Keefektifan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Partisipasi Siswa SMP Negeri 2 Yogyakarta Kelas.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan abad 21 dituntut untuk menekankan pada critical thinking dan problem solving, creativity dan innovation, communication, collaboration, serta global awarness (Marjohan, 2013:77). Dari ciri-ciri tersebut diketahui bahwa kemampuan problem solving atau pemecahan masalah menjadi salah satu hal yang harus diprioritaskan pada pendidikan masa kini. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mengubah tingkah laku manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting pada kemampuan pemecahan masalah adalah matematika. Hal ini karena matematika merupakan suatu ilmu yang dapat melatih kemampuan berpikir dan logika seseorang (Erman Suherman, 2003: 253).

Tujuan pendidikan Indonesia sebenarnya telah sesuai dengan hal yang menjadi prioritas pendidikan abad 21. Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006, salah satu tujuan mempelajari matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah. Namun demikian, hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam pemecahan masalah masih kurang. PISA merupakan survei yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menerapkan pelajaran yang sudah mereka pelajari. Pada hasil survei PISA tahun 2012 untuk matematika, Indonesia hanya memperoleh skor rata-rata 375 jika dibandingkan


(2)

2

rata-rata skor OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) yaitu 494 (OECD, 2014). Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa Indonesia menunjukkan perlunya suatu pembelajaran agar siswa terbiasa untuk menghadapi dan menyelesaikan soal pemecahan masalah. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah bergantung pada pemahaman konsep yang dimiliki siswa. Siswa dapat memiliki konsep yang baik jika pembelajaran yang diterimanya bermakna. Namun, pengajaran matematika pada umumnya hanya dititikberatkan pada soal-soal yang menggunakan rumus perhitungan (Soedjadi melalui Syarif Hidayatullah, 2012). Akibatnya konsep yang diperoleh siswa pun tidak begitu kuat, sehingga ketika dihadapkan dengan soal-soal pemecahan masalah mereka masih kesulitan. Oleh karena itu diperlukan suatu pembelajaran yang dapat menjadikan siswa menguasai konsep dengan kuat dan bermakna.

Pembelajaran ekspositori yang biasanya digunakan guru merupakan pembelajaran yang efektif untuk menciptakan sebuah pembelajaran bermakna (David P. Ausubel melalui Erman Suherman, 2003: 203). Namun, pendekatan ini kurang sesuai dengan struktur kognitif anak usia 12 tahun. Seperti disampaikan Herman Hudojo (1988: 56) walaupun struktur kognitif siswa kelas VII telah memasuki tahap operasi formal namun beberapa siswa masih perlu bekerja pada tahap operasional konkrit untuk beberapa konsep baru sebelum memulai berpikir menggunakan operasi formal. Oleh karena itu, diperlukan suatu pembelajaran yang dapat menjembatani siswa dari tingkat berpikir konkrit menuju tingkat berpikir formal. Salah satu alternatif


(3)

3

pembelajaran yang dapat digunakan agar pembelajaran siswa menjadi bermakna adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan RME mengacu pada penerapan matematika pada kehidupan sehari-hari, sehingga siswa lebih memahami kegunaan konsep matematika yang mereka pelajari.

Dick dan Carey (Abdul Gafur, 2012: 76) mengemukakan bahwa proses belajar akan lebih berhasil jika siswa berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian, partisipasi menjadi salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai subjek didik, siswa memang harus berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru kemudian mencatat apa yang ada di papan tulis. Sementara itu, guru juga tidak hanya mentransfer semua ilmu ke siswa. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa agar mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan siswa kesempatan agar dapat lebih partisipatif Teams Games Tournament (TGT). Tipe pembelajaran kooperatif ini terbukti dapat meningkatkan keaktifan siswa (Rochmah Chasanah, 2007). Dengan demikian tipe pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif bagi guru yang diharapkan mampu memberikan kesempatan siswa untuk lebih partisipatif.

Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 2 Yogyakarta pada tahun ajaran 2015/2016, diperoleh beberapa gambaran mengenai pelaksanaan pembelajaran di sekolah ini. Pertama, pengajaran matematika masih didominasi dengan soal-soal yang menggunakan rumus perhitungan, sehingga


(4)

4

siswa belum terbiasa dengan soal pemecahan masalah. Kedua, materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru kepada siswa dengan metode ceramah. Ketika guru menerangkan suatu konsep tertentu, aktifitas selanjutnya adalah pemberian contoh soal yang kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan beberapa soal latihan. Siswa juga diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal di papan tulis, namun hanya beberapa siswa saja yang mendominasi. Pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pun belum begitu variatif, karena guru belum banyak mengadopsi metode ataupun pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk memaksimalkan kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi mereka.

Berdasarkan karakteristik yang dimiliki ini, pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dalam setting pembelajaran Teams Game Tournament (TGT) diduga bisa digunakan untuk membantu siswa agar memiliki kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi lebih baik dalam pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menguji dan mengetahui keefektifan dari pembelajaran dengan pendekatan RME dalam setting pembelajaran kooperatif tipe TGT apabila ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:


(5)

5

2. Pengajaran matematika hanya dititikberatkan pada soal-soal yang menggunakan rumus perhitungan.

3. Pembelajaran kurang variatif.

4. Secara umum partisipasi siswa belum merata, hanya beberapa siswa yang mendominasi.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII?

2. Apakah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) efektif ditinjau dari partisipasi siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII?

3. Apakah pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII?

4. Apakah pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari partisipasi siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII?

5. Apakah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII?

6. Apakah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) lebih efektif


(6)

6

dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari partisipasi siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII?

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan keefektifan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

2. Mendeskripsikan keefektifan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) ditinjau dari partisipasi siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

3. Mendeksripsikan keefektifan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII. 4. Mendeskripsikan keefektifan pembelajaran ekspositori ditinjau dari

partisipasi siswa siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

5. Mendeskripsikan apakah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

6. Mendeskripsikan apakah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Teams Games


(7)

7

Tournament (TGT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari partisipasi siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII. E. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

a. Siswa dapat meningkatkan kebermaknaan pembelajarannya sehingga mampu menyelesaikan soal pemecahan masalah.

b. Siswa yang masih pasif dapat meningkatkan partisipasinya pada pembelajaran matematika.

2. Bagi guru

a. Memberikan referensi pembelajaran yang dapat memaksimalkan kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa.

b. Dapat menentukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan lebih memperhatikan kemampuan pemecahan masalah melalui kebermaknaan pembelajaran.

3. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman langsung dalam penelitian pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran Teams Games Tournamen (TGT) sekaligus implementasinya. 4. Bagi akademisi


(8)

8 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika

Belajar adalah proses memperoleh pengetahuan melalui informasi dengan melihat suatu struktur secara keseluruhan lalu menyederhanakan struktur pengetahuan tersebut agar lebih mudah dipahami (Sugihartono, dkk. 2012: 107). Belajar merupakan suatu proses berpikir yang saling berhubungan. Pada matematika proses belajar dapat terjadi apabila seseorang menemukan suatu konsep baru, lalu dapat menghubungkan keterkaitan konsep baru tersebut dengan konsep yang dimiliki sebelumnya.

Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal (Erman Suherman, 2003: 8). Hamzah B. Uno (2011: 144) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan kurikulum. Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan kurikulum.

Sementara itu, matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berkaitan dengan ide, proses, dan penalaran (Ruseffendi ET dalam Erman Suherman, 2003: 16). Matematika merupakan suatu ilmu yang memiliki peranan penting dalam memajukan kemampuan berpikir logis seseorang (Herman Hudojo, 1988: 57). Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


(9)

9

matematika adalah suatu upaya yang dilakukan terhadap kondisi lingkungan belajar agar tujuan pembelajaran matematika tercapai dan terjadi perubahan kebiasaan serta pola pikir siswa yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.

Pada pembelajaran matematika, terdapat beberapa pendekatan, metode, model, maupun strategi pembelajaran. Namun demikian, tidak ada cara belajar yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik (Nisbet, dalam Erman Suherman, 2003: 70). Maka dari itu, guru perlu mengadopsi beberapa pendekatan yang karakteristiknya berbeda untuk belajar, karena kemampuan intelektual, sikap dan kepribadian setiap siswa pun berbeda-beda.

B. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Anak usia 12 tahun dianggap telah berada pada tahap operasi formal, namun kenyataanya mereka masih perlu bekerja melalui tahap operasi konkrit untuk beberapa konsep baru yang dikenalkan (Herman Hudojo, 1988: 56). Hal seperti ini terjadi pada siswa kelas VII SMP yang rata-rata siswanya berusia 12 tahun. Oleh karena itu diperlukan suatu pembelajaran yang dapat menjembatani mereka dari proses berpikir konkret menuju berpikir formal. Salah satu alternatif pembelajaran yang mendukung hal ini adalah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

RME adalah suatu pendekatan matematika yang dikembangkan di Belanda. Pengembangan pendekatan ini dilandasi oleh pernyataan Freudenthal yang menyatakan bahwa matematika merupakan suatu bentuk


(10)

10

aktivitas manusia (Ariyadi Wijaya, 2012: 20). Penggunaan kata realistik menunjukkan adanya suatu koneksi matematika dengan dunia nyata dan lebih ditekankan pada penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa (Van den Heuvel-Panhuizan dalam Ariyadi Wijaya, 2012: 20). Penggunaan konteks yang merupakan bagian dari aktivitas manusia ataupun situasi yang bisa dibayangkan siswa dapat membantu siswa dalam menghubungkan pengetahuan yang telah mereka miliki dengan konsep matematika yang akan dikenalkan. Hubungan inilah yang dimaksud dapat menjembatani siswa dari proses berpikir konkret menuju proses berpikir formal sekaligus membantu siswa agar pembelajaran yang mereka terima lebih bermakna. Freudenthal berpendapat bahwa matematika harus dihubungkan pada reality, dekat dengan dunia anak dan relevan dengan nilai sosial yang ada di masyarakat (Sue Hough dan Steve Gough, 2007: 34). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa matematika bukanlah suatu produk jadi yang langsung disajikan kepada siswa, melainkan sebagai suatu aktivitas untuk siswa. RME membimbing siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika yang pernah ditemukan oleh para ahli matematika zaman dahulu, bahkan memungkinkan siswa untuk menemukan konsep yang belum pernah ditemukan sama sekali (Erman Suherman, 2003: 150). Melalui pembelajaran RME siswa dapat berkesempatan untuk menemukan kembali konsep yang akan mereka pelajari dan aktif mengkonstruk pengetahuannya sendiri.


(11)

11

Treffers (Ariyadi Wijaya, 2012: 21) merumuskan lima karakteristik RME, yaitu sebagai berikut:

1. Penggunaan konteks

Pembelajaran matematika diawali dengan menggunakan konteks. Konteks yang digunakan dapat berupa masalah dunia nyata, permainan, penggunaan alat peraga, dan berbagai situasi yang dapat dibayangkan (imaginable). Penggunaan konteks dalam RME bertujuan agar siswa dapat terlibat aktif untuk untuk mengeksplorasi suatu permasalahan.

2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Model digunakan untuk melakukan matematisasi secara progresif. Fungsinya adalah untuk menjembatani siswa dari proses berpikir konkrit menuju tingkat berpikir formal.

3. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Pada pendekatan RME siswa ditantang untuk bekerja aktif, karena harus mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Hasil konstruksi siswa selanjutnya digunakan sebagai landasan pengembangan konsep matematika. Kemudian mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan berbagai strategi pemecahan masalah.

4. Interaktivitas

Pada pendekatan RME terjadi interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Proses belajar siswa akan menjadi lebih bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan


(12)

12

gagasan mereka. Pemanfaatan interaktivitas berguna untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara bersamaan.

5. Keterkaitan

Konsep-konsep matematika dikenalkan kepada siswa secara utuh, tidak tepisah-pisah. Hal ini karena semua konsep dalam matematika memiliki keterkaitan.

Pada karakteristik matematisasi progresif, pengembangan model terdiri dari empat tingkatan, yaitu situasional, referensial, general, dan formal (Gravemeijer dalam Ariyadi Wijaya, 2012: 47). Pada tingkat situasional siswa masih berhadapan dengan masalah ataupun konteks yang digunakan dalam pembelajaran. Masalah atau konteks yang digunakan adalah sesuatu yang relevan dengan konsep yang akan dikenalkan. Selanjutnya pada tingkat referensial siswa membuat suatu gambaran yang merujuk pada konteks atau masalah yang digunakan. Pada tingkat general siswa sudah bekerja dengan model yang telah dibuat berdasarkan konteks, kemudian berusaha untuk mencari penyelesaian dari konteks atau masalah tersebut. Pada tingkatan terakhir yaitu tingkat formal, siswa sudah bekerja dengan simbol-simbol matematika kemudian merumuskan konsep matematika yang dibangun.

Tinjauan matematisasi progresif dalam materi himpunan dapat dicontohkan melalui gambar iceberg sebagai berikut:


(13)

13

Gambar 1 Tinjauan Ice Berg pada Irisan Himpunan

Kuiper dan Knuver (Erman Suherman, 2003: 143) menyimpulkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan di beberapa negara, menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan realistik sekurang-kurangnya dapat:

1. Membuat matematika lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak.

2. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.


(14)

14

4. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku.

5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika. C. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning mencakup suatu kelompok kecil yang bekerja dalam sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Erman Suherman, 2003: 260). Melalui kelompok kecil tersebut siswa dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Kondisi seperti ini memacu mereka untuk saling membantu dalam memahami permasalahan yang disajikan. Siswa yang merasa belum mampu akan termotivasi oleh siswa lainnya untuk ikut menyelesaikan suatu permasalahan. Akibatnya, pembelajaran kooperatif lebih berpengaruh pada prestasi matematika dibandingkan dengan pembelajaran tradisional dan pembelajaran ini telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa (Gulfer Capara dan Kamuran Tarimb, 2015: 556; Erman Suherman, 2003: 259).

Adanya kegiatan diskusi kelompok akan menguntungkan baik bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi maupun bagi siswa dengan kemampuan rendah. Siswa berkemampuan tinggi akan meningkatkan kemampuan akademiknya karena mempunyai kesempatan untuk memberi pelayanan sebagai tutor, sedangkan siswa berkemampuan rendah akan mendapatkan pengetahuan dari siswa yang berkemampuan tinggi. Agar


(15)

15

hal ini terjadi, maka pembagian kelompok harus heterogen baik dari kemampuannya maupun karakteristik lainnya (Erman Suherman, 2003: 261). Ukuran kelompok yang ideal untuk pembelajaran kooperatif adalah sekitar tiga sampai lima orang. Anggota kelompok yang tidak terlalu besar akan membuat seluruh anggota dapat berpartisipasi aktif berdiskusi dan mengemukakan pendapat.

D. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sering digunakan adalah Teams Games Tournament (TGT). Pembelajaran yang dikembangkan oleh De Vires ve Slavin (Mansur dan Emine, 2008: 27) ini membagi siswa menjadi kelompok-kelompok yang heterogen secara seimbang sesuai dengan kemampuan dan jenis kelamin mereka. Tujuan dari pembentukan kelompok heterogen adalah untuk membentuk kelompok dengan siswa dari berbagai tingkat keberhasilan, minat, kemampuan dan sebagainya. Namun, masing-masing perwakilan kelompok dengan kapasitas yang sama dapat bersaing satu sama lain dalam turnamen. Target masing-masing kelompok adalah sukses di turnamen.

Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar untuk menumbuhkan tanggung jawab dan keterlibatan belajar. Hal ini karena masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab agar kelompoknya sukses di turnamen. Komponen-komponen TGT yang


(16)

16

diungkapkan Robert E. Slavin (2008: 163) meliputi presentasi kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim.

1. Presentasi Kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung dengan ceramah atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas, siswa harus memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru. Hal ini akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja tim dan pada saat game, kerena poin game akan menentukan poin kelompok.

2. Pembentukan Tim

Tim biasanya terdiri dari empat atau lima orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis. Fungsi tim adalah untuk lebih memahami materi bersama teman satu tim atau lebih khusus untuk mempersiapkan anggota tim agar saling berdiskusi, tukar menukar ide pengalaman untuk memecahkan msalah. Diharapkan setiap anggota tim melakukan yang terbaik untuk timnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik dan menumbuhkan pentingnya kerjasama di antara siswa.

3. Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari presentasi kelas dan belajar tim. Game tersebut dimainkan di atas


(17)

17

meja yang terdiri dari perwakilan siswa dari kelompok yang berbeda namun memiliki kemampuan yang setara.

4. Turnamen

Turnamen biasanya dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap akhir unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan tim sudah mengerjakan lembar kegiatan secara kelompok. Turnamen ini juga dapat digunakan sebagai review materi pelajaran. Dalam turnamen, guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen, setiap meja terdiri dari perwakilan tiap tim dengan kemampuan yang homogen. Dalam turnamen ini, kemungkinan siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang dan rendah dapat menjadi siswa yang mendapatkan poin tertinggi dalam kelompok turnamennya. Poin perolehan setiap siswa pada kelompok turnamen akan diakumulasikan dalam poin tim.

5. Rekognisi Tim

Rekognisi tim adalah pemberian penghargaan kepada kelompok yang memiliki poin tertinggi dalam turnamen. Dalam pembelajaran kooperatif penghargaan diberikan kepada kelompok bukan individu, sehingga keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan setiap individunya.

Pelaksanaan game dan turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut: 1. Guru menempatkan siswa pada meja turnamen (setiap meja terdiri dari

4 orang siswa dan kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 set kartu bernomor.


(18)

18

2. Masing-masing siswa dalam sebuah meja turnamen mengambil sebuah kartu.

3. Siswa dengan nomor kartu tertinggi berperan sebagai pembaca pertama, sebelah kiri adalah penantang pertama, sebelah kirinya lagi adalah penantang kedua dan sebelah kanan pembaca adalah penantang ketiga.

4. Pembaca mengocok kartu dan mengambil sebuah kartu paling atas, kemudian membaca dengan keras pertanyaan yang sesuai dengan nomor pada kartu tersebut dan mencoba menjawabnya.

5. Jika penantang 1, penantang 2, dan penantang 3 memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban secara bergantian.

6. Apabila setiap siswa telah menjawab, menantang, atau pas, penantang ketiga mencocokkan dengan lembar jawaban tersebut dengan keras. 7. Pemain yang memberikan jawaban benar menyimpan kartu tersebut.

Apabila ada penantang memberikan suatu jawaban salah, ia harus mengembalikan kartu yang dimenangkan sebelumnya (bila ada) ke tumpukan kartu. Apabila tidak ada satu pun jawaban yang benar, kartu tersebut dikembalikan ke tumpukan.

8. Putaran berikutnya, segala sesuatunya bergerak ke kiri, yaitu penantang pertama menjadi pembaca, penantang kedua menjadi penantang pertama, penantang ketiga menjadi penantang kedua, dan pembaca menjadi penantang ketiga.


(19)

19

9. Ketika permainan tersebut selesai, para pemain menghitung banyak kartu yang mereka menangkan. Banyak kartu yang mereka dapatkan akan menentukan besar poin yang diperoleh.

Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan pembelajaran dalam setting TGT menurut Slavin (2010: 142) :

1. Kelebihan

a. Siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir, bekerja sama dalam kelompok dan dapat berperan sebagai tutor sebaya.

b. Terjadinya interaksi antarsiswa dalam kelompok dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpendapat.

c. Siswa dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, kejujuran, dan kerja sama.

d. Adanya games atau turnamen dapat membuat suasana kelas lebih menyenangkan.

e. Siswa dapat termotivasi untuk belajar lebih giat karena setiap siswa bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dalam turnamen.

2. Kekurangan

a. Sejumlah siswa mengalami kesulitan karena belum terbiasa mendapatkan perlakuan seperti ini.

b. Pada permulaan guru akan mengalami kesulitan dalam pengelolaan kelas.


(20)

20 E. Pembelajaran Ekspositori

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi (1994: 36) menyatakan bahwa hakikat mengajar pada pendekatan ekspositori adalah penyampaian ilmu pengetahuan dari guru kepada objek belajar yaitu peserta didik yang dipandang sebagai penerima apa yang sampaikan guru. Guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dengan metode ceramah. Pembelajaran dengan metode seperti ini tergolong kepada belajar menerima. Pembelajaran menerima dapat menjadi pembelajaran bermakna atau tidak bermakna. Jika guru dapat membantu siswa untuk mengaitkan konsep baru dengan konsep-konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya, maka pembelajaran ini akan menjadi bermakna. Hal ini sesuai dengan pernyataan David P. Ausubel (Eman Suherman, 2003:203) yang mengatakan bahwa pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang efektif dan efisien agar terjadi sebuah pembelajaran bermakna.

Ekspositori menghendaki peserta didik dapat memahami dan mengingat informasi yang telah diberikan guru, serta mengungkapkannya kembali melalui respon yang ia berikan pada saat guru memberikan pertanyaan (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi,1994: 36). Pada pembelajaran dengan pendekatan ekspositori, siswa tidak hanya pasif mendengarkan penjelasan guru, namun mereka juga berkesempatan untuk bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Siswa dapat mengerjakan soal secara


(21)

21

mandiri, berdiskusi dengan temannya atau mengerjakannya di depan kelas jika diminta guru.

F. Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Polya (Herman Hudojo, 2003: 87) pemecahan masalah adalah suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari sebuah kesulitan namun penyelesaian tersebut tidak bisa dicapai secara langsung. Suatu soal pemecahan masalah tidak bisa dikatakan sebagai soal pemecahan masalah jika diberikan kepada siswa kemudian siswa tersebut secara langsung dapat mengetahui bagaimana cara menyelesaikannya dengan benar (Erman Suherman, 2003: 92).

Masalah bagi seorang siswa, belum tentu masalah bagi siswa lain. Oleh karenanya, guru harus benar-benar memperhatikan soal pemecahan masalah yang akan disajikan kepada siswa. Dengan demikian perlu dilakukan pembedaan antara soal rutin dan soal tidak rutin. Soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari, sedangkan untuk soal tidak rutin diperlukan pemikiran yang lebih mendalam agar dapat mencapai prosedur yang benar (Erman Suherman, 2003: 93).

Menurut Polya (Erman Suherman, 2003: 91) untuk menyelesaikan soal penyelesaian masalah terdapat empat langkah, yaitu

1. Memahami masalah

Agar dapat menyelesaikan masalah dengan benar, maka siswa perlu untuk memahami masalah yang diberikan terlebih dahulu.


(22)

22 2. Merencanakan penyelesaian

Setelah memahami masalah, siswa harus menyusun rencana penyelesaian masalah. Fase ini tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin banyak pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana untuk menyelesaikan masalah. Rencana penyelesaian masalah dapat dibuat baik secara tertulis maupun tidak.

3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Siswa melakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

4. Mengecek kembali semua langkah yang telah dikerjakan

Dengan melakukan pengecekan kembali, siswa dapat mengoreksi kemungkinan kesalahan yang ia buat, sehingga siswa mendapat jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.

Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Departemen Pendidikan Oregon dan Illinois State Board of Education (Sugiman dan Yahya. S, 2010: 44) menyatakan bahwa cara mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa SMP dapat dilakukan dengan memberikan soal uraian untuk diselesaikan secara tuntas. Aspek-aspek yang dinilai meliputi: (1) pengetahuan matematika yang terdiri dari pengetahuan konseptual dan prosedural; (2) pengetahuan strategi pemecahan masalah; (3) komunikasi; dan (4) akurasi. Pemecahan masalah harus ditekankan pada


(23)

23

struktur kognitif yang dimiliki siswa, karena bila tidak siswa hanya memiliki kemungkinan kecil untuk dapat menyelesaikan masalah yang diberikan (Herman Sudojo, 2003: 87).

G. Partisipasi Siswa

Partisipasi adalah aktivitas pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Dick dan Carey (Abdul Gafur, 2012: 76) mengemukakan bahwa proses belajar akan lebih berhasil bila siswa berpartisipasi secara aktif dengan melakukan praktik dan latihan langsung yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, partisipasi siswa diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Abdul Gafur (2012: 20) yang menyatakan bahwa jika siswa aktif berpartisipasi dan interaktif, maka hasil belajar akan meningkat.

