Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Tahun 1930-2016

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul

Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Tahun 1930-2015 dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hinggá akhir zaman.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, Namun berkat adanya dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penelitian pendidikan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian pendidikan ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.

2. Ketua Jurusan, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., dan Sekretaris Jurusan, Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA., Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. H. Ghufran Ihsan, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta memberikan saran serta dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.


(8)

penulis.

5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan keahlian kepada penulis dan turut melancarkan usaha pembuatan skripsi ini.

6. Keluarga tercinta yang selalu mendukung dan mendo‟akan yaitu Ayahanda saya Drs. H. Zahiruddin NST, MA. Dan ibunda saya H. Fatimah, AmKeb, adik-adik saya tersayang Khairina Zahara Azzahiri dan Farhan Al-Fu‟adi Azzahiri serta kepada Ika Maryam Syarah Hulu AmKeb. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah mendukung saya walaupun agak sedikit bawel sampai pada akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi saya ini.

7. Kepada para Pengurus Besar ormas Al-Washliyah di Jakarta khususnya bapak KH. Ridwan Ibrahim Lubis beserta istri, seorang guru besar dari ormas Alwashliyah yang selalu mengarahkan saya dan memberitahu saya tentang perjalanan ormas Al-Washliyah.

8. Kepada kakak sepupu saya Dina Rahmatika, dan suaminya Epa El-Fitriadi serta anak-anak mereka yang menjadi keponakan tercinta dan obat lelah ketika menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada seluruh teman-teman seperjuanganku di Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya Fadli Mart Gultom, Hendriansyah, Teguh Nugroho, Abdul Rahman, Bakhtiar Fahmi, Nurkhalis Makki dan Muhammad Suhail yang menjadi teman seperjuangan dalam menggali ilmu dan sama-sama merasakan asam manisna dalam perkuliahan serta seluruh teman-teman kelas A angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala perhatian, dukungan, dan motivasi yang telah mereka berikan, semoga silaturrahmi terjalin dan sukses selalu.


(9)

saya tentang skripsi saya walaupun sedikit bawel.

11. Kepada abang-abang, adik-adik dan temen-temen tercinta di IKRH JABOTABEK, khususnya bang Wahyu Azhari, bang Hanafi Surbakti, Muammar Alwi, Dea pratama, Fakhrurrahma, Adi guna Sakti, dan Muhammad Nasir serta yang menjadi lebih khusus kepada temen-temen satu rumah bang Maulana Lamuddin dan Saidul Qadri Ritonga yang selalu menghibur saya ketika sedang mengalami kesusahan dalam skripsi dan mengajarkan saya tentang kedewasaan walaupun secara tidak langsung. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, semoga Allah SWT.

Membalas segala amalnya dengan lebih baik.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Apabila terdapat kesempurnaan itu berasal dari Allah.

Jakarta, 26 Oktober 2015

Ahmad Zaki Azzahiri NIM. 1110011000025


(10)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Pendidikan Islam ... 8

B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam ... 11

C. Peluang dan Tantangan Dalam Pendidikan Islam ... 17

D. Posisi Pendidikan Islam Dalam Kancah Pendidikan Nasional. 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian ... 31

C. Teknik Pengumpulan Data ... 32

D. Teknik Analisis Data. ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN A. Sejarah Berdirinya Ormas Al-Washliyah ... 35

B. Visi Dan Misi OrmasAl-Washliyah ... 40

C. Karakteristik Ormas Al-Washliyah ... 41

D. Medan Perjuangan Al-Washliyah ... 43

E. Pemikiran Tokoh – Tokoh Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam ... 47

F. Peran Ormas Alwashliyah Dalam Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia... 59


(11)

A. Kesimpulan ... 75 B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini begitu banyak ormas atau yang disebut sebagai organisasi masa, serta ormas yang mengatas namakan Islam, sehingga banyak ormas yang ketika menyerukan untuk mengembalikan citra ajaran Islam di Indonesia mendapat respon yang baik dari masyarakat. Seiring berjalannya zaman, ormas Islam semakin banyak lahir di Indonesia.

Ormas Islam adalah organisasi masa yang di bentuk oleh beberapa masyarakat muslim, dengan alasan untuk mengembalikan fitrah baik dalam ajaran agama Islam serta dalam hal pendidikan agama Islam yang sesuai dengan ajaran Islam yang masih murni. Ormas Islam yang bermula hanya bergerak dalam bidang dakwah, perlahan dengan semakin berkembangnya, mulailah ormas-ormas Islam mendirikan berbagai lembaga pendidikan, baik untuk tingkat dasar bahkan hingga tingkat perguruan tinggi.

