ANALISIS SISTEM KEBIJAKAN JALAN TOL ATAS

ANALISIS SISTEM KEBIJAKAN JALAN TOL ATAS LAUT JAKARTA-SURABAYA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS GUNADARMA 2013

ABSTRAK

Analisis sistem (system thinking) merupakan satu kesatuan dari berbagai komponen yang terkait untuk mencapai suatu tujuan. Analisis sistem mengajarkan untuk memikirkan segala sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu.(Peter Senge,1990). Dalam memahami analisis sistem kita dapat terapkan dalam melihat suatu masalah, salah satunya pembangunan infrastruktur seperti jalan tol. Pembangunan jalan tol atas laut Jakarta-Surabaya merupakan ide yang dikemukakan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Adapun kajian pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya ini dilakukan dengan kajian singkat analisis sistem untuk menentukan keberlanjutan apakah pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Konsep pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan holistik dan integral dengan mengedepankan studi literatur. Komponen-komponen yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan adalah Geografis/lokasi, RAB & Struktur, Hukum, Sosial, Ekologi dan AMDAL. Komponen-komponen ini dianalisis dengan dengan diagram IO, analisis SWOT, analisis SOAR, Causal Loop dan Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dibantu software Decison Criterium Plus (DCP) dan Expert Choice. Berdasarkan analisis jenis pemilihan jenis jalan tol atas laut dengan menggunakan program CDP Versi 3.0 didapatkan bahwa untuk prioritas alternatif pemilihan jenis jalan tol adalah Elevated Toll Road (0,671), Kombinasi (0,198) dan Landed Toll Road (0,131). Berdasarkan analisis pembangunan jalan tol dengan Expert Choice, urutan prioritas alternatif terhadap keberlangsungan jalan tol atas laut adalah Jalan Tol Atas Laut Tidak Dibangun (52,7%) dan Jalan Tol Atas Laut Dibangun (47,3 %)

Kata Kunci: Analisis Sistem, Jalan Tol Atas Laut Jakarta-Surabaya .

Tabel 2.26 Kebutuhan Lahan Per Orang ....................................................... 122 Tabel 2.27

Jejak Ekologi (Ecology Footprint) Pulau Jawa ........................... 122 Tabel 2.28

Tingkat Pencemaran Udara ......................................................... 125 Tabel 2.29

Kisaran Kadar Hg-total dalam Berbagai Jenis Sampel Lingkungan di Kampung Truwali+Cemeti dan Desa Rambatan Wetan, Indramayu 1992 .......................................................................... 126

Tabel 2.30 Jenis Gejala Kelainan KelainanNeurologik yang dirasakan oleh donor rambut di Kampung Tuwali+Cemeti dan Desa Rambatan Wetan, 1992 ................................................................................ 127

Tabel 2.31 Rata-rata Lama Sekolah Menurut Jenis Kelamin Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001-2002 ................................... 128

Tabel 2.32 Kerusakan Mangrove di Pantura ................................................. 138 Tabel 2.33

Perbandingan Jumlah Sumur Bor Tahun 1990 dan 2002............ 141 Tabel 2.34

Perbandingan Kebutuhan Reklamasi .......................................... 154 Tabel 2.35

Kebutuhan Lahan Per Orang ....................................................... 167 Tabel 2.36

Jejak Ekologi (Ecology Footprint) Pulau Jawa ........................... 167 Tabel 2.37

SWOT vs SOAR ......................................................................... 184 Tabel 2.38

Nilai Integritas Kepentingan ....................................................... 191 Tabel 4.1

Penentuan Variabel Causal Loop Diagram ................................ 218 Tabel 4.2

Penentuan Variabel Causal Loop Diagram (Lanjutan) .............. 219 Tabel 4.3

Penentuan Variabel Causal Loop Diagram (Lanjutan) .............. 220 Tabel 4.4

Penentuan Variabel Causal Loop Diagram (Lanjutan) .............. 221 Tabel 4.5

Penentuan Variabel Causal Loop Diagram (Lanjutan) .............. 222 Tabel 4.6

Penentuan Variabel Causal Loop Diagram (Lanjutan) .............. 223 Tabel 4.7

Penentuan Variabel Causal Loop Diagram (Lanjutan) .............. 224

Gambar 4.30 Nilai Presentasi Kriteria dan Alternatif Menggunakan Expert Choice .............................................................................. 245

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Analisis sistem (system thinking) merupakan satu kesatuan dari berbagai komponen yang terkait untuk mencapai suatu tujuan. Analisis sistem mengajarkan kepada kita untuk memikirkan segala sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu. Di dalam sistem terdapat urutan dan proses pengambilan keputusan yang maknanya untuk mencari dan melihat bahwa segala sesuatu memiliki pola keteraturan dan bekerja sebagai sebuah satu kesatuan. (Peter Senge, 1990)

Hakekat system thinking adalah alat pemecahan masalah yang paling tepat melalui pengungkitnya. Berbeda dengan berpikir linier, berpikir linier dimulai dari input -proses-output, misalnya seperti melihat pohon di hutan. Berpikir sistem merupakan melihat hutan itu sendiri dan interaksi yang ada didalamnya. Perilaku Sistem ditentukan oleh perilakunya sehingga tujuan mempelajari sistem adalah untuk mengidentifikasi pola perilaku yang berhubuangan dengan tipe sebuah sistem. Dengan mengetahui hubungan antara struktur sistem dan perilaku sistem sehingga dapat dimengerti lebih baik sebuah sistem yang baru. (Peter Senge, 1990)

Dalam memahami analisis sistem kita dapat terapkan dalam melihat suatu masalah, salah satunya pembangunan infrastruktur seperti jalan tol. Pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan bebas hambatan atau jalan tol menjadi faktor yang menentukan dalam perkembangan ekonomi wilayah serta peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan. (Arif Budiyono, 2012). Terdapat wacana baru bahwa jalan tol tidak hanya dapat dibangun didaratan saja (landed system ) melainkan dapat dibangun dengan rekayasa konstruksi di atas laut (elevated system ). Hal ini telah terjadi di kota Benoa, Bali dimana konstruksi jalan tol dibangun di atas laut. Dari kesuksesan inilah yang memicu pemikiran untuk membangun jalan tol atas laut yang membentang sepanjang laut Jawa. Hal ini dikemukakan oleh Menteri BUMN yaitu Dahlan Iskan yang menyatakan idenya Dalam memahami analisis sistem kita dapat terapkan dalam melihat suatu masalah, salah satunya pembangunan infrastruktur seperti jalan tol. Pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan bebas hambatan atau jalan tol menjadi faktor yang menentukan dalam perkembangan ekonomi wilayah serta peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan. (Arif Budiyono, 2012). Terdapat wacana baru bahwa jalan tol tidak hanya dapat dibangun didaratan saja (landed system ) melainkan dapat dibangun dengan rekayasa konstruksi di atas laut (elevated system ). Hal ini telah terjadi di kota Benoa, Bali dimana konstruksi jalan tol dibangun di atas laut. Dari kesuksesan inilah yang memicu pemikiran untuk membangun jalan tol atas laut yang membentang sepanjang laut Jawa. Hal ini dikemukakan oleh Menteri BUMN yaitu Dahlan Iskan yang menyatakan idenya