Peraturan pemerintah no 41 (2007: 8) tentang Standar Proses menyebutkan bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dilakukan secara interaktif dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Agar tujuan pembelajaran tercapai maka guru harus meningkatkan kesempatan siswa untuk terlibat dalam pembelajaran. Siswa yang aktif melibatkan diri dalam menemukan suatu konsep dasar juga akan lebih paham, ingat lebih lama dan akan mampu menggunakan konsep tersebut dalam konteks yang lain (Herman Hudojo, 2003: 85).

Abdul Gafur (2012: 20) berpendapat bahwa partisipasi siswa dapat berupa aktivitas mental yang meliputi memikirkan jawaban, merenungkan,


(24)

24

dan membayangkan. Knowles yang dikutip oleh Mulyasa (2006: 241) juga menyatakan bahwa salah satu indikator partisipasi adalah adanya keterlibatan emosional. Keterlibatan emosional adalah kesediaan siswa untuk memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan, seperti adanya kesediaan siswa dalam mengerjakan soal di papan tulis, mengerjakan tugas, dan mencatat. Bentuk lain dari partisipasi siswa juga dapat dilihat dari keaktifan diskusi yang meliputi aktivitas bertanya, menjawab pertanyaan, mendengar pendapat teman dan lain sebagainya.

H. Keefektifan Pembelajaran

“Efektivitas adalah usaha agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya, atau berusaha melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non-fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun kualitatif” Supardi (2013: 163).

Supardi juga menyatakan bahwa efektivitas merupakan derajat kesesuaian antara tujuan dan hasil yang dicapai. Hamzah B. Uno (2007: 156) juga berpendapat bahwa aspek keefektifan pengajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah suatu ukuran dari usaha yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelajaran dikatakan efektif jika pembelajaran yang sebelumnya direncanakan dapat terlaksana sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.


(25)

25 I. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian oleh Adi Rahman yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Ditinjau dari Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Karakter Siswa SMP” pada tahun 2012. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika (KPMM) siswa PMRI lebih tinggi daripada peningkatan KPPM siswa dengan pendekatan ekspositori (PE). Artinya pembelajaran dengan pendekatan PMRI mampu meningkatkan KPMM siswa lebih baik daripada PE. Ditemukan pula bahwa pembelajaran dengan pendekatan PMRI lebih efetif dibandingkan dengan PE.

2. Penelitian oleh Rochmatun Chasanah tahun 2007 megenai upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa kelas VII B di SMP N 1 Grabag. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil observasi, rata-rata keaktifan siswa pada siklus I sebesar 73,31% dengan kriteria tinggi dan rata-rata keaktifan pada siklus II sebesar 78,72% dengan kriteria tinggi. Berdasarkan hasil angket, rata-rata keaktifan siswa pada siklus I sebesar 79,96% dengan kriteria tinggi, sedangkan pada siklus II sebesar 89,61% dengan kriteria sangat tinggi.


(26)

26

3. Penelitian oleh Fifi Yuniarti tahun 2013 mengenai upaya meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas VII pada konsep himpunan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di SMP Negeri 4 Kalasan Sleman Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan RME dapat meningkatkan keaktifan siswa dilihat dari persentase hasil observasi keaktifan siswa meingkat dari skilus I 59,88% ke siklus II 78,32%. Sedangkan berdasarkan angket keaktifan siswa meningkat dari siklus I 70,20% ke siklus II 74,24%. J. Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah menjadi hal penting di abad 21. Oleh karena itu, pembelajaran matematika sebaiknya bertujuan agar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah. Salah satu pembelajaran yang dapat mendukung siswa agar dapat memiliki kemampuan pemecahan masalah adalah pembelajaran bermakna. Melalui pembelajaran bermakna siswa dapat mengetahui penerapan dari konsep-konsep matematika yang telah mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran dengan pendekatan ekspositori adalah salah satu pembelajaran yang membantu menciptakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Guru menyampaikan bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan atau ceramah. Cara yang demikian menuntut siswa untuk berpikir pada tahap operasional. Padahal, siswa kelas VII masih memerlukan suatu yang dapat


(27)

27

menjembatani siswa untuk berpikir dari tahap operasi konkret menuju tahap operasi formal.

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menjembatani siswa untuk belajar dari tahap operasi konkret menuju tahap operasi formal. Terdapat lima karakteristik dalam menyusun bahan ajar berbasis RME yaitu, penggunaan konteks sebagai titik awal pembelajaran, pengembangan model matematika oleh siswa, interaktivitas, dan keterkaitan. Penggunaan konteks pada awal pembelajaran dapat membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Selain itu, Hadi (Sugiman dan Yahya S.K, 2010: 43) menyatakan bahwa pengembangan model matematika dalam pendekatan RME terkait erat dengan prosedur penyelesaian soal yang berbentuk pemecahan masalah.

Selain itu, modal utama pemecahan masalah adalah ketika siswa berada dalam kelompok (Erman Suherman, 2001: 87). Ketika berada dalam kelompok, ketertarikan siswa akan meningkat untuk menghadapi tantangan dan tumbuh kemauan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu pembelajaran yang menuntut siswa untuk berdiskusi dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa.

Sementara itu pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan pembelajaran yang direncanakan sebelumnya dapat tercapai, sedangkan partisipasi adalah salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT


(28)

28

siswa dapat aktif berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Selain itu, siswa juga dapat memberi tanggapan terhadap pendapat temannya lalu bertanya kepada teman ataupun guru jika ada materi yang belum dipahami. Dengan adanya turnamen pada langkah pembelajaran TGT, masing-masing siswa bertanggung jawab dengan kemenangan kelompoknya. Hal ini akan memotivasi siswa untuk belajar lebih baik karena harus mempertahankan timnya, sehingga masing-masing memiliki partisipasi untuk kelompoknya. Selain itu, interaktivitas pada pendekatan RME juga menjadi faktor yang dapat menigkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran, karena pada interaktivitas terjadi interaksi baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.

Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dipadukan dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) diperkirakan lebih efektif jika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi dibandingkan dengan pendekatan ekspositori. Melalui diskusi kelompok siswa yang berkemampuan tinggi dapat membantu temannya yang kurang mampu dalam memahami suatu konsep.


(29)

29

Gambar 2 Perbandingan Pembelajaran RME dalam Setting TGT dengan Pembelajaran Ekspositori terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Partisipasi Siswa K. Hipotesis

1. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

2. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) efektif ditinjau dari partisipasi siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

Pendekatan Espositori Guru memberikan informasi secara langsung Siswa diberi kesempatan bertanya Siswa membuat catatan Siswa mengerjakan soal-soal latihan Pendekatan RME  Penggunaan konteks  Penggunaan model oleh

siswa

 Siswa mengkonstruksi  Interaktivitas

 Keterkaitan

TGT  Belajar secara

kooperatif

 Masing-masing siswa memiliki tanggung jawab dalam games dan tournament

 Siswa berdiskusi dalam kelompok   2  Kemampuan Pemecahan Masalah Partisipasi Siswa 


(30)

30

3. Pembelajaran matematika dengan pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

4. Pembelajaran matematika dengan pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari partisipasi siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

5. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.

6. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari partisipasi siswa SMP N 2 Yogyakarta kelas VII.


(31)

31 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu atau quasi eksperiment. Bentuk penelitian ini banyak digunakan di bidang pendidikan atau penelitian lain yang subjek penelitiannya adalah manusia (Sukardi, 2003:16). Tujuan penelitian eksperimen semu adalah untuk mengetahui pengaruh dari suatu kondisi tertentu yang sengaja diberikan suatu perlakuan tertentu (Wina Sanjaya, 2013: 87).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP Negeri 2 Yogyakarta pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 pada materi Himpunan.

C. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, desain yang digunakan adalah nonequivalent groups pretest-posttest design. Sebelum eksperimen ini dimulai, diberikan pretest berbentuk soal uraian untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah dan angket partisipasi siswa. Setelah eksperimen selesai, dilakukan posttest dan angket partisipasi. Kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol kemudian dibandingkan untuk mengetahui perbandingan keefektifan pendekatan RME dalam setting TGT dan pembelajaran ekspositori. Desain penelitian ini dapat digambarkan pada tabel berikut.