Seiring berjalannya waktu ketika ormas-ormas Islam sudah tumbuh besar di Negara Indonesia serta dengan pengikutnya yang sudah semakin bertambah, membuat ormas-ormas Islam di Indonesia lupa dengan tujuan awal didirikannya ormas Islam tersebut. Bahkan banyak ormas yang pada saat ini lebih memetingkan kepentingan organisasinya dari pada tujuan di bentuknya ormas tersebut.


(13)

Ketika semua masyarakat sudah merasa bangga menjadi anggota dari suatu ormas maka yang timbul pada saat ini adalah, banyak yang mengatas namakan diri mereka sebagai ormas Islam, mulai dari “Muhammadiyah,

PERSIS (Persatuan Islam), NU(Nahdhatul Ulama), Alwashliyah”, dan

sebagainya. Semakin banyak ormas-ormas Islam yang lahir maka semakin banyak pula timbul perpecahan antar ormas demi kepentingan ormas mereka masing-masing, seperti halnya begitu juga banyak ormas yang sibuk megurus tentang perbedaan pendapat baik dalam hal ajaran Islam serta dalam hal pendidikan yang semua ormas tersebut lebih mengutamakan pendapat mereka tanpa menerima pendapat dari orang lain, semua ini berakibat banyak hal-hal yang sebenarnya harus lebih penting di urus harus di kesampingkan.

Dunia pendidikan yang terlebih dahulu harus di selesaikan bersama dan harus di dalami, karena banyak masyarakat yang masuk kedalam ormas tanpa mengetahui dasar ormas yang diikutinya, sehingga menyebabkan perpecahan.

Dari tahun ketahun setiap permasalahan ormas harus di selesaikan dengan perbedaan pendapat yang berakibat saling menjelekkan ormas lain. Seperti permasalahan penetepan hilal, serta perbedaan penerapan dalam proses pembelajaran dan pengajaran terhadap suatu lembaga pendidikan. Setiap lembaga pendidikan yang mengatas namakan suatu ormas, memiliki metode yang berbeda, misalnya, ormas Muhammadiyah yang selalu mengepankan nilai kemuhammadiayahannya, NU selalu memperkenalkan tokoh-tokoh dalam dunia pendidikan yang selaras organisasinya dengan mereka, begitu juga ormas yang lainnya, sehinnga proses kegiatan yang mereka lakukan


(14)

merasa sudah benar bahkan dianggap paling benar dari lembaga pendidikan yang lainya.

Dalam hal ini suatu ormas ketika sedang sibuk mengurusi permasalahan yang lebih banyak mengedepankan argumen masing-masing dan selalu menganggap ormas mereka benar, menyebabkan banyak ormas yang meninggalkan tanggung jawab dan peran mereka dalam membentuk masyarakat menjadi masyarakat yang intelektual. Padahal kalau di teliti masi banyak masyarakat yang menginginkan ormas selalu membantu mereka dalam memberikan perubahan bagi diri mereka, khususnya dalam pendidikan Islam, masyarakat yang pada awalnya sangat apresiasi dalam segala kegiatan ormas, tapi ketika ormas pada saat ini mulai meninggalkan peran mereka yang lebih penting bagi masyarakat, sehingga menjadi alasan kuat masyarakat pada saat ini tidak begitu menyukai keberadaan ormas.

Lembaga pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada saat ini, seharusnya lebih diutamakan, namun begitu banyak lemabaga pendidikan yang ada pada saat ini, baik lembaga pendidikan yang didirikan oleh menteri pendidikan yang berbasis negeri maupun lembaga pendidikan yang didirikan oleh ormas-ormas manapun yang berbasis suwasta membuat masayrakat bingung untuk memilih. Lembaga pendidikan yang didirikan oleh menteri pendikan, mengratiskan semua dana dalam bentuk pendidikan namun memiliki syarat tertentu serta terkadang memiliki fasilitas yang kurag memadai. Lembaga pendidikan suwasta yang didirikan oleh ormas, terbuka secara umum namun terkadang hanya mengedepankan masyarakat yang


(15)

berasal dari anggota ormas mereka. Inilah yang terjadi dalam dunia pendidikan pada saat ini di negara kita.

