14 4.
Memfasilitasi  penyelesaian  masalah  matematika  dengan  tanpa menggunakan penyelesaian algoritma yang baku.
5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
C. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran  kooperatif  atau  Cooperative  Learning  mencakup suatu kelompok kecil yang bekerja dalam sebuah tim untuk menyelesaikan
sebuah  masalah,  menyelesaikan  suatu  tugas,  atau  mengerjakan  sesuatu untuk  mencapai  tujuan  bersama  lainnya  Erman  Suherman,  2003:  260.
Melalui  kelompok  kecil  tersebut  siswa  dapat  berinteraksi  dengan  teman sebayanya.  Kondisi  seperti  ini  memacu  mereka  untuk  saling  membantu
dalam memahami permasalahan yang disajikan. Siswa yang merasa belum mampu akan termotivasi oleh siswa lainnya untuk ikut menyelesaikan suatu
permasalahan. Akibatnya, pembelajaran kooperatif lebih berpengaruh pada prestasi  matematika  dibandingkan  dengan  pembelajaran  tradisional  dan
pembelajaran ini telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah  siswa  Gulfer  Capara  dan  Kamuran  Tarimb,  2015:  556;  Erman
Suherman, 2003: 259. Adanya kegiatan diskusi kelompok akan menguntungkan baik bagi
siswa  yang  memiliki  kemampuan  tinggi  maupun  bagi  siswa  dengan kemampuan  rendah.  Siswa  berkemampuan  tinggi  akan  meningkatkan
kemampuan akademiknya karena mempunyai kesempatan untuk memberi pelayanan  sebagai  tutor,  sedangkan  siswa  berkemampuan  rendah  akan
mendapatkan pengetahuan  dari  siswa  yang berkemampuan  tinggi. Agar
15 hal  ini  terjadi,  maka  pembagian  kelompok  harus  heterogen  baik  dari
kemampuannya  maupun  karakteristik  lainnya  Erman  Suherman,  2003: 261.  Ukuran kelompok yang ideal  untuk  pembelajaran kooperatif  adalah
sekitar tiga sampai lima orang. Anggota kelompok yang tidak terlalu besar akan  membuat  seluruh  anggota  dapat  berpartisipasi  aktif  berdiskusi  dan
mengemukakan pendapat.
D. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament TGT
Salah  satu  tipe  pembelajaran  kooperatif  yang  paling  sering digunakan  adalah  Teams  Games  Tournament  TGT.  Pembelajaran  yang
dikembangkan oleh De Vires ve Slavin Mansur dan Emine, 2008: 27 ini membagi  siswa  menjadi  kelompok-kelompok  yang  heterogen  secara
seimbang sesuai dengan kemampuan dan jenis kelamin mereka. Tujuan dari pembentukan  kelompok  heterogen  adalah  untuk  membentuk  kelompok
dengan  siswa  dari  berbagai  tingkat  keberhasilan,  minat,  kemampuan  dan sebagainya.  Namun,  masing-masing  perwakilan  kelompok  dengan
kapasitas yang sama dapat bersaing satu sama lain dalam turnamen. Target masing-masing kelompok adalah sukses di turnamen.
Aktivitas  belajar  dengan  permainan  yang  dirancang  dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar untuk
menumbuhkan  tanggung  jawab  dan  keterlibatan  belajar.  Hal  ini  karena masing-masing  anggota  kelompok  memiliki  tanggung  jawab  agar
kelompoknya  sukses  di  turnamen.  Komponen-komponen  TGT  yang
16 diungkapkan Robert E.  Slavin 2008:  163 meliputi presentasi  kelas, tim,
game, turnamen, dan rekognisi tim.
1. Presentasi Kelas
Pada  awal  pembelajaran  guru  menyampaikan  materi  dalam penyajian  kelas,  biasanya  dilakukan  dengan  pengajaran  langsung
dengan ceramah atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas,  siswa  harus  memperhatikan  dan  memahami  materi  yang
diberikan guru. Hal ini akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja tim dan pada saat game, kerena poin game akan menentukan
poin kelompok.
2. Pembentukan Tim
Tim  biasanya  terdiri  dari  empat  atau  lima  orang  siswa  yang anggotanya heterogen dilihat dari kinerja akademik, jenis kelamin, ras,
dan  etnis.  Fungsi  tim  adalah  untuk  lebih  memahami  materi  bersama teman satu tim atau lebih khusus untuk mempersiapkan anggota tim agar
saling  berdiskusi,  tukar  menukar  ide  pengalaman  untuk  memecahkan msalah. Diharapkan setiap anggota tim melakukan yang terbaik untuk
timnya  sehingga  dapat  meningkatkan  kemampuan  akademik  dan menumbuhkan pentingnya kerjasama di antara siswa.
3. Game
Game  terdiri  dari  pertanyaan-pertanyaan  yang  kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa
dari presentasi kelas dan belajar tim. Game tersebut dimainkan di atas
17 meja  yang  terdiri  dari  perwakilan  siswa  dari  kelompok  yang  berbeda
namun memiliki kemampuan yang setara.
4. Turnamen
Turnamen  biasanya  dilakukan  pada  akhir  minggu  atau  pada setiap akhir unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan tim sudah
mengerjakan  lembar  kegiatan  secara  kelompok.  Turnamen  ini  juga dapat digunakan sebagai review materi pelajaran. Dalam turnamen, guru
membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen, setiap meja terdiri dari  perwakilan  tiap  tim  dengan  kemampuan  yang  homogen.  Dalam
turnamen ini, kemungkinan siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang  dan  rendah  dapat  menjadi  siswa  yang  mendapatkan  poin
tertinggi  dalam  kelompok  turnamennya.  Poin  perolehan  setiap  siswa pada kelompok turnamen akan diakumulasikan dalam poin tim.
