang)

(Ha)

-38,222,700 dilampaui 2 Jabar & Banten

4.18 160,261,200 -155,631,200 dilampaui 3 Jateng

4.18 124,104,200 -120,684,200 dilampaui 4 DIY

-11,803,200 dilampaui 5 Jatim

4.18 141,284,000 -136,554,800 dilampaui

Total Pulau Jawa

476,060,200 -462,832,500 dilampaui

Dari data yang didapatkan, diketahui bahwa ketersediaan tanah di pulau jawa yang digambarkan dari beberapa provinsi pada Tabel di atas kondisi yang terjadi adalah sudah sangat minimnya ketersediaan lahan di pulau hingga melampaui batasan yang seharusnya.

2.4.1.4 Kerawanan

a. Tinjauan Umum

Ketertiban, keamanan dan kelancaran (Kamtibcar) dari suatu prasarana dan sarana lalu lintas dapat terwujud atas kerjasama segala pihak dengan mematuhi peraturan yang berlaku.

b. Data Tindak Pidana

Pada jalur pantura dikenal jalur yang sering disebut Jalur Tengkorak. Jalur Tengkorak adalah jalur rawan kecelakaan yang tersebar merata di Jalur Pantura,jalur tengah maupun jalur selatan. Untuk di jalur pantura berada di beberapa tempat berikut:

1. jembatan kali kobong-kali babakan gogo di jalan raya cimohong bulakamba

2. jembatan kecipir – cisanggarung di jalan raya kecipir losari

3. jembatan kaligangsa simpang tiga pertanian brebes dan jembatan pemali – simpang tiga sawojajar.

4. Surabaya - lamongan - tuban

5. Surabaya – mojokerto – nganjuk – madiun – ngawi

6. Kertosono – kediri – tulungagung

7. Surabaya – porong – malang – batu

8. Malang – blitar

9. Surabaya - probolinggo – situbondo – banyuwangi

10. Probolinggo – lumajang – jember - banyuwangi Penyebab kecelakaan di jalur pantura disebabkan oleh minimnya penerangan jalan, padatnya lalu lintas, jalan licin saat hujan, dan juga tingginya kecepatan melaju kendaraan karena jalan bertipe lurus.

2.4.1.5 Kesehatan Masyarakat

a. Tinjauan Umum

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap prang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Wilayah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap prang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Wilayah

b. Data Kesehatan

Berikut ini penyakit-penyakit maupun hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan yang berkembang di daerah sekitar jalur pantura yang ditinjau dari beberapa sampel daerah:

1) HIV/AIDS “Wilayah pantai utara Jawa Barat menjadi daerah dengan jumlah

kasus HIV/AIDS tertinggi di Jawa Barat. Mobilitas penduduk dan jalur transportasi yang padat turut berpengaruh pada pesatnya perkembangan dan tingginya risiko penularan HIV/AIDS di wilayah

pantura.”

“Hal itu dikatakan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional Kemal N Siregar di sela rapat koordinasi penanggulangan

HIV/AIDS sewilayah pantura Jabar di Kota Cirebon, Selasa (6/11). Data KPA Nasional menunjukkan, dari 10.358 penderita HIV/AIDS di Jabar hingga tahun 2012, sekitar 30 persen ditemukan di wilayah pantura, yakni Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, dan Bekasi.”

(sumber: Kompas, 8 november 2012

Wilayah pantura yang memiliki mobilitas yang tinggi memiliki resiko besar dalam penularan penyakit HIV/AIDS. Hal ini kemungkinan disebabkan dari perilaku seks tidak aman dari sebagian para pengguna jalur pantura yang melakukan hubungan dengan pekerja seks tanpa penggunaan kondom sehingga HIV/AIDS dapat menular dengan mudah, baik kepada pelaku hubungan ataupun kepada keluarga seperti istri maupun anak jika istri tertular saat mengandung.

