Pola Penyebaran Analisis Vegetasi Mangrove

27 Dari hasil yang diperoleh selama penelitian di 3 stasiun menunjukkan bahwa nilai b dari 3 yang artinya pertumbuhan berat kerang G erosa tidak secepat pertumbuhan panjangnya allometrik negatif, Gambar 4.1. Widhowati 2006 mengatakan bahwa pola pertumbuhan secara allometrik negatif menunjukkan bahwa pertambahan panjang cangkang lebih dominan jika dibandingkan dengan pertambahan berat. Pertambahan panjang cangkang G. erosa sangat cepat dan terjadi pada individu yang masih dalam fase muda. Cangkang G. erosa yang masih dalam fase muda sangat tipis, sehingga memudahkan proses pertambahan panjang yang cepat. Pada fase ini upaya penyempurnaan pertambahan panjang dan ketebalan cangkang lebih diutamakan. Setelah upaya penyempurnaan pertumbuhan panjang cangkang dan tebal cangkang, maka fase pertumbuhan tubuhnya dapat berlangsung Sorang, 2007. Berdasarkan hasil penelitian kerang G. erasa di perairan Australia Utara bagian Utara dan di muara sungai batang Anai Padang Sumatera Barat ditemukan pola pertumbuhan secara allometrik negatif Gimin et al, 2004 dan Putri, 2005.

4.3. Pola Penyebaran

Pola penyebaran G. erasa yang diperoleh pada 3 stasiun penelitian di sungai Sicanang Kecamatan Medan Belawan terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Pola Sebaran rata-rata Populasi Kerang Lokan Geloina erosa di Ekosistem Mangrove Belawan Pengamatan Id Pola Penyebaran Stasiun 1 1.009 Bergerombolmengelompok Stasiun 2 0.654 Seragam Stasiun 3 0.854 Seragam Berdasarkan Tabel 4.2. G. erasa pada 3 stasiun terlihat pola penyebaran yang berbeda, rata-rata pola penyebaran bergerompolmengelompok. Hal ini berhubungan dengan vegetasi mangrove dan pola penyebaran kerang lokan banyak ditemukan di sekitar rumpun dan bongkol tumbuhan Nypa fruticants. Universitas Sumatera Utara 28 Daerah ini umumnya memiliki tekstur lumpur, dengan kandungan fraksi pasir 44.56. Lokasi penelitian ini berdekatan dengan alur sungai dan arus relatif lambat sehingga bahan organik cenderung melimpah karena partikel- partikel akan mengendap di dasar perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dwiono 2003 Geloina erosa lebih menyukai tanah dengan ukuran butiran sedimen yang relatif lebih halus. Menurut Nybakken 1988 menyatakan bahwa pola penyebaran berkelompok berkaitan dengan kemampuan larva hewan bentik memilih daerah yang akan ditempatinya. Larva kerang beraksi terhadap faktor-faktor kimia dan fisika tertentu, jika substrat tidak baik, mereka tidak akan menetap atau bermetamorfosis. Sedangkan pada Stasiun 2 dan 3 pola penyebaran secara seragam, hal ini berhubungan dengan kerapatan mangrove, di samping itu persaingan dalam mencari makanan juga menyebabkan kerang memiliki pola penyebaran secara seragam. Universitas Sumatera Utara 29