Terkadang ketika kita melihat begitu banyak lembaga pendidikan yang telah berdiri megah dan di bangun oleh ormas-ormas Islam, memiliki lulusan dari negara asing maupun negara sendiri sehingga menjadi nilai lebih bagi ormas yang telah menjadikannya seperti itu. Akan tetapi ketika mereka yang sudah selelai menamatkan study mereka dalam suatu lembaga pendidikan, mereka malah meninggalkan peran mereka terhadap masayrakat.

Pendidikan yang sebenarnya harus lebih didahulukan malah di kesampingkan, padahal pendidikan semestinya harus diutamakan agar masyarakat yang mengikuti ormas dapat memiliki pengetahuan sebagi sandaran bagi mereka, bahkan jika semua masyarakat dapat mengenyam pendidikan yang lebih dalam ia dapat bertindak secara wajar dan dapat berfikir lebih dewasa ketika harus menyelesaikan masalah dalam setiap ormas yang mereka pegang.

Dalam hal ini kita sebagai masyarakat mungkin jenuh ketika melihat saudara-saudara kita yang berada di ormas, namun kita tidak bisa menyalahkan mereka karena semuanya benar. Walaupun demikian dari beberapa ormas yang selalu kita perhatikan terdapat satu ormas yang mungkin kita tinggalkan, bahkan ketika semua ormas sibuk menyerukan kebenaran dan beradu argumen untuk mempertahankan ormas masing-masing, ormas yang satu ini tidak ikut di dalam perdebatan itu, mereka malah mengurusi


(16)

permasalahan yang sebenarnya lebih penting diperhatikan, yaitu dalam hal pendidikan. Alwashliyah, begitulah nama ormas ini yang sering disebut oleh masyarakat. Ormas yang lebih sibuk mengurusi pendidikan, yang pada saat ini tidak begitu di perhatikan. Begitu banyak pendidikan yang ada di negara kita, akan tetapi hanya sebatas formalitas, tanpa ada pendalaman di dalamnya.

Ormas Alwashliyah yang memiliki perhatian lebih terhadap dunia pendidikan, bahkan bisa di bilang ormas seperti inilah yang menginginkan cikal bakal anak bangsa yang lebih intelektual, sehingga tidak lagi terjadi hal-hal yang menimbulkan perpecahan antar ormas yang terjadi seperti pada saat ini

Ketika berbicara tentang pendidikan, pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat yang menginginkan perubahan bagi diri mereka pribadi khususnya dan untuk perubahan yang lebih maju bagi negara ini umumnya. Namun hingga saat ini tanggung jawab kita atau bahkan apresiasi kita sebagai masyarakat terhadap pendidikan sangat minim.

Alwashliyah merupakan salah satu ormas yang selalu perhatian terhadap dunia pendidikan. Meskipun ormas ini hanya berkembang di provinsi Sumatra Utara dan tidak begitu di kenalkan kepada provinsi lainnya. Namun demikian meskipun hanya berkembang pesat di satu provinsi,perkembangannya membuat hasil yang positif khususnya dalam dunia pendidikan.

Berdasarkan latar belakang pemikiran sesuai yang telah disampaikan penulis, menulis skripsi dengan tema “Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas


(17)

Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari

Tahun1930-2015”.Dalam hal ini penulis akan meneliti Tentang Kontribusi Ormas

Alwashliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia, serta perannya dalam pendidikan Islam di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Banyaknya anggota ormas Al-Washliyah yang lupa dengan tujuan didirikannya ormas tersebut.

2. Kurangnya perhatian ormas Al-Washliyah terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat umum.

3. Pentingnya kontribusi ormas Al-Washliyah dalam pembangunan pendidikan Islam di Indonesia.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, untuk pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari Tahun1930-2015”.

D. Perumusan Masalah

Bertitik tolak pada pembatasan masalah tersebut, maka yang menjadi fokus permasalah pada penelitian ini adalah :


(18)

“Bagaimanakah Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan

Islam DI Indonesia Dari Tahun1930-2015””.

E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari

Tahun1930-2015”Dilakukannya penelitian ini sebagai tugas penyelesaian

studi pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Adapun kegunaannya, yaitu:

1. Mengembalikan kembali citra ormas Alwashliyah dalam pandangan masyarakat.

2. Menjadikan gambaran bagi ormas Islam yang lain, agar peduli terhadap pendidikan Islam.

3. Diharapkan dapat menjadi tambahan khazanah keilmuan tentang pendidikan Islam di Indonesia.


(19)

8 A. Pengertian Pendidikan Islam

Kata pendidikan ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata dasar didik yang berarti memelihara, dan latihan.1 Sedagkan dari segi terminologi dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai usaha dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau

Paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalakan oleh seseorang atau kelompok agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi.2

Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.3

Sementara pengertian pendidikan menurut beberapa tokoh sebagai berikut:

1

Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta: Suara ADI, 2009), h.32, Cet.I.

