Keadaan Masyarakat di Hindia Belanda Masa Kolonial

21 pribumi dianggap sebagai orang asing yang tidak boleh tinggal dipusat kota, melainkan harus tinggal di pinggir kota dan di desa. Dalam kenyataannya, pelapisan sosial pada masa Hindia Belanda sebenarnya sangat berlapis-lapis. Seperti dalam peraturan hukum ketatanegaraan Hindia Belanda Indische Staatsregeling tahun 1927, lapisan sosial masyarakat yang dibagi oleh Pemerintah Kolonial dibedakan menjadi 3 golongan 4 yaitu: a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan, golongan ini terdiri atas: 1. Orang-orang Belanda dan keturunannya. 2. Orang-orang Eropa lainnya seperti Inggris, Prancis Portugis, dan lain- lain. 3. Orang-orang yang bukan bangsa Eropa tetapi telah masuk menjadi golongan Eropa atau telah diakui sebagai golongan Eropa. b. Golongan Timur Asing, didalamnya adalah orang Cina, Arab, India, Pakistan, serta orang-orang kawasan Asia lainnya. c. Golongan Pribumi yaitu orang-orang yang asli Indonesia yang disebut inlander. 5 Kebanyakan masyarakat Eropa tinggal di perkotaan, pusat perkotaan bukan hanya menjadi tempat berdagang namun sekaligus menjadi tempat berkumpulnya orang-orang Eropa. Kalangan orang Eropa yang berpendidikan dan orang eropa golongan menengah membawa kebudayaan Barat, mereka membentuk suatu 4 Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No 21989I, Jakarta : INIS, 2004 h.25. 5 Robert Van Niel, Robert Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia , Ny. Zahara Deliar Noer terjJakarta: Pustaka Jaya, 1984.h. 15-43. 22 dunia Barat di tengah tengah masyarakat perkotaan di daerah Jawa. Sekitar tahun 1900, wanita-wanita Eropa berdatangan ke tanah Hindia, sejak itu jumlah masyarakat Eropa bertambah secara signifikan. Kurang lebih ada sekitar 70.000 orang Eropa di Jawa, bisa dikatakan hanya seperempat saja Eropa totok yang lahir di Eropa dan datang ke Jawa. Yang seperempat itu kebanyakan terdiri dari para pedagang dan pengusaha, sebagian besar wakil-wakil dari urusan keuangan dan kebanyakan pegawai sipil Eropa. Beberapa orang Eropa juga ada yang melangsungkan pernikahan dengan penduduk setempat, sehingga ia banyak beranak pinak dan memiliki banyak keturunan. Kaum Indo, sebutan untuk anak keturunan campuran Indo-Europeanen banyak mengalami tekanan dan hidupnya terombang ambing. Orang-orang Eropa totok banyak yang merendahkan orang Indo, meskipun orang Indo dapat memiliki hak dan kewajiban yang sama apabila ayahnya mengakuinya sebagai orang Eropa, sehingga mereka menjadi bagian masyarakat Hindia Belanda. 6 Pada tahun 1900 golongan Timur asing yang terdiri dari orang Cina dan Arab tinggal di Hindia sebagai pedagang, Orang Cina merupakan kelompok terbesar di luar masyarakat Hindia Belanda di Jawa, jumlah mereka kira-kira 280.000. Menjelang tahun 1900 sebagian besar orang Cina sudah beranak pinak dan memiliki banyak keturunan di Jawa, namun mereka tetap memegang teguh kebudayaan asal Negeri mereka meskipun sudah lama tinggal di Hindia Belanda. Kebanyakan orang Cina datang untuk berdagang dan menempatakan diri dengan 6 Robert Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia , Ny. Zahara Deliar Noer terjJakarta: Pustaka Jaya, 1984. h.15-28. 23 sifat tegas, semangat dan penuh energi hingga mereka dapat secara luas menguasai kedudukan sebagai perantara dalam struktur ekonomi Hindia Belanda. 7 Sedangkan orang Arab sebagaimana dipanggil di Jawa bukan hanya mereka yang berasal dari negeri Arab, sebutan itu digunkan untuk orang orang perantau dari Timur dekat maupun Timur Tengah termasuk juga India Muslim. Tahun 1900-an perkiraan masyaraat Arab di Hindia Belanda berkisar 18.000 orang, kebanyakan mereka adalah pedagang kecil, saudagar, dan rentenir uang hampir serupa dengan orang Cina. 8 Sedangkan dikalangan masyarakat pribumi, terdapat pula stratifikasi social di kalangan pribumi seperti di daerah Jawa dan Sunda. Masyarakat Jawa dan Sunda membuat stratifikasi social berdasarkan tingkatan masyarakat umum