2) Pencemaran udara

Tabel 2.28 tingkat pencemaran udara

Lokasi/Kota

(pg/m3) (ppm)

1 Bandung

6,0-212 0,001-0,50 2 Surakarta

10,0-114,0 0,003-0,020 3 Yogyakarta

34,0-131,0 0,001-0,010 4 Semarang

41,0-189,0 0,003-0,040 5 Surabaya

6,0-212,0 0,001-0,050 6 Denpasar (Bali)

15,0-239,0 0,001-0,010 7 Serang (Banten)

9,0-260,0 0,049-0,276

3) Penduduk pesisir rentan mengalami pencemaran lingkungan yang berimbas pada kesehatan akibat air rob yang meredam pada perumahan;

4) Krisis Air “Di Desa Kalimati Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa

Tengah, warga yang kesulitan mendapatkan air bersih harus mencari

air hingga ke sungai yang jaraknya jauh.” (sumber: Today Energy, 3 september 2013)

5) Masyarakat Indramayu secara kumulatif dari tahun ke tahun terus mengalami penumpukan zat kimia dan bahan beracun lainnya ke dalam tubuh dari perairannya di Indramayu;

Tabel 2.29 Kisaran Kadar Hg-total dalam Berbagai Jenis Sampel Lingkungan di Kampung Truwali+Cemeti dan Desa Rambatan Wetan, Indramayu 1992.

Kampung Truwali+Cemeti

Desa Rambatan Wetan

Kelompok Sampel

Kisaran

Kisaran

Sayuran (μg/kg)

38 0,6-5-,9

Biji- bijian (μg/kg)

Bulu Unggas (μg/kg)

43 tt+33,0

38 4,9-33,0

Tanah (μg/kg)

43 tt+2,3

38 3,9-147,0

Sedimen (μg/kg)

Ikan (μg/kg)

38 tt-13,3

Udara (μg/m3)

Air permukaan (mg/l)

43 tt

38 tt

Air tanah (mg/l)

= tidak terdeteksi

= jumlah sampel

6) Diare “Tegal - Dijelaskan saat ini Indonesia memiliki 20 juta jiwa anak

berumur dibawah 4 tahun. Namun demikian kondisinya masih rentan terhadap serangan penyakit. Kasus diare pada anak masih cukup tinggi. Tahun 2012 lalu kasus diare pada balita di Kota Tegal

me ncapai 4.391 kasus.” (sumber: suara medeka, 28 juni 2012)

“Penemuan penderita diare tahun 2006 sebanyak 41.389 penderita, tahun 2007 sebanyak 46.754 penderita, dan mengalami kenaikan pada tahun 2008 menjadi sebanyak 53.044 penderita.” (sumber: Rencana Pembangunan Jangka menengah daerah kabupaten

tegal tahun 2009-2014)

7) Dari hasil penelitian ditemukan tingginya penderita hipertensi. Tabel 2.30 Jenis Gejala KelainanNeurologik yang dirasakan oleh donor rambut di Kampung Tuwali+Cemeti dan Desa Rambatan

Wetan, 1992. Lokasi

Jenis Gejala

Kampung T+C (n=57)

Desa R (n=65)

n % Daya konsentrasi Menurun

0 0,0 Sulit mengingat

0 0,0 Jalan Sempoyongan

0 0,0 Mudah Tersinggung/marah

0 0,0 Gangguan Psikomotorik

2 3,1 Penurunan daya reaksi

0 0,0 Setiap hari kesemutan

Sudut pandang <80 0 4 7,0

2.4.1.6 Pendidikan

a. Tinjauan Umum

Pendidikan merupakan elemen penting pembangunan dan perkembangan sosial-ekonomi masyarakat. Tidak itu saja, pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup individu, masyarakat dan bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya.

Pembangunan pendidikan di Propinsi Jawa Barat dewasa ini berjalan relatif cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk yang melek huruf dan rata-rata lama sekolah.

b. Data Pendidikan

Menurut data Susenas, persentase penduduk dewasa yang melek huruf di Jawa Barat mencapai sekitar 89,7 persen pada tahun 1996 meningkat menjadi 92,1 persen di tahun 1999, dan menjadi 93,6 persen di tahun 2003. Begitu pula pada rata-rata lama sekolah, pada tahun 1996 rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Barat baru sekitar 6,4 tahun atau tamat SD meningkat menjadi 6,8 tahun di tahun 1999 dan pada tahun 2003 menjadi 7,2 tahun.

