Staub dalam Dayaksini Hudaniah, 2006 mengatakan bahwa ada tiga indikator yang menjadi tindakan prososial, yaitu:
1. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada
pihak pelaku 2.
Tindakan itu dilahirkan secara sukarela 3.
Tindakan itu menghasilkan kebaikan Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang ditujukan untuk menolong orang lain, dengan tanpa mengharapkan imbalan dari
pertolongannya sehingga orang yang ditolong bisa tertolong dan mendapatkan keuntungan baik secara materi, fisik maupun psikologis
.
2. Aspek-aspek Perilaku Prososial
Aspek-aspek perilaku prososial menurut Eisenberg dan Musen dalam Dayakisni Hudaniah, 2006 adalah:
a. Berbagi
Kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain baik dalam suasana suka maupun duka.
b. Kerjasama
Kesediaan untuk saling bekerja sama dengan orang lain untuk meraih dan mencapai tujuan.
c. Menolong
Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang mengalami kesulitan.
d. Bertindak jujur
Kesediaan untuk melakukan sesuatu apa adanya tanpa berbuat curang. e.
Berderma Kesediaan untuk memberikan sebagian barang miliknya kepada orang lain
yang membutuhkan secara sukarela. Aspek-aspek perilaku prososial yang dipakai dalam penelitian ini adalah
berbagi, kerjasama, menolong, berbuat jujur, dan berderma.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial
Taylor, Peplau, dan Sears 2009 menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku prososial. Faktor-faktor tersebut
diantaranya: 1.
Karakteristik dari Penolong a.
Mood dan Menolong Isen dan Levin dalam Taylor dkk, 2009 mengatakan banyak bukti
yang menunjukkan bahwa orang akan bersedia menolong apabila berada dalam keadaan good mood, misalnya setelah menemukan uang, baru
mendapat hadiah, atau setelah mendengar musik yang menyenangkan. Nampaknya perasaan positif menaikkan kesediaan seseorang untuk
melakukan tindakan prososial. Kemungkinan lainnya adalah keadaan mood positif mungkin menyebabkan kita punya pikiran yang lebih
positif. Sedangkan Carlson dan Miller dalam Taylor dkk, 2009 mengatakan untuk efek bad mood terhadap tindakan menolong ternyata
lebih kompleks dan riset menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Jika mood buruk membuat kita lebih fokus pada diri dan kebutuhan kita,
maka ini akan menurunkan kemungkinan kita untuk membantu orang lain. Ciadini dalam Taylor dkk, 2009 mengatakan di sisi lain, jika kita
menganggap tindakan membantu orang lain menyebabkan diri kita merasa lebih baik dan mengurangi mood negatif, maka kita lebih
mungkin untuk memberi bantuan. Tindakan membantu orang lain dalam mood negatif dikarenakan negative-state relief model model peredaan
keadaan negatif untuk menjelaskan mengapa mood negatif justru meningkatkan tindakan membantu. Menurut pendapat ini, orang dalam
keadaan mood
buruk termotivasi
untuk meredakan
ketidaknyamanannya. Jika ada kesempatan membantu dan kita menganggap itu dapat memperbaiki mood kita, maka kita akan
menawarkan bantuan. b.
Motif Pemberian Pertolongan: Empati dan Kesedihan Personal Kesedihan personal adalah reaksi emosional kita terhadap penderitaan
orang lain seperti perasaan terkejut, ngeri, waspada, prihatin, atau tak berdaya. Kesedihan personal terjadi ketika menyaksikan suatu kejadian
yang membuat kita tenggelam dalam reaksi emosional sedangkan empati adalah perasaan simpati dan perhatian kepada orang lain,
khususnya pada
orang yang
menderita. Kesedihan
personal menyebabkan kita cemas dan prihatin; empati menyebabkan kita merasa
simpati dan sayang. Lebih jauh, keinginan membantu yang dimotivasi oleh keinginan untuk mereduksi ketidaknyamanan pribadi adalah
tindakan egoistis, bukan altruistik. Sebaliknya empati biasanya memotivasi kita untuk menolong karena tujuan empati adalah
memperbaiki keadaan orang lain, empati merupakan motif altruistik. c.