(32)

32

Tabel 1 Desain Penelitian Nonequivalent Groups Pretest-Posttest Design Group Pretest Treatment Posttest

A O1 X O2

B O1 O2

Keterangan:

A : Kelas eksperimen yang mendapat perlakuan pembelajaran dengan pendekatan RME dalam setting TGT

B : Kelas kontrol yang mendapat perlakuan pembelajaran ekspositori O1 : Pretest yang diberikan pada kelas eksperimen dan kontrol O2 : Posttest yang diberikan pada kelas eksperimen dan kontrol X : Pembelajaran dengan pendekatan RME dalam setting TGT D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Yogyakarta pada tahun ajaran 2015/2016. Populasi tersebar dalam tujuh kelas yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, VII F, dan VII G. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memilih dua kelas secara acak dengan pertimbangan kelas-kelas tersebut homogen. Pengacakan dilakukan terhadap kelas VII A sampai dengan VII F, bukan pada siswa. Hal ini karena adanya aturan dari sekolah yang tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan pada setiap siswa kelas VII. Dari ketujuh kelas terpilih dua kelas yaitu kelas VII B dan VII E. Kemudian dari dua kelas yang terpilih diambil lagi dengan undian dan terpilih kelas VII B terpilih sebagai kelas eksperimen yang mendapatkan perlakuan pembelajaran menggunakan pendekatan RME dalam setting pembelajaran kooperatif tipe TGT, sedangkan kelas VII E


(33)

33

terpilih sebagai kelas kontrol yang mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan pembelajaran ekspositori. Jumlah siswa pada kelas VII B adalah 34 siswa sedangkan jumlah siswa pada kelas VII E adalah 31 siswa.

E. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament (TGT) dan pembelajaran ekspositori.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah guru, materi yang diajarkan, jumlah jam pelajaran, angket partisipasi dan soal tes kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran kedua kelas dalam penelitian diampu guru yang sama yaitu peneliti sendiri, dengan materi yang sama, jumlah jam pelajaran yang sama dan pretest serta posttest yang sama.

F. Definisi Operasional Variabel

1. Pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu pembelajaran yang menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran. Siswa diberikan kesempatan untuk


(34)

34

mengkonstuk pengetahuannya sendiri melalui konteks yang disajikan pada LKS (Lembar Kegiantan Siswa).

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah suatu pembelajaran memberikan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 anggota. Setelah berdiskusi dalam kelompok, salah satu kelompok memperesentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Pada akhir pembelajaran setiap perwakilan kelompok melakukan games atau turnamen, kemudian kelompok yang mendapatkan poin tertinggi memperoleh penghargaan dari guru.

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan siswa dalam memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, mengecek kembali semua langkah yang telah dikerjakan, dan mendapatkan penyelesaian yang tepat dari soal yang diberikan.

4. Partisipasi Siswa

Partisipasi siswa merupakan aktivitas yang muncul pada pembelajaran. Pada penelitian ini partisipasi yang diharapkan dari siswa yaitu keterlibatan mental, emosional, dan keterlibatan dalam diskusi. Keterlibatan mental antara lain aktivitas seperti memikirkan jawaban, merenungkan, dan membayangkan. Bentuk keterlibatan emosional antara lain adanya kesediaan siswa dalam mengerjakan soal di papan tulis,


(35)

35

mengerjakan tugas, dan mencatat. Sedangkan keterlibatan dalam diskusi meliputi aktivitas bertanya, menjawab pertanyaan, dan mendengar pendapat teman.

G. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah digunakan untuk mengukur keefektifan pembelajaran dengan pendekatan RME pada setting TGT ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa. Tes ini terdiri dari pretest dan posttest yang merupakan soal uraian. Pretest dilaksanakan sebelum siswa diberikan perlakuan untuk mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah siswa, sedangkan posttest dilaksanakan setelah siswa diberikan perlakuan.

2. Angket Partisipasi

Angket ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai partisipasi siswa dalam proses pembelajaran matematika. Angket berisi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui partisipasi siswa. Angket disajikan dalam bentuk skala Likert. Skala Likert digunakan untuk menentukan kedudukan seseorang dalam suatu kontinum sikap terhadap objek sikap, mulai dari sangat negatif sampai dengan sangat positif (Eko Putro Widoyoko, 2012: 104). Butir-butir pertanyaan dikelompokkan sesuai dengan aspek yang akan diamati, yaitu keterlibatan mental, keterlibatan emosional, dan keterlibatan siswa dalam diskusi.


(36)

36 3. Lembar Observasi

Lembar observasi pada penelitian ini adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati kesesuaian kegiatan pembelajaran matematika yang terjadi di lapangan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran.

H. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Tes Tertulis

Pengumpulan data tes tertulis digunakan untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah siswa, baik dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) dalam setting Teams Game Tournament (TGT) maupun pembelajaran ekspositori. Tes diberikan kepada kedua kelas sampel dengan tes yang sama di awal (pretest) dan di akhir (posttest). Nilai maksimal adalah 100, sedangkan nilai minimal adalah 0. Kriteria pencapaian tujuan pembelajaran pada aspek pemecahan masalah ditetapkan melalui konversi nilai ke dalam nilai pada skala lima.

Kategori konversi nilai skala lima dibuat berdasarkan kurva normal dengan selang keparcayaan 92,8% yang dihitung dengan rumus:

n Z

X n

Z

X  /2 /   /2/ (Walpole, 1992: 242)


(37)

37

Gambar 3 Kurva Normal

Menurut Eko Putro Widoyoko (2013: 237) konversi nilai kemampuan pemecahan masalah siswa ke dalam nilai skala lima dapat dilihat seperti tabel berikut:

Tabel 2 Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah

Interval Skor Kategori Kriteria

X >Xi + 1,8 Sbi x > 80 Sangat baik i

X + 0,6 Sbi < X Xi + 1,8 Sbi 60 < x  80 Baik i

X 0,6 Sbi < X Xi + 0,6 Sbi 40 < x  60 Cukup baik i

X 1,8 Sbi < X Xi 0,6 Sbi 20 < x  40 Kurang baik

X Xi – 1,8 Sbi x  20 Tidak baik

Keterangan: i

X : Rerata ideal = 2 1

(nilai maksimum ideal + nilai minimum ideal)

Sbi : Simpangan baku ideal = 6 1

(nilai maksimum ideal – nilai minimum ideal)


(38)

38 2. Data Nontes

a. Angket

Pengumpulan data menggunakan instrumen angket digunakan untuk mengetahui ketercapaian partisipasi siswa selama proses pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh siswa dengan mengisi sendiri angket partisipasi untuk mengukur partisipasi siswa sebelum maupun sesudah dilaksanakannya pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting Teams Games Tournament (TGT) dan pembelajaran ekspositori.

Sistem penskoran angket yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 3 Sistem Penskoran Angket Partisipasi Siswa Jenis Pernyataan Tidak

Pernah

Kadang-kadang Sering Selalu

Pernyataan Positif 1 2 3 4

Pernyataan Negatif 4 3 2 1

Kriteria pencapaian tujuan pembelajaran pada aspek partisipasi ditetapkan melalui konversi skor ke dalam nilai pada skala empat.

Adapun aturan pemberian skor dan klasifikasi penilaian menurut Eko Putro Widoyoko (2014: 144) adalah sebagai berikut:

1. Skor pernyataan negatif kebalikan dari pernyataan positif.

2. Jumlah skor tertinggi ideal = jumlah pernyataan  jumlah pilihan (gradasi skor dalam rubik).


(39)

39

3. Skor akhir = (jumlah skor yang diperoleh : skor tertinggi ideal)  jumlah kelas interval.

4. Jumlah kelas interval = skala hasil penilaian. Artinya jika penilaian menggunakan skala 4, hasil penilaian diklasifikasikan menjadi 4 kelas interval.

