Pengukuran Capaian Kinerja Sasaran Strategis 2

LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 54 Tabel 3.6. Sasaran Strategis, IKU, Target, ProgramKegiatan, Capaian Kinerja Outcome Sasaran strategis : Meningkatnya kemandirian bangsa melalui inovasi dan layanan teknologi Indikator Kinerja Utama IKU : Peningkatan produksi pangan berbahan lokal, dengan target 2. Penjelasan IKU : Peningkatan produksi pangan berbahan lokal sebagai impact dari penerapan inovasi dari BPPT yakni teknologi produksi pangan berbahan lokal. Lingkup dampak yakni di wilayah binaan yaitu beberapa kabupaten di Jawa Tengah terutama kabupaten dimana telah dilakukan kegiatan alih teknologi yaitu Grobogan, Temanggung dan Kebumen serta kabupaten-kabupaten di sekitarnya. ProgramKegiatan Capaian Kinerja Outcome Bukti Pendukung Pengembangan pangan lokal di Jawa Tengah Alih teknologi produksi pangan lokal di industri pangan Telah terjadi peningkatan produksi pangan berbahan lokal sebesar 2,18 di beberapa kabupaten di Jawa Tengah lihat tabel pada halaman sebelumnya - MoU BPPT-Prov. Jawa Tengah - PKS PTA BPPT – BKP Prov.Jateng - Surat Permohonan dari BKP Jateng ke BPPT untuk membantu program diversifikasi pangan di Jateng Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting.Disamping itu ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional yang saat ini sedang terus digalakkan menuju kedaulatan pangan. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2012 tentang ketahanan pangan sebagai bagian dari usaha terpenuhinya kondisi pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 55 yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Makanan pokok adalah makanan utama yang dikonsumsi secara terus- menerus sebagai suatu kebiasaan turun-temurun serta mampu mempengaruhi psikis konsumennya, yaitu seperti merasa ada yang kurang jika belum makan makanan pokok yang biasa dimakannya. Di indonesia mayoritas masyarakatnya menjadikan nasi sebagai makanan pokok sehari- hari. Sulitnya mencapai swasembada beras membuat pemerintah harus mengimpor beras dari luar negeri. Pemerintah pun juga kesulitan untuk mengubah makanan pokok rakyat indonesia karena masyarakat tidak mau pindah ke makanan pokok yang lain. Tanpa adanya nasi dalam menu makanan, sebagian besar orang akan merasa belum kenyang yang sejati. Makanan pokok adalah jenis makanan yang merupakan makanan utama suatu menu yang biasanya dihidangkan dalam jumlah banyak. Makanan pokok kita adalah nasi. Disamping bahan makanan pokok beras, di Indonesia dikenal bahan makanan pokok lain, yaitu jagung, singkong, ubi, pisang dan sagu Marwanti, 2000. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, danatau mengubah bentuk pangan. Industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Pengertian pangan olahan menurut aturan tersebut di atas adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. BPPT sebagai Lembaga Pemerintah non Kementerian mempunyai tugas pokok dan fungsi antara lain melaksanakan tugas pemerintah dalam bidang pengkajian dan penerapan teknologi. Sebagai salah satu penjabaran dari Sasaran Strategisnya, BPPT melalui Pusat Teknologi LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 56 Agroindustri – Kedeputian Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi telah melakukan Program Pengkajian dan Penerapan Teknologi diversifikasi tepung pangan lokal, dan penerapan teknologi pengolahan pangan dari hulu sampai hilir. Keberhasilan pelaksanaan program ini diharapkan akan memberikan kontribusi terciptanya ketahanan pangan nasional yang secara tidak langsung juga akan memberikan dampak yang luas terhadap peningkatan pendapatan petani dan membantu masyarakat luas untuk mendapatkan pangan alternatif pengganti tepung terigu dengan nilai gizi yang cukup dan dengan harga yang terjangkau kemampuan masyarakat. Kegiatan Diversifikasi Pangan Lokal yang dilakukan BPPT ini tidak dapat berdiri sendiri, melainkan secara terpadu terkoordinasi dengan program Institusi terkait, Pemerintah daerah, pelaku usaha industri serta masyarakat. Oleh karena itu sejak tahun 2014, BPPT telah menjalin kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah dalam rangka membantu mempercepat proses diversifikasi pangan pokok lokal non beras. Manfaat dari kegiatan ini adalah untuk lebih mendorong penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan tepung pangan lokal dan kompositnya sebagai bahan baku produk hilir pangan, dimanfaatkan oleh industri pangan di Jawa Tengah antara lain : di Kabupaten Grobogan, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Temanggung, serta daerah-daerah lain yang membutuhkan. Saat ini selain mengkonsumsi beras, di Jawa Tengah terdapat 450 desa yang masih mengkonsumsi pangan lokal berupa jagung dan ubi kayu. Daerah seperti Wonogiri, Kebumen, Temanggung dan Grobogan merupakan beberapa contoh kabupaten yang sebagian masyarakatnya masih mengkonsumsi pangan pokok non beras dan non terigu. Dilihat dari potensi pangan lokalnya, Jawa Tengah memiliki jumlah produksi ubi kayu sebesar 3,29 juta ton, Jagung 2,77 juta ton, dan ubi jalar 148 ribu ton. Komoditi tersebut sangat potensial jika dapat dimanfaatkan maksimal untuk kemakmuran rakyat Jawa Tengah. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 57 DI Provinsi Jawa Tengah masing-masing daerah memiliki ciri khas pangan pokok lokalnya, antara lain di Kebumen mengkonsumsi oyek yang berasal dari ubi kayu, di Temanggung mengkonsumsi beras jagung sekelan, di Wonosobo mengkonsumsi leye, di Wonogiri disebut thiwul dan di Grobogan dinamakan sekelan. Mengingat sifatnya yang spesifik dan merupakan kearifan lokal bagi masyarakat setempat dan umumnya diproduksi di luar kota besar, maka data produksi produk hilir pangan lokal yang diproduksi di tingkat rumah tangga sebagian besar belum tercatat di statistik kabupaten. Data produksi produk hilir pangan lokal skala UKM secara umum sudah ada datanya dari Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten di Jawa Tengah tahun 2015, serta dari Hasil Survai Konsumsi dan Produksi Pangan Lokal - Tim Universitas Semarang USM tahun 2015. Hal ini disebabkan karena di tingkat rumah tangga tidak memproduksi kontinyu setiap hari dan jumlahnya per-rumah tangga relatif kecil serta jenis produk pangannya dapat berubah setiap waktu produksi. Pada tahun 2013 dan 2014 di Propinsi Jawa tengah mendapatkan bantuan dari Badan Ketahanan Pusat melalui kegiatan Program Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal MP3L di kabupaten Kebumen, Temanggung, Wonogiri dan Grobogan. Kegiatan MP3L tersebut melibatkan BPPT dalam hal ini Pusat Teknologi Agroindustri Kedeputian Teknologi Agroindustri dan Bioindustri untuk melakukan pendampingan dalam hal alih teknologi proses pembuatan beras, mie dan makaroni berbahan baku jagung dan ubi kayu serta rancang bangun peralatan di industri pengolahan pangan lokal skala UKM, khususnya peralatan ekstruder dengan skala produksi antara 50-80 kg per hari. Gambaran produksi produk hilir pangan lokal sebelum dan setelah adanya MP3L dan kontribusi BPPT pada tahun 2014 - 2015 pada kabupaten- kabupaten yang banyak memproduksi produk hilir pangan lokal oyek, sekelan, tiwul, leye, beras analog di Provinsi Jawa Tengah, ditunjukkan pada tabel berikut ini: LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 58 Tabel 3.7 Produksi Pangan Lokal di Beberapa Kabupaten di Jawa Tengah Tahun 2014 dan Tahun 2015 No Kabupaten Produksi 2014 ton Produksi 2015 ton Produksi UKM binaan BPPT 2015 ton Jumlah UKM binaan BPPT 1 Kebumen 148 151 2,4 1 2 Temanggung 131 133 6,6 2 3 Grobogan 149 152 1.5 3 4 Wonogiri 99 101 1,5 1 5 Wonosobo 128,5 131 - - 6 Lain-lain Pati, Kendal, …. 21,5 23,8 - - Total 677 691,8 12 7 Sumber : USM 2015, BPS Kabupaten 2015 Dari tabel di atas , terlihat bahwa selama tahun 2014- 2015 terjadi kenaikan produk hilir pangan lokal di beberapa kabupaten di Jawa Tengah sebesar 14,8 ton atau sebesar 2,18 . Kenaikan 2,18 tersebut, sebagian dari peningkatan produksi produk pangan lokal yang diperoleh dari kontribusi beberapa UKM binaan BPPT-Pemkab setempat di daerah Kebumen 2.4 ton, Temanggung 6.6 ton, Grobogan 1.5 ton, dan Wonogiri 1.5 ton yang memproduksi beras, mie dan makaroni berbahan baku jagung, ubi kayu dan pangan lokal lainnya. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 59 Gambar 3.2 Penandatanganan MOU antara Ka BPPT dengan Gubernur Jawa Tengah dalam rangka pemanfaatan teknologi BPPT Gambar 3.3 Contoh Kegiatan alih teknologi di UKM Mutiara Baru Desa Plumbon, Baru Kecamatan Karangsambung- Kabupaten Kebumen-Propinsi Jawa Tengah LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 60 Gambar 3.4 Contoh hasil binaan BPPT produk beras analog dari UKM Mutiara Baru Kabupaten Kebumen Gambar 3.5 Kelompok UKM Mutiara Baru penerima Adhikarya Pangan Nusantara 2015 Tingkat Nasional Piala dan Piagam Penghargaan ADHIKARYA PANGAN NUSANTARA APN tahun 2015 untuk UKM Mutiara Baru Kabupaten Kebumen yang telah diserahkan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada tanggal 21 Desember 2015 LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 61 Gambar 3.6 Produk RASTEJA Beras Tela dan Jagung produksi KUB Maju Jaya binaan BPPT di Desa Klampok Kec. Godong Kab. Grobogan yang telah memperoleh penghargaan dari KemenPerindag Gambar 3.7 Piagam dan Piala UKM Pangan AWARD dari Menteri Perdagangan Republik Indonesia LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 62 Capaian kinerja BPPT untuk Indikator Kinerja Utama: Peningkatan produksi pangan berbahan lokal, dengan target 2 adalah sebagai berikut: 1 Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja tahun ini Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi x 100 Target = Peningkatan Produksi Pangan sebesar 2 x 100 = 100 Peningkatan Produksi Pangan sebesar 2 Tabel 3.8 Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja IKU 3 Indikator Kinerja Target Reali- sasi Program Kegiatan Mitra Peningkatan produksi pangan berbahan lokal 2 2 100 Pengembangan pangan lokal di Jawa Tengah Alih teknologi produksi pangan lokal di industri pangan Pemprov Jawa Tengah BKP Prov. Jawa Tengah BKP dan KKP Kabupaten di Jawa Tengah UKM di Kabupaten di Jawa Tengah LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 63 2 Perbandingan antara realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu dan beberapa tahun terakhir Tabel 3.9 Perbandingan antara realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu dan beberapa tahun terakhir Tahun 2012 2013 2014 2015 Realisasi Kinerja - Paket teknologi proses produksi produk hilir pangan berbahan baku tepung komposit local - Audit teknologi proses dan peralatan di PT. Subafood produksi bihun jagung - Rekomendasi