4.4. Analisis Vegetasi Mangrove

Tabel 4.3. Hasil Analisis Pohon pada Stasiun Penelitian Species Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 KR FR DR INP KR FR DR INP KR FR DR INP Nipah fruticants 100 100 100 300 - - - - - - - - Excoecaria agallocha - - - - 50 30 42,775 122,775 - - - - Lumnitzera racemosa - - - - 14,286 20 32,158 66,444 - - - - Bruguiera hainesii - - - - 28,571 30 15,911 74,482 - - - - Sonneratia alba - - - - 7,143 20 9,156 36,299 - - - - Sonneratia casiolaris - - - - - - - - 100 100 100 300 Tabel 4.4. Hasil Analisis Pole pada Stasiun Penelitian Species Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 KR FR DR INP KR FR DR INP KR FR DR INP Lumnitzera racemosa - - - - 14,286 20 14,290 48,576 - - - - Bruguiera hainesii - - - - 21,429 30 18,386 69,814 - - - - Excoecaria agallocha - - - - 57,143 30 64,581 151,724 - - - - Heritiera littoralis - - - - 3,572 10 1,553 15,125 - - - - Xylocarpus granatum - - - - 3,571 10 1,189 14,761 - - - - Sonneratia casiolaris - - - - - - - - 100 100 100 300 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5. Kriteria Baku Kerapatan Mangrove Kriteria Baku Kerapatan pohonHa Padat 1.500 Sedang 1.000 – 1.500 Jarang 1.000 Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 Berdasarkan kriteria tersebut diatas maka Kerapatan vegetasi Nypah fruticants tergolong Kerapatan padat, tetapi belum mengalami kerusakan akibat banyaknya masyarakat setempat yang memanfaatkan nipah untuk dijadikan atap rumah, sedangkan vegetasi Heterogen dan vegetasi Sonneratia cassiolaris tergolong kerapatan sedang disebabkan karena masih dilakukannya penebangan pohon untuk keperluan masyarakat. Primarch et al. 1998 menyatakan bahwa ancaman utama pada keanekaragaman hayati adalah rusak dan hilangnya habitat, akibat kelompok invertebrate dan vertebrata terancam punah, salah satu kawasan seperti ini adalah kawasan mangrove. Bachok et al. 2003 mengatakan bahwa ekosistem mangrove menghasilkan produktivitas primer yang tinggi, yang dapat dimanfaatkan oleh makrozoobenthos berupa detritus bahan organik. Ekosistem mangrove sebagai habitat utama kehidupan kerang Kepah memberikan kontribusi pada keberadaan kerang Kepah di kawasan ini. Keberadaan hutan mangrove yang mempunyai fungsi ekologis yaitu sebagai feeding ground , spawning ground dan nursery ground bagi berbagai jenis ikan kerang dan biota laut lainnya Amin et al. 2009. Dengan adanya fungsi ekologis tersebut maka peranan ekosistem mangrove pada sebaran densitas kerang Kepah menjadi sangat besar. Ekosistem mangrove salah satunya dicirikan dengan tingginya keanekaragaman yang berasosiasi diantaranya kelompok kerang – kerangan dari famili Corbioculidae yang berasosiasi dengan mangrove seperti Polymesoda erosa , Geloina expansa dan Geloina lengales Morton, 1984. Universitas Sumatera Utara 4.4.Karakteristik Substrat Hasil analisis laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, tekstur substrat pada masing-masing stasiun terbagi atas 3 fraksi yaitu pasir, liat dan debu. Tabel 4.6. Kualitas Substrat Habitat Kerang Lokan Geloina erosa pada setiap stasiun. Stasiun Fraksi Total Tekstur Pasir Debu Liat 1. Vegetasi N fruticants 44,56 31,28 24,16 100 Lempung 2. Vegetasi Heterogen 50,56 27,28 22,16 100 Lempung Liat Berpasir 3. Vegetasi S caseolaris 32,56 33,28 34,16 100 Lempung Berliat Data hasil pengukuran tekstur substrat kepadatan lokan G. erosa yang tertinggi pada tekstur lempung, tingginya kepadatan kerang lokan kemungkinan berhubungan dengan stasiun 1 merupakan daerah muara yang berdekatan dengan alur sungai dan arus relative lambat karena partikel-partikel akan mengendap didasar perairan. Menurut Bengen et al, 1995 Arus yang kuat tidak hanya menghanyutkan partikel sedimen yang kecil saja tetapi juga menghanyutkan nutrien. Sebaliknya pada substrat yang halus, biasanya nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup besar. Dengan demikian jenis substrat yang diperkirakan disukai oleh bentos adalah kombinasi dari ketiga jenis substrat pasir, lumpur dan liat. Menurut Nasution dan Yurisma 2004 Kepadatan kerang lokan cenderung lebih tinggi sejalan dengan meningkatnya kandungan organik sedimen. Hal ini dapat dipahami karena kerang lokan merupakan organism benthos yang relative menetap dan menggantungkan diri pada transportasi bahan makanan melalui arus dan membawa ke komunitas dimana kerang tersebut hidup. Hasil analisis laboratorium pengelompokan substrat sedimen dapat dilihat pada gambar 4.2, Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 dengan sebaran segitiga Shepard Shepard 1954 dalam Dyier 1986. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2. Stasiun 1 Gambar 4.3. Stasiun 2 substrat lempung substrat Lempung liat berpasir Gambar 4.4. Stasiun 3 Lempung Berliat Dari ukuran partikel substrat yang merupakan habitat kerang diklasifikasi menurut skala Wenworth, yang menggolongkan partikel dari lempung clay sampai batu besar boulder dengan diameter 14096 mm sampai 2048 mm. Klasifikasi tersebut dapat dilihat Tabel 3.2. Universitas Sumatera Utara

4.6. Faktor Lingkungan