Tabel 2.31 Rata-rata lama Sekolah Menurut Jenis kelamin Beberapa Propinsi di

Pulau Jawa Tahun 2001-2002

Rata-rata lama sekolah No

Propinsi

Laki-Laki

Perempuan Jumlah

(6) (7) (8) 1 DKI Jakarta

9,5 9,6 10,0 2 Jawa Barat

6,6 6,9 7,04 3 Jawa Tengah

5,8 6,1 6,4 4 DI Yogyakarta

7,0 7,7 7,8 5 Jawa Timur

(Sumber : BPS, Susenas 2001-2002)

Menurut data hasil Susenas 2001, rata-rata lama sekolah perempuan Jawa Barat mencapai 6,3 tahun sedikit meningkat menjadi 6,6 tahun pada tahun 2002. Jika dibandingkan dengan propinsi lain di Pulau Jawa misalnya, rata-rata lama Menurut data hasil Susenas 2001, rata-rata lama sekolah perempuan Jawa Barat mencapai 6,3 tahun sedikit meningkat menjadi 6,6 tahun pada tahun 2002. Jika dibandingkan dengan propinsi lain di Pulau Jawa misalnya, rata-rata lama

2.4.1.7 Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah

a. Tinjauan Umum

Warisan budaya sendiri didefinisikan sebagai an expression of the ways of living developed by a community and passed on from generation to generation, including customs, practices, places, object, atrictic expression and values. Cultural heritage is often expressed as either tangible or intangible. Kriteria warisan budaya dapat dilihat secara international, nasional, regional, maupun lokal. Kriteria warisan budaya secara nasional/internasional adalah segala sesuatu yang:

- Mempunyai nilai penting (sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya) - Merupakan karya agung (masterpiece/adiluhung) - Mengandung keunikan atau kelengkapan - Merupakan contoh terkemuka dari bangunan arsitektur, pemukiman

tradisional, teknologi, lansekap, kategori klaster (merupakan beberapa tinggalan)

- Merupakan budaya serupa, border (serumpun melayu), merupakan kebudayaan bersinambungan dalam rentang masa tertentu (series).

b. Data

Salah satu ciri atau cerminan ekspresi dari masyarakat pantura adalah adanya kesenian musik yang bernama Dangdut Koplo. Dangdut koplo merupakan hasil inovasi dari musik Melayu atau yang biasa di sebut dangdut. Yang membuat berbeda dangdut koplo dengan dangdut biasa adalah komposisi musiknya yang lebih ngoplo (membuat orang ketagihan) ditambah dengan goyangan penyanyinya yang heboh.

1) Dangdut Koplo dari Perspektif Etnometodologi

Munculnya dangdut koplo di masyarakat, tentu tidak lepas dari faktor sosialnya. Perlu kiranya kita kaji dangdut koplo dengan pendekatan etnometodologi. Secara garis besar etnometodologi adalah analisis terhadap metode-metode yang digunakan manusia untuk merealisasikan kegiatan sehari-harinya. Pendekatan ini tepat karena dangdut koplo yang muncul Munculnya dangdut koplo di masyarakat, tentu tidak lepas dari faktor sosialnya. Perlu kiranya kita kaji dangdut koplo dengan pendekatan etnometodologi. Secara garis besar etnometodologi adalah analisis terhadap metode-metode yang digunakan manusia untuk merealisasikan kegiatan sehari-harinya. Pendekatan ini tepat karena dangdut koplo yang muncul

Tarling

2.4.1.8 Pola Interaksi

a. Tinjauan Umum

Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat . Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto di dalam pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling berhadapan antara satu sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan –kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.

b. Data analisis keadaan sosial

Pantura jawa barat merupakan jalur strategis yang menghubungkan kota serang Jakarta – Cirebon – Semarang . Masyarakat wilayah ini memiliki karakteristik khas sebagai masyarakat heterogen yang terbuka terhadap perubahan. Namun mobilitas interaksi yang tinggi memicu rawan konflik karena interaksi memberikan konsekuensi terhadap pergesekan budaya, komunikasi dan sosial baik antar kelas sosial maupun budaya yang berbeda. Kerusuhan yang terjadi berupa kerusuhan baik antar warga maupun warga dengan aparat merupakan gambaran disharmoni pada masyarakat tersebut.

