Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

dan perilakunya terus mengalami peningkatan, berubah secara efektif dan mencerminkan kemampuan tentang diri. Skor yang rendah pada dimensi ini menunjukkan bahwa individu mengalami stagnansi atau tidak adanya kemajuan pada individu, tidak adanya peningkatan dan pengembangan pada individu, merasa bosan dan tidak tertarik dengan kehidupan, merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap dan perilaku baru yang lebih baik Ryff, 1989. Berdasarkan uraian yang dijelaskan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kriteria orang yang memiliki psychological well-being yang baik setidaknya harus memenuhi enam aspek yang dikemukakan oleh Ryff 1989 yaitu, self acceptance penerimaan diri, positive relations with others hubungan yang positif dengan orang lain, autonomy kemandirian, environtmental mastery penguasaan lingkungan, purpose in life tujuan hidup, dan personal growth pertumbuhan pribadi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

Salah satu cara untuk semakin memahami konsep tentang psychological well-being adalah dengan mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan psychological well-being itu sendiri. Singh, Mohan, dan Anasseri 2012 dalam bukunya, menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi psychological well-being. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Usia age Ryff dan Keyes dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 menganggap bahwa orang tua mengalami penurunan dalam pertumbuhan pribadi. Akan tetapi individu di usia tuanya menunjukkan peningkatan pada kemampuan menguasai lingkungan dan kemandirian dikarenakan individu mencapai tahap yang lebih tinggi dari rentang kehidupan. Kemampuan menguasai lingkungan cenderung lebih baik di usia paruh baya dan lanjut usia daripada saat individu berada di usia muda, tetapi tetap stabil dari usia menengah ke usia yang lebih tua. Dimensi penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain tampaknya tidak terlalu dipengaruhi oleh usia. Oleh karena itu, pengalaman individu selama hidupnya dapat mengubah cita-citanya dan cara dia menilai kesejahteraan dirinya sendiri. Orang-orang yang berusia muda menganggap dirinya telah membuat kemajuan yang signifikan sejak masa remaja, dan memiliki harapan besar untuk masa depan, sehingga nilai untuk aspek tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi menjadi lebih tinggi. Orang-orang di usia pertengahan cenderung tetap dalam proses yang berkesinambungan yaitu perbaikan dari masa lalu ke masa kini dan mempertahankan tingkat kesejahteraan yang tinggi dalam dimensi yang berbeda yang membentuk kesejahteraan. Akhirnya, orang tua terus menganggap diri mereka dalam kaitannya dengan masa lalu dan tidak menganggap sensasi berkembang menuju masa depan. Dilihat dari sisi positif, orang tua cenderung menguasai lingkungan lebih baik dari kelompok usia lainnya. b. Jenis kelamin gender Beberapa studi dalam meta-analisis oleh Pinquart dan Sorensen dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 dimana pesertanya mulai dari remaja sampai usia tua, menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan psychological well-being antara jenis kelamin. Dalam beberapa kasus, harga diri dan kesejahteraan psikologis ditemukan sedikit lebih tinggi di kalangan pria daripada wanita. Hal itu juga ditemukan di semua penelitian yang termasuk dalam meta-analisis bahwa wanita yang lebih tua menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih rendah terhadap kehidupan, kebahagiaan dan harga diri jika dibandingkan dengan pria. Perbedaan gender dalam hal kesejahteraan psikologis bisa lebih besar pada usia lebih tua, karena wanita mengalami penurunan lebih besar dalam ambisi saat tumbuh dewasa. Whitbourne dan Powers dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 menyatakan bahwa wanita berhubungan lebih dekat dengan peristiwa dalam sistem sosial, sedangkan laki-laki lebih dipengaruhi oleh lingkungan profesional mereka. Pinquart dan Sorensen dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 mengungkapkan oleh karena itu, perempuan lebih terintegrasi secara sosial dan memiliki skor yang lebih tinggi dalam hubungan yang positif dengan orang lain jika dibandingkan dengan laki- laki. Dennerstein, Lehnert, dan Guthrie dalam Singh, Mohan Anasseri melakukan studi yang dilakukan di Australia pada 226 wanita untuk menilai tingkat kepuasan dan variabel yang lain selama satu periode kehidupan, yaitu proses menopause. Hasil penelitian menemukan bahwa kesejahteraan psikologis perempuan meningkat secara signifikan setelah melewati tahap awal menopause ke tahap selanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis perempuan meningkat