Pembangunan jalan tol atas laut ini diperkirakan akan menelan investasi lebih dari Rp 150 triliun. Dana yang digunakan dalam mega proyek ini tidak berasal dari dana APBN melainkan digalang dari 19 perusahaan milik negara yang dikepalai oleh PT. Jasa Marga (PERSERO). Mega proyek ini masih dalam masa studi kelayakan (feasibility study) dan studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang diperkirakan akan rampung dalam 6 bulan. ( www.merdeka.com , 2013)

Menurut menteri BUMN, latar belakang pembangunan tol atas laut Jakarta – Surabaya ini karena banyaknya kendaraan di Indonesia. Penambahan mobil baru saat ini mencapai 1 juta per tahunnya. Sedangkan penambahan sepeda motor mencapai 80 juta per tahun. Selain itu, menurut bapak menteri bahwa kontur laut pantai utara Jawa sangat mampu ditanami tiang pancang jalan tol. ( www.merdeka.com , 2013)

Ditambahkan menurutnya, jika berbicara arti penting infrastruktur dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perhatian akan langsung tertuju kepada pembangunan sektor infrastruktur transportasi. Ketersediaan sarana infrastruktur transportasi seperti akses jalan yang baik, jembatan penghubung yang strategis, sarana pendukung lain seperti rel dan sistem jaringan kereta api yang terorganisasi dengan baik akan secara langsung mempengaruhi peningkatan daya saing perekonomian yang nantinya berujung pada pesatnya laju pertumbuhan ekonomi. (Eko Nur S, 2012)

Tetapi tidak sampai disitu, wacana pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya masih bersifat pro dan kontra, disatu sisi wacana tersebut merupakan

ide cemerlang karena jalan tol atas laut tidak perlu membebankan pada lahan yang ada, namun disisi lain ide tersebut masih kurang bisa dipertanggungjawabkan terkait belum adanya landasan hukum dalam pembangunan jalan tol atas laut sepanjang itu. Kontradiksi ini diperkuat dengan adanya jalan tol trans jawa (tol pantura) yang akan tumpang tindih dengan pembangunan jalan tol atas laut Jakarta-

Surabaya. Selain itu kebijakan pembangunan jalan tol atas laut ini pun akan berlawanan dengan rencana pembangunan rel ganda Jakarta – Surabaya.

Oleh karena itu penentuan kebijakan untuk menjalankan pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya harus didekati dengan konsep berpikir kesisteman yang menyeluruh atau holistik dan integral atau saling berkaitan. Pendekatan kesisteman diharapkan dapat memecahkan berbagai persoalan yang saling berkaitan serta selalu berkembang dan berubah, yang sebelumnya sulit untuk diselesaikan secara satu persatu.

Adapun kajian pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya ini dilakukan dengan kajian singkat analisis sistem. Dengan analisis sistem (system thinking ) ini kajian mengenai pembangunan jalan tol atas laut Jakarta - Surabaya dibentuk kerangka berpikir berdasarkan metode tertentu. Sedangkan sebagai alat pemecahan masalahnya digunakan hakekat system thinking untuk menentukan keberlanjutan apakah pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan ini adalah sebagai studi kelayakan dan analisis kebijakan terkait rencana pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya. Adapun sub-pokok tujuannya yaitu :

1. Memodelkan analisis kebijakan dengan Diagram IO, SWOT, SOAR, Causal Loop maupun AHP dari beberapa komponen yang menunjang terkait pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya.

2. Terumuskannya model pemilihan jenis jalan tol yang digunakan dengan menggunakan kajian ilmu analisis sistem dengan bantuan Criterium Decision Plus Versi 3.0

3. Menganalisis studi kelayakan dengan meninjau dari berbagai aspek/ komponen terkait perencanaan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya untuk menentukan apakah pembangunan jalan tol atas laut ini dibangun atau tidak dengan bantuan program Expert Choice.

1.3 RUMUSAN MASALAH

Dari uraian diatas terkait hal yang melatarbelakangi studi kelayakan pembangunan jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Tidak terdapatnya landasan hukum yang kuat (signifikan) terkait rencana pembangunan jalan tol atas laut yang sangat panjang (membentang dari Jakarta – Surabaya), sehingga diperlukan analisis kebijakan untuk menentukan studi

kelayakan pembangunan.

2. Pertumbuhan volume lalulintas pada ruas jalan tol cukup tinggi, apabila tidak dikendalikan akan berakibat pada pengelolaan dan pengoperasian jalan tol, termasuk komponen kondisi fisik jalan tol, manajemen lalulintas, dan komponen tataguna lahan yang akan berakibat pada menurunnya tingkat pelayanan jalan tol atau dengan kata lain Standar Pelayanan Minimal (SPM) tidak terpenuhi (Standar Pelayanan Minimal sesuai Peraturan Menteri PU Nomor 392/PRT/M/2005).

3. Pembangunan jalan tol atas laut Jakarta - Surabaya akan mengakibatkan permasalahan sosial dan lingkungan hidup, yang pada penulisan ini hanya dibatasi oleh permasalahan sosial masyarakat khususnya di Pulau Jawa bagian utara serta rusaknya ekologi terutama didaerah perairan (laut) dan pantai.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN LOKASI

Jalan tol atas laut merupakan suatu rencana proyek pembangunan jalan tol lintas laut pantai utara jawa (pantura) yang dicetuskan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, Rencana pembangunan Jalan Tol ini masih bersifat studi, sehingga belum bisa diungkapkan kepada publik teknis pembangunan dan besaran biaya yang dianggarkan. Proses saat ini pun masih berupa nota kesepahaman BUMN dan harus meminta izin kepada Pemerintah Daerah dan Pusat dalam pelaksanaannya.

