BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama ini Indonesia masih mengimpor monogliserida dan digliserida yang dibutuhkan oleh industri Anggoro dan Budi, 2008. Monogliserida dan digliserida
dapat dibuat dari semua senyawa gliserida yang berasal dari lemak maupun minyak. Monogliserida atau monoester gliserol dari asam lemak terdiri dari suatu gugus
hidroksil OH yang bersifat hidrophilik dan gugus karboksil yang bersifat lipophilik sehingga dapat digunakan pada makanan, deterjen, pemlastis, kosmetik, formulasi
farmasi Feretti et al., 2010. Dalam industri farmasi, monogliserida digunakan sebagai binders pada tablet dan sebagai emmolient untuk transdermal, dan
memperlambat kerja obat. Dalam industri makanan, monogliserida dapat digunakan sebagai emulsifier pada pembuatan roti, margarin, produk susu dan saus, sedangkan
dalam industri kosmetik dapat digunakan sebagai zat pembentuk dan meningkatkan konsistensi krim dan lotion Kaewthong et al., 2005.
Sintesis monogliserida untuk pertama kali dilakukan tahun 1853 dan sejak tahun 1960, monogliserida telah diproduksi dalam skala industri dengan proses
gliserolisis dari suatu trigliserida. Akhir-akhir ini monogliserida dapat diproduksi dari reaksi berbagai substrat dengan gliserol Awang et al., 2004. Feretti et al., 2010,
menunjukkan bahwa monogliserida dapat disintesis dari gliserol menggunakan trigliserida, asam lemak dan metil ester asam lemak. Gliserolisis dari lemak atau
minyak menghasilkan monogliserida dan digliserida yang sangat penting. Dimana monogliserida asam lemak dan turunannya mempunyai banyak aplikasi Noureddini
Universitas Sumatera Utara
and Medikonduru, 1997. Namun gliserolisis dari metil ester asam lemak lebih menguntungkan dibandingkan dengan asam lemak dan trigliserida, dimana metil ester
asam lemak kurang korosif daripada asam lemak, dan memiliki sifat hidrofobik yang lebih rendah daripada trigliserida, kemampuan untuk dapat bercampur yang lebih
tinggi dengan gliserol. Sehingga suhu reaksi dapat berlangsung lebih rendah 120- 230
C dibandingkan dengan transesterifikasi dari trigliserida ≈260
C Feretti et al., 2010.
Monogliserida diproduksi secara komersial melalui suatu reaksi gliserolisis lemak dan minyak melalui reaksi transesterifikasi dengan gliserol. Prosesnya
merupakan proses kimia fisika dan membutuhkan suhu yang tinggi 210-260 C dan
menggunakan katalis anorganik, seperti natrium, kalium, atau kalsium hidroksida. Esterifikasi secara langsung dari asam lemak atau alkil ester dengan gliserol dapat
menghasilkan monogliserida dan digliserida dan mungkin trigliserida dan reaksi ini bersifat reversibel Noureddini and Medikonduro, 1997.
Menurut Feretti et al., 2009, Untuk menghasilkan monogliserida dari gliserol dapat dilakukan dari beberapa cara, yaitu: i esterifikasi dari asam lemak
menggunakan katalis asam mineral kuat seperti asam sulfat dan asam fosfat pada suhu antara 90-120
C. ii gliserolisis transesterifikasi dari trigliserida TG atau metil ester asam lemak menggunakan katalis basa cair yang kuat seperti CaOH
2
dan KOH pada suhu 120-260
C. Penggunaan katalis padat pada sintesis monogliserida tidak hanya ramah lingkungan dan keuntungan yang praktis tetapi juga meningkatkan produksi
monogliserida Ferretti, et al., 2009.
Pembuatan Monogliserida telah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu : Anggoro dan Budi, 2008, telah melakukan reaksi gliserolisis minyak kelapa sawit
menjadi monogliserida dan digliserida dengan pelarut 1-butanol dan katalis MgO pada suhu 70-100
C dan hasilnya sebesar 93-98. Demikian juga Yanuar dan Sri, 2009, juga telah melakukan reaksi gliserolisis CPO menjadi monogliserida dan digliserida
menggunakan katalis MgO dan pelarut tert-butanol dan 1-butanol. Penggunaan pelarut tersebut dapat menurunkan suhu reaksi.
Universitas Sumatera Utara
Ferretti et al., 2010, membuat monogliserida dari reaksi gliserolisis metil oleat menggunakan katalis MgO pada suhu 220-250
C menghasilkan monogliserida sebesar 77. Manik, 2008, telah melakukan gliserolisis minyak kelapa dengan
katalis NaOH pada temperatur 210 C dan 230
C. Zulfikar, 2009, telah melakukan gliserolisis RBD PO dengan menggunkan katalis CaCO
3
pada suhu 210-215 C dengan
konversi produk yang diperoleh 50,91.
Berdasarkan hal ini peneliti tertarik untuk meneliti gliserolisis metil laurat dengan gliserol menggunakan katalis kalsium oksida CaO dengan variasi suhu 70-
80 C, 90-100
C dan 110-120 C dan pelarut 2-propanol, 1-butanol, 2-butanol dan
tert-butanol pada kondisi refluks dan dengan destilasi molekular menggunakan soklet. Produk gliserolisis yang diperoleh dianalisa dengan GC.
1.2. Permasalahan