5. Rekognisi Tim
Rekognisi tim adalah pemberian penghargaan kepada kelompok yang  memiliki  poin  tertinggi  dalam  turnamen.  Dalam  pembelajaran
kooperatif  penghargaan  diberikan  kepada  kelompok  bukan  individu, sehingga  keberhasilan  kelompok  ditentukan  oleh  keberhasilan  setiap
individunya. Pelaksanaan game dan turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut:
1. Guru menempatkan siswa pada meja turnamen setiap meja terdiri dari
4 orang siswa dan kemampuan setara. Setiap meja terdapat 1 set kartu bernomor.
18 2.
Masing-masing siswa dalam sebuah meja turnamen mengambil sebuah kartu.
3. Siswa  dengan  nomor  kartu  tertinggi  berperan  sebagai  pembaca
pertama,  sebelah  kiri  adalah  penantang  pertama,  sebelah  kirinya  lagi adalah penantang kedua dan sebelah kanan pembaca adalah penantang
ketiga. 4.
Pembaca  mengocok  kartu  dan  mengambil  sebuah  kartu  paling  atas, kemudian  membaca  dengan  keras  pertanyaan  yang  sesuai  dengan
nomor pada kartu tersebut dan mencoba menjawabnya. 5.
Jika  penantang  1,  penantang  2,  dan  penantang  3  memiliki  jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban secara bergantian.
6. Apabila setiap siswa telah menjawab, menantang, atau pas, penantang
ketiga mencocokkan dengan lembar jawaban tersebut dengan keras. 7.
Pemain  yang  memberikan  jawaban  benar  menyimpan  kartu  tersebut. Apabila  ada  penantang  memberikan  suatu  jawaban  salah,  ia  harus
mengembalikan  kartu  yang  dimenangkan  sebelumnya  bila  ada  ke tumpukan kartu. Apabila tidak ada satu pun jawaban yang benar, kartu
tersebut dikembalikan ke tumpukan. 8.
Putaran berikutnya, segala sesuatunya bergerak ke kiri, yaitu penantang pertama  menjadi  pembaca,  penantang  kedua  menjadi  penantang
pertama,  penantang  ketiga  menjadi  penantang  kedua,  dan  pembaca menjadi penantang ketiga.
19 9.
Ketika  permainan  tersebut  selesai,  para  pemain  menghitung  banyak kartu  yang  mereka  menangkan.  Banyak  kartu  yang  mereka  dapatkan
akan menentukan besar poin yang diperoleh. Berikut  adalah  beberapa  kelebihan  dan  kekurangan  pembelajaran
dalam setting TGT menurut Slavin 2010: 142 : 1.
Kelebihan a.
Siswa dapat  mengembangkan keterampilan berpikir, bekerja sama dalam kelompok dan dapat berperan sebagai tutor sebaya.
b. Terjadinya
interaksi antarsiswa
dalam kelompok
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpendapat.
c. Siswa  dapat  menumbuhkan  rasa  tanggung  jawab,  kejujuran,  dan
kerja sama. d.
Adanya  games  atau  turnamen  dapat  membuat  suasana  kelas  lebih menyenangkan.
e. Siswa dapat termotivasi untuk belajar lebih giat karena setiap siswa
bertanggung  jawab  terhadap  keberhasilan  kelompoknya  dalam turnamen.
2. Kekurangan
a. Sejumlah  siswa  mengalami  kesulitan  karena  belum  terbiasa
mendapatkan perlakuan seperti ini. b.
Pada permulaan guru akan mengalami kesulitan dalam pengelolaan kelas.
c. Membutuhkan waktu yang relatif lama.
20
E. Pembelajaran Ekspositori
Ahmad  Rohani  dan  Abu  Ahmadi  1994:  36  menyatakan  bahwa hakikat  mengajar  pada  pendekatan  ekspositori  adalah  penyampaian  ilmu
pengetahuan  dari  guru  kepada  objek  belajar  yaitu  peserta  didik  yang dipandang  sebagai  penerima  apa  yang  sampaikan  guru.  Guru
menyampaikan  informasi  mengenai  bahan  pengajaran  dalam  bentuk penjelasan  dengan  metode  ceramah.  Pembelajaran  dengan  metode  seperti
ini  tergolong  kepada  belajar  menerima.  Pembelajaran  menerima  dapat menjadi  pembelajaran  bermakna  atau  tidak  bermakna.  Jika  guru  dapat
membantu  siswa  untuk  mengaitkan  konsep  baru  dengan  konsep-konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya, maka pembelajaran ini akan menjadi
bermakna.  Hal  ini  sesuai  dengan  pernyataan  David  P.  Ausubel  Eman Suherman,  2003:203  yang  mengatakan  bahwa  pembelajaran  ekspositori
adalah  pembelajaran  yang  efektif  dan  efisien  agar  terjadi  sebuah pembelajaran bermakna.
Ekspositori  menghendaki  peserta  didik  dapat  memahami  dan mengingat informasi  yang telah diberikan guru, serta mengungkapkannya
kembali  melalui  respon  yang  ia  berikan  pada  saat  guru  memberikan pertanyaan Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi,1994: 36. Pada pembelajaran
dengan  pendekatan  ekspositori,  siswa  tidak  hanya  pasif  mendengarkan penjelasan  guru,  namun  mereka  juga  berkesempatan  untuk  bertanya  atau
menjawab  pertanyaan  dari  guru.  Siswa  dapat  mengerjakan  soal  secara
21 mandiri, berdiskusi dengan temannya atau mengerjakannya di depan kelas
jika diminta guru.
F. Kemampuan Pemecahan Masalah