Dalam hal ini, Kementrian BUMN menggalang 19 perusahaan milik negara untuk membangun jalan tol di pinggir Pantai Utara (Pantura) tersebut, 19 Perusahaan yang terlibat pembangunan proyek ini adalah PT Jasa Marga Tbk, PT Adhi Karya Tbk, PT Waskita Karya Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Hutama Karya, PT Pembangunan Perumahan (PP) Tbk, PT Brantas Abipraya, PT Nindya Karya, PT Istaka Karya, PT Pelindo II, PT Pelindo III. Kemudian, PT Semen Indonesia Tbk, PT Krakatau Steel Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank BNI Tbk, PT Bank BRI Tbk, PT Bank BTN Tbk, PT Jamsostek dan PT Taspen.

Pada Tinjauan Pustaka ini akan membahas mengenai rencana lokasi pembangunan jembatan lintas laut Jakarta – Surabaya, kondisi laut pantai utara (pantura), zona gempa pulau jawa, dan tinjauan tol eksisting di jalur pantura jawa.

2.1.1 Rencana Jaringan Jalan Tol Atas Laut

Lokasi pembangunan jalan tol atas laut tersebut belum ada kepastian dari instansi perencana jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya, namun bila ditinjau berdasarkan garis pantai jawa rencana konstruksi memungkinkan dilakukan di lepas pantai utara (Pantura) yang membentang dari pelabuhan tanjung priok (Jakarta) sampai pelabuhan tanjung perak (Surabaya) yang direncanakan sepanjang 775 km, jalan tol atas laut ini diintegrasikan pula dengan great sea wall yang kemudian Lokasi pembangunan jalan tol atas laut tersebut belum ada kepastian dari instansi perencana jalan tol atas laut Jakarta – Surabaya, namun bila ditinjau berdasarkan garis pantai jawa rencana konstruksi memungkinkan dilakukan di lepas pantai utara (Pantura) yang membentang dari pelabuhan tanjung priok (Jakarta) sampai pelabuhan tanjung perak (Surabaya) yang direncanakan sepanjang 775 km, jalan tol atas laut ini diintegrasikan pula dengan great sea wall yang kemudian

Gambar 2.1 Rencana Lokasi Pembangunan Jalan Tol Atas Laut Jakarta – Surabaya

Sumber: Daily Investor

2.1.2 Kondisi Eksisting Laut Jawa

Peninjauan kondisi eksisting laut jawa seperti curah hujan dan gelombang laut perlu dilakukan untuk mengetahui potensi hujan dan gelombang laut di sepanjang jalan tol lintas laut Jakarta – Surabaya.

Secara wilayah jalan tol ini melintasi 5 provinsi yang ada di pulau jawa, yaitu Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan karakter hujan masing – masing provinsi berbeda – beda yang seluruhnya berada di pantai utara jawa, maka diperlukan data pengamatan yang dapat dijadikan patokan salah satunya data BMKG.

Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) utama yang berfungsi untuk memantau curah hujan maupun gelombang laut pada 5 provinsi tersebut, yaitu :

1. Provinsi Banten terdapat Stasiun Meteorologi Kelas 1 (Serang) dan Stasiun Geofisika Kelas 1 (Tangerang).

2. Provinsi Jakarta terdapat Stasiun Meteorologi Maritim Kelas 1 (Tanjung Priok – Jakarta Utara).

3. Provinsi Jawa Barat terdapat Stasiun Meteorologi Kelas 1 (Bandung).

4. Provinsi Jawa Tengah terdapat Stasiun Meteorologi Maritim Kelas 2 (Tanjung Emas - Semarang).

5. Provinsi Jawa Timur terdapat Stasiun Meteorologi Maritim Kelas 1 (Juanda - Surabaya) dan Stasiun Meteorologi Maritim Kelas 2 (Tanjung Perak - Surabaya).

Berdasarkan data secara umum curah hujan di Jawa Barat normal bahkan cenderung di bawah normal, kecuali Pantura khususnya Indramayu curah hujannya sepanjang musim basah ini di atas normal, Pasang naik air laut di Teluk Jakarta yang menyebabkan rob, ditambah curah hujan yang tinggi, angin kencang, dan buruknya drainase, dapat memicu banjir di Jakarta dan pantai utara Jawa. Ketinggian pasang air laut, 19 – 23 Januari, bisa mencapai 1,1 meter dari kondisi normal.

Kondisi serupa diprediksi berulang pada tinggi gelombang laut Jawa, khususnya wilayah Pantura, masih tinggi. Ketinggia. Tinggi gelombang di Laut Jawa berkisar antara 0,5 – 2 meter, Hal itu diakibatkan dari suhu muka laut yang masih hangat. Sehingga, potensi pertumbuhan awan-awan hujan masih besar. Cuaca di daerah Pantura, pada umumnya berawan serta berpeluang hujan dengan intensitas ringan pada pagi-malam hari. Dilanjutkan, angin bertiup dari arah Tenggara-Barat Daya dengan kecepatan 5 – 25 km/jam. Adapun tinggi gelombang

laut terlihat pada tabel 2.1 dan gambar 2.2.

Tabel 2.1 Tinggi Gelombang di Beberapa Selat Indonesia

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG)

Gambar 2.2 Peta Gelombang Laut Indonesia

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG)

2.1.3 Tinjauan Zona Gempa

Gempa adalah pergeseran tiba-tiba dari lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Ketika pergeseran ini terjadi, timbul getaran yang disebut gelombang Gempa adalah pergeseran tiba-tiba dari lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Ketika pergeseran ini terjadi, timbul getaran yang disebut gelombang

Gambar 2.3 Zona Gempa Pulau Jawa

Sumber: SNI 03-1726-2002

Gambar diatas menunjukan bahwa untuk jalan tol lintas laut Jakarta- Surabaya ini berada pada zona gempa 4 (untuk daerah Pantura Jakarta) dan 3 (untuk daerah Pantura Surabaya).

Adapun tinjauan gempa pada laut jawa terkait pula dengan gunung Krakatau yang diketahui sempat aktif pada tahun 2010 (Elin Y., 2010). Jika hal tersebut kembali terjadi dengan getaran yang sama yaitu 6,5 skala richter dan dengan ketinggian debu vulkanik yang dihasilkan adalah sekitar 1300 meter, maka dampak yang dihasilkan akan terasa pada wilayah pantura jakarta.

Dampak tersebut memungkinkan adanya goyangan pada jembatan yang ada di pantura Jakarta namun dilihat dari tingkat gempanya, keruntuhan tidak akan terjadi. Meninjau asap yang dihasilkan, maka pastinya jembatan ini kemungkinan tidak disarankan untuk digunakan sementara.

