9 matematika adalah suatu upaya yang dilakukan terhadap kondisi lingkungan
belajar agar tujuan pembelajaran matematika tercapai dan terjadi perubahan kebiasaan serta pola pikir siswa yang berhubungan dengan ide, proses dan
penalaran. Pada pembelajaran matematika, terdapat beberapa pendekatan,
metode, model, maupun strategi pembelajaran. Namun demikian, tidak ada cara belajar yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik Nisbet,
dalam Erman Suherman, 2003: 70. Maka dari itu, guru perlu mengadopsi beberapa pendekatan yang karakteristiknya berbeda untuk belajar, karena
kemampuan intelektual, sikap dan kepribadian setiap siswa pun berbeda- beda.
B. Pendekatan Realistic Mathematics Education RME
Anak usia 12 tahun dianggap telah berada pada tahap operasi formal, namun kenyataanya mereka masih perlu bekerja melalui tahap operasi
konkrit untuk beberapa konsep baru yang dikenalkan Herman Hudojo, 1988: 56. Hal seperti ini terjadi pada siswa kelas VII SMP yang rata-rata
siswanya berusia 12 tahun. Oleh karena itu diperlukan suatu pembelajaran yang dapat menjembatani mereka dari proses berpikir konkret menuju
berpikir formal. Salah satu alternatif pembelajaran yang mendukung hal ini adalah pendekatan Realistic Mathematics Education RME.
RME adalah suatu pendekatan matematika yang dikembangkan di Belanda. Pengembangan pendekatan ini dilandasi oleh pernyataan
Freudenthal yang menyatakan bahwa matematika merupakan suatu bentuk
10 aktivitas manusia Ariyadi Wijaya, 2012: 20. Penggunaan kata realistik
menunjukkan adanya suatu koneksi matematika dengan dunia nyata dan lebih ditekankan pada penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan
imagineable oleh siswa Van den Heuvel-Panhuizan dalam Ariyadi Wijaya, 2012: 20. Penggunaan konteks yang merupakan bagian dari
aktivitas manusia ataupun situasi yang bisa dibayangkan siswa dapat membantu siswa dalam menghubungkan pengetahuan yang telah mereka
miliki dengan konsep matematika yang akan dikenalkan. Hubungan inilah yang dimaksud dapat menjembatani siswa dari proses berpikir konkret
menuju proses berpikir formal sekaligus membantu siswa agar pembelajaran yang mereka terima lebih bermakna. Freudenthal berpendapat
bahwa matematika harus dihubungkan pada reality, dekat dengan dunia anak dan relevan dengan nilai sosial yang ada di masyarakat Sue Hough
dan Steve Gough, 2007: 34. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa matematika bukanlah suatu produk jadi yang langsung disajikan kepada
siswa, melainkan sebagai suatu aktivitas untuk siswa. RME membimbing siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika yang pernah
ditemukan oleh para ahli matematika zaman dahulu, bahkan memungkinkan siswa untuk menemukan konsep yang belum pernah ditemukan sama sekali
Erman Suherman, 2003: 150. Melalui pembelajaran RME siswa dapat berkesempatan untuk menemukan kembali konsep yang akan mereka
pelajari dan aktif mengkonstruk pengetahuannya sendiri.
11 Treffers Ariyadi Wijaya, 2012: 21 merumuskan lima karakteristik
RME, yaitu sebagai berikut: 1.
Penggunaan konteks Pembelajaran matematika diawali dengan menggunakan
konteks. Konteks yang digunakan dapat berupa masalah dunia nyata, permainan, penggunaan alat peraga, dan berbagai situasi yang dapat
dibayangkan imaginable. Penggunaan konteks dalam RME bertujuan agar siswa dapat terlibat aktif untuk untuk mengeksplorasi suatu
permasalahan. 2.
Penggunaan model untuk matematisasi progresif Model digunakan untuk melakukan matematisasi secara
progresif. Fungsinya adalah untuk menjembatani siswa dari proses berpikir konkrit menuju tingkat berpikir formal.
3. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Pada pendekatan RME siswa ditantang untuk bekerja aktif, karena harus mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Hasil konstruksi
siswa selanjutnya digunakan sebagai landasan pengembangan konsep matematika.
Kemudian mereka
memiliki kesempatan
untuk mengembangkan berbagai strategi pemecahan masalah.
4. Interaktivitas
Pada pendekatan RME terjadi interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Proses belajar siswa akan menjadi lebih
bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan
12 gagasan
mereka. Pemanfaatan
interaktivitas berguna
untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara
bersamaan. 5.
Keterkaitan Konsep-konsep matematika dikenalkan kepada siswa secara
utuh, tidak tepisah-pisah. Hal ini karena semua konsep dalam matematika memiliki keterkaitan.
Pada karakteristik matematisasi progresif, pengembangan model terdiri dari empat tingkatan, yaitu situasional, referensial, general, dan
formal Gravemeijer dalam Ariyadi Wijaya, 2012: 47. Pada tingkat situasional siswa masih berhadapan dengan masalah ataupun konteks yang
digunakan dalam pembelajaran. Masalah atau konteks yang digunakan adalah sesuatu yang relevan dengan konsep yang akan dikenalkan.
Selanjutnya pada tingkat referensial siswa membuat suatu gambaran yang merujuk pada konteks atau masalah yang digunakan. Pada tingkat general
siswa sudah bekerja dengan model yang telah dibuat berdasarkan konteks, kemudian berusaha untuk mencari penyelesaian dari konteks atau masalah
tersebut. Pada tingkatan terakhir yaitu tingkat formal, siswa sudah bekerja dengan simbol-simbol matematika kemudian merumuskan konsep
matematika yang dibangun. Tinjauan matematisasi progresif dalam materi himpunan dapat
dicontohkan melalui gambar iceberg sebagai berikut:
13
Gambar 1 Tinjauan Ice Berg pada Irisan Himpunan
Kuiper dan Knuver Erman Suherman, 2003: 143 menyimpulkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan di beberapa negara,
menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan realistik sekurang-kurangnya dapat:
1. Membuat matematika lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak
terlalu formal dan tidak terlalu abstrak. 2.
Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa. 3.
Menekankan pembelajaran matematika pada “Learning by doing”.
14 4.
Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian algoritma yang baku.
5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
C. Pembelajaran Kooperatif