5. Penentuan jarak interval diperoleh dengan rumus:

Jarak interval = (skor tertinggi ideal – skor terendah ideal)/jumlah kelas interval

Berdasarkan ketentuan tersebut, dibuat kategori hasil penilaian dengan skala 4 sebagai berikut:

a. Skor tertinggi ideal = 20  4 = 80 b. Skor terendah ideal = 20  1 = 20 c. Jarak interval = (80 – 20)/4 = 15

Tabel 4 Kategori Hasil Penilaian Partisipasi

Kategori Kriteria

66 – 80 Baik

41 – 65 Cukup Baik

26 – 40 Kurang Baik

 25 Tidak baik

b. Observasi

Pengumpulan data dengan teknik observasi digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran yang berlangsung baik pembelajaran yang menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam setting Teams Game Tournament (TGT) maupun pembelajaran ekspositori. Keterlaksanaan proses pembelajaran


(40)

40

dapat dilihat melalui instrumen lembar observasi. Data hasil observasi akan dianalisis dengan menghitung persentase skor, sebagai berikut.

% 100   indikator per maksimal skor jumlah indikator per pencapaian skor jumlah P

I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan cara membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2011: 353). Untuk mendapatkan validitas isi instrumen dikonsultasikan kepada ara ahli (expert judgement) untuk diperiksa dan dievaluasi secara sistematis apakah instrumen tersebut telah mewakili apa yang akan diukur.

Realibilitas instrumen pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu sebagai berikut.

                  2 2 11 1 1 t b S S k k r Keterangan: 11

r : reliabilitas instrumen

k : banyaknya butir soal pada instrumen 2

b S

 : jumlah variansi skor setiap butir soal 2

t

S : variansi skor total

Kategori tinggi atau rendahnya reliabilitas instrumen dapat ditentukan dengan menggunakan kategori sebagai berikut.


(41)

41

Tabel 5 Kategori Realibilitas

Interval Kategori

0,80 r11< 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,60 r11< 0,80 Reliabilitas tinggi 0,40 r11< 0,60 Reliabilitas sedang 0,20 r11< 0,40 Reliabilitas rendah 0,00 r11< 0,20 Reliabilitas sangat rendah

Perhitungan uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 22.

J. Teknik Analisis Data 1. Dekripsi Data

Data yang dideskripsikan adalah data kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa. Data kemampuan pemecahan masalah diperoleh dari nilai pretest dan nilai posttest yang berupa soal uraian, sedangkan data partisipasi siswa diperoleh dari pretest dan posttest berupa angket. Deskripsi data yang dimaksud meliputi rata-rata, simpangan baku, nilai maksimal, dan nilai minimal.

2. Uji Asumsi Analisis a. Uji Normalitas

Uji normalitas yang dilakukan adalah uji normalitas multivariat. Uji normalitas multivariat ini dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal sebagai uji prasyarat multivariat. Data yang diuji meliputi nilai pretest kemampuan pemecahan masalah skor awal partisipasi siswa. Keputusan untuk uji normalitas multivariat, data berdistribusi normal apabila sekitar 50% data memiliki jarak


(42)

42

mahalanobis kurang dari � ,5 yaitu sebesar 1,3863. Jarak mahalanobis setiap titik pengamatan dengan rata-ratanya diukur menggunakan rumus berikut:

� = ��− �̅ −� ��− �̅ dengan � = , , … , �

keterangan:

��− �̅ = matriks selisih nilai dengan rata-rata

� = matriks varians-kovarians (Johnson & Winchern, 2007 :150)

Jarak mahalanobis setiap titik pengamatan dengan rata-ratanya dihitung dengan bantuan software SPSS versi 22.

Perumusan hipotesis yang dilakukan pada uji normalitas data pada kelas eksperimen adalah sebagai berikut:

H0 : Data pretest kemampuan pemecahan masalah dan skor awal angket partisipasi belajar siswa dari kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1 : Data pretest kemampuan pemecahan masalah dan skor awal angket partisipasi belajar siswa dari kelas eksperimen berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Perumusan hipotesis yang dilakukan pada uji normalitas data pada kelas kontrol adalah sebagai berikut:

H0 : Data pretest kemampuan pemecahan masalah dan skor awal angket partisipasi belajar siswa dari kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.


(43)

43

H1 : Data pretest kemampuan pemecahan masalah dan skor awal angket partisipasi belajar siswa dari kelas kontrol berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas pada penelitian ini bertujuan untuk menguji kesamaan matriks kovarian kedua kelas yang dibandingkan. Uji homogenitas dilakukan secara multivariat karena melibatkan dua variabel terikat secara bersamaan. Uji homogenitas menggunakan uji

Box’s Mdengan taraf signifikansi α = 0,05 (Rencher, 2002: 257). Kriteria

keputusan yang diambil bahwa jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih dari 0,05 maka matriks varians-kovarians pada kedua kelas adalah sama atau homogen.

Uji homogenitas diolah menggunakan bantuan software SPSS versi 22, dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Matriks varian-kovarians data kemampuan pemecahan masalah dan angket partisipasi siswa homogen

H1 : Matriks varian-kovarians data kemampuan pemecahan masalah dan angket partisipasi siswa tidak homogen

Kriteria keputusannya adalah H0 diterima jika p-value (sig) > 0,05. Setelah asumsi normal dan homogen terpenuhi, maka bisa dilanjutkan ke uji kesamaan rata-rata. Pengujian dilakukan secara multivariat menggunakan uji Hotelling’s Trace (T2 Hotelling) dengan taraf signifikansi α = 0,05. Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.


(44)

44 � : ����� = �����

� : ����� ≠ ����� (Rencher, 2002: 122) Keterangan:

���: Rata-rata nilai pretest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen

���: Rata-rata skor awal partisipasi siswa kelas eksperimen

���: Rata-rata nilai pretest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas kontrol

���: Rata-rata skor awal partisipasi siswa kelas kontrol

Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika p-value (sig) < 0,05. Uji kesamaan rata-rata pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 22.

Jika hasil dari pengujian tersebut adalah tidak terdapat rata-rata kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa, maka selanjutnya dapat dilakukan pengujian hipotesis.

3. Pengujian Hipotesis pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Setelah Perlakuan

Pengujian hipotesis dilakukan terhadap data setelah perlakuan, yaitu nilai postest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket partisipasi siswa. Sebelum pengujian hipotesis, harus dilakukan terlebih


(45)

45

dahulu uji asumsi analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas yang dilakukan secara multivariat dan univariat.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas secara multivariat dilakukan dengan cara menghitung jarak mahalanobis setiap titik pengamatan dengan rata-ratanya. Populasi berdistribusi normal jika sekitar 50% data memiliki jarak mahalanobis yang kurang dari X20,5(2) yaitu sebesar 1,3863. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai postest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket partisipasi siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari data yang berdistribusi normal atau tidak. Perumusan hipotesis yang dilakukan pada uji normalitas data pada kelas eksperimen adalah sebagai berikut: H0 : Data posttest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir

angket partisipasi siswa dari kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1 : Data posttest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket partisipasi siswa dari kelas eksperimen berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Perumusan hipotesis yang dilakukan pada uji normalitas data pada kelas kontrol adalah sebagai berikut:

H0 : Data posttest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket partisipasi siswa dari kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.


(46)

46

H1 : Data posttest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket partisipasi siswa dari kelas kontrol berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Uji normalitas secara univariat menggunakan uji Kolmogrof-Smirnov dengan taraf signifikansi α = 0,05. Perumusan hipotesis yang dilakukan pada uji normalitas data skor postest kemampuan pemecahan masalah siswa adalah sebagai berikut:

H0 : Data skor postest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1 : Data skor postest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Perumusan hipotesis yang dilakukan pada uji normalitas data skor akhir angket partisipasi siswa adalah sebagai berikut:

H0 : Data skor akhir angket partisipasi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1 : Data skor akhir angket partisipasi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Kriteria keputusannya adalah H0 diterima jika p-value (sig) > α= 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program software SPPS versi 22.


(47)

47 b. Uji Homogenitas

Selanjutnya dilakukan uji homogenitas secara multivariat dan univariat. Uji homogenitas multivariat dilakukan untuk mengetahui apakah nilai postest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket partisipasi siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki matriks varians-kovarians yang sama atau tidak. Uji homogenitas menggunakan uji Box’s M dengan taraf signifikansi

α=0,05 (Rencher, 2002: 257). Data diolah dengan bantuan software SPSS versi 22, dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Matriks varians-kovarians data kemampuan pemecahan masalah dan angket partisipasi siswa homogen.