Gambar 2.4 Radius Getaran Gempa Gunung Krakatau

Sumber : VIVAnews.com

2.1.4 Tinjauan Tol Eksisting

Pembangunan jalan tol lintas laut Jakarta – Surabaya perlu meninjau jalan tol eksisting yang berada di sepanjang jalur lintas jawa, hal ini dilakukan agar lebih tepat guna peruntukkannya untuk kendaraan pribadi atau kendaraan angkutan barang.

Saat ini Tol Trans-Jawa adalah jaringan jalan tol yang menghubungkan kota-kota di pulau Jawa, jalan tol ini menghubungkan dua kota terbesar di Indonesia, Jakarta dan Surabaya melalui jalan tol. Tol sepanjang sekitar 1.000 km ini melanjutkan jalan-jalan tol yang sekarang sudah ada, seperti Tol Cikampek, Cirebon, Semarang dan Surabaya, sedangkan sisa ruas jalan tol yang akan dibangun adalah sepanjang 615 km.

Proses konstruksi jalan tol Trans – Jawa sudah berlangsung selama 207 tahun tepatnya dimulai dari tahun 1806 yang hingga saat ini masih berlangsung (on going ) namun belum selesai akibat masih terkendala masalah pembebasan lahan di beberapa lokasinya. Adapun pembangunan jalan tol trans – jawa pada stage pertama dilakukan sepanjang Palimanan – Semarang, stage kedua sepanjang Semarang – Demak – Jepara, stage ketiga sepanjang Demak – Juwana, stage keempat Juwana – Tuban, stage kelima sepanjang Tuban – Gresik, stage Gempol – Pasuruan melewati Proses konstruksi jalan tol Trans – Jawa sudah berlangsung selama 207 tahun tepatnya dimulai dari tahun 1806 yang hingga saat ini masih berlangsung (on going ) namun belum selesai akibat masih terkendala masalah pembebasan lahan di beberapa lokasinya. Adapun pembangunan jalan tol trans – jawa pada stage pertama dilakukan sepanjang Palimanan – Semarang, stage kedua sepanjang Semarang – Demak – Jepara, stage ketiga sepanjang Demak – Juwana, stage keempat Juwana – Tuban, stage kelima sepanjang Tuban – Gresik, stage Gempol – Pasuruan melewati

Gambar 2.5 Jaringan Jalan Tol Trans – Jawa

Sumber : Jasa Marga

2.1.5 Lokasi Perencanaan

2.1.5.1 DKI Jakarta

1. Letak Jakarta

Secara geografis wilayah kota Jakarta berada antara 106 o 22’42” BT sampai dengan 106 o 58’18” BT, dan antara 5 o 19’12” sampai dengan 6 o 23’54” LS, dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Batas Utara

: Laut Jawa

 Batas Selatan

: Kota Depok

 Batas Barat : Kotamadya Bekasi dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat  Batas Timur

: Kotamadya Tangerang dan Kabupaten Tangerang, Banten

Gambar 2.6 Peta Kota Jakarta

Sumber: Bappeda Jakarta, 2011

Pada umumnya, kota-kota di seluruh Indonesia termasuk Jakarta, terdapat dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September, arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Pada bulan Desember sampai Maret, arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik, sehingga terjadi musim penghujan. Secara umum Jakarta beriklim panas, dengan rata-rata suhu masksimum udara 34,60 o

C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 22,86 o

C pada malam hari. Stasiun Pengamat Halim Perdana Kusuma mencatat, sepanjang tahun suhu maksimum sekitar 35,40 o C, kelembaban udara maksimum rata-rata 95,60 persen dan rata-rata minimum 51,60

persen, dengan rata-rata curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm 2 . Mengenai kawasan hutan lindung seluas 453,24 Ha, terdiri atas Hutan Lindung Muara Angke seluas 44,76 Ha, Suaka Marga Satwa di Pulau Rambut 45 Ha dan Muara Angke 25,20 Ha, Cagar Alam di Pulau Bokor 18,00 Ha, Kawasan Kebon Bibit seluas 98,02 Ha, Hutan Wisata Pantai Kapuk 99,32 Ha, dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu 108,05 Ha serta Kebon Bibit Cibubur 14,40 Ha. Selain itu, Jakarta juga memiliki kawasan hutan kota seluas 379,58 Ha yang tersebar di 33 lokasi di lima kotamadya. (Bappeda Jakarta)

2. Permasalahan di Jakarta

a. Ketenagakerjaan Jumlah angkatan kerja Provinsi DKI Jakarta terjadi peningkatan sebesar 0,4 juta orang, dari sekitar 3,7 juta orang tahun 2002 menjadi 4,1 juta orang pada tahun 2006. Kenaikan angka tersebut memerlukan lapangan kerja diberbagai lapangan usaha. Dengan semakin meningkatnya gerak perekonomian DKI Jakarta sudah barang tentu akan berdampak pada peningkatan kesempatan kerja. Hal ini tercermin dari jumlah orang yang bekerja di DKI Jakarta. Proporsi tenaga kerja menurut lapangan pekerjaan : perdagangan 39,78 %, jasa-jasa 23,63 %, dan industry 15,72 %. Proporsi ini setiap tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan sehingga perkiraan kedepan lapangan pekerjaan masih didominasi oleh perdagangan, jasa-jasa dan industri. Partisipasi masyarakat ibukota dalam pasar kerja terlihat semakin meningkat. Hal ini tercermin dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), pada tahun 2002 TPAK sebesar 61,12 %, dan pada tahun 2006 naik menjadi 62,72 %.

Berkaitan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terjadi penurunan. Tahun 2002 mencapai 14,80 &, turun menjadi 14,31 % pada tahun 2006 dan 13,27 % pada awal tahun 2007. Penurunan ini tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah ditempuh oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti peningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi pencari kerja di DKI Jakarta. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta, Pemprov telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP). UMP dimaksudkan sebagai dasar untuk menetapkan standar upah bagi pekerja lajang, yang merupakan kesepakatan tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Penentuan UMP ini memperhitungkan kemampuan finansial maupun prospek usaha perusahaan-perusahaan terkait agar mampu merealisasikan pembayaran UMP.

Pada tahun 2003 UMP DKI Jakarta sebesar Rp. 631.554,00 dan tahun 2007 naik menjadi Rp.900.560,00 dan telah ditentukan bahwa UMP untuk tahun 2014 adalah sebesar Rp 2.400.000,00. Ini berarti dalam lima tahun terakhir, UMP telah mengalami meningkatan sebesar 42,59%.