Konflik sosial yang terjadi berupa kerusuhan baik antar-warga

maupun warga dengan aparat merupakan gambaran adanya disharmoni pada masyarakat Pantura Jawa Barat. Pada saat ini, masyarakat di daerah tersebut sangat peka terhadap keriuhan massal. Isu rasial, perbedaan akses terhadap sumber daya setempat, primodialisme dan tekanan penguasa merupakan faktor- maupun warga dengan aparat merupakan gambaran adanya disharmoni pada masyarakat Pantura Jawa Barat. Pada saat ini, masyarakat di daerah tersebut sangat peka terhadap keriuhan massal. Isu rasial, perbedaan akses terhadap sumber daya setempat, primodialisme dan tekanan penguasa merupakan faktor-

Ciri khas masyarakat pantura:

1. Memiliki mentalitas frontier (chiras, 1985) yaitu sebagai perintis,

2. Masyarakat mobile (moran, 1978) yaitu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat,

3. Latar belakang budaya heterogen sehingga berpotensi saling melengkapi dan membentuk sub kultural baru,

4. Potensi sosial yang dimiliki merupakan faktor penunjang rekayasa sosial untuk memperkenalkan pendekatan pembangunan masyarakat. Disisi lain rawan konflik dengan potensi sebagai berikut: a)

Interaksi masyarakat jika tidak dikelola dengan seksama maka akan mengarah kepada tindakan kriminal yang menyebabkan terabaikan dari upaya pembangunan sehingga akselerasi pembangunan menjadi rendah

b) Potensi menunjang tapi konflik sama dengan potensi yang dimiliki tidak berkembang, sehingga bisa saja menjadi tertutup, bodoh dan miskin

c) Digunakannya mentalitas frontier ke arah negatif mennjadi arogan dan hegomoni

Perbedaan akses terhadap sumber daya setempat menyebabkan konflik kepentingan berkembang, sebagai contoh terdapat perbedaan yang jelas antara kelompok masyarakat nelayan, petani, dan petambak.

2.4.1.9 Moralitas Masayarakat Pantura

a. Prostitusi Dunia pelacuran atau prostitusi sebagai masalah sosial dalam kehidupan

manusia sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Salah satu usaha menaggulanginya adalah merehabilitasi sosial melalui pendidikan moral, agama, latihan-latihan kerja dan pendidikan keterampilan agar kreatif dan produktif.

Salah satu penyebab timbulnya prostitusi adalah untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan dengan jalan pendek, kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf sehingga menghalalkan pelacuran. Terlebih lagi dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang membuat mereka semakin terpuruk.

Modus terjadinya prostitusi di kalangan pedagang di jalan pantura dapat diihat dalam gambar berikut.

Gambar 2.62 Modus Prostitusi di Pantura Jawa

(Sumber: FISIP UNS) (Sumber: FISIP UNS)

Semarang dan Surabaya terus bertambah setiap bulannya. Peningkatan jumlah pengemis ini karena wilayah tersebut merupakan medan magnet untuk para pengemis mengais rejeki. Pengemis ini kebanyakan berasal dari daerah-daerah pesisir pantura.

Seperti kasus di Kota Tegal, pengemis, gelandangan dan orang telantar (PGOT) yang terkena razia selama tahun 2007 menunjukkan peningkatan dibanding tahun 2006. Menuruti data Kantor Kesejahteraan Sosial, dari razia sebanyak 12 kali yang dilakukan pada tahun 2007, jumlah PGOT yang terjaring adalah 295 orang. Sedangkan pada tahun 2006 dari razia sebanyak 12 kali yang terjaring cuma sebanyak 203 orang.

Pada masa lebaran atau mendekati hari raya idul, ada pemandangan yang kurang mengenakkan di sepanjang jalur Pantura, Cirebon, Jawa Barat, dengan banyaknya para peminta-minta (pengemis) yang menghampiri setiap lapak rest area bagi pemudik. Para pengemis yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak, hampir tiap 10 menit sekali datang silih berganti, seolah memanfaatkan betul keramaian arus mudik lebaran karena banyak pemudik yang beristirahat di Jalur Pantura Cirebon.

