Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Keaslian Penelitian

diri sendiri. Dengan demikian, diharapkan perilaku prososial yang dilakukan oleh remaja akhir anggota IMA dapat memberikan kontribusi yang positif bagi psychological well-being dirinya. Berdasarkan penjelasan diatas peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian dengan judul “Hubungan Rasa Syukur dan Perilaku Prososial terhadap Psychological Well-Being pada Remaja Akhir Anggota Islamic Medical Activist Fakultas Kedokteran Universitas Udaya na”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan fungsional antara rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological well- being pada remaja akhir anggota Islamic Medical Activists Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological well-being pada remaja akhir anggota Islamic Medical Activists Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kajian pemikiran dalam ilmu pengetahuan psikologi khususnya dalam Psikologi Perkembangan, Psikologi Positif, Psikologi Sosial serta dapat berkontribusi terhadap teori yang berkaitan dengan rasa syukur, perilaku prososial dan psychological well-being.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti sendiri maupun bagi pihak-pihak lainnya, uraian manfaat praktis dari penelitian ini sebagai berikut: a. Manfaat bagi remaja akhir 1 Memberikan informasi bagi anggota IMA maupun remaja akhir yang tergabung dalam organisasi mengenai hubungan antara rasa syukur dan perilaku prososial terhadap kesejahteraan psikologis. 2 Penelitian ini diharapkan bisa memengaruhi wawasan dan pola pikir anggota IMA maupun remaja akhir yang tergabung dalam organisasi sehingga senantiasa bersyukur dan menolong orang lain dalam kehidupannya karena akan menciptakan evaluasi pengalaman positif dengan harapan agar remaja akhir bisa memperoleh kesejahteraan psikologis. b. Manfaat bagi orang tua 1 Memberi informasi kepada orang tua mengenai hubungan fungsional antara rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological well-being pada remaja akhir, agar orang tua bisa mulai mengajarkan anak sejak dini untuk senantiasa bersyukur dan melakukan tindakan untuk membantu sesama dengan ikhlas dengan begitu anak akan tumbuh dengan pengalaman-pengalaman yang positif sehingga diharapkan mampu menciptakan keadaan kesejahteraan psikologis sejak dini dan semakin matang ketika mencapai fase remaja. c. Manfaat bagi Perguruan Tinggi 1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pihak perguruan tinggi terkait keadaan psikologis remaja akhir saat berada di bangku perkuliahan khususnya remaja perantauan, serta menjadi acuan agar perguruan tinggi senantiasa mendukung dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan organisasi IMA maupun organisasi lainnya yang bersifat prososial dengan harapan agar remaja akhir dapat mencapai psychological well-being yang baik. d. Manfaat bagi peneliti 1 Memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan hubungan rasa syukur dan perilaku prososial terhadap pembentukan kesejahteraan psikologis anggota IMA maupun remaja yang tergabung dalam organisasi.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian mengenai rasa syukur, perilaku prosial dan psychological well-being telah dilakukan sebelumnya. Berikut beberapa penelitian mengenai rasa syukur, perilaku prososial dan psychological well-being, antara lain : 1. Hubungan antara Gratitude dan Psychological Well-Being pada Mahasiswa oleh Fitri Oktaviani Putri pada tahun 2012 dari Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara gratitude dan psychological well-being pada mahasiswa.Variabel gratitude diukur dengan SS8 skala syukur 8. Variabel psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Hapsari 2011, yang menggunakan Ryff’s Scale of Psychological Well-Being 1989. Penelitian ini melibatkan 340 responden berusia 17 sampai 25 tahun. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan psychological well- being. Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara responden yang tergabung dan tidak tergabung dalam perkumpulan keagamaan baik pada gratitude maupun psychological well-being. 2. Gratitude Predicts Psychological Well-Being Above the Big Five Facets oleh Wood, Joseph, dan Maltby pada tahun 2009. Penelitian ini untuk menguji apakah rasa syukur mempengaruhi psychological well-being. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berjumlah 201 orang terdiri dari 128 perempuan dan 73 laki-laki berusia 18-26 tahun. Pengukuran rasa syukur dalam penelitian ini menggunakan gratitude questionnaire-6 GQ-6, sedangkan untuk psychological well-being diukur menggunakan skala psychological well-being dari Ryff. Metode analisis dengan menggunakan analisis multiple regression. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa rasa syukur memiliki korelasi yang lemah dengan aspek otonomi, korelasi sedang dengan aspek penguasaan lingkungan dan tujuan hidup, serta korelasi yang kuat dengan aspek pertumbuhan pribadi, aspek hubungan positif dengan orang lain, dan aspek penerimaan diri. Korelasi ini menunjukkan bahwa rasa syukur adalah prediktor penting dari psychological well-being. 3. Hubungan antara Perilaku Prososial dengan Psychological Well-Being pada Remaja oleh Megawati pada tahun 2015 dari Universitas Udayana. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku prososial dengan psychological well-being pada remaja di kota Denpasar. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Subjek dalam penelitian ini adalah 214 remaja berusia 15-17 tahun, remaja laki-laki berjumlah 91 orang dan remaja perempuan berjumlah 123 orang. Pengukuran variabel psychological well-being dan perilaku prososial menggunakan skala. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis regresi sederhana untuk melihat hubungan antara variabel perilaku prososial dan psychological well-being. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan dan positif antara perilaku prososial dengan psychological well-being yang berarti semakin tinggi nilai perilaku prososial semakin tinggi pula psychological well-being remaja. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,372 menunjukkan sumbangan perilaku prososial terhadap psychological well-being sebesar 37,2 sedangkan sisanya 62,8 disumbang oleh faktor-faktor lain seperti usia, kelas sosial ekonomi, relasi sosial, dan faktor kepribadian. 4. Pengaruh Kedekatan Dengan Korban dan Sikap terhadap Bullying terhadap Tindakan Prososial Bystander Bullying di SMA oleh Sudibyo 2012 dari Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedekatan dengan korban dan sikap terhadap bullying terhadap perilaku prososial pada siswa SMA di Jakarta dan sekitarnya. Subjek pada penelitian ini adalah siswai, SMA dalam tahap remaja yakni 15-19 tahun berjumlah 80 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling panel pengambilan sampel dipilih berdasarkan tersedianya individu dan kemauan untuk mengikuti penelitian. Pengukuran sikap menggunakan alat ukur sikap terhadap bullying. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kedekatan dengan korban terhadap perilaku prososial pada siswa SMA. Artinya, seseorang yang ingroup dengan korban tidak memiliki perbedaan skor prososial yang signifikan daripada orang yang outgroup dengan korban. Namun terdapat pengaruh yang signifikan sikap terhadap bullying terhadap perilaku prososial pada siswa SMA. Artinya, seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap bullying akan memiliki lebih tinggi skor prososial secara signifikan daripada orang yang memiliki sikap positif terhadap bullying. Selain itu, tidak ada interaksi pengaruh kedekatan dan sikap terhadap bullying terhadap perilaku prososial. 5. Psychological Well-Being pada Remaja yang Orang Tua Bercerai dan Yang Tidak Bercerai Utuh oleh Werdyaningrum 2013 dari Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan psychological well-being yang signifikan antara remaja yang orang tuanya bercerai dengan remaja yang orang tuanya tidak bercerai utuh. Subjek dalam penelitian ini adalah 102 remaja usia 14-19 tahun yang terdiri dari 51 remaja yang orang tuanya bercerai dan 51 remaja yang orang tuanya utuh. Data dikumpulkan dengan skala Ryff’s Psychological Well-Being Scale. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nilai psychological well-being yang signifikan antara remaja yang orang tuanya bercerai dan remaja dengan orang tua yang utuh t= 9.813; p = 0.000, p 0.01. Remaja yang orang tuanya bercerai memiliki nilai psychological well-being yang lebih rendah dibandingkan remaja yang orang tuanya tidak bercerai utuh. Penelitian yang peneliti lakukan berbeda dari penelitian yang sudah dijabarkan sebelumnya. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada variabel penelitian yang peneliti pilih yaitu psychological well-being, rasa syukur, dan perilaku prososial. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel berupa cluster sampling. Lokasi tempat peneliti melakukan penelitian juga berbeda dengan lokasi penelitian yang telah dijabarkan di atas. Lokasi penelitian bertempat di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali. Karakteristik subjek penelitian juga berbeda yaitu remaja akhir anggota IMA dengan rentang usia 18-21 tahun. Berdasarkan beberapa penelitian yang dijabarkan sebelumnya belum pernah ada yang melakukan penelitian dengan judul hubungan rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological well- being pada remaja akhir anggota Islamic Medical Activists IMA Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Psychological Well-Being