Sehingga pada dasarnya semakin banyak jumlah pekerja yang ada, maka semakin banyak pula lapangan yang harus disediakan. Namun pada kenyataannya masih banyak penduduk desa yang melakukan urbanisasi ke Jakarta tanpa memiliki kemapuan yang memadai sehingga pada akhirnya meningkat pula jumlah pengangguran yang ada di Jakarta. (Bappeda Jakarta)

b. Kesejahteraan Sosial Masalah mendasar lainnya yang menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Angka kemiskinan di DKI Jakarta periode 2002-2004 mengalami penurunan dari 3,42 persen pada tahun 2002 menjadi 3,18 persen pada tahun 2004 dengan jumlah penduduk miskin berkurang dari 287 ribu jiwa menjadi 277 ribu jiwa. Penurunan angka kemiskinan ini karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menempatkan masalah kemiskinan menjadi prioritas utama untuk ditangani. Pada tahun 2006, angka kemiskinan sementara tercatat sebesar 4,57 persen dengan jumlah penduduk miskin sebesar 407 ribu jiwa. Jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sebanyak 130 ribu jiwa dengan persentase pertumbuhan sebesar 1,39 persen selama

2 tahun terakhir. Peningkatan jumlah penduduk miskin disebabkan antara lain adanya kebijakan ekonomi makro pemerintah pusat. Kebijakan yang paling dirasakan pengaruhnya terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin adalah pengurangan subsidi BBM.

Pengurangan subsidi BBM mengakibatkan naiknya harga BBM terlalu tinggi yang naik rata-rata sebesar 100 persen pada tahun 2005. Sehingga memicu terjadinya inflasi yang berdampak pada peningkatan harga-harga berbagai bahan kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya kemampuan daya beli masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah. Kenaikan harga BBM ini menyebabkan masyarakat miskin semakin terpuruk. Di samping itu, sebagian rumahtangga yang berada pada batas garis kemiskinan terseret masuk ke dalam jurang kemiskinan.

Pemprov DKI Jakarta memberi perhatian yang sangat besar pada masyarakat miskin. Berbagai program pembangunan ditujukan untuk menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin di DKI Jakarta. Salah satu program yang digulirkan adalah Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). PPMK merupakan dana bergulir tanpa bunga yang dipinjam oleh masyarakat di Kelurahan yang dapat dimanfaatkan anggota masyarakat untuk meningkatkan keampuan ekonomi masyarakat. (Bappeda Jakarta)

c. Resiko Hidup di Dekat Laut Jakarta merupakan kota besar yang memiliki aset cukup banyak, baik aset milik pemerintah maupun masyarakat. Aset-aset ini adalah akumulasi pengumpulan dari bertahun-tahun membangun dan mengembangkan diri di ibukota. Sebagai modal untuk terus menerus berkembang dan membangun tentu aset tersebut harus dijaga dan ditambah. Adapun resiko hidup di Jakarta ialah sebagai berikut :

A. Banjir Banjir adalah bencana alam yang paling sering terjadi di Jakarta. Genangan dalam jumlah besar dapat melumpuhkan ibukota. Memang banjir tidak hanya bisa terjadi di ibukota, di banyak daerah lain juga kerap mengalaminya. Akan tetapi banjir di Jakarta dampaknya cukup besar karena banyak sekali kegiatan ekonomi yang terganggu. Berbeda jika banjir terjadi di lahan-lahan luas yang penduduknya tidak padat.

Di Jakarta penyebab banjir ada tiga, pertama adalah akibat hujan yang yang turun di hulu melimpas dari aliran sungai yang membelah Jakarta, kedua banjir akibat hujan lokal di wilayah tertentu, sedangkan ketiga adalah banjir akibat meluapnya air laut (rob). Semua penyebab itu bisa mengakibatkan banjir di kawasan tertentu di Jakarta yang dapat menjadi lebih parah jika terjadi kombinasi Di Jakarta penyebab banjir ada tiga, pertama adalah akibat hujan yang yang turun di hulu melimpas dari aliran sungai yang membelah Jakarta, kedua banjir akibat hujan lokal di wilayah tertentu, sedangkan ketiga adalah banjir akibat meluapnya air laut (rob). Semua penyebab itu bisa mengakibatkan banjir di kawasan tertentu di Jakarta yang dapat menjadi lebih parah jika terjadi kombinasi

Tingkat keparahannya bisa pula diakibatkan oleh kombinasi ketiganya, yaitu air dari hulu yang bersamaan dengan hujan di kawasan setempat ditambah lagi pasang naik air laut yang menahan aliran sungai. Inilah yang terjadi di Bangkok, Thailand pada Oktober 2011 lalu. Hujan di hulu dan hilir membuat Sungai Chao Praya penuh dengan air. Sialnya gelombang pasang malah menolak air tersebut kembali ke daratan. Akibatnya, aliran air meluber menggenangi banyak kawasan di kota tersebut. Kejadian di Bangok ini sangat mungkin bisa terjadi di Jakarta.

B. Tsunami Tsunami merupakan gelombang laut dengan periode panjang yang disebabkan oleh gangguan implusi dari dasar laut. Gangguan implusif itu bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik dan/atau longsoran. Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut biasa yang disebabkan hembusan angin dan pengaruh pasang surut air laut. Jika gelombang laut tingginya hanya beberapa sentimeter hingga sekitar satu meter atau lebih, maka gelombang tsunami bisa sampai puluhan meter di daerah pantai.

Kecepatan tsunami di daratan bisa berkisar 25 –100 kilometer per jam. Massa air dalam bentuk gelombang berkecepatan tinggi inilah yang menghancurkan kehidupan di daerah pantai ketika gelombang ini masuk ke dalam garis pantai dan menyapu bersih segala yang dihancurkannya ketika massa air ini kembali ke laut setelah mencapai gempuran terjauh di pesisir pantai. Di samping bisa merusak bangunan, volume air yang cukup banyak ini juga membuat cekungan di dataran rendah menjadi kolam atau danau yang baru.

Bagi banyak kota di wilayah delta berisiko tsunami, risiko ini harus menjadi perhatian, terutama di daerah yang dekat dengan pertemuan sesar atau yang memiliki gunung api di lautan. Dari catatan sejarah, letusan Gunung Krakatau tahun 1883 menyebabkan tsunami yang melanda Jakarta dengan ketinggian gelombang 2,3 m. Penelitian lain telah melaporkan ketinggian gelombang tsunami lebih rendah sampai dengan 0,6 m. JCDS (Jakarta Coastal Defence Strategy) menganalisis bahwa jika ada gempa 9 skala Richter di barat daya pantai Sumatra maka akan terjadi kenaikan gelombang hingga 1,55 meter. Perkiraan-perkiraan tingginya tsunami harus menjadi pertimbangan warga Jakarta terutama yang berada di pinggiran pantai.

