Penggunaan lahan sebagai salah satu produk kegiatan manusia di permukaan bumi memang menunjukkan variasi yang sangat besar, baik di dalam kota besar, baik
didalam kota lokal maupun didalam kota regional. Pemahaman bentuk-bentuk penggunaan lahan yang mewarnai daerah terbangun, daerah peralihan kota-desa serta
daerah pedesaan sendiri merupakan suatu hal yang prinsipil untuk melakukan diferensiasi struktur keruangannya. Untuk membedakan jenis penggunaan lahan
kekotaan dan penggunaan lahan kedesaan, pada umumnya keterkaitan jenis tersebut dengan lahan peranian menjadi fokus utamanya. Memang diakui bahwa sebahagian
besar jenis penggunaan lahan pedesaan selaliu berasosiasi dengan kegiatan pertanian, namun diakui pula bahwa ada lahan kekotaan yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan
pertanian dan ada pula lahan-lahan kedesaan yang berkaitan dengan kepentingan non pertanian Yunus, 2005.
2.3. Perencanaan Pembangunan Perkotaan di Indonesia
Secara harfiah Planning berarti perencanaan. Namun dari segi pengertian terdapat
bermacam ‐macam defenisi, ini tergantung dari sudut pandang keahlian seseorang. Namur
bagi seorang perencana apapun latar belakang disiplin ilmunya, perencanaan merupakan
statu pengaturan yang akan dilakukan untuk waktu yang akan datang. Dalam kaitannya
dengan perencanaan, Wilson menyebutkan, perencanaan hádala statu proses yang
mengubah proses lain, atau mengubah statu keadaan untuk mencapai maksud yang dituju
oleh perencana atau oleh orang atau badan yang diwakili oleh perncana itu.
Universitas Sumatera Utara
Plan for People merupakan suatu slogan yang seharusnya mendorong para
perencana untuk bekerja lebih terfokus kepada masyarakat. Rencana Tata Ruang yang
disusun oleh perencana adalah media perantara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
tersebut. Oleh karena itu, para perencana harus lebih banyak bekerja sama dengan
masyarakat plan by people dan turut serta mendorong kegiatan perencanaan tata ruang
agar menjadi proses yang partisipatif. Keterlibatan masyarakat menjadi komponen penting
dalam perencanaan. Begitu juga halnya dalam pembangunan karena anggota masyarakat
memiliki perspektif yang berbeda‐beda, baik dalam haknya sebagai orang memiliki
pengetahuan maupun sebagai faktor strategis dalam pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
rencana tersebut Andy, 2005.
Sebagai upaya dalam menterpadukan program pembangunan dan pengelolaan
sumberdaya alam sehingga tercipta suatu pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah
daerah mempunyai kewajiban untuk menyusun suatu rencana tata ruang yang dapat menjadi
acuan dalam pembangunan wilayah. Produk rencana tata ruang tersebut harus dapat
menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan telah menjadi hasil
kesepakatan semua stakeholders di daerah Sunardi, 2004.
Dalam melaksanakan proses perencanaan tata ruang partisipatif, perencana harus
mampu mengawinkan kemampuan analitis dan sintesis secara berimbang agar dapat menjadi
seorang fasilitator perencanaan tata ruang yang tepat. Perencana harus bisa menyadari
posisinya dalam proses pembangunan, khususnya dalam pengambilan keputusan kebijakan
publik. Perannya sebagai pihak yang netral dalam proses tersebut harus terus dijaga dan
ditingkatkan kemampuan teknisnya dalam memberikan alternatif‐alternatif solusi yang lebih
Universitas Sumatera Utara
informatif mengenai rencana tata ruang yang disusun tersebut. Perencana memang tidak
dapat dilepaskan dari hal‐hal yang berkaitan dengan masa depan dan ke‐utopis‐an.
Dalam praktek perencanaan yang partisipatif, seringkali ditemui kendala bagi
masyarakat untuk memahami gambaran masa depan yang ditawarkan oleh para perencana
tersebut, dan begitu juga sebaliknya, tidak semua perencana mampu menyerap dan
memahami keinginan masa depan dari para stakeholder bagi kotawilayahnya. Padahal
pengetahuan tersebut sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan suatu konsesus terhadap
gambaran kotawilayah yang mereka cita‐citakan. Untuk menghasilkan konsesus tersebut,
maka proses perencanaannya tentunya tidak akan berjalan dalam satu kali iterasi. Frekuensi
dan intensitas dari forum yang diadakan akan terus bergulir sepanjang belum terjadinya
kesepakatan terhadap substansi dari perencanaan tata ruang tersebut. Para perencana harus
mampu memetakan setting, mengarahkan steering, dan mendorong accelerating proses
perencanaan yang terjadi menjadi lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran. Oleh karena itu,
kepemilikan mental yang kuat dan kesabaran yang tinggi juga mutlak diperlukan oleh para
perencana untuk dapat mewujudkan rencana tata ruang yang partisipatif tersebut
Nurrochmat, 2006.
Pengguanaan lahan kota merupakan statu proses dan sekaligus produk yang
menyangkut semua sisi kehidupan manusia. Oleh karena hal inilah banyak seklai disiplin yang
terlibat dalam pembahasan mengenai penggunaan lahan kota. Banyak sekali jenis model
pendekatan yang telah dilontarkan untuk menyoroti dinamika kehidupan statu kota
khususnya penggunaan lahan kotanya. Secara garis besar, pendekatan‐pendekatan tersebut
dapat dikategorikan menjadi lima yaitu ;
Universitas Sumatera Utara
1. Pendekatan
Ekologikal 2.
Pendekatan Ekonomi
3. Pendekatan
Morfologikal 4.