teknologi proses produksi beras analog dan mie berbahan baku jagung - Berkembangny a industri pangan lokal di Grobogan memanfaatkan teknologi proses produksi rekomendasi BPPT - Alih Teknologi Proses Produksi Beras Analog dari bahan baku tepung lokal di Kabupaten Grobogan, Kab. Wonogiri, Kab. Temanggung, Kab. Kebumen, Kab. Pati Prop. Jawa Tengah - Sosialisasi, konsultansi pendampingan UKM binaan - Alih teknologi produksi pangan lokal di beberapa Kabupaten di Jawa Tengah - Sosialisasi, konsultansi pendampingan UKM binaan Capaian Kinerja - Prototipe mie, macaroni dari tepung komposit - Hasil audit teknologi proses dan peralatan produksi bihun jagung pada industri pangan PT. Subafood - Pengembangan Tek Proses Beras Analog dg variasi formulasi, aditif dan coating - Desain peralatan extruder utk diterapkan di Grobogan - Pelatihan Teknis produksi Beras analog- - Teradopsinya teknologi proses peralatan produksi pangan lokal oleh industri pangan di Jateng - Meningkatnya ragam-mutu produk pangan lokal berbasis tepung jagung - Alih teknologi produksi dan pengembanga n pangan lokal di beberapa UKM di Jawa Tengah, berjalan dengan baik dengan tercapainya target peningkatan produksi pangan lokal LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 64 mie makaroni jagung pd industri pangan - Sosialisasi, konsultansi pendampingan IKM binaan di Jateng - UKM Maju Jaya Godong- Grobogan mendapatkan penghargaan UKM Award dari Kemeperindag th 2014 sebagai inovator pangan lokal sebesar 2, serta keberhasilan UKM Mutiara Baru Kabupaten Kebumen meraih Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara APN Tingkat Nasional tahun 2015 3 Analisis penyebab keberhasilan atau peningkatan kinerja Terdapat beberapa faktor pendukung keberhasilanpeningkatan kinerja kegiatan ini antara lain sebagai berikut: - BPPT memiliki SDM yang kompeten dalam bidang teknologi pengembangan pangan lokal - BPPT memiliki teknologi dan peralatan yang mendukung pengembangan teknologi pangan lokal - Dukungan dari BKP Prov. Jawa Tengah untuk pengembangan pangan local, dan MoU BPPT - Prov. Jawa Tengah - Komitmen mitra pengguna dlm mengoperasikan industri pengolahan pangan lokal. 4 Analisis programkegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian pernyataan kinerja Dalam rangka pencapaian pernyataan kinerja, terdapat beberapa program kegiatan yang dilaksanakan, yang meliputi: 1. Kegiatan Pengkajian Teknologi Proses 2. Kegiatan Pengembangan kerjasama dan diseminasi teknologi pangan lokal LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 65 3. Kegiatan koordinasi dan kerjasama dengan Pemdaindustri pangan terkait 4. Kegiatan pelatihan teknis produksi produk hilir pangan lokal Analisis programkegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja Penetapan Kinerja : Jumlah kabupaten yang memanfaatkan inovasi dan layanan teknologi produksi pangan olahan berbahan baku lokal untuk mendukung diversifikasi pangan Kegiatan : Pengkajian Teknologi Proses Kegiatan : Pengembangan kerjasama dan diseminasi teknologi pangan lokal Kegiatan : Koordinasi dan kerjasama dengan Pemda industri pangan terkait Kegiatan : Pelaksanaan pelatihan teknis produksi produk hilir pangan lokal LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 66 Perbandingan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis Peningkatan produksi pangan berbahan lokal 2,0. Dicapai melalui alih teknologi di beberapa kabupaten. 2015 2016 2017 2018 Peningkatan produksi pangan berbahan lokal 4,0. Peningkatan produksi pangan berbahan lokal 3. Peningkatan produksi pangan berbahan lokal 5. Gambar 3.8 Peningkatan Capaian Kinerja Outcome menuju Target akhir sesuai Dokumen Renstra Peningkatan produksi pangan berbahan lokal 5. 2019 LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 67 III - 67 2. Jumlah inovasi dan layanan teknologi pertahanan dan keamanan Pesawat tanpa awak untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pembangunan industri strategis hankam, dengan target 3 unit Medium Range Drone dimanfaatkan TNI. Tabel 3.10. Sasaran Strategis, IKU, Target, ProgramKegiatan, Capaian Kinerja Outcome Sasaran Strategis : Meningkatnya kemandirian bangsa melalui inovasi dan layanan teknologi Indikator Kinerja Utama IKU : Jumlah dan layanan teknologi pertahanan dan keamanan Pesawat tanpa awak untuk mendukung palaksanaan kebijakan pembangunan industri strategis hankam Target : 3 unit Medium Range Drone dimanfaatkan TNI Penjelasan IKU : Program Kegiatan Capaian Kinerja Outcome Bukti Pendukung Perekayasaan Teknologi PUNA Wulung 3 unit Medium Range Drone disertifikasi IMA dimanfaatkan TNI Sertifikasi IMA dan pemanfaatan oleh TNI Gambar 3.9 Tiga unit PUNA Wulung Kerjasama BPPT dan PT Dirgantara Indonesia LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 68 III - 68 BPPT beberapa tahun ini telah mengembangkan pesawat tanpa awak dengan berbagai jenis dan tipe sesuai dengan kegunaannya, salah satunya puna Wulung. Puna Wulung merupakan salah satu pesawat tanpa awak yang pengembangannya telah mencapai tingkat kesuksesan yang relative tinggi dengan berbagai macam penggunaannya. Pasca demonstrasi terbang Wulung 11 Oktober 2012 di Halim Perdana Kusuma pengembangan riset untuk program pengembangan puna wulung semakin ditingkatkan. Pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas produk yang dilaksanakan