2

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1, Cet. I.

3

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tetang Sistem Pendidikan Nasional (Biro Hukum dan Organisasi Seketariat Jendral Departemen Pendidikan Nasional: 2003), h. 49-50.


(20)

H. Mahmud Yunus mengungkapkan pengertian pendidikan adalah

“usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan

kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun nonformal.4

Menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Hasballah: “ Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”.5

Menurut Hamka yang dikutip oleh Ramayulis: “Pendidikan merupakan

upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian peserta didik, sehingga ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk”.6

Menurut Hasan Al-Banna yang dikutip oleh A. Susanto: “Istilah pendidikan sering menggunakan kata at-tarbiyah yaitu proses pembinaan da pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama”.7

Dari beberapa pendapat para tokoh pendidikan di atas penulis dapat memeberi kesimpulan bahwa pendidikan adalah proses segala usaha untuk

4

Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT, Hidakarya Agung, 1990),Cet. III, h. 5.

5

Hasbullah, op.cit., h.4 Cet.I 6

Ramayulis, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2005), h. 266, Cet. I

7


(21)

mendidik, membina, membentuk dan mengembangkan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan menjadi manusia yang berpotensi dan berakhlak mulia untuk menuju kebahagiaan. Pendidikan pada dasarnya sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, dengan pendidikan manusia memperoleh ilmu yang dapat menciptakan kesuksesan dalam kehidupan dan hubungan manusia dengan Tuhannya serta hubungan dengan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak dapat mengetahui jalan menuju kebahagiaan hidup.

Berbicara tentang pendidikan Islam tidak ubahnya ketika berbicara tentang pendidikan secara umum, yakni adanya proses tranfer nilai dan pengetahuan. Hanya saja pendidikan Islam, mendasarkan pendidikannya pada konsep-konsep dasar agama Islam dan bertujuan untuk membentuk karakteristik manusia yang lebih bersifat Islamni. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ahmad D. Marimba bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dalam arti menciptakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.8

8 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟rifat, 1962), Cet. I, h. 23.


(22)

Istiah pendidikan agama Islam berarti upaya membimbing, mengarahkan dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terncana agar terbina suatu kepribadian yang uatama dengan nilai-nilai ajaran Islam.9

Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing, dan mengembangkan segala potensi dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal maupun non formal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman, membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan kepribadian yang mandiri supaya sampai kepada kesempurnaan yang mungkin dicapai berdasarkan nilai-nilai keIslaman.

B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Dasar pendidikan Islam dengan segala ajarannya itu bersumber dari al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah), dan ra`yu (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah, apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan al-Qur`an , dan ra`yu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah.

9

Abudin Nata, Metodologi Study Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Cet. I , h. 340.


(23)

Sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberi arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat mengantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah (hadits), kemudian baru ra‟yu.

Hadits nabi Muhammad SAW yang artinya: “Sesungguhnya orang mu‟min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat

kepada-nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikiranya, serta menasehati pula akan dirinya sendiri, menaruh perhatian serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh

kemenangan ia.”10

Moh. Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya “Dasar-dasar Pokok

Pendidikan Islam” menegaskan bahwa pendidikan agama adalah mendidik

akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur.11

11

Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-daar Pokok Pendidikan Islam, Terj, Prof H. Bustani A. Goni dan Djohar Bahri LIS, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), h. 15.


(24)

Dalam pendidikan Islam, Sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: (1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur‟an dan menjelaskan hal-halyang tidak terdapat didalamnya, (2) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasululllah bersama sahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya.12

Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa‟id Ismail Ali, sebagaimana dikutip Langgulung terdiri atas enam macam, yaitu; al-Qur‟an, Sunnah, qaul shahabat, masalih al-mursalah, „urf dan pemikiran hasil dari ijtihad intelektual muslim.13 Seluruh rangkaian dasar tersebut secara secara hierarki menjadi acuan pelaksanaan sistem pendidikan Islam.

Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya.14

Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang mesti tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban

12

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, h.47. 13

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suat Analisa psikologi dan Pendididkan (Jakarta : Pustaka al-Husna,1989), h.38.

14

Soerjono Soekanto, Pokok - Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 198), hal. 67-88.