H1 : Matriks varians-kovarians data kemampuan pemecahan masalah dan angket partisipasi siswa tidak homogen.

Kriteria keputusannya adalah H0 diterima jika p-value (sig) > α= 0,05. Uji homogenitas secara univariat dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang sama atau tidak. Uji homogenitas univariat dilakukan menggunakan uji-F dengan taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria keputusan yang diambil bahwa jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih dari 0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varians homogen. Uji homogenitas diolah menggunakan bantuan software SPSS versi 22.


(48)

48 c. Uji Hipotesis

Setelah asumsi normal dan homogen terpenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan RME dalam setting pembelajaran kooperatif tipe TGT dan pembelajaran ekspositori dinyatakan efektif ditinjau dari partisipasi siswa jika rata-rata skor akhir angket partisipasi siswa termasuk dalam kategori baik menurut tabel 4 yaitu lebih dari 65.

Jika ditinjau dari kemampuan pemecahan maslaah siswa, pembelajaran matematika menggunakan pendekatan RME dalam setting pembelajaran kooperatif tipe TGT dan pembelajaran ekspositori dinyatakan efektif jika rata-rata nilai postest kemampuan pemecahan masalah siswa pada masing-masing kelas termasuk dalam kategori tinggi atau sangat tinggi yaitu lebih dari 60.

Berikut ini adalah penjabaran dari pengujian hipotesis yang dilakukan. a) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah Pertama

Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis pertama menggunakan uji one sample t-test yang bertujuan untuk menjawab apakah pembelajaraan menggunakan pendekatan RME dalam setting pembelajaran kooperatif tipe TGT efektif ditinjau kemampuan pemecahan masalah siswa. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μ ≤ 60 H1 : μ > 60


(49)

49 Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Statistik ujinya adalah:

= �̅ − � √�

keterangan:

= rata-rata nilai postest

μ = nilai yang dihipotesiskan (60) s = simpangan baku

n = banyaknya siswa

Kriteria keputusannya H0 ditolak jika thitung > t (α, n-1) (Walpole, 1992: 305). Dalam penelitian ini, uji hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 22 dengan kriteria keputusan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05.

b) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah Kedua Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis kedua menggunakan uji one sample t-test yang bertujuan untuk menjawab apakah pembelajaraan menggunakan pendekatan RME dalam setting pembelajaran kooperatif tipe TGT efektif ditinjau partisipasi siswa. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μ ≤ 65 H1 : μ > 65

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Statistik ujinya adalah:


(50)

50

= �̅ − � √� keterangan:

x̅ = rata-rata skor akhir angket partisipasi siswa μ = nilai yang dihipotesiskan (65)

s = simpangan baku n = banyaknya siswa

Kriteria keputusannya H0 ditolak jika thitung > t (α,n-1) (Walpole, 1992: 305). Dalam penelitian ini, uji hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan bantuan program software SPPS versi 22 dengan kriteria keputusan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. c) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah Ketiga

Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis ketiga menggunakan uji one sample t-test yang bertujuan untuk menjawab apakah pembelajaraan ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μ ≤ 60 H1 : μ > 60

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Statistik ujinya adalah:

= �̅ − � √�


(51)

51 keterangan:

= rata-rata nilai postest

μ = nilai yang dihipotesiskan (60) s = simpangan baku

n = banyaknya siswa

Kriteria keputusannya H0 ditolak jika thitung > t (α, n-1) (Walpole, 1992: 305). Dalam penelitian ini, uji hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 22 dengan kriteria keputusan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05.

d) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah Keempat Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis keempat menggunakan uji one sample t-test yang bertujuan untuk menjawab apakah pembelajaraan ekspositori efektif ditinjau dari partisipasi siswa. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μ ≤ 65 H1 : μ > 65

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Statistik ujinya adalah:

= �̅ − � √� keterangan:

x̅ = rata-rata skor akhir angket partisipasi siswa μ = nilai yang dihipotesiskan (65)


(52)

52 s = simpangan baku n = banyaknya siswa

Kriteria keputusannya H0 ditolak jika thitung > t (α, n-1) (Walpole, 1992: 305). Dalam penelitian ini, uji hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 22 dengan kriteria keputusan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05.

d. Analisis Perbandingan Keefektifan Pembelajaran menggunakan

Pendekatan RME dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dan Pembelajaran Ekspositori

Selanjutnya, jika kelas eksperimen dan kelas kontrol efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa, maka pengujian dilanjutkan ke pengujian perbedaan rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah dan skor akhir angket partisipasi siswa. Analisis dilakukan dengan analisis multivariat menggunakan uji Hotelling’s Trace (T2 Hotelling). Taraf signifikansi yang digunakan adalah α = 0,05. Data diolah dengan bantuan software SPSS versi 22, dengan rumusan hipotesis sebagai berikut.

� : ����� = �����

� : ����� ≠ ����� (Rencher, 2002: 122) keterangan:


(53)

53

���: Rata-rata nilai postest kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen.

μEA: Rata-rata skor akhir angket partisipasi siswa pada kelas eksperimen.

μKP: Rata-rata nilai postest kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas kontrol.

μKA: Rata-rata skor akhir angket partisipasi siswa pada kelas kontrol. Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika p-value (sig) < α = 0,05.

Apabila hasil dari pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa, maka harus dilakukan uji lanjutan menggunakan analisis independent sample t-test untuk mengetahui perbedaan keefektifan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan RME dalam setting TGT dan pembelajaran ekspositori jika ditinjau dari masing-masing variabel terikat.

e. Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah Kelima Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis kelima menggunakan uji independent sample t-test yang bertujuan untuk menjawab apakah pembelajaraan menggunakan pendekatan RME dalam setting TGT efektif dibandingkan dengan pembelajaraan menggunakan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan


(54)

54

pemecahan masalah siswa. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μEP ≤ μKP H1 : μEP > μKP

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05.

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut.

= �̅̅̅ − �̅̅̅

� √� + �

dengan = √� − � + � − � � +� − keterangan:

= varians sampel pada kelas eksperimen = varians sampel pada kelas kontrol

� = banyaknya siswa pada kelas ekperimen

� = banyaknya siswa pada kelas kontrol

Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika thitung > t (α, � + � − ) (Walpole, 1992: 305). Pada penelitian ini, pengujian hipotesis kelima dilakukan bantuan program software SPPS versi 22. Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05.

f. Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah Keenam Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis keenam menggunakan uji independent sample t-test yang bertujuan untuk menjawab apakah pembelajaraan menggunakan pendekatan RME


(55)

55

dalam setting TGT lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaraan ekspositori ditinjau dari partisipasi siswa. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μEA ≤ μKA H1 : μEA > μKA

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05.

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut.

= �̅̅̅ − �̅̅̅

� √� + �

dengan = √� − � + � − � � +� − keterangan:

= varians sampel pada kelas eksperimen = varians sampel pada kelas kontrol

� = banyaknya siswa pada kelas ekperimen

� = banyaknya siswa pada kelas kontrol

Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika thitung > t (α, � + � − ) (Walpole, 1992: 305). Pada penelitian ini, pengujian hipotesis keenam dilakukan bantuan program software SPPS versi 22. Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05.


(56)

83

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gafur. (2012).Desain Pembelajaran: Konsep, Model, dan Aplikasinya dalam Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Adi Rahman. (2012). Keefektifan Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia Ditinjau dari Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Karakter Siswa SMP. Skripsi. FMIPA-UNY.

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. (1994). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ariyadi Wijaya. (2012). Pendidikan Matematika Realistic: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Capara, Gulfer & Tarimb, Kamuran. (2015). Efficacy of the Cooperative Learning Method on Mathematics Achievement and Attitude: A Meta-Analysis Research. Journal Educational Sciences: Theory & Practice • 2015 April •

15(2) • 553-559.

Eny Sulistyaningsih. (2014) Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS) dengan Pendekatan Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Sikap Tanggung Jawab Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Wates. Skripsi. FMIPA-UNY.

Eko Putro Widoyoko. (2013). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eko Putro Widoyoko. (2014). Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Erman Suherman, et. al.. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Fifi Yuniarti. (2013). Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII pada Konsep Himpunan Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di SMP Negeri 4 Kalasan Sleman Yogyakarta. Skripsi. FMIPA-UNY.