Pendekatan Sistem Kegiatan
5. Pendekatan
Ekologi Faktorial Yunus, 2005
Hal yang terpenting dalam perencanaan wilayah adalah menunjukkan bagaimana caranya mempengaruhi proses pembangunan agar yakin bahwa hasil
transformasi struktural dan fungsional pemukiman mengarah pada pemenuhan tujuan. Selanjutnya perencanaan dapat juga dilihat sebagai organisasi kegiatan masa
mendatang berkenaan dengan pertanyaan dimana? Dan bagaimana? Apa keputusan aspek sosial ekonomi selanjutnya? Dan kapan? Demikianlah, perencanaan secara jelas
merupakan alat penting untuk pembangunan secara sadar tentang lingkungan manusia Kozlowski, 1997.
Selanjutnya Kozlowski 1997 mengatakan bahwa rencana yang dibuat harus mempengaruhi proses pembuatan keputusan pembangunan, karena nilai nyata
perencanaan bagi masyarakat bergantung pada pelaksanaannya, sebab tanpa usulan perencanaan akan tampak hanya sekedar elemen dekoratif atau pelengkap saja dari
kantor-kantor pejabat setempat. Seolah-olah pembangunan yang dilaksanakan tidak begitu penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan, dalam pada itu bergantung pada
menejemen dan proses pembangunan yang tepat. Manajemen yang harus diperlakukan sebagai integral dari perencanaan, karenanya harus menekankan pada kegiatan yang
ditujukan untuk pelaksanaan usulan perencanaan. Hal tersebut dapat dilakukan
Universitas Sumatera Utara
terutama dengan penggunaan intensif atau sanksi ekonomi dan sosial. Manajemen harus pula dikaitkan dengan pengawasan dan evaluasi hasil pelaksanaan misalnya
tinjauan dan penyusunan kembali tujuan. Hal tersebut berarti bahwa usulan yang telah dibuat, dalam pelaksanaannya harus diadakan pemantauan agar tetap dalam koridor
seperti yang diharapkan.
Keberhasilan penataan ruang akan ditentukan oleh seberapa besar masyarakat dapat
terlibat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang yang difasilitasi oleh Pemerintah. Sebagai tahapan pertama dari penataan ruang, maka
perencanaan memegang peran strategis dan vital untuk dapat menentukan keberhasilan
pemanfaatan dan serta pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien.
Perencanaan yang partisipatif memberikan peluang yang lebih besar untuk terciptanya
pemanfaatan ruang yang terpadu dan sinergis, proses partisipatif dalam tahapan
perencanaan tata ruang saja, beserta apa peran dan kontribusi yang dapat dilakukan oleh
para perencana Andy, 2005.
Sesuai UU No. 27 Tahun 2006, tentang Penataan Ruang, disiplin penataan ruang
terdiri atas 3 tiga unsur utama, yakni: perencanaan tata ruang yang menghasilkan rencana
tata ruang wilayah RTRW, pemanfaatan ruang berupa rancangan program dan kebutuhan
investasi untuk pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk
menjaga konsistensi pelaksanaan pembangunan supaya sesuai dengan rencana tata ruang.
Ketiga unsur penataan ruang tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait
dalam suatu siklus yang berlangsung secara terus‐menerus, seiring dinamika kehidupan
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan menyeluruh dan integral merupakan sauatu rencana tata guna lahan
hanya merupakan fungsional dari suatu proses menyeluruh. Namun deikian perencanaan
tata ruang kota mesti dilengkapi dengan unsur‐unsur fungsional dan hasil‐hasil penelitian
yang mendukung. Seperti salah satu contoh yang dikemukakan oleh Andy 2005
pengembangan lahan pemerintahan daerah negara bagian Florida menyusun serta
mensahkan rencana menyeluruh yang mencakup unsur‐unsur sebagai berikut: perbaikan
modal, rencana tata guna lahan untuk masa depan, sirkulasi lalu lintas, saluran pembangunan
limbah, pelestarian alam, rekreasi dan ruangan terbuka, perumahan, pengolahan daerah
pantai, serta koordinasi antar instansi pemerintah.
Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan antara kepentingan pemerintah dan
masyarakat yang berkaitan dengan RUTRK sebagai suatu model dalam penggunaan dan
pemanfaatan tanah modern hádala suatu model yang mengatur semua bentuk pertanahan
sesuai dengan RUTRK yang berlaku dari penataan tanah yang tidak teratur menjadi lebih
teratur. Perkembangan dan pertumbuhan kota secara spesifik tercermin dari perubahan‐
perubahan fisik kota, yaitu sebagai akibat dari semakin meningkatnya kebutuhan akan
perumahan, fasilitas sosial dan fasilitas umum, fasilitas ekonomi, fasilitas transportasi,
fasilitas komunikasi, serta meningkatnya hubungan fungsional dengan kota‐kota atau daerah
lainnya. Dari
penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata
ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah. Hal ini berarti pemerintah daerah
sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan
pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata
Universitas Sumatera Utara
ruang kota dengan indikator adanya berbagai penyimpangan adalah selain kurang adanya
koordinasi antar dinasinstansi, juga kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga
aspirasi masyarakat kurang terakomodasikan di dalam rencana tata ruang kota.
Dari hal‐hal terurai di atas dapat dikatakan bahwa penetapan peraturan daerah
tentang rencana tata ruang kota hanyalah sekedar formalitas, sesuai dengan ketentuan
peraturan Menteri Dalam Negeri. Tetapi mulai dari proses penyusunan, sampai dengan
implementasi dan pelaksanaannya jauh dari apa yang diinginkan oleh peraturan dasarnya.
2.4. Deskripsi Area Kabupaten Batu Bara 2.4.1. Goegrafis