2.4.2 EKOLOGI

2.4.2.1 Tinjauan umum

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungan dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik.

Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan

1. Lingkungan Biologi

a. Pengaruh Terhadap Flora Rencana pembangunan prasarana pada suatu lokasi harus memperhatikan kemungkinan adanya vegetasi langka yang harus dilindungi pada rencana lokasi pembangunan atau wilayah pengaruhnya. Keberadaan vegetasi- vegetasi semacam ini dapat menjadi kendala bagi kelanjutan pembangunan apabila diperkirakan akan timbul gangguan dari dampak pembangunan terhadap kelangsungan keberadaan vegetasi-vegetasi tersebut dan tidak tersedianya alternatif untuk mempertahankan keberadaan vegetasi tersebut. Informasi mengenai keberadaan vegetasi asli atau langka tersbut biasanya tersedia pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam terdekat atau Dinas Kehutanan. Selain keberadaan vegetasi langka dan vegetasi asli, rencana pembangunan prasarana harus memperhitungkan dampak lain terhadap vegetasi, seperti terjadinya perubahan kerapatan dan keragaman vegetasi. Konsultasi dengan ahli biologi dan konservasi kehutanan sangat disarankan apabila dampak ini diperkirakan akan terjadi.

b. Pengaruh Terhadap Fauna Pembangunan prasarana baru akan berpengaruh terhadap fauna yang ada di sekitar lokasi pembangunan. Pelaksanaan pembangunan maupun operasional infrastruktur dapat mengganggu habitat fauna tertentu karena jalan dapat menjadi pembatas pergerakan binatang sehingga wilayah b. Pengaruh Terhadap Fauna Pembangunan prasarana baru akan berpengaruh terhadap fauna yang ada di sekitar lokasi pembangunan. Pelaksanaan pembangunan maupun operasional infrastruktur dapat mengganggu habitat fauna tertentu karena jalan dapat menjadi pembatas pergerakan binatang sehingga wilayah

2. Lingkungan Fisika-Kimia

1. Tanah Penelitian terhadap tanah yang meliputi kesuburan tanah dan tata guna lahan, juga harus dilakukan dalam rencana pembangunan prasarana baru. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan struktur tanah terhadap pemanfaatan lahan di sekitar lokasi tersebut.

2. Kualitas Air Air merupakan komponen lingkungan yang sangat pentng bagi kehidupan. Adanya perubahan terhadap kualitas air akan menimbulkan dampak ngeatif terhadap habitat dan lingkungan sekitarnya. Rencana pembangunan prasarana baru juga harus memperhatikan kualitas air yang ada di sekitar lokasi pembangunan, baik air permukaan maupun air tanah, karena akan berpengaruh terhadapa konstruksi dari jalan yang akan dibangun tersebut.

3. Polusi Udara Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang kualitas udara mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45/10/1997 mengenai standar polusi udara, dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35/10/1993 mengenai buangan dari kendaraan bermotor, serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang baku mutu udara.

4. Kebisingan dan Vibrasi

Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang kebisingan mengacu pada pedoman teknis prediksi kebisingan akibat lalu lintas Nomor Pd. T-10-2004-B dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48-11-1996 mengenai bunyi di lingkungan. Sedangkan untuk penilaian prakiraan dampak penting dan nilai ambang getaran/vibrasi mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 49/11/1996 mengenai getaran.