C. Badai Badai adalah cuaca yang ekstrem, mulai dari hujan es dan badai salju sampai badai pasir dan debu. Oleh meteorolog badai disebut juga sebagai siklus tropis, yang berasal dari samudera yang hangat. Badai bukan angin ribut biasa C. Badai Badai adalah cuaca yang ekstrem, mulai dari hujan es dan badai salju sampai badai pasir dan debu. Oleh meteorolog badai disebut juga sebagai siklus tropis, yang berasal dari samudera yang hangat. Badai bukan angin ribut biasa

Ada beberapa macam badai, seperti badai hujan, badai guntur, dan badai salju. Badai paling menakutkan adalah badai topan (hurricane), yang dikenal sebagai angin siklon (cyclone), di Samudera Hindia atau topan (typhoon)di Samudera Pasifik. Penyebab badai adalah tingginya suhu permukaan laut.

Gambar 2.7 Lokasi Badai

D. Bencana Alam Geologi Kawasan yang berbatasan dengan laut sering mengalami gangguan dari aktivitas kebumian, seperti abrasi/erosi pantai, sedimentasi, dan penurunan tanah. Abrasi biasanya terjadi akibat aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi, pengambilan terumbu karang, dan lemahnya pertahanan pantai. Di pantai utara Jakarta erosi pantai terjadi di beberapa tempat, baik di sebelah timur maupun barat. Di barat, pembangunan tambak membuat tanaman mangrove menjadi berkurang sehingga pantai menjadi tidak terlindungi. Sedangkan di bagian timur, terutama sekitar Pantai Marunda, gangguan berupa erosi juga terjadi.

E. Sulitnya Menghadang Genangan Selepas abad ke-17, banjir belum juga bisa diatasi secara permanen oleh pemerintah Belanda. Tahun 1714, 1854, 1918 tercatat sebagai bagian dari peristiwa banjir yang terjadi pada zaman penjajahan. Setelah kemerdekaan banjir masih terus berulang. Beberapa banjir besar terjadi pada tahun 1996, 2002, 2007 dan 2008. Kini E. Sulitnya Menghadang Genangan Selepas abad ke-17, banjir belum juga bisa diatasi secara permanen oleh pemerintah Belanda. Tahun 1714, 1854, 1918 tercatat sebagai bagian dari peristiwa banjir yang terjadi pada zaman penjajahan. Setelah kemerdekaan banjir masih terus berulang. Beberapa banjir besar terjadi pada tahun 1996, 2002, 2007 dan 2008. Kini

F. Tingginya Intensitas Hujan Semua wilayah di Indonesia memiliki dua musim dalam setahun, yaitu

musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim itu datang bergantian. Jika kita tidak mempersiapkannya, kedua musim itu bisa menjadi malapetaka bagi masyarakat. Hujan yang terlalu banyak dapat menyebabkan genangan yang luas di banyak wilayah sedangkan musim kemarau yang kering kerontang akan mempersulit kita mendapatkan air. Banjir dan kekeringan adalah dua sisi dari satu mata uang.

Di Jakarta dan wilayah sekitarnya musim penghujan sering datang pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga Oktober. Periode waktunya memang tak selalu seperti ini, kadang-kadang sedikit melenceng dari masa-masa itu.

G. Kemampuan Sungai Terbatas Pada Musim Hujan Jika ditilik dari sejarahnya, sungai-sungai di Jakarta termasuk sungai- sungai yang sering diintervensi manusia, dari jaman Belanda hingga saat ini. Di jaman kolonial entah sudah beberapa kali pemerintah Belanda merubah sungai untuk berbagai keperluan, baik untuk perbaikan sistem tata air maupun untuk keperluan pelayaran. Tidak hanya manusia, bencana alam juga sering kali mengubah pola sungai secara drastis, seperti meletusnya Gunung Salak yang banyak menutup anak-anak sungai.

Intervensi manusia terhadap sungai terus dilakukan hingga sekarang, tidak hanya dilakukan pemerintah namun juga dilakukan oleh masyarakat luas. Akan tetapi, campur tangan itu sering pula berpengaruh negatif. Seperti di pinggiran sungai, warga dengan enaknya mengambil lahan aliran air untuk membangun rumah atau kegemaran masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat sampah raksasa.

Gambar 2.8 Resiko, Tinggi Genangan, dan Kecepatan Arus

Gambar 2.9 Tumpukan Sampah di Sungai

Gambar 2.10 Pilar-Pilar Jalan Dapat Mengganggu Aliran Sungai

H. Air Laut Semakin Sering Menggenai Daratan Ada keadaan aneh yang terjadi pada awal Desember 2011, meski kerap ada hujan cukup lebat dibarengi dengan suara petir yang menggelagar, tapi sejatinya hujan belumlah mencapai puncaknya. Maklum, bagi penduduk Jakarta walaupun di beberapa tempat sering terjadi genangan secara temporer, musim hujan yang dianggap perlu diwaspadai adalah di sekitar awal tahun yaitu di bulan Januari dan Februari. Sejarah banjir besar di Jakarta hampir selalu terjadi pada bulan-bulan tersebut.

Fenomena banjir rob ini semakin hari semakin meresahkan warga Jakarta Utara. Banjir rob mulai dirasakan pada 26 November 2007 yang ketika itu permukaan laut memuncak dan mengakibatkan banjir dari laut yang tak diduga oleh banyak orang. Ini mematahkan persepsi umum selama ini, bahwa Jakarta hanya terancam oleh banjir dari hujan dan limpasan sungai. Pemetaan bahaya banjir atau flood hazard mapping(FHM) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa Jakarta juga mulai terancam oleh banjir serius dari laut yang disebabkan oleh penurunan tanah.

Gambar 2.11 Air Laut Semakin Sering Melewati Garis Pantai

I. Rob di Muara Baru Banjir Rob akibat luapan air laut yang menggenangi 4 RW di Muara Baru,

Penjaringan, Jakarta Utara semakin tidak terbendungi karena berbarengan dengan perbaikan tanggul Sunda Kelapa.

Demikian dikatakan Walikota Jakarta Utara, Bambang Sugiyono, saat meninjau lokasi di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat sore (18/10). Pada umumnya ketinggian air pasang hanya 230 cm, namun pada tanggal 18 oktober 2013 mencapai 241 cm. Maka dari itu, banjir rob yang ada menggenangi permukiman warga dengan cepat. Hal ini ditambah dengan ada perbaikan tanggul maka semakin besar pula banjir rob yang terjadi.