Karakteristik Personal Knight dalam Taylor dkk, 2009 menyatakan ada ciri tertentu dari
personalitas orang dalam membantu pada situasi spesifik. Sebuah studi menemukan bahwa orang dewasa dengan kebutuhan tinggi untuk
mendapat persetujuan sosial lebih mungkin untuk menyumbangkan uang ketimbang individu dengan kebutuhan persetujuan sosial yang
rendah. Menurut Satow dalam Taylor dkk, 2009 individu dengan kebutuhan tinggi untuk mendapat persetujuan sosial menyumbang hanya
jika ada orang lain yang melihatnya. Orang dengan kebutuhan persetujuan sosial yang tinggi mungkin termotivasi oleh keinginan
mendapat pujian dari orang lain, karena itulah individu bertindak prososial ketika tindakan baik itu dilihat oleh orang lain.
d. Gender dan Tindakan Menolong
Sesuai peran tradisional pria sebagai pelindung, laki-laki lebih mungkin untuk memberi bantuan pada tindakan yang dianggap heroik seperti
menyelamatkan orang yang tenggelam atau seseorang yang diserang. Kekuatan fisik dan latihan olahraga mungkin mempengaruhi perbedaan
jenis kelamin ini. Laki-laki dalam setting yang lebih umum cenderung lebih mungkin membantu orang asing yang sedih atau tertekan
ketimbang perempuan. Secara umum peran sosial wanita cenderung pada perilaku prososial pengasuhan, seperti merawat anak kecil,
menghibur teman, atau berbicara dengan orang lanjut usia. Crawford dan Unger dalam Taylor dkk, 2009 menyatakan wanita lebih mungkin
ketimbang pria untuk memberi perawatan pada keluarga, mengambil tanggung jawab merawat anak dan orang tua, dengan kata lain pria dan
wanita cenderung terspesialisasi dalam tipe pemberian bantuan yang berbeda-beda.
2. Karakteristik Situasi
a. Kehadiran Orang Lain
Latane dan Darley dalam Taylor dkk, 2009 menyatakan kehadiran orang lain mengurangi kemungkinan setiap orang akan memberi
bantuan pada orang asing yang kesulitan. Ini disebut sebagai bystander effect efek orang sekitar. Semakin banyak orang yang hadir, semakin
kecil kemungkinan individu akan memberi bantuan, dan semakin lama jeda sebelum bantuan diberikan.
b. Kondisi Lingkungan
Setting fisik mempengaruhi tindakan menolong. Banyak riset telah mendokumentasikan dampak dari kondisi lingkungan terhadap tindakan
membantu. Ahmed dalam Taylor dkk, 2009 dalam risetnya menunjukkan bahwa orang lebih mungkin membantu pengendara motor
yang jatuh pada cuaca cerah ketimbang pada cuaca hujan. Ringkasnya, cuaca mempengaruhi tindakan menolong. Levine dalam Taylor dkk,
2009 dalam studinya menemukan bahwa tindakan menolong lebih sering terjadi di kota dengan kepadatan penduduk rendah dan dengan
tingkat kejahatan yang rendah.
c. Tekanan Waktu
Menurut eksperimen yang dilakukan oleh Darley dan Batson dalam Taylor dkk, 2009 orang yang terburu-buru lebih kecil kemungkinannya
untuk menolong orang lain, terutama ketika seseorang dituntut untuk datang tepat waktu.
Staub dalam Dayakisni Hudaniah 2006 mengemukakan beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu:
a. Self-gain
Harapan seseorang untuk mendapatkan sesuatu atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau
takut dikucilkan. b.
Personal values and norms Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu
selama bersosialisasi dan sebagian nilai-nilai dan norma tersebut berkaitan dengan perilaku prososial, seperti kewajiban untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan serta adanya timbal balik. c.
Empathy Kemampuan seseorang untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain. Prasyarat untuk bisa berempati individu harus memiliki kemampuan untuk mengambil peran.
Berdasarkan penjelasan diatas faktor-faktor perilaku prososial yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor perilaku prososial dari
Dayaksini Hudaniah 2006 yang terdiri dari self-gain, personal values and norms, dan emphaty.
D. Remaja Akhir 1.