(25)

untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari pada pendidik muslim. Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.

Menurut Muhammad „Athijah Al-Abrasy jiwa pendidikan adalah budi pekerti, pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa Akhlak dan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam.15

Mencapai suatu Akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah hanya memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik Akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa Fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya Ikhlas dan Jujur.

Maka tujuan pokok dan utama dari pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Semua mata pelajaran haruslah mengandung

15


(26)

pelajaran Akhlak keagamaan, karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan Akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam.

Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi sebagai Hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di duia dan akhirat seagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur‟an surat Al -Dzariyat ayat 56:

َمَا

تْقَلَخ

ِجْلا

َس ِ ْْاَ

ِّإ

ِ د بْعَيِل

Artinya: Dan Aku tidak akan menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku.16

Dalam surat lain tepatnya dalam surat Al-Imran ayat102 Allah SWT berfirman :

َ يِذ لا اَ ُيَأ اَي

َ ِلْسُم م ت َأَ ِّإ ت َت ََّ ِهِتاَق ت قَح َ هّ ْا ق تا ْا َمآ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.17

16 Al-Qur‟an surah Al-Dzariyat ayat 56. 17Al-Qur‟an surah Al-Imran ayat 102.


(27)

Dalam konteks sosiologis, pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil’alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat di sebut juga sebagai tujuan akhir dari pendidikan Islam.

Tujuan khusus yang kebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealis ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan keranga tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.18

Menurut Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Armai Arief menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan kepada:

a. Membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

b. Membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.19

Menurut Hasan Langgulug tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan agama Islam, yaitu:

18

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung:

Al-Ma’arif, 1980), h. 38. 19

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, ( Jakarta:Ciputat Press, 2002), h. 26.


(28)

a) Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat itu sendiri.

b) Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.

c) Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai kutuhan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang pada akhirnya akan kesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.20

Dari beberapa pendapat di atas mengenai tujuan pendidikan Islam, dapat disimpulkan tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam. sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang.

C. Peluang dan Tantangan Dalam Pendidikan Islam 1. Peluang Dalam Pendidikan Islam

Sebenarnya pendidikan Islam mempunyai banyak bentuk peluang hal ini dikarenakan oleh berbagai macam faktor .Pertama yakni dari segi tujuan, menurut imam Al-Ghozali, tujuan pendidikan islam mepuanyai dua hal.1. mengantarkan kesempurnaan manusia yang berujung pada taqarub ilallah.2.

20


(29)

mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.Kedua yakni dari segi fungsi,setidaknya pendidikan islam setidaknya memiliki tiga fungsi yakni1. menumbuhkembangkan (kapasitasfisik dan psikis) peserta didik ketingkat normative yang lebih baik.2. melestarikan ajaran islam yang meliputi ibadah, muamalah, munakahah, dan jinayah3. melestarikan kebudayaan dan peradabanselain dari apa yang telah tersebut di atas, sebenarnya pendidikan islam mempunyai peluang tang sangat luas. Di zaman yang eperti sekarang ini. Sebut saja (era globalisasi) yang menurut macke marjinal. Globalisasi sangat mengancam umat manusia,dan apabila kita lihat lebih dekat globalosasi ialah suatu ke adaan yang ditandai oleh adanya penyatuan politik, ekonomi, social, imu pengetahuan, teknologi dan lain sebagainya.21

Bagi umat islam era globalisasi sendiri ialah suaatu hal yang biasa,karena pada zaman klasik (abad ke-6 s.d. 13M) umat islam telah mulai membangun hubangan-hubungan komonikasi, peradaban dan ilmu pengetahuan dengan Negara-negara lain. Tinggal bagaimana kita dalam menentukan sikap sebagai geberasi penerus atau sebagai pewaris, agar pendidikan islam mendapat peluang yang nantinyadapat diterima oleh umat manusia dan perkembanganya.Setelah apa yang telah dipaparkan di atas, pendidikan mempunyai berbagai macam peluang.dikaranakanmasyarakat pada masa inimulai muncul kesadaran akan pentngnya sebuah pendidikan yang dapat menyelamatkan dirinya dalam proses kehidupan didunia dan akherat pada

21


(30)

nantinya. Serta munculnya berbagai macam tuntutandari lapisan masyarakat akan pentingnya untuk melestairikan kebudayaan. Bila kita kaji dari tujuan,fungsi serta pengalaman yang cukuplama dalam penidikan islam. Kiranya pendidikan islam adalah satu-satumya yang akan dapat lebih bias diterima. Karena hal tersebut ialah yang sekarang dibutuhakan oleh masyarakat.seharusnya kitadapat masuk dalm ruangantersebut, sehingga pendidikan islamdapat berkembang dan pendapatkan respon yang baik dari masyarakat.namun dalam proses yang seperti itu selalu ada saja penyelewengan dan ketidaktahuan arti sesungguhnya sehingga yang awalnya ialah sebuah peluang akan dapat berubah menjadi sebuah ancaman atau emacam tantangan pendidikan islam.