2.4.2.2 Data Ekologi

1. Rusaknya Hutan Mangrove dan Terumbu Karang

a. Hutan Mangrove Hutan bakau atau mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Salah satu fungsi utama hutan mangrove adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan mangrove. Sedangkan di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain. Penyebaran hutan mangrove di Pantai Utara Jawa mengalami pengikisan karena telah tergantikan oleh kebutuhan

lahan penduduk ( 1 ). Kawasan hutan mangrove di Jawa Tengah pun semakin terkikis, contohnya di Pemalang yaitu kawasan hutan mangrove seluas 72 hektar yang sudah tertanam rapi, sebagian baru tumbuh dan ada pula yang telah tinggi hingga rindang (Pemkab Pemalang, 2012). Kemudian, data yang dihimpun dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah menyebutkan setidaknya dari 60.000 hektar luas Pantai Utara Jawa Tengah, saat ini hanya sekitar 10.000 hektar yang memiliki hutan mangrove. Selanjutnya, kerusakan hutan mangrove paling luas terjadi di Kabupaten Pati yang mencapai 17.000 hektar dan Kabupaten Demak mencapai 8.600 hektar. Area itu terlihat menganga tanpa tanaman mangrove sebagai sabuk pengaman alami.

Ronaldo Versus Birokrasi Pengelolaan Hutan Mangrove yang Lamban, 2013

Data lain dari Dinas Kehutanan Jawa Tengah menyebutkan terdapat 14 kabupaten/kota yang kawasan hutan mangrovenya masuk kategori rusak berat yaitu Kabupaten Cilacap, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Jepara, ati, Rembang, Kota Tegal, Pekalongan dan Semarang. Persentase yang dikeluarkan oleh Direktur Pelaksana Bina Karta Lestari (Bintari) Fery Prihantoro (Tahun 2013), sekitar 90% kondisi hutan mangrove di Pantai Utara Jawa Tengah rusak, baik karena peralihan fungsi lahan atau abrasi.

Selanjutnya, kawasan mangrove di Pantai Utara Jawa Barat mencapai 33.566,35 hektar, dengan kawasan yang mengalami kerusakan sejumlah 20.540,37 hektar atau sekitar 61,2% dan berubah fungsi sejumlah 7.539,55 hektar atau 22,5%. Kerusakan mangrove terparah terdapat di Kabupaten Indramayu, dengan jumlah kerusakan mencapai 13.489,35 hektar atau sekitar 75,9% dari luas wilayah hutan mangrove yang ada. Sedangkan upaya rehabilitasi hanya mencapai kurang dari seperempatnya yaitu 4.325 hektar saja. Sedangkan kawasan hutan mangrove yang mengalami perubahan fungsi terbesar terdapat di Kabupaten Karawang, mencapai

6988,75 hektar atau sekitar 70% dari luas total hutan mangrove ( 2 ). Pada Pantai Utara Jakarta terdapat SMMA (Suaka Margasatwa Muara Angke) yang memiliki vegetasi awal magrove dengan keanekaragaman cukup tinggi, namun akibat tingginya tingkat kerusakan hutan di wilayah ini, saat ini diperkirakan hanya tinggal 10% yang tertutup oleh vegetasi berpohon-pohon. Kemudian terdapat Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk dengan luas 99,82 hektar

ada di Jakarta (http://tataruangindonesia.com, 2013). Pantai Utara Jawa sebelah barat yang membentang dari Pelabuhan Merak sampai Taman Nasional Ujung Kulon dengan panjang lebih dari 115 km itu, kini diramaikan oleh berbagai jenis olah raga, wisata,

yang merupakan

satu-satunya

yang

deretan bangunan villa, cottage, dan hotel ( 3 ).

Hutan mangrove yang telah dikonservasi menjadi tambak-tambak udang dan ikan sepanjang Pantai Utara Jawa biasanya berproduksi secara optimal hanya dalam periode lima tahun pertama. Setelah itu, tambak-tambak tersebut tidak lagi produktif dan akhirnya cenderung dibiarkan terbengkalai menjadi lahan kritis.

