BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat Perusahaan
1. Pada Masa Penjajahan
a. Tahun 1872, BARON MICHALSKY, seorang bangsa Polandia mendapatkan
konsesi dari pemerintah Hindia Belanda untuk membaca perkebunan tembakau di Sumatera Timur di daerah Medan. Kemudian dia menamakan
daerahwilayah konsesinya itu dengan nama “POLONIA”, yaitu nama negara
kelahirannya. b.
Tahun 1879, karena satu hal lain, konsesi atas tanah perkebunannya itu berpindah tangan ke DELI MAATTSCHAPPIJ DELI MIJ. Pada tahun itu
terdengar kabar bahwa pionir penerbang bangsa Belanda yakni Mr. Van Der
Hoop akan menerbangkan pesawat kecilnya “FOKKER” dari Eropa ke wilayah Hindia Belanda dalam waktu 20 jam terbang, maka DELI MIJ yang
memegang konsesi\ atas tanah itu menyediakan sebidang tanah untuk diserahkan sebagai lapangan terbang pertama di kota Medan.
c. Tahun 1924, setelah berita pertama 1879 tentang kedatangan pesawat udara
tidak terdengar lagi, maka baru pada tahun 1924 rencana kedatangan pesawat udara kembali terdengar. Mengingat waktu setengah pendek akhirnya persiapan
untuk lapangan terbang tidak dapat dikejar, akhirnya pesawat kecil yang diawaki oleh Mr. Van Der Hoop, VN Poelman dan Van Der Broke, mendarat di
lapangan pacuan kuda yakni “DELI RENVEREENIGING”. Pesawat Fokker itu mendarat di Medan dan disambut oleh SULTAN SULAIMAN
SYARIFUL ALAMSYAH seorang sultan dari kesultanan Serdang beserta seluruh rakyatnya yang menyambut dengan gembira. Kemudian SULTAN
40
Universitas Sumatera Utara
SULAIMAN SYARIFUL ALAMSYAH dijamu sebagai orang pertama yang
menaiki pesawat itu untuk melihat–lihat kota Medan dari udara. Setelah pesawat yang pertama kali datang di kota Medan tersebut mendarat, maka
Asisten Residen Sumatera Timur yakni Mr. C.S. VAN KEMPEN pada waktu
itu mendesak pemerintah Hindia Belanda di Batavia Jakarta agar mempercepat droping uang untuk menyelesaikan pembangunan lapangan
terbang Polonia. Tetapi pemerintah pusat Hindia Belanda selalu menunda– nunda saja, apalagi setelah adanya nasihat dari pucuk pimpinan Bala Tentara
Hindia Belanda KNIL, bahwa untuk membangun satu lapangan terbang guna keperluan sipil maupun militer diperlukan biaya paling sedikit F1. 70.000
Gulden. Oleh karena tidak ada kabar persetujuan dan juga tidak ada jalan keluarnya, maka tanah yang diperuntukkan pembangunan lapangan akhirnya
dikembalikan kepada DELI MIJ.
d. Tahun 1972, persatuan perkebunan–perkebunan Sumatera Timur Algemeene
Vereeniging Rubber Planters Oostkust Van Sumatera–AVROS dan organisasi perkebunan Deli Deli Planters Vereenigning–DVP, yang merupakan
golongan–golongan kuat kapitalis asing, secara kolektif terus menerus mendesak pemerintah pusat agar membuka beberapa lapangan terbang
sehingga dalam waktu yang singkat perhubungan udara yang teratur dapat terlaksana. Dalam musyawarah antara pemerintah pusat dengan Panglima
Angkatan Udara KNIL di Bandung, terjadi kesepakatan dan dukungan untuk membangun di beberapa daerah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya sura Afd
VII-A dari Kepala Staf Bala Tentara Diraja Hindia Belanda dari Markas besarnya di Bandung.