Johnson, Richard A. & Dean W. Winchern. (2007). Applied Multivariate Statistical Analysis. Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.


(57)

84

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad. (2011). Belajar dengan Pendekatan PAIKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hamzah B. Uno. (2007). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara

Herman Hudojo. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Herman Hudojo. (2003). Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Matematika. Malang: JICA UNM

Hough, Sue & Gough, Steve. (2007). Realistic Mathematics Education. Mathematics Teaching; Jul 2007; 203; ProQuest Professional Education.

Kemendikbud. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Mahorjan. (2013). Kisah Dahsyat Guru Berprestasi Selangit. Yogyakarta: DIVA Press.

Mansur Harmandar & ÇİL, Emine. (2008). The Effects of Science Teaching Through Team Game Tournament Technique on Success Level and Affective Characteristics of Students. Journal of TURKISH SCIENCE EDUCATION Volume 5, Issue 2, August 2008.

Mulyasa E. (2006). Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they

can do with what they know. Diakses dari

https://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf pada 22 November 2015.

Rencher, Alvin C. (2002). Methids of Multivariate Analysis. Canada: John Wiley & Sons.

Rochmatun Chasanah. (2007). Upaya Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Siswa Kelas VII B di SMP Negeri 1 Grabag. Skripsi. FMIPA-UNY.

Slavin, Robert E. (2008). Cooperative Learning: Teori, RIset dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Dua.


(58)

85

Slavin. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sugiman & Yaya S. Kusumah. (2010). Dampak Pendidikan Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Jurnal IndoMS. J.M.E Vol.1 No. 1 Juli 2010, pp. 41-51.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Supardi. (2013). Sekolah Efektif: Konsep Dasar dan Praktiknya. Jakarta: PT RajaGrafindo.

Syarif Hidayatullah. (2012). Efektivitas Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Self Concept Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Depok Yogyakarta. Skripi. FMIPA-UNY

Walpole, Ronald E.. (1992). Introduction to Statistics (Pengantar Statistika). Penerjemah: Ir. Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Wina Sanjaya. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan Prosedur. Jakarta:


(1)

53

���: Rata-rata nilai postest kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen.

μEA: Rata-rata skor akhir angket partisipasi siswa pada kelas eksperimen.

μKP: Rata-rata nilai postest kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas kontrol.

μKA: Rata-rata skor akhir angket partisipasi siswa pada kelas kontrol. Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika p-value (sig) < α = 0,05.

Apabila hasil dari pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan partisipasi siswa, maka harus dilakukan uji lanjutan menggunakan analisis independent sample t-test untuk mengetahui perbedaan keefektifan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan RME dalam setting TGT dan pembelajaran ekspositori jika ditinjau dari masing-masing variabel terikat.

e. Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah Kelima

Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis kelima menggunakan uji independent sample t-test yang bertujuan untuk menjawab apakah pembelajaraan menggunakan pendekatan RME dalam setting TGT efektif dibandingkan dengan pembelajaraan menggunakan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan


(2)

54

pemecahan masalah siswa. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μEP ≤ μKP H1 : μEP > μKP

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05.

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut. = �̅̅̅ − �̅̅̅

� √� + �

dengan = √� − � + � − �

� +� −

keterangan:

= varians sampel pada kelas eksperimen = varians sampel pada kelas kontrol � = banyaknya siswa pada kelas ekperimen � = banyaknya siswa pada kelas kontrol

Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika thitung > t (α, � + � − ) (Walpole, 1992: 305). Pada penelitian ini, pengujian hipotesis kelima dilakukan bantuan program software SPPS versi 22. Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05.

f. Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah Keenam

Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis keenam menggunakan uji independent sample t-test yang bertujuan untuk menjawab apakah pembelajaraan menggunakan pendekatan RME


(3)

55

dalam setting TGT lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaraan ekspositori ditinjau dari partisipasi siswa. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μEA ≤ μKA H1 : μEA > μKA

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05.

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut. = �̅̅̅ − �̅̅̅

� √� + �

dengan = √� − � + � − �

� +� −

keterangan:

= varians sampel pada kelas eksperimen = varians sampel pada kelas kontrol � = banyaknya siswa pada kelas ekperimen � = banyaknya siswa pada kelas kontrol

Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika thitung > t (α, � + � − ) (Walpole, 1992: 305). Pada penelitian ini, pengujian hipotesis keenam dilakukan bantuan program software SPPS versi 22. Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05.


(4)

83

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gafur. (2012).Desain Pembelajaran: Konsep, Model, dan Aplikasinya dalam Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Adi Rahman. (2012). Keefektifan Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia Ditinjau dari Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Karakter Siswa SMP. Skripsi. FMIPA-UNY.

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. (1994). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ariyadi Wijaya. (2012). Pendidikan Matematika Realistic: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Capara, Gulfer & Tarimb, Kamuran. (2015). Efficacy of the Cooperative Learning Method on Mathematics Achievement and Attitude: A Meta-Analysis Research. Journal Educational Sciences: Theory & Practice • 2015 April • 15(2) • 553-559.

Eny Sulistyaningsih. (2014) Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS) dengan Pendekatan Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Sikap Tanggung Jawab Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Wates. Skripsi. FMIPA-UNY.

Eko Putro Widoyoko. (2013). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eko Putro Widoyoko. (2014). Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Erman Suherman, et. al.. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Fifi Yuniarti. (2013). Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII pada Konsep Himpunan Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di SMP Negeri 4 Kalasan Sleman Yogyakarta. Skripsi. FMIPA-UNY.

Johnson, Richard A. & Dean W. Winchern. (2007). Applied Multivariate Statistical Analysis. Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.


(5)

84

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad. (2011). Belajar dengan Pendekatan PAIKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hamzah B. Uno. (2007). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara

Herman Hudojo. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Herman Hudojo. (2003). Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Matematika. Malang: JICA UNM

Hough, Sue & Gough, Steve. (2007). Realistic Mathematics Education. Mathematics Teaching; Jul 2007; 203; ProQuest Professional Education.

Kemendikbud. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Mahorjan. (2013). Kisah Dahsyat Guru Berprestasi Selangit. Yogyakarta: DIVA Press.

Mansur Harmandar & ÇİL, Emine. (2008). The Effects of Science Teaching Through Team Game Tournament Technique on Success Level and Affective Characteristics of Students. Journal of TURKISH SCIENCE EDUCATION Volume 5, Issue 2, August 2008.

Mulyasa E. (2006). Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they

can do with what they know. Diakses dari

https://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf pada 22 November 2015.

Rencher, Alvin C. (2002). Methids of Multivariate Analysis. Canada: John Wiley & Sons.

Rochmatun Chasanah. (2007). Upaya Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Siswa Kelas VII B di SMP Negeri 1 Grabag. Skripsi. FMIPA-UNY.

Slavin, Robert E. (2008). Cooperative Learning: Teori, RIset dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Dua.


(6)

85

Slavin. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sugiman & Yaya S. Kusumah. (2010). Dampak Pendidikan Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Jurnal IndoMS. J.M.E Vol.1 No. 1 Juli 2010, pp. 41-51.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Supardi. (2013). Sekolah Efektif: Konsep Dasar dan Praktiknya. Jakarta: PT RajaGrafindo.

Syarif Hidayatullah. (2012). Efektivitas Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Self Concept Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Depok Yogyakarta. Skripi. FMIPA-UNY

Walpole, Ronald E.. (1992). Introduction to Statistics (Pengantar Statistika). Penerjemah: Ir. Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Wina Sanjaya. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan Prosedur. Jakarta:


Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Peningkatan hasil belajar kimia siswa dengan mengoptimalkan gaya belajar melalui model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) penelitian tindakan kelas di MAN 11 Jakarta

0 27 232

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa

2 8 199

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat

1 40 0

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (tgt) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa (kuasi eksperimen pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Jonggol)

0 5 199

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTICS MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENDEKATAN REALISTICS MATHEMATICS EDUCATION (RME) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

0 4 85

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI ADVERSITY QUO

0 0 38

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION PADA MATERI POKOK PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINIER SATU VARIABEL DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT SISWA KELAS VII SMP NEGERI SE-K

0 1 20

PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIon rme

1 0 12