Tabel 2.32 Kerusakan Mangrove di Pantura

No Daerah Luas Kerusakan Mangrove (Hektar)

1 Pati, Jawa Tengah

2 Demak, Jawa Tengah

3 Jawa Barat 20.540,37

4 Indramayu 13.489,35

Sumber: http://ppejawa.com/ekoregion/kerusakan, 2012

b. Terumbu Karang Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosi dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae (Castro P & Huber ME, 2005). Penyelematan terumbu karang di kawasan pantai utara Jawa Timur sangat memprihatinkan. Saat ini, pembuatan terumbu karang buatan hanya dilakukan di dua daerah, yaitu Kabupaten Situbondo dan Sampang dengan jumlah 100 unit terumbu karang buatan. Padahal 60 persen terumbu karang di sepanjang pantai utara Jawa Timur rusak parah. Penyelematan terumbu karang dilakukan di Situbondo dengan memasang sebanyak 50 unit terumbu karang buatan dan di Sampang dengan 50 unit terumbu karang buatan. Setiap unit terumbu karang buatan berisi lima kubus sehingga total terdapat 500 kubus terumbu karang yang tertanam

di laut ( 4 ). Setiap bulan, sekitar 20 ton terumbu karang pantai utara Jatim diambil. Pengambilan terumbu karang melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang konservasi sumberdaya ikan. Sedikitnya 43% areal terumbu karang di Indonesia rusak parah. Kerusakan itu yang terbesar terjadi di bagian barat Indonesia, termasuk pantai utara Jawa (pantura). Catatan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menunjukkan, hanya 6,2% terumbu karang yang masih baik, sebagian besar berada di wilayah timur Indonesia. Sementara itu 22% terumbu karang masuk kategori (2)

http://ppejawa.com/ekoregion/kerusakan, 2012 baik dan 28,8% lainnya dalam kondisi terancam rusak. (3) www.dephut.go.id/uploads/INFORMASI/RRL/STS_Mangrove.HTM, 2009

Pencemaran air dan penangkapan ikan merupakan salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang. Di seluruh Indonesia, Pencemaran air dan penangkapan ikan merupakan salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang. Di seluruh Indonesia,

2. Tanah

Jenis tanah yang terdapat pada Pantai Utara Jakarta adalah tanah aluvial dan latosol. Tanah aluvial adalah tanah yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. Tanah latosol adalah tanah yang banyak mengandung zat besi dan alumunium.

Di Pantura, kondisi hidrologi dikontrol oleh aliran sungai-sungai dengan debit aliran dan beban sedimen yang tinggi, khususnya pada musim penghujan, dan kondisi airtanah pada umumnya berasa payau hingga asin, yang hampir merata di

seluruh satuan dataran pantai yang berlumpur atau endapan aluvium ( 5 ).

3. Hilangnya Ekoton di Daerah Pantura

Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1983 dalam Kaswadji, 2001). Sebagai daerah transisi, ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang secara berangsur-angsur menghilang dan diganti oleh spesies lain yang merupakan ciri ekoton, dimana seringkali kelimpahannya lebih besar dari dari komunitas yang mengapitnya.

Ekosistem mangrove merupakan kawasan ekoton antara komunitas laut

Surabaya, http://kompas.com

dengan pantai dan daratan, sehingga memiliki ciri-ciri tersendiri ( 6 ). Komunitas ini sangat berbeda dengan komunitas laut, namun tidak berbeda tajam dengan komunitas daratan dengan terbentuknya rawa-rawa air tawar sebagai zona antara.

Hutan mangrove terbentuk karena adanya perlindungan dari ombak, masukan air tawar, sedimentasi, aliran air pasang surut, dan suhu yang hangat ( 7 )( 8 ). Proses internal pada komunitas ini seperti fiksasi energi, produksi bahan organik dan daur hara sangat dipengaruhi proses eksternal seperti suplai air tawar dan pasang surut, suplai hara dan stabilitas sedimen ( 9 ). Faktor utama yang mempengaruhi komunitas ini adalah salinitas, tipe tanah, dan resistensi terhadap arus air dan gelombang laut ( 10 )( 11 ). Faktor-faktor ini bervariasi sepanjang transek dari tepi laut ke daratan, sehingga dalam kondisi alami, dimana campur tangan

manusia terbatas, dapat terbentuk zonasi vegatasi ( 12 ).

Beda halnya dengan ekoton yang berada di wilayah Pantura yang mulai hilang akibat terlalu banyak campur tangan manusia, sehingga banyak hutang mangrove yang ditebang dan dialihfungsikan. Hilangnya ekton Pantura dapat mempengaruhi berbagai hal, tidak hanya bencana rob namun juga untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami.

4. Kualitas Air

Di Pantai Utara Jawa Tengah saat ini hanya 24% dari jumlah seluruh kebutuhan air bersih yang dapat disediakan dari air sungai sedangkan 76% dipasok dari air tanah yang diusahakan oleh penduduk setempat ataupun PDAM. Pada kenyataannya tidak semua penggunaan air bawah tanah mempunyai ijin resmi, sehingga inventarisasi data sumur-sumur eksploitasi yang memperoleh ijin resmi akan dilakukan dalam kajian ini.

Jumlah sumur bor produksi pada tahun 1900 hanya 16 buah dengan pengambilan 427.050 m 3 /tahun, sedangkan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1194 buah dengan pengambilan 45.032.906 m (5) 3 http://ppejawa.com/ekoregion/kerusakan, 2012 /tahun. Besarnya pengambilan ini menyebabkan penurunan muka air tanah sehingga membentuk kerucut depresi (6) Dahuri, et all, Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan lautan Secara Terpadu, 1996

Walsh, G.E, Ecology of Halophytes, 1974 muka air tanah berbentuk elips, selanjutnya akan menimbulkan amblesan tanah. (8) Goldman, R.C and Horne, Lymnology, 1983

Tabel 2.33 Perbandingan Jumlah Sumur Bor Tahun 1990 dan 2002

JUMLAH SUMUR VOLUME YANG DIAMBIL TAHUN

BOR

(m 3 /tahun)

Sumber: Olahan Kelompok 3

Penurunan kualitas air tanah akibat intrusi air laut diperlihatkan oleh peningkatan nilai Daya Hantar Listrik (DHL) dan jumlah unsur klorida ( 13 ). Air Bersih untuk Masyarakat Miskin Pantura Dampak kekeringan yang terjadi semakin memperparah kondisi kehidupan masyarakat pantura. Penyediaan air bersih relatif susah didapatkan, karena struktur geologi dan morfologi pantura menrupakan endapan lanau berpasir, endapan aluvium dengan kemiringan kurang dari 5 %. Potensi air bersih yang bersumber dari air tanah di wilayah pantura secara umum tidak layak minum, mengingat pantura merupakan zona infiltrasi air laut. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kecenderungan semakin tingginya tingkat pencemaran air tanah dan air permukaan, sehingga secara fisik, kimia, dan bakteriologis, kandungan air tanah dan air permukaan pantura harus diolah terlebih dahulu agar layak minum.

Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Jabar, Ir. H. Setia Hidayat mengemukakan bahwa di wilayah Pantura sedikitnya terdapat 5 juta masyarakat miskin yang rata-rata belum bisa menikmati air bersih. Jumlah masyarakat miskin di Jabar mencapai 9,5 juta jiwa yang tersebar di beberapa daerah. 50% dari jumlah tersebut berada di wilayah pantura.

Blasco, F, Outlines of Ecology and Forestry of The Mangals of The Indian Subcontinent, 1992

Chapman, V.J, Wet Wet coastal formations of Indo Malesia and Papua-New Guinea. In Begitulah, keadaan mereka memang sangat memprihatinkan. Mereka Ecosystems of the World 1: Wet Coastal Ecosystems, sering kesulitan mendapatkan air bersih, terutama pada saat musim kering. Selama 1992

Steenis, Ecology of Mangroves. In Flora Malesiana, 1958

musim kemarau panjang, kebutuhan air masyarakat dipasok PDAM dengan (12) Giesen, W, International Seminar on Coastal Zone Mangement of Small Island, 1993 Ecosystem, Ambon

menggunakan mobil tangki. Di samping itu, mereka terpaksa membeli air bersih dalam jerigen yang dijual antara Rp 1.000,00 hingga Rp 1.500,00 per jerigen.

5. Polusi Udara

Kawasan pantai utara Jawa atau pantura saat ini memang perlu perhatian serius dari berbagai pihak. Di satu sisi beban polusi udara tinggi akibat emisi Kawasan pantai utara Jawa atau pantura saat ini memang perlu perhatian serius dari berbagai pihak. Di satu sisi beban polusi udara tinggi akibat emisi