saat memasuki tahap akhir transisi menopause. c. Kelas sosial ekonomi socioeconomic level Diener dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 mengemukakan aspek lain yang berdampak penting pada kesejahteraan psikologis yaitu situasi sosial ekonomi, yang juga mencakup beberapa kondisi objektif seperti akses ke perumahan, sistem kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan kegiatan rekreasi. Haan, Kaplan, dan Syme dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 menyatakan bahwa kesuksesan atau kegagalan dari segi finansial berkombinasi dengan sumber daya lingkungan, bisa memiliki efek penting pada perasaan seseorang dari segi prestasi, penguasaan lingkungan dan penerimaan diri, dan hal ini cenderung berkembang ketika seseorang bertambah tua. Secara keseluruhan, ketika situasi keuangan sedang dalam kondisi yang baik direpresentasikan oleh keseimbangan ekonomi yang positif, maka kesejahteraan psikologis juga akan meningkat. Ketika situasi keuangan ini menjadi lebih buruk, dan dengan itu jumlah dirasakan dari kecilnya pendapatan, maka tingkat kesejahteraan psikologis menjadi turun. Oleh karena itu, Hence, Steptoe dan Feldman dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 mengamati bahwa adanya kondisi lingkungan yang negatif di sekitar tempat tinggal dikaitkan dengan persepsi kesehatan yang buruk dan dengan kecemasan psikologis. d. Relasi sosial social relations Seseorang harus memiliki hubungan sosial yang stabil dan memiliki teman- teman yang dapat mereka percayai. Menurut Blanco dan Diaz dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 kesejahteraan jelas dipengaruhi oleh kontak sosial dan hubungan interpersonal. Hal itu telah terbukti lewat hubungan berupa kontak di masyarakat, pola aktif persahabatan dan partisipasi sosial. Penelitian oleh Diener dan Diener dalam Singh, Mohan Anasseri, 2102 menunjukkan pentingnya konteks sosial dan budaya dalam penilaian seseorang terhadap kesejahtreraan psikologis dirinya sendiri. Faktor lain yang penting di tingkat kesejahteraan psikologis pada orang tua adalah kepuasan orang tua terhadap teman hidupnya. Aspek ini sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan lansia, untuk siapakah keluarga menjadi sebuah faktor protektif untuk kesehatan para orang tua. Keluarga mengakuisisi peran penting dalam kehidupan saat ini dan menjadi sumber penting dari kesejahteraan psikologis. e. Faktor kepribadian personality factors Costa dan Mcrae dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 mengemukakan bahwa telah ada bukti yang berulang-ulang selama beberapa dekade terakhir bahwa variabel kepribadian berkaitan erat dengan kesejahteraan psikologis. Neurotisisme dan extrovertisme berhubungan dengan afek negatif dan afek positif. Umumnya, orang-orang dengan kecenderungan neurotik yang sistematis merasa lebih tertekan. Sebaliknya, ekstroversi mempengaruhi emosi positif, sedangkan neurotisisme secara independen mempengaruhi emosi negatif. Oleh karena itu, orang yang sering mengekspresikan perasaan kesejahteraan psikologis akan cenderung ditandai dengan stabilitas emosi dan ekstroversi. Ekstrovert belajar untuk menjadi bahagia lebih cepat dan tidak mudah untuk menjadi sedih. Sebaliknya dapat diamati pada orang dengan kecenderungan neurotik lebih cepat menjadi sedih tapi lebih sulit untuk menjadi bahagia. Jelas, lebih mudah untuk ekstrovert mengalami emosi positif, tapi dia juga lebih mungkin terlibat dalam situasi yang memfasilitasi emosi positif. Landau dan Litwin dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 telah membuktikan dalam studi terbaru dalam hubungan antara interaksi sosial dan kesejahteraan pada orang yang berumur panjang. Mayer, Roberts dan Barsade dalam Singh, Mohan Anasseri, 2012 menyatakan bahwa selain faktor kepribadian yang disebutkan di atas, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa selama dekade terakhir telah ada bukti yang konsisten untuk hubungan antara kecerdasan emosional yang lebih besar, dipahami sebagai sebuah kemampuan untuk memahami dan mengelola sendiri kondisi emosional seseorang, dan sebuah tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dan sebuah penyesuaian psikologis yang lebih baik untuk lingkungan. Orang dengan kecerdasan emosional yang lebih besar memiliki penguasaan yang lebih baik terhadap tugas-tugas yang telah ditetapkan dan sebagai hasil pengalaman sebuah tingkatan kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi. Pada akhirnya, kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik dikaitkan dengan penyesuaian psikologis yang lebih baik terhadap lingkungan. Individu dengan kemampuan mengelola emosi yang baik memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi.

B. Rasa Syukur