dikenal adanya beberapa lapisan berdasarkan status sosialnya, yaitu lapisan bawah, menengah dan atas. Lapisan bawah ialah yang umum disebut rakyat jelata dan merupakan masa yang terbesar dan hidup melarat. Terdapat di desa-desa sebagai petani dan buruh perkebunan, di kota-kota sebagai buruh kecil, tukang-tukang dan sebagainya. Lapisan menengah meliputi para pedagang kecil dan menengah, petani-petani kaya dan pegawai pemerintahan. Adapun lapisan atas terdiri dari keturunan bangsawan dan kerabat raja yang memerintah daerah tersebut dan umumnya mereka terbagi lagi dalam berbagai tingkatan dan gelar yang berbeda sesuai dengan tingkat hubungan mereka dengan raja. Bisa dikatakan sifatnya yang turun temurun itu tidak pernah berubah sampai akhir abad ke 19. Karena itu 7 Robert Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia , Ny. Zahara Deliar Noer terjJakarta: Pustaka Jaya, 1984. h. 30. 8 Robert Van Niel, h. 31 24 mereka biasa disebut elit atau Priayi 9 di Jawa dan menak 10 di Sunda, yang disebut elite adalah sesuatu kelompok yang berpengaruh dalam suatu lingkungan masyarakat. Biasanya mereka dijadikan Admininstratur, pegawai pemerintah oleh pemerintah Belanda. Secara teknis kaum ningrat merupakan kelompok terpisah, namun masyarakat pribumi dengan sendirinya memasukan kaum ningrat ke dalam golongan priayi. 11 Sedangkan masyarakat muslim pada masa itu dipandang sama dengan pribumi atau rakyat biasa indigenousness. 12 Dari stratifikisai sosisal inilah dapat dilihat bagaimana pemerintah Belanda mengambil kebijakan untuk masyarakat di tanah jajahannya. Pemerintah Belanda menyadari bahwa untuk dapat mempertahankan kekuasaannya di Hindia Belanda, mereka berusaha memahami dan mengerti tentang seluk beluk penduduk pribumi yang dikuasainya. Mereka pun tahu bahwa agama penduduk yang dijajahnya itu mayoritas beragama Islam sehingga mereka sangat berhati-hati dalam mengabil kebijakan. Kedatangan bangsa Barat disatu pihak membawa dampak pada kemajuan teknologi, kendati kemajuan tersebut tidak secara menyeluruh dirasakan oleh 9 Istilah ini pertama kali dipakai oleh Clifford Geertz dalam kajiannya The Religion of Java diterjemahkan ke dalam Agama Jawa, yang membedakan masyarakat Muslim Jawa atas tiga kategori Priayi pejabat pemerintah, Santri muslim yang menjalankan agama, pedagang, dan abangan masayarakat yang tinggal di pedesaan. Dalam Robert Van Niel, h. 31 dijelaskan pula maksud Priayi. Priayi adalah kelompok yang disebut elit, bagi masyarakat Indonesia berarti siapa saja yang berdiri diatas rakyat Jelata dalam hal memimpin, memberi pengaruh, mengatur dan menuntun masyarakat Indonesia. 10 Nina H. Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942.Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda, 1998. h. 2. Beliau mengutip C. Van Vollenhoven yang menjelaskan sebutan menak yang digunakan dalam tradisi Jawa di daerah Sunda dipergunakan untuk menyebut semua orang yang sangat di hormati baik para bangsawan maupun pejabat tinggi. 11 Robert Van Niel, h. 31-32 12 Alwi Sihab, Membendung Arus Respon Gerakan Muhamadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998, h. 69. 25 masyarakat pribumi. Tujuannya tak lain hanya untuk meningkatkan hasil jajahannya, begitu pula dengan pendidikan. 13 Pemerintah memperkenalkan sistem dan metodologi baru yang lebih efektif, namun hanya sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu disegala bidang. Pendidikan yang didapat para calon pegawai Hindia tidak serta merta diberi pendidikan yang sangat luas, mereka dididik agar dapat mandiri dan memiliki daya tangkap sebagaimana yang diperlukan. 14

B. Pendidikan Masyarakat di Hindia Belanda