oleh BPPT bekerjasama dengan pihak Industri terus diupayakan , apalagi dengan adanya keputusan direktif Menteri Pertahanan untuk memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan Rancang Bangun PUNA Wulung. Dalam rangka meningkatkan kemampuan unjuk kerja performance dan penggunaannya, pesawat puna Wulung ini terus disempurnakan dengan melakukan modifikasi. Untuk mengetahui unjuk kerja puna Wulung hasil modifikasi ini diadakan uji aerodinamika di wind tunnel. Pengembangan terus dilakukan. Pada tahun 2015 desain dan rancangan puna wulung sebagai hasil Perekayasaan Teknologi BPPT, telah dikerjasamakan dengan pihak industri yakni PT Dirgantara Indonesia PT DI untuk memproduksi 3 unit Puna Wulung. Fase pengembangan yang diperoleh sudah memasuki babak akhir dimana diperolehnya sertifikasi dari Indonesian Military Airworthiness IMA. Pemanfaatan Puna wulung ini oleh Kementerian Pertahanan.akan dimanfaatkan sebagai bagian dari skuadron pesawat tanpa awak yang ditempatkan di Supadio Pontianak. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 69 III - 69 Gambar 3.10 Proses Produksi Tiga unit PUNA Wulung Kerjasama BPPT dan PT Dirgantara Indonesia Capaian kinerja BPPT untuk Indikator Kinerja Utama : Jumlah inovasi dan layanan teknologi pertahanan dan keamanan Pesawat tanpa awak untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pembangunan industri strategis hankam, dengan target 3 unit Medium Range Drone dimanfaatkan TNI adalah sebagai berikut : 1 Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja tahun ini : Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi x 100 Target = 3 unit MRD dimanfaatkan TNI x 100 = 100 3 unit MRD dimanfaatkan TNI LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 70 III - 70 Tabel 3.11 Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja IKU 4 Indikator Kinerja Target Realisasi Program Kegiatan Mitra Jumlah inovasi dan layanan teknologi pertahanan dan keamanan Pesawat tanpa awak untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pembangunan industri strategis hankam 3 unit Medium Range Drone diman- faatkan TNI 3 unit Medium Range Drone diman- faatkan TNI 100 PPT Hankam – Perekayasaan Teknologi PUNA Wulung TNI PT. DI 2 Analisis penyebab keberhasilan atau peningkatan kinerja Faktor Penyebab Keberhasilan Peningkatan Kinerja : • Komitment dari BPPT serta SDM di BPPT dalam melaksanakan kegiatan pengembangan ini yang fokus pada proses capaian target akhir. • Konsistensi pada pelaksanaan sesuai road map yang telah direncanakan. • Konsistensi pada kedisiplinan capaian penyelesaian target antara sesuai jadwal waktu yang direncanakan. • Menyiapkan SDM pelaksana kegiatan sesuai kompetensi teknis sehingga bisa lebih efektif dlm pencapaian target. • Adanya kerjasama dengan institusi dan industri mitra kerjasama, berkoordinasi dan saling mengisi sesuai kompetensi. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 71 III - 71 3 Analisis atas efesiensi penggunaan sumber daya Efisiensi penggunaan sumber daya laboratorium dan peralatan : Efisiensi dilakukan pada penggunaan mesin dan peralatan dengan cara memanfaatkan simulasi numerik untuk optimasi. Hal ini dilakukan pada semua kegiatan. Pada program Pesawat Tempur Nasional hal ini dilakukan untuk mendukung pengujian PUNA, pemanfaatan tools dan mesin-mesin perkakas untuk pembuatan atau pemeliharaan sparepart atau komponen PUNA. Selain itu juga untuk menghitung titik berat, kalibrasi, thrust engine dan perhitungan data real time pada saat pengujian PUNA. Efisiensi lainnya yang dilakukan adalah dengan Melaksanakan Kerjasama dengan instansi lain sesuai dengan kebutuhan dan tupoksi masing-masing, yaitu dengan melakukan kerja sama terkait dengan desain, manufaktur ataupun pengujian komponen baik secara parsial maupun keseluruhan. 4 Analisis programkegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja BPPT telah melakukan Perjanjian Kerja Sama PKS dengan 6 BUMN Industri Strategis yaitu PT. Dirgantara Indonesia, PT. PAL Indonesia, PT. Pindad, PT. LEN dan PT. Dahana dan PT. INTI serta dengan perguruan tinggi ITB. Selain itu BPPT melakukan kerjasama dengan Kementerian Pertahanan dan TNI. BPPT juga menjalin kerjasama dengan industri dalam dan luar negeri. Hal ini sangat menunjang keberlangsungan kegiatan program BPPT sehingga lebih mudah untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 72 Peningkatan Capaian Kinerja Output Menuju Target Akhir Sesuai Dokumen Renstra Program Satpur  Peningkatan Performance GCS dan kemudahan dalam mobilisasi ke lokasi uji terbang PUNA  Perubahan struktur PUNA Wulung dari 3,6 G menjadi 7,6 G.  PUNA Wulung telah mencapai jangkauan Long Range Test sejauh 150 km, ketinggian 10.000 ft sea level dengan menggunakan way point autonomous system.  PUNA Wulung telah diproduksi oleh PT. DI yang akan digunakan oleh TNI-AU sebagai pendukung skuadron UAV. Uji Terbang Misi PUNA Alap-alap 2011 2012 2013 2014 2015 PUNA Wulung dapat dimanfaatkan untuk Surveillance pemetaan. Peninjauan Presiden RI SBY pada saat Demo Flight di Halim. 3 unit Medium Range Drone disertifikasi IMA dimanfaatkan TNI Target Akhir: Mendukung Kemandirian Bangsa Dalam Bidang Pesawat Udara Nir Awak UAV. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 73 III - 73

3. Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya, dengan target 1 propinsi.