Sejak awal kedatangannya ke Indonesia, pada abad ke-6 M, Islam telah mengambil peran yang amat siginifikan dalam kegiatan pendidikan. Peran ini dilakukan, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut. Pertama, Islam memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan. Dengan karakter ini, maka Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak, membimbing, dan membentuk kepribadian ummat manusia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan inisiatifnya sendiri, ummat Islam berusaha membangun sistem dan lembaga pendidikan sesuai dengan keadaan zaman, seperti pesantren, madrasah, majelis ta’lim dan sebagainya. Melalui lembaga pendidikan ini telah dilahirkan para ulama, tokoh


(31)

agama, para pemimpin masyarakat yang telah memberikan sumbangan yang besar bagi kemajuan bangsa.22

Artikel di atas jelas bahwa sebenarnya begitu banyak peluang dalam pendidikan Islam, karena agama Islam merupakan agama yang paling berjasa dalam membentuk karakter dan perjuangan bangsa Indonesia. Lahirnya para tokoh di Indonesia hampir rata-rata berasal dari agama Islam yang sebelumnya telah mengenyam pendidikan Islam, baik itu pendidikan Islam yang berbasis sekolah ataupun berbasis pondok pesantren. Untuk itu pendidikan Islam tidak boleh merasa lebih rendah dari pendidikan lainnya, bahkan pendidikan Islam harus mendapatkan posisi setara dengan pendidikan lainya.

Kedua, terdapat hubungan simbiotik fungsional antara ajaran Islam dengan kegiatan pendidikan. Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan visi, missi, tujuan dan berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain, Islam membutuhkan pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk menyampaikan nilai dan praktek ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah sebagai bukti keberhasilan pendidikan dan dakwah Islamiyah.23

22

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia , Jakarta:Pernada Media, edisi Pertama. 2009.

23


(32)

Pendapat dari artikel di atas menjelaskan bahwa antara pendidikan dengan ajaran agama Islam memiliki hubungan. Hal ini cukup terlihat jelas, karena jika pendidikan yang didasari tanpa pengetahuan ajaran Islam maka ilmu tidak akan mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bahkan akan menimbulkan sifat negatif. Selanjutnya ajaran agama Islam tidak akan mampu didapatkan tanpa memalui jalur pendidikan baik itu pendidikan formal ataupun non formal.

Ketiga, Islam melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Itulah sebabnya tidak mengherankan, jika ayat 1 sampai dengan 5 surat al-’Alaq, sebagai ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, telah mengandung isyarat tentang pentingnya pendidikan. Ayat 1 sampai dengan 5 surat al-’Alaq tersebut artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu. Yang telah menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang telah mengajarkan manusia dengan pena. Ia mengajarkan manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya”. Pada ayat tersebut paling kurang terdapat lima aspek pendidikan: 1)Aspek proses dan metodologi, yaitu membaca dalam arti yang seluas-luasnya: mengumpulkan informasi, memahami, mengklasifikasi atau mengkategorisasi, membandingkan, menganalisa, menyimpulkan dan memverifikasi. 2)Apek guru, yang dalam hal ini Alllah SWT; 3)Aspek murid, yang dalam hal ini Nabi Muhammad SAW dan ummat manusia; 4)Aspek sarana prasarana, yang dalam


(33)

hal ini diwakili oleh kata qalam (pena); dan 5)Aspek kurikulum, yang dalam

hal ini segala sesuatu yang belum diketahui manusia (maa lam ya’lam). Kelima

hal tersebut merupakan komponen utama pendidikan.24

Penjelasan artikel di atas hal yang menunjukkan bahwa komponen pendidikan diambil dari ajaran Islam dari tiga artikel di atas secara keseluruhan merupakan hal yang membuktikan bahwa pendidikan merupakan hal yang paling utama untuk meraih ajaran Islam sehingga ajaran Islam yang diperoleh melalui pendidikan dapat di sempurnakan dengan pengