Elevated Toll Road
2.2.1 Elevated Toll Road
Elevated toll road merupakan jalan tol yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari daerah/kawasan yang menghadapi permasalahan lalu lintas, melewati persilangan kereta api, melewati kawasan kumuh/pasar, ataupun melewati daerah rawa-rawa yang selalu terendam air. Namun pada kasus ini model jalan tol melayang digunakan untuk melintasi laut.
Rencana penggunaan elevated toll road sebagai desain struktur jalan tol lintas laut Jakarta-Surabaya dikarenakan banyak faktor. Faktor keamanan menjadi salah satunya, karena dengan adanya beda tinggi antara lantai kendaraan dengan permukaan laut, secara tidak langsung akan mengurangi dampak langsung dari kondisi laut terhadap aktifitas jalan tol.
2.2.1.1 Referensi dari Luar Negeri
Untuk merencanakan desain struktur atas dari jalan tol lintas laut Jakarta- Surabaya, maka perencanaan ini dapat mengacu pada jembatan terpanjang di dunia, yaitu Jembatan Teluk Jiaozhou atau yang biasa disebut Jembatan Qingdao Haiwan di Cina, dan juga Jembatan Incheon di Korea Selatan.
A. Jembatan Teluk Jiaozhou (Jembatan Qingdao Haiwan) Jembatan yang berada di Provinsi Shandong, Cina ini melintasi Teluk
Jiaozhou, menghubungkan Distrik Qingdao dengan Distrik Huangdao. Dengan panjang totalnya 41,58 km dan lebarnya 35 m, jembatan ini mempunyai 6 lajur untuk kendaraan bermotor dengan 2 bahu jalan, diharapkan dapat menampung 30.000 mobil per hari. Jembatan ini mempunyai simpangan berbentuk T yang mengarahkan ke pintu masuk/keluar utama di Distrik Huangdo dan Distrik Licang.
Gambar 2.29 Gambaran Besar Rute dan Fisik Jembatan Teluk Jiaozhou
Sumber: strangeorwhat.com, dailymail.co.uk, 2011
Gambar 2.30 Jalur Lalu Lintas Jembatan Teluk Jiaozhou
Sumber: dailymail.co.uk, 2011
Jembatan ini menggunakan desain jembatan kabel penahan dengan materialnya beton pratekan dan dibangun dengan metode konstruksi suspension self-acnhored bridge . Jembatan ini mulai dibangun pada akhir 2007 dan selesai pada awal 2011 dengan memperkerjakan lebih dari 10.000 orang dan biaya yang Jembatan ini menggunakan desain jembatan kabel penahan dengan materialnya beton pratekan dan dibangun dengan metode konstruksi suspension self-acnhored bridge . Jembatan ini mulai dibangun pada akhir 2007 dan selesai pada awal 2011 dengan memperkerjakan lebih dari 10.000 orang dan biaya yang
Gambar 2.31 Tampak Atas Simpangan “T” pada Jembatan Teluk Jiaozhou
Sumber: maps.google.com, 2013
Gambar 2.32 Rute Jembatan Teluk Jiaozhou
Sumber: maps.google.com, 2013
B. Jembatan Incheon Jembatan ini berada di Korea Selatan sebagai penyambung antara Pulau
Yeongjong dengan Incheon, karena tujuan utamanya untuk menyediakan akses langsung antara Songdo dengan Bandara Internasional Incheon. Dengan panjang totalnya 21,38 km dan lebarnya 33,4 m, jembatan ini mempunyai 6 lajur untuk kendaraan bermotor dengan 2 bahu jalan.
Gambar 2.33 Gambaran Besar Jembatan Incheon
Sumber: rjkoehler.com, halcrow.com, 2012; wikimedia.org, 2009
Jembatan ini menggunakan desain jembatan kabel penahan dengan materialnya box girder deck pracetak pratekan. Jembatan ini mulai dibangun pada tahun 2005 dan selesai tahun 2009 dengan menghabiskan biaya sekitar US$ 1,4 milyar atau Rp 12 triliun. Jembatan ini didesain agar tahan gempa karena berada di wilayah seismik aktif.
Gambar 2.34 Rute Jembatan Incheon
Sumber: maps.google.com, 2013
2.2.1.2 Perencanaan Elevated Toll Road
Untuk elevated toll road ini, komponen struktur atasnya terdiri dari pelat sebagai lantai kendaraan dan tiang sebagai penyangga lantai kendaraan. Lantai kendaraan merupakan tempat kendaraan melintas dan langsung menerima beban lalu lintas yang harus dipikul, maka dari itu lantai ini harus direncanakan sesuai dengan kendaraan yang akan melintas. Sedangkan untuk tiang penyangga, tentunya harus mampu menahan beban lantai kendaraan dan juga dampak langsung dari kondisi laut. Dengan material yang dipakai sebagai berikut:
a. Lantai Kendaraan (slab)
1) Beton mutu K-500,
f’c
= 41,5 Mpa
2) Modulus elastisitas,
E = 30277,63 Mpa
3) Poisson ratio,
4) Modulus geser,
G = 12615,68 Mpa
5) Koefisien muai panjang,
= 10 α -5 /ºC
6) Mutu baja tulangan.
BjTD 40
7) Tegangan leleh baja,
f y = 392 Mpa
8) Massa jenis bahan,
Beton bertulang (w c )
= 25 KN/m 3
Beton tidak bertulang (w’ c ) = 24 KN/m 3
Aspal padat (w a )
= 22 KN/m 3
Air (w w )
= 9,8 KN/m 3
Tanah kering (w s )
=12,32 KN/m 3
Tanah basah (w s ’)
=16,99 KN/m 3
b. Tiang Penyangga
1) Beton mutu K-600,
f’c
= 49,8 Mpa
2) Modulus elastisitas,
E = 33167,48 Mpa
3) Poisson ratio,
4) Modulus geser,
G = 13819,79 Mpa
5) Koefisien muai panjang, α
= 10-5 /ºC
6) Mutu baja tulangan.
BjTD 40
7) Tegangan leleh baja,
fy
= 392 Mpa
8) Massa jenis bahan,
Beton bertulang (wc)
= 25 KN/m3 Beton tidak bertulang (w’ c ) = 24 KN/m 3
Aspal padat (w a )
= 22 KN/m 3
Air (w
= 9,8 KN/m w 3 )
Tanah kering (w s )
=12,32 KN/m 3
=16,99 KN/m ’) 3 Karena pada struktur atas jalan tol elevated terdapat 2 komponen struktur, maka perhitungan dibagi menjadi perhitungan slab dan tiang.
Tanah basah (w s
a. Perhitungan slab Untuk slab, maka beban-beban yang dihitung dalam perancangan ini adalah berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas, beban rem, tekanan tanah, beban angin, pengaruh temperatur, dan beban gempa. Untuk lebih jelasnya, pembebanan yang akan dihitung dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.4 Pembebanan untuka Slab
1 Berat Sendiri (Q MS )
37,5 kN/m
2 Berat Mati Tambahan (Q MA ) 5,745 kN/m
3 Lalu lintas P TT 140 kN
4 Beban Angin (Q EW )
1,008 kN/m
Sumber: Hasil Olahan, 2013
Dimensi pelat yang akan direncanakan adalah pelat dengan tebal (h) 1500 mm, jarak antara pusat tulangan dengan tepi beton (d s ’) 125 mm, dan ditinjau lebar pelat (b) sebesar 1000 mm. Maka perhitungan pelat dapat dilakukan dengan cara:
d =h-d' s
= 1500 - 125 = 1375 mm
41,5 - 30 β = 0,85 - 0,05 1
Dari data dan perhitungan di atas, bisa ditentukan nilai faktor momen pikul maksimum (K maks ) dengan cara:
382,5 β f ' 600+f - 225 β 1 c y 1
K maks =
600+f y
382,5 0,768 41,5 600+392- 225 0,768
= 10,147 MPa
Besar momen ultimit rencana (Mu) yang didapatkan dari analisis struktur adalah sebesar 11440,515 kNm. Sehingga bisa dihitung nilai faktor momen pikul (K) dengan cara:
K=φbd 11440,515 10 6
0,8 1000 1375 2 = 7,564 MPa
Karena nilai K lebih kecil dari Kmaks, maka ukuran pelat sudah cukup untuk digunakan. Selanjutnya dihitung tinggi blok tegangan tekan beton persegi ekivalen (a) yang dapat dihitung sebagai berikut:
2K
a = 1 - 1- d
0,85 f ' c
= 1 - 1- 1375
0,85 41,5 = 335,858 mm
Luas tulangan pokok ditentukan dengan memilih nilai yang terbesar dari tiga pilihan berikut:
0,85 f ' a b c
= 30222,94 mm 2 f' c
2) A= s bd 4f y
4 392 = 452,679 mm 1,4
3) A= s
bd
4f y
Dari ketiga nilai diatas, dipilih yang terbesar. Maka dipilih nilai luas tulangan sebesar 30222,94 mm2. Karena tulangan rangkap, maka dipakai luas tulangan 15111,47 mm2. Tulangan pokok yang digunakan adalah tulangan ulir dengan diameter 40. Maka jarak antar tulangannya bisa dihitung sebagai berikut:
Dipilih jarak tulangan sebesar 125 mm. Maka tulangan pokok yang digunakan pada pelat lantai atas adalah D50 – 125. Setelah tulangan pokok dihitung, maka dihitung tulangan bagi. Luas tulangan bagi yang dibutuhkan yaitu sebesar 20% dari luas tulangan pokok. Maka luas tulangan bagi di dapat sebagai berikut:
s,b A = 20% A s
= 20% 15111,47 = 3022,294 mm 2
Dengan luas yang didapat, maka jarak antar tulangan bagi dapat dihitung sebagai berikut:
4 πDb s
3022,294 336,619 mm
Dipilih jarak tulangan sebesar 300 mm. Maka tulangan bagi yang digunakan pada pelat lantai atas adalah D36 – 300.
b. Perhitungan tiang Sebelum perhitungan dilakukan, diasumsikan bentuk dan dimensi tiang seperti pada Gambar 2.6 dan detail dimensi pada Tabel 2.2.
Gambar 2.35 Dimensi Tiang Penyangga Sumber: Hasil Olahan, 2013
Tabel 2.5 Dimensi Tiang Penyangga
Inersia No Lebar Tinggi Luas
Jarak
Statis Inersia
Alas
Momen
2 b h A y A.y A.y I
26,922 108,848 7,722 Sumber: Hasil Olahan, 2013
total 8,6875
Untuk tiang, maka beban-beban yang dihitung dalam perancangan ini adalah berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas, beban angin, dan beban gempa.
Tabel 2.6 Pembebanan untuk Tiang
1 Berat Diafragma (Q D )
303,75 kN/m
2 Berat Balok Prategang (Q B ) 270,286 kN/m
3 Berat Sendiri Total (Q MS ) 574,036 kN/m
4 Berat Mati Tambahan (Q MA ) 26,222 kN/m Lalu lintas
5 - P TD 61,6 kN - Q TD 3,940 kN/m
6 Beban Angin (Q EW ) 1,008 kN/m
7 Beban Gempa (Q EQ ) 3,281 kN/m Sumber: Hasil Olahan, 2013 Setelah didapatkan gaya dalam yang bekerja, maka hitung jumalh
tendon yang dibutuhkan dengan cara: P t = 5894,932 kN P b1 = 3559,08 kN
0,85 0,80 P b 1
Didapatkan jumlah tendon yang dibutuhkan sebanyak 2,43 buah, shingga dibulatkan menjadi 3 buah tendon. Untuk penulangan, digunakan tulangan diameter 36 dengan As sebesar 0,0010174 m2. Hasilnya bisa dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.7 Perhitungan Penulangan Tiang
Bawah Atas Badan
As Butuh 0,013
n Hitung 12,901 15,051 14,744
n Pakai
Sumber: Hasil Olahan, 2013
Setelah dilakukan perhitungan, maka untuk alternatif jalan tol elevated didapatkan tulangan pokok untuk slab adalah D50 – 125 dan tulangan baginya adalah D36 – 300. Sedangkan untuk tiang, didapatkan jumlah tendon yang dibutuhkan, yaitu 3 dan penulangan dengan tulangan diameter 36 untuk tiang bagian bawah sebanyak 13, atas sebanyak 16, dan badan sebanyak 15. Untuk jelasnya, dapat dilihat Gambar 2.8 untuk pemodelan jalan tol elevated dan Gambar
2.9 untuk ilustrasi penulangan tiang.
Gambar 2.36 Pemodelan Elevated Toll Road
Sumber: Hasil Olahan, 2013
Gambar 2.37 Ilustrasi Penulangan Tiang
Sumber: Hasil Olahan, 2013
2.2.1.3 Perbandingan dengan Referensi
Dalam merencanakan jalan tol lintas laut Jakarta-Surabaya, tentunya dapat dibandingkan dengan jalan lintas laut yang sudah ada seperti Jembatan Teluk Jiaozhou dan Jembatan Incheon sebagai acuan. Perbandingan dapat dilihat [ada Tabel 2.5.
Tabel 2.8 Perbandingan Jembatan Jiaozhou, Incheon, dan JTAL JKT-SBY
Jembatan
Rencana Awal Jalan
Jembatan
Teluk
Tol Lintas Laut
Incheon
Jakarta-Surabaya Panjang
6 lajur kendaraan
Jumlah Lajur
kendaraan
kendaraan
bermotor + 2 lajur
bermotor
bermotor
kereta api
Waktu
4 tahun
4 tahun
10 tahun
Pembangunan
Dalam rencananya, jalan tol lintas laut Jakarta-Surabaya akan selesai dibangun dalam 10 tahun. Hal ini memungkinkan jika pembangunan dilakukan dengan cara membagi titik pembangunan menjadi 7, yaitu pada wilayah Jakarta, Semarang, Surabaya, Indramayu, Pemalang, Pekalongan, Tuban. Pembangunan pada tiap titik dilakukan bersama dengan metode konstruksi jembatan kantilever hingga setiap titik saling terkoneksi.