Tabel 3.12. Sasaran Strategis, IKU, Target, ProgramKegiatan, Capaian Kinerja Outcome Sasaran Strategis Meningkatnya kemandirian bangsa melalui inovasi dan layanan teknologi Indikator Kinerja Utama IKU Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya . Target : 1 Penjelasan IKU 1 propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya Propinsi Riau; untuk bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan Program Kegiatan Capaian Kinerja Outcome Bukti Pendukung Pengkajian dan Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca; Layanan Jasa Teknologi Modifikasi Cuaca PNBP Berkurangnya berbagai resikopotensi kerugian akibat bencana asap karhutla di Propinsi Riau. Selain itu, juga terdapat beberapa propinsi terdampak bencana asap karhutla lainnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, yaitu di : 1. Sumatera Selatan; 2. Jambi; 3. Kalimantan Barat; 4. Kalimantan Tengah; dan 5. Kalimantan Selatan. • Nota Kesepahaman No.:MoU. 33SUBNPBII2015 TMC Asap Riau • Nota Kesepahaman No.:MoU. 118ASUBNPBVI2015 TMC Asap P.Sumatera dan Kalimantan • Piagam Penghargaan dari Gubernur Riau • Dokumen Testimoni dari BNPB • Foto-foto kegiatan dan pemberitaan media Teknologi Modifikasi Cuaca TMC didefinisikan sebagai usaha campur tangan manusia dalam mengelola sumberdaya air di atmosfer untuk menambah curah hujan atau mengurangi intensitas curah hujan pada daerah tertentu untuk meminimalkan bencana alam yang disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca dengan memanfaatkan parameter cuaca. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 74 III - 74 Keunggulan teknologi ini terletak pada kemampuan mengelola potensi atmosfer sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat kepada kegiatan usaha, sosial, kesehatan dan lainnya bagi masyarakat yang terpengaruh oleh potensi alami tersebut. Pelaksanaan pelayanan TMC ini merupakan bagian dari salah satu peran lembaga BPPT, yaitu sebagai lembaga pemberi solusi teknologi. Pelayanan jasa TMC yang secara operasional dikerjakan oleh UPT Hujan Buatan BPPT di tahun 2015 dilaksanakan dalam rangka mendukung pengelolaan sumberdaya air untuk kebutuhan PLTA energi dan irigasi pangan serta untuk mengatasi bencana asap kebakaran hutan dan lahan serta bencana kekeringan sebagai dampak fenomena iklim El Nino kuat yang terjadi pada tahun 2015. Ancaman kekeringan yang disertai dengan realita lapangan bahwa telah terjadi penurunan jumlah cadangan air pada waduk-waduk PLTA di Indonesia sebagai dampak El Nino kuat, khususnya ketika memasuki musim kemarau, pada prosesnya menjadi dasar bagi instansi terkait berkoordinasi dengan BPPT dalam merencanakan dan melaksanakan penerapan TMC. Dalam konteks demikian, UPT Hujan Buatan BPPT melayani permintaan sejumlah pihak pengelola waduk dari sektor BUMNswasta untuk mengisi dan menambah cadangan air waduk yang mengalami defisit air. Beberapa kegiatan pelayanan jasa TMC yang telah dilakukan TMC kepada sektor swastaBUMN di tahun 2015 antara lain: 1 Pelayanan Jasa TMC kepada PT. PLN Persero Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tegah WKSKT Sektor Pembangkitan Barito untuk pengisian Waduk PLTA Ir. PM Noor di Kalimantan Selatan, 2 Pelayanan Jasa TMC kepada PT. PLN Persero Wilayah Pembangkitan Sumatera Bagian Utara KITSBU Sektor Pekanbaru untuk pengisian Waduk PLTA Kota Panjang di Riau dan Waduk PLTA Singkarak di Sumatera Barat, dan 3 Pelayanan Jasa TMC kepada PT VALE untuk pengisian Danau Towuti dan Danau Mahalona di DAS Larona, Sulawesi Selatan. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 75 III - 75 Gambar. Kegiatan Pelayanan Jasa TMC di DAS PLTA Kota Panjang Riau Selain kegiatan pelayanan jasa TMC untuk pengisian waduk yang melayani pengguna jasa dari sektor BUMNswasta, UPT Hujan Buatan BPPT juga telah memberikan kontribusi kepada sektor Pemerintah dalam hal penanganan darurat bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan karhutla yang terjadi sebagai dampak fenomena El Nino kuat yang terjadi di tahun 2015. Dampak El Nino yang sudah mulai terasa sejak awal tahun 2015 telah menyebabkan sejumlah daerah mengalami kekeringan dan memicu sejumlah bencana hidrometeorologi. Jenis bencana yang paling massif adalah bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sejak periode akhir bulan Februari di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan dan terus berlanjut hingga bulan November 2015. Dalam rangka mendukung program Pemerintah mengurangi dampak El Nino tahun 2015, UPT Hujan Buatan BPPT secara proaktif telah melakukan pelayanan jasa Teknologi Modifikasi Cuaca TMC di 6 LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 76 III - 76 enam