Kenyataannya Belanda sebagai penjajah benar-benar mengeruk keuntungan yang sebesar- besarnya, dengan memeras tenaga, sumber alam dan sebagainya, sementara di lain pihak juga diadakan semacam pembodohan terhadap penduduk pribumi. Karena itu, Belanda sebagai penjajah berbeda sekali dengan kaum penjajah yang lain, seperti Inggris dan Jepang. Belanda benar-benar sangat lambat dari negara-negara Kolonial lainnya. Inggris meskipun mereka sebagai kolonialis, mereka tidak mengesampingkan kemajuan pribumi terutama di bidang pendidikannya. Hal ini bisa dilihat dari beberapa negara bekas jajahan Inggris seperti Malaysia, Singapura, Hongkong dan sebagainya. Sekarang semua negara tersebut masuk ke dalam kategori negara maju. 13 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, lintasan Sejarah, Pertumbuhan dan Perkembangannya, Jakarta:Diterbitkan Kerjasama dengan Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan dan PT Raja Grafindo Persada, 1996, Cet ke 2, h. 47-48 14 E. Gobee dan C Adriaanse, Nasihat-nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936, Jilid IV Jakarta : Indonesian Netherlands Coorperation in Isalamic Stuidie INIS, 1991. h. 477-479. 26 Tahun 1819 Gubernur van de Capelen mengeluarkan surat edaran yang menyatakan secepat mungkin untuk meratakan kemampuan membaca dan menulis masyarakat pribumi agar lebih mudah dalam menaati undang-undang dan hukum negara. 15 Maksud dari surat instruksi tersebut adalah perlunya didirikan Sekolah Dasar SD pada zaman itu. Sebab pendidikan Islam yang ada di Surau, Masjid, langgar dan Pondok Pesantren dianggap tidak membantu pemerintah Hindia Belanda. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan itu adalah Westernisasi dan Kristenisasi yaitu untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan pemerintah Belanda di Hindia Belanda. 16 Perhatian pemerintah terhadap pendidikan pribumi hanya untuk mendapatkan ternaga terdidik dengan upah yang minim, karena apabila mendatangkan langsung tenaga terdidik atau pegawai administrasi pemerintah dan pekerja bawahan dari Belanda pastilah dibutuhkan biaya yang cukup besar sehingga sangat lah dibutuhkan seorang pribumi yang terdidik, alasan ini digunakan oleh Van den Bosch yang merasa sangat membutuhkan tenaga pribumi untuk memajukan perkembangan ekonomi di Hindia Belanda. Dibukalah pendidikan untuk golongan pribumi dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Pada abad ke-20 sebuah zaman baru dalam politik kolonial dimulai, yaitu zaman etis. Semboyan d ari zaman ini adalah “kemajuan”. Kata-kata yang 15 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1994, h.1. 16 Zuhairini, dkk, Sejarah Pedidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1986, h. 145. 27 menandakan kemajuan seperti vooruitgang, opheffing kemajuan, ontwikkeling perkembangan, dan opvoeding pendidikan, membubuhi bahasa saat itu bersama bervoedering van welvaart memajukan kesejahteraan. 17 Kebijakan politik ini berkonsentrasi pada modernisasi masyarakat Hindia Belanda dan membebaskan dari kekuasaan Kolonial. Adalah C.Th. Van Deventer yang menerbitkan sebuah artikel yang berjudul “Een Ereschuld Suatu hutang kehormatan, di dalam jurnal Belanda de Gids, dia menyatakan bahwa negeri Belanda berhutang kepada bangsa Hindia Belanda atas semua kekayaan yang sudah di peras dari negeri mereka. Hutang ini sebaiknya dibayar kembali dengan jalan memberikan prioritas utama kepada kepentingan rakyat Hindia Belanda didalam kebijakan kolonial. 18 Ide ide politik etis antara lain adalah irigasi, emigrasi dan pendidikan. Pendidikan memiliki skala yang paling penting melihat populasi masayarakat pribumi sehingga mereka berpikir untuk memajukan dan meningkatkan pendidikan masyarakat pribumi. Kebijakan ini mulai diberlakukan sejak diangkatnya Alexander W.F Idenburg sebagai menteri urusan jajahan. 19 Pendidikan dan emansipasi masyarakat Hindia Belanda secara berangsur- angsur itulah inti dari Politik Etis. Pendidikan masyarakat Hindia Belanda harus di arahkan dari ketidak matangan yang di paksakan agar berdiri di atas kaki sendiri. 17 Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Jakarta: Perpustakaan Utama Garffiti,1997, h. 35 18 M.C Ricklefs, M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008, h.328. 19 Robert Van Niel, h. 55