Tanggal 19 Januari 1927, Markas Besar Bala Tentara Diraja Hindia Belanda mengeluarkan surat No. 178 yang isinya berupa: Pembentukan PanitiaKomisi
Universitas Sumatera Utara
yang mengadakan penyelidikan–penyelidikan. Komisi ini dinamakan sebagai
komisi KUPFER-WALFAFEN. Tugas dari komisi ini antara lain adalah untuk
mempersiapkan pembukaan suatu jaringan perhubungan udara ke kota Raja Banda Aceh. Jaringan perhubungan udara ini disiapkan guna keperluan sipil
maupun Militer. Tanggal 12 April 1927, Direktur perusahaan – perusahaan Negara melalui telegram No. 33705TAS, mengabarkan kepada Gemeente
Kota Praja Medan, bahwa perusahaan penerbangan KNILM yakni anak perusahaan penerbangan KLM Belanda akan menerbangkan 4 empat pesawat
terbang untuk hubungan dengan Hindia Belanda melalui kota Medan, rencana kedatangan adalah pada akhir bulan Juni.
Tanggal 6 Juni 1927, Direktur Departemen perusahaan – perusahaan Negara
meminta kesediaan pihak “DELI RENVEREENIGING” Perkumpulan
Pacuan Kuda untuk menyerahkan tanah mereka yang di Polonia untuk dijadikandigunakan sebagai lapangan terbang di Medan.
Tanggal 27 Juni 1927, Direktur perusahaan – perusahaan Negara mengirimkan telegram, yang mengatakan bahwa karena kesulitan teknis, pesawat terbang
pertama baru akan datang di Medan pada bulan September 1927. Untuk persiapan akhir dan pemeriksaan lapangan terbang maka diutus untuk datang ke
Medan Kepala biro penerbangan yaitu Mr. WL. GROENEVELD MEYER dan Mr. H. NIEUWEN HUIS dari KNILM. Guna persiapan lapangan
terbang, maka AVROS bersedia tanah konsesinya dipergunakan oleh
pemerintah dalam hal ini Militer Belanda dimana statusnya akan ditentukan pada tahun 1930. Pihak Gemeente Medan akhirnya bersedia memasukkan tanah
itu ke dalam lingkungan Gemeente Medan dan mengeluarkan andilnya untuk membantu biaya–biaya penyempurnaan lapangan terbang tersebut, sehingga
ongkos pemeliharaan menjadi murah. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan
Universitas Sumatera Utara
dan dari pihak pekerjaan umum sudah mengadakan inspeksi tentang rumput dan status pengeringan air, maka dibuatlah lapangan terbang darurat.
Tanggal 31 Juni 1927, DR. WL. GOENEVELD MEYER kepala biro penerbangan dari departemen perusahaan – perusahaan Negara dan Mr. H.
NIEUWENHUIS mengadakan inspeksi di lapangan seluas 800 x 400 M
tersebut. Mereka berkesimpulan bahwa lapangan tersebut sangat baik untuk digunakan sebagai lapangan udara, namun tempat dimana landasan akan dibuat
harus diperkeras lagi. Biaya yang diperlukan biaya extra adalah sebesar FL. 13.500 Gulden, dan pihak Gemeente Medan menanggung biaya sebesar FL
3.500 Gulden. e.
Tahun 1928, Lapangan terbang Polonia dibuka dengan resmi, ditandai dengan mendaratnya 6 enam pesawat milik KNILM anak perusahaan KLM, pada
landasan yang masih darurat, lapangan terbang pada saat itu masih berupa tanah yang diperkeras.
f. Tahun1930, perusahaan penerbangan Belanda KLM serta anak perusahaannya
KNILM mulai membuka jaringan penerbangan ke Medan secara berkala. g.
Tahun 1936, Lapangan terbang Polonia untuk pertama kalinya mengadakan perbaikan adalah para penguasa yakni pemerintahan Hindia Belanda,
nomorarah landasan pada saat itu adalah 10-28, dan panjangnya 600 M. h.
Tahun 1937, Pemerintah Hindia Belanda mengadakan pemetaan kota Medan. Pemetaan pemetaan dari udara dilaksanakan dengan menggunakan pesawat
udara milik KNILM. i.
Tahun 1940, Lapangan terbang Polonia serta pelabuhan Belawan mengalami kerusakan yang berat akibat di bom oleh tentara Jepang, hal ini terjadi akibat
adanya Jepang yang menyatakan perang terhadap Belanda, Amerika dan Inggris. Akibat pemboman ini, seluruh kegiatan ekspor dari pelabuhan Belawan
Universitas Sumatera Utara
terhenti, karena seringnya pesawat pembom Jepang menyerang ke pelabuhan tersebut.
2. Pada Masa Kemerdekaan