propinsi di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan untuk tujuan penanggulangan bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan secara kontinyu sejak periode bulan Maret hingga November 2015, sebagaimana terinci dalam Tabel berikut: Tabel 3.13. Daftar kegiatan layanan jasa TMC Penanggulangan bencana kabut asap karhutla tahun 2015 NO. LOKASI PROPINSI WAKTU PENGGUNA JASA 1. Riau 2 Maret - 30 April 2015; dan 22 Juni - 20 November 2015 BNPB, Kementerian LHK, PemProv. Riau, PemProv.SumSel, PemProv. Jambi, PemProv. KalBar, PemProv. KalSel dan PemProv. KalTeng 2. Sumsel 8 Juli - 24 November 2015 3. Kalbar 11 Agustus - 07 November 2015 4. Jambi 13 September - 10 November 2015 5. Kalsel 15 Oktober - 12 November 2015 6. Kalteng 15 Oktober - 12 November 2015 Upaya TMC untuk penanggulangan bencana asap kebakaran hutan dan lahan dipandang sebagai salah satu upaya yang paling efektif karena dapat langsung mematikan nyala api sebagai penyebab kemunculan kabut asap. Terlebih untuk kebakaran yang terjadi pada lahan gambut dengan kedalaman tertentu, sangat sulit untuk dipadamkan jika hanya melalui upaya operasi darat. Satu-satunya cara yang paling efektif untuk dapat memadamkan titik kebakaran pada lahan gambut adalah dengan siraman air hujan yang dapat dimaksimalkan melalui upaya TMC. Selain untuk mengurangi jumlah titik api hotspot, pelaksanaan TMC juga bertujuan untuk menjaga visibility jarak pandang di bandara dan juga menjaga Indeks Standar Pencemaran Udara ISPU untuk memperbaiki kualitas udara bagi kesehatan masyarakat. Tabel 3.13 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 6 propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya. Capaian kinerja ini melebihi dari target yang telah yang telah ditetapkan, yaitu hanya 1 propinsi, yaitu Riau. Hal ini dikarenakan walaupun fokus utama kegiatan Penanggulangan bencana kabut asap karhutla tahun 2015 adalah pada propinsi Riau, namun munculnya fenomena El Nino kuat di tahun 2015 yang menyebabkan terjadinya bencana kekeringan dalam skala luas, sehingga frekuensi permintaan TMC dari sejumlah pihak cukup tinggi. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 77 III - 77 Foto kejadian hujan yang memadamkan sejumlah titik api sumber asap. Foto diambil dari pesawat, saat melakukan misi penyemaian awan. Selain penyemaian awan dari udara yang dilakukan oleh pesawat terbang, untuk menjaga visibility jarak pandang di sekitar lingkungan Bandara juga dilakukan dari darat menggunakan alat Ground Mist Generator. Ground Mist Generator GMG adalah perangkat untuk menghasilkan partikel renik yang bersifat higroskopik untuk memodifikasikan atmosfer dan awan yang berada di dalamnya. Sistem GMG ini dioperasikan dengan menggunakan bahan semai garam CaCl 2 yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0.0067 kgliter 1 kg150 liter pelarut air. Proses modifikasi cuaca dengan GMG terlaksana melalui 2 dua mekanisme. Pertama, penguapan partikel renik menyisakan partikel yang terlarut menjadi inti kondensasi awan. Kedua, tetes cairan yang tersebar di atmosfer diharapkan memerangkap asap yang berasal dari hasil kebakaran hutan dan lahan. Kemampuan bahan-bahan semai yang higroskopis dan hidropilik tersebut dalam menipiskan asap akan sangat berbeda dengan air saja tanpa campuran tersebut di atas. Fungsi penambahan salah satu bahan-semai LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 78 III - 78 sebagai zat terlarut adalah untuk meningkatkan tegangan permukaan dari cairanlarutan sehingga tidak mudah menguap dan efektif. Selain itu, adanya ion-ion ini yang terlarut juga berperan secara kimia untuk mendestabilkan koloid asap agar lebih mudah berkoagulasi. Semakin tinggi konsentrasi zatbahan terlarut, diharapkan semakin tinggi efektivitas dan kinerjanya. Akan tetapi, sebagai bahan semai penipisan yang di gunakan pada system GMG ini, konsentrasi tidak lebih dari 5 untuk GMG sistem Nozle. Foto alat Ground Mist Generator dengan sistem Nozle Efektivitas TMC dalam skema mitigasi bencana asap karhutla dapat dijelaskan sebagai berikut: Teknologi Modifikasi Cuaca merupakan intervensi manusia pada proses pembentukan hujan di dalam awan. Hasil intervensi ini, proses di dalam awan akan menjadi lebih efisien daripada proses berjalan secara alami, yaitu proses tumbukan dan penggabungan antara tetes awan dengan partikel bahan semai yang telah berubah dari padatan menjadi cairan. Intervensi dilakukan dengan menginjeksikan bahan yang disebut bahan semai seeding agent ke dalam awan. Pada lapisan tinggi, uap air pada udara yang lembab mengembun pada inti-kondensasi menjadi tetes awan yang sangat kecil dan kumpulannya terlihat sebagai