Dalam hal ini diharapkan agar Dinas PU DKI Jakarta bisa selesaikan pengecoran tanggul ini. Dengan begitu, air rob tidak akan menggenangi warga sekitar lagi. Tanggul tersebut direncanakan memiliki tinggi empat meter dengan panjang tanggul yang direnovasi adalah sepanjang 1,1 km. (metrotvnews.com)

3. Sumur resapan di Jakarta

MenurutUbaidillah sebagai pengamat perkotaan dari The Jakarta Institute, Pergub DKItentang sumur resapan untuk mengurangi banjir dan mewajibkan seluruh pengelola gedung untuk membuat sumur resapan airtersebut dinilai baik. Namun, tidak cukup dengan sekadar aturan saja karena harus ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaannya.

Menurutnya, gedung-gedung di Jakarta harus mentaati Pergub sumur resapan. Sebab, sebagian besar gedung telah menggunakan air tanah dalam jumlah besar. Jadi harus memberikan kontribusi bagi pelestarian air.

4. Afsluitdijk

Dilihat dari sejarahnya, sebenarnya banjir di Jakarta sudah terjadi jauh semasa era kerajaan Tarumanegara yang terukir jelas di prasasti tugu. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga (Kali Bekasi) oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-

22 masa pemerintahannya Abad Ke-5 Masehi. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan pada musim kemarau.

Pada masa Kolonial Belanda, permasalahan banjir di Batavia juga menjadi permasalahan yang telah dibahas dan digodok dengan serius pada saat itu. Bahkan cetak biru sistem kanal di Amsterdam dibawa ke Indonesia dan diterapkan di Jakarta. Bendungan Katulampa merupakan satu diantara bendungan yang dibangun oleh pemerintahan saat itu dengan menggunakan teknologi manajemen pengairan dari negeri Belanda. Ditambah lagi pembangunan kanal-kanal air dan pintu-pintu air di beberapa titik menjadi senjata untuk mengatasi banjir pada era itu. Namun hal ini tidak berlangsung lama dalam mengatasi banjir Jakarta.

Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor yang juga ikut memicu banjir yang semakin tak terkendali.Namun meskipun begitu, Water Management System dari negeri Belanda telah jadi pelopor dalam penanggulangan masalah banjir di Jakarta. Nyatanya hingga saat ini, bendungan katulampa masih beroperasi Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor yang juga ikut memicu banjir yang semakin tak terkendali.Namun meskipun begitu, Water Management System dari negeri Belanda telah jadi pelopor dalam penanggulangan masalah banjir di Jakarta. Nyatanya hingga saat ini, bendungan katulampa masih beroperasi

Mega Proyek yang kedua adalah Deltawerken atau juga dikenal dengan Delta Wokrs. Sebuah Water Management System yang dibangun di barat daya Belanda. Tujuan awal dari proyek ini untuk melindungi lahan di sekitar Rhine- Meuse-Scheldt delta dari permasalahan banjir yang sering terjadi dimasa lalu, namun kini fungsinya telah melebihi dari yang diharapkan dan telah menjadi pioneer sebagai media pertahanan modern terhadap banjir. Bahkan karena

kehebatannya, Delta Works telah dinyatakan sebagai salah satu dari “Tujuh Keajaiban Dunia Modern” oleh American Society of Civil Engineers.Bukan tidak

mungkin, jika Water Management System dari negeri Belanda kembali kita adopsi dan aplikasikan di Jakarta untuk penanganan banjir ibukota. Memang kondisi topografi ibukota sedikit berbeda dengan negeri Belanda tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan Water Management System yang dibuat khusus untuk Jakarta berdasarkan apa yang sudah dicontohkan oleh Belanda. Kota-kota di Belanda dapat dijadikan percontohan dan acuan dalam membuat Water Management System untuk menangani permasalah banjir di Ibu Kota.

5. Solusi

Solusi dari permasalahan Jakarta terhadap banjir dalam waktu jangka panjang ialah dengan dibangun giant sea wall atau sebuah tanggul laut raksasa yang membentengi Teluk Jakarta. Proyek dengan panjang 35-60 kilometer dan tersebut Solusi dari permasalahan Jakarta terhadap banjir dalam waktu jangka panjang ialah dengan dibangun giant sea wall atau sebuah tanggul laut raksasa yang membentengi Teluk Jakarta. Proyek dengan panjang 35-60 kilometer dan tersebut

Konsep pembangunan tanggul ini tidak hanya untuk sepuluh hingga 20 tahun mendatang, tetapi untuk 50 hingga 100 tahun ke depan. Rencana pembangunan tanggul laut raksasa dengan varian opsi yang telah dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta. Panjang tanggul diperkirakan 35 hingga 60 kilometer. Pembangunan akan dilakukan mulai dari kawasan Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Tangerang hingga ke Tanjung Priok, Jakarta Utara. Namun untuk Pelabuhan Tanjung Priok tetap dibuka.

Tujuan dari konsep ini yaitu untuk menciptakan danau air tawar sebagai buffer atau penyangga tata air di darat dan menciptakan daratan baru yang sangat besar tanpa pembebasan dan pemindahan warga, terciptanya banyak lapangan kerja, serta menciptakan sekaligus melestarikan hutan bakau baru di lepas pantai.

Pembangunan giant sea wall itu untuk menjaga bahaya rob dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan air bersih. Ada jalan melingkar di atas giant sea wall dan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Selama proyek giant sea wall belum berjalan, Pemprov DKI dalam waktu dekat membangun pabrik penjernihan air di Curug, Karawang, Jawa Barat. Proyek ini merupakan solusi jangka pendek memenuhi kebutuhan air bersih Jakarta dan solusi jangka panjangnya adalah dengan membangun giant sea wall.

6. Keamanan Tanggul

Untuk menjaga keselamatan warga Jakarta agar tetap aman dari banjir dengan dibangunnya giant sea wall ialah dengan memperhatikan standar keamanan tanggul. Faktor keamanan tanggul di NegeriBelanda yang akan diterapkan di Jakarta ialah sebagai berikut :

1. Faktor keselamatan yang diterapkan di Belanda mengacu pada kemungkinan kegagalan sebesar 0,0001.

2. Perancangan struktur perlindungan banjir yang utama, seperti tanggul sungai, dirancang atas dasar tinggi muka air puncak di sungai dengan kala ulang 100 tahun.