bentuk awan. Secara alami, inti-kondensasi banyak terdapat di atmosfer. Melalui proses di dalam awan dan didukung oleh entrainment uap air yang terus menerus dari lingkungan di bawah dasar LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 79 III - 79 awan, maka awan berkembang menjadi besar membentuk awan hujan dan kemudian menghasilkan hujan. Ketika berlangsung kebakaran hutan, atmosfer sangat sedikit mengandung uap air. Selain itu, terbakarnya biomasa menyebabkan populasi atau jumlah inti-kondensasi di atmosfer meningkat lebih dari 300. Kondisi ini menimbulkan kompetisi persaingan memperebutkan uap air yang saat itu jumlahnya tidak besar. Keadaan ini menyebabkan sangat sulit terbentuk awan. Kalaupun ada awan, awan ini tidak dapat berkembang besar. Namun demikian kondisi atmosfer selalu berubah. Peluang munculnya awan hujan di dekat atau di atas daerah kebakaran hutan tetap ada, dan ini hanya bisa diketahui melalui pemantauan terus menerus kondisi atmosfer di sekitar daerah target sasaran. Bila di atas suatu daerah kebakaran atmosfernya berubah menjadi mendukung favourable yaitu dengan masuknya masa udara lembab, awan-awan di daerah ini akan tumbuh dan berkembang. Pada kondisi seperti inilah peran TMC sangat efektif, yaitu meningkatkan intensitas hujan, meluaskan daerah hujan dan memperpanjang durasi lama hujan. Secara ringkas, efektivitas TMC untuk penanggulangan bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Tidak ada teknologi apapun yang mampu memadamkan kebakaran lahan dan hutan dalam eskalasi yang luas, kecuali oleh siraman hujan. 2 Dalam kondisi asap pekat, asap bukan hanya berbahaya bagi manusia. Asap pekat juga “tidak bersahabat” terhadap proses terjadinya hujan dalam 2 dua hal: a Asap pekat menghalangi radiasi masuk ke permukaan bumi. Akibatnya suhu permukaan bumi tidak cukup hangat untuk membuat labil profil vertikal temperatur udara. Padahal profil vertikal temperatur udara yang labil inilah yang menjadi media bagi terbentuknya awan akibat aktivitas konveksi atau pengangkatan masa udara agar terjadi kondensasi. Akhirnya, awan menjadi sulit terbentuk dan tentu saja hujan tidak terjadi. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 80 III - 80 b Ketika ada awan di suatu wilayah yang asapnya pekat umumnya awan di sini berasal dari daerah lain yang terbawa angin, dalam istilah meteorologi disebut adveksi, maka asap pekat akan berebut uap air dan butiran awan sehingga awan akan selalu berada dalam fase mula. Awan dalam fase mula ditandai dengan butir-butir awan berukuran kecil. Akibatnya, proses hujan akan sangat sulit terjadi. Sebagai informasi, asap pekat kebakaran lahan dan hutan didominasi oleh partikel sangat kecil berukuran kurang dari 2 mikron sebanyak sekitar 2000 butircm 3 . TMC atau hujan buatan akan berperan penting dalam meningkatkan efisiensi proses hujan karena mampu mengubah awan yang berada pada fase mula memasuki fase dewasa hingga matang. TMC dilakukan dengan menaburkan bahan semai higroskopis berukuran besar UGN: Ultra Giant Nuclei, 10-50 mikron. Hadirnya bahan semai ini akan meningkatkan efisiensi tumbukan dan penggabungan collision and coalescence, yang merupakan kunci terjadinya proses hujan pada awan hangat yang sering tumbuh di daerah tropis. Sebagai informasi, awan pada fase mula memiliki efisiensi tumbukan dan pengabungan di bawah 10. Sementara itu, penyemaian awan mampu meningkatkan efisiensi menjadi sekitar 80. Foto-foto Kegiatan TMC Penanggulangan Bencana Asap Karhutla Tahun 2015 LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 81 III - 81 Testimoni Presiden Joko Widodo atas kontribusi TMC dalam upaya pemadaman asap karhutla, saat beliau mengunjungi Posko Penanganan Bencana Asap di Jambi Capaian kinerja BPPT untuk Indikator Kinerja Utama : Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya, dengan target 1 satu propinsi adalah sebagai berikut : Perbandingan antara target dan realisasi kinerja tahun ini Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi x 100 Target = 1 Propinsi x 100 = 100 1 Propinsi LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 82 III - 82 Tabel 3.14 Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja IKU 5 Indikator Kinerja Target Realisasi Program Kegiatan Mitra Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya 1 1 100 PPT Teknologi Modifikasi Cuaca BNPB, BMKG, TNI-AU, Kementerian LHK, Kementerian Pertanian, Pemerintah Provinsi Riau, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng dan Kalsel, PT Pelita Air Service Analisis Penyebab Keberhasilan atau Peningkatan Kinerja • Munculnya fenomena El Nino kuat di tahun 2015 yang menyebabkan terjadinya bencana kekeringan dalam skala luas, sehingga frekuensi permintaan TMC dari sejumlah pihak cukup tinggi. • Profesionalisme UPT Hujan Buatan BPPT dalam menjalankan operasi TMC, sehingga hasil pelaksanaan TMC kerap kali mampu memberikan kepuasan bagi para pengguna jasanya. • Hingga saat ini, UPT Hujan Buatan BPPT merupakan pelaku tunggal operator TMC di Indonesia, tidakbelum ada pesaing kompetitor lain yang melayani jasa serupa. • Nilai manfaat hasil TMC yang sudah mulai bisa dipahami oleh sejumlah pengguna jasa khususnya dari para pengelola waduk PLTA dan irigasi, sehingga mereka mulai menerima konsep TMC dalam skema praktek pengelolaan sumberdaya air yang mereka rencanakan. Dalam hal ini, TMC tidak harus semata-mata hanya perlu dilakukan saat mengalami defisit air, tetapi lebih kepada untuk menjaga ketersediaan air secara optimal agar mampu menghasilkan produksi listrik maupun pasokan air irigasi secara maksimal dan kontinyu. LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 83

3.1.3. Pengukuran Capaian Kinerja Sasaran Strategis 3

Pengukuran capaian Sasaran Strategis 3 SS 3 yaitu Meningkatnya tata kelola pemerintahan yang baik untuk mendukung inovasi dan layanan teknologi, dengan 2 dua Indikator Kinerja Utama IKU dan target sebagai berikut : 1. Meningkatnya prosentase kualitas SDM Perekayasa dan Litkayasa nasional, dengan target 5 2. Meningkatnya produktivitasnilai tambah industri mitra pengguna, dengan target 2. Penjelasan Capaian masing-masing IKU adalah sebagai berikut:

1. IKU 6 : Meningkatnya prosentase kualitas SDM Perekayasa dan

Litkayasa nasional, dengan target 5 Tabel 3.15 Sasaran Strategis, IKU, Target, ProgramKegiatan, Capaian Kinerja Outcome Sasaran Strategis: Meningkatnya Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Untuk Mendukung Inovasi dan Layanan Teknologi Indikator Kinerja Utama IKU: Meningkatnya Prosentase Kualitas SDM Perekayasa dan Litkayasa Nasional Target : 5 Penjelasan Target IKU: Kualitas Pejabat Fungsional Perekayasa dan Teknisi Litkayasa Nasional Meningkat Sebesar 5 ProgramKegiatan Capaian Kinerja Outcome Bukti Pendukung • PPT • Diklat Perekayasa dan Teknisi Litkayasa Pejabat Fungsional Perekayasa dan Teknisi Litkayasa Nasional yang mengikuti diklat memiliki kemampuan bekerja sesuai dengan tata kerja kerekayasaan dan kelitkayasaan, sehingga dapat meningkatkan kinerja SDM perekayasa dan litkayasa nasional Laporan Penyelenggaraan Diklat Perekayasa dan Teknisi Litkayasa LAKIP BPPT TAHUN 2015 III - 84 Sumberdaya manusia SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam persaingan global. Oleh karena itu, menyiapkan SDM yang berkualitas yang memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global menjadi suatu keharusan. Tantangan globalisasi sudah pasti akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dalam era globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional, akan terjadi persaingan antar negara termasuk di dalamnya persaingan kompetensi SDM. Globalisasi regional ASEAN menuntut SDM Indonesia harus siap berkompetisi menghadapi ASEAN Free Trade Area AFTA dan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA atau ASEAN Economic Community AEC pada tahun 2015. Pada saat pemberlakuan AFTA dan MEA, akan terjadi pembebasan arus barang, jasa dan tenaga kerja serta persaingan dalam sektor perdagangan antar Negara ASEAN. Dalam meghadapi bebasnya arus barang dan jasa serta persaingan tenaga kerja setelah pemberlakuan AFTA dan MEA pada tahun 2015, kompetensi SDM Indonesia dirasakan masih relatif rendah baik di tingkat Internasional maupun ASEAN. Saat ini Indeks Pembangunan Manusia IPM Indonesia berada pada peringkat ke-121 dari 187 negara di dunia. Peringkat tersebut berada jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura peringkat 18, Malaysia peringkat 64, Thailand peringkat 103, dan Filipina peringkat 114. Selain itu daya saing SDM Indonsia dengan negara-negara ASEAN lainnya masih tertinggal. Untuk mempengaruhi daya saing competitiveness suatu bangsa maka penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK akan sangat menentukan. Berdasarkan indeks daya saing global Global Competitiveness Index,GCI yang dipublikasikan oleh World Economic Forum 2014, GCI Indonesia berada pada peringkat yang cukup rendah peringkat 34 dari 144 negara bahkan lebih rendah dari negara-negara ASEAN seperti Singapura, Thailand dan Malaysia. Penyusunan GCI di atas berdasarkan beberapa parameter, di antaranya adalah institusi, infrastruktur, pendidikan, kepuasan bisnis, kesiapan teknologi, dan inovasi. Disebutkan dalam laporan tersebut, bahwa parameter kesiapan teknologi Indonesia ternyata menempati peringkat yang sangat rendah,