3. Tingkat keselamatan tanggul utama di pantai yang berhadapan dengan laut Utara, untuk melindungi daerah yang lebih rendah dari muka air laut, didasarkan atas tinggi gelombang dengan kala ulang 10.000 tahun.

4. Tingkat keselamatansuatutanggul yang melindungi area sebagian besar pedesaan sedikit lebih rendah, dengan kala ulang 2.000 - 4.000 tahun, tergantung dengan keadaan sosial ekonomi wilayah tersebut.

Tingkat keselamatantanggul-sungai di luar zona pasang surut ditetapkan dengan kala ulang 1.250 tahun. Selama periode puncak, muka air di sungai akan naik sebesar 3 sampai 4 meter, tetapi kenaikan ini secara berangsur-angsur akan menurun kembali.

7. Proses perancangan dan pelaksanaan

Proses perancangan dan pelasanaan konstruksi desain mencakup sejumlah kegiatan yang dapat dibagi dalam tahapan-tahapan. Secara umum tahapan dalam proses perancangan adalah:

1. Penentuan kondisi batas (boundary conditions). Penentuan ini terdiri atas defnisi persyaratan, fungsi dan ukuran dalam pengaturan kondisi lapangan setempat, misalnya mengenai tanah lapisan bawah, permukaan air, ketersediaan bahan bangunan dan kerangka waktu.

2. Penentuan tahap perancangan awal yang meliputi evaluasi umum ketersediaan metode pelaksanaan konstruksi dan perkiraan biaya awal.

3. Tahap rancangan rinci dan spesifikasi. Dalam tahap ini perancangan dikerjakan dalam bentuk gambar-gambar dan spesifikasi teknis sampai tingkat

kontraktor dapat melaksanakankonstruksi tersebut.

4. Penentuan tahap pelaksanaan konstruksi. Dalam tahap ini dilaksanakan konstruksi strukturnya.

8. Hubungan Giant Sea Wall Jakarta dengan Jalan Tol Atas Laut Jakarta- Surabaya

Tanggul raksasa yang lebih dikenal dengan nama Giant Sea Wall akan membentang di Teluk Jakarta sepanjang 30 km. Proyek pemerintah DKI Jakarta yang bekerja sama dengan pemerintah Belanda tersebut akan berada di lepas pantai sejauh 6-8 km dari garis pantai. Tujuan dari proyek tanggul raksasa ini yaitu untuk mengurangi banjir, menyediakan air tawar bersih, dan membangun pesisir. Nyatanya, proyek tersebut diprediksikan akan menimbulkan masalah.

Opini tersebut dilontarkan oleh Muslim Muin, Ph.D. (Ketua Kelompok Keahlian Teknik Kelautan ITB) pada Selasa (14/05/13). Menurutnya, proyek yang menelan dana lebih dari 280 triliun rupiah tersebut bukan merupakan solusi permasalahan banjir dan penurunan tanah yang terjadi di Jakarta. Jika diteliti lebih lanjut, proyek tersebut justru akan membawa kerugian.

Jakarta tak perlu bangun Giant Sea Wall. Dikarenakan biaya yang mahal ditambah biaya operasional yang belum dihitung, dampak Giant Sea Wall ke depannya akan berdampak pada banjir di Jakarta, merusak lingkungan laut Teluk Jakarta, mempercepat pendangkalan sungai, mengancam sektor perikanan lokal, dan menyebabkan permasalahan sosial.

Gambar 2.12 Rencana Proyek Giant Sea Wall Jakarta

Sumber: www.news.detik.com

Gambar 2.13 Rencana Proyek Jalan Tol Atas Laut Jakarta-Surabaya

Giant Sea Wall akan menyebabkan kecepatan air sungai berkurang akibat jauhnya muka air (titik terendah untuk mengalirkan air). Seperti yang kita ketahui debit sungai adalah perkalian antara kecepatan air dan luas penampang sungai, sehingga jika kecepatan air menurun maka mau tak mau luas penampang suang harus diperbesar. Padahal, terdapat tiga belas sungai sungai yang bermuara di Teluk Jakarta sehingga bisa diperkirakan bahwa debit airnya tidak sedikit. Menurut Muslim, masalah ini hampir tidak mungkin diselesaikan dengan menambah lebar sungai (karena pemukiman dan sebagainya). Satunya-satunya cara yang dapat dilakukan adalah melakukan pengerukan sungai untuk mengurangi laju sedimentasi. Jika pengerukan sungai ini tidak rutin (dengan konsekuensi adanya tambahan biaya operasional), maka yang akan terjadi adalah banjir.

Biaya operasional juga dipertanyakan dalam proses pengaliran air sungai untuk menurunkan muka air. Diperlukan pompa yang besar untuk mengalirkan air dari Jakarta ke daerah bagian dalam Teluk Jakarta yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit agar menyala selama 24 jam nonstop. Muslim memperkirakan biaya untuk pompa ini sebesar 300 miliar rupiah setiap tahun untuk keadaan normal. Belum lagi ketika debit air membesar ketika banjir, kebutuhan daya pompa tentunya membengkak.

Pembangunan Giant Sea Wall disebutkan sebagai solusi dari ancaman rob yang akan melanda Jakarta. "Kanal Banjir Barat (KBB) dan Kanal Banjir Timur (KBT) tidak cukup untuk melindungi ibu kota dari bencana banjir, diperlukan Giant Sea Wall agar pengamanannya semakin lengkap, terutama dalam mengatasi banjir rob,” ungkap Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, pada Senin (11/02/13)

( www.antaranews.com ).

9. Masalah yang terjadi antara pembangunan GSW dengan JTAL Jakarta Surabaya

Dalam pembangunan JTAL Jakarta – Surabaya yang melalui laut utara pulau jawa, maka dapat dipastikan bahwa pembangunannya akan memiliki beberapa resiko, diantaranya:

A. Masalah pertemuan antara JTAL dengan GSW maupun lalu lintas perkapalan Titik pertemuan antara JTAL Jakarta – Surabaya dengan GSW nampaknya akan menjadi permasalahan khusus karena GSW merupakan solusi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan resiko terjadinya banjir rob di Jakarta. Dengan adanya pembangunan JTAL Jakarta – Surabaya, dimungkinkan dapat mengganggu keberadaan atau fungsi dari GSW tersebut. Maka dari itu, dibutuhkan metode metode pelaksaan khusus untuk menangani permasalahan di titik pertemuan antara JTAL Jakarta – Surabaya dengan GSW yang terdapar di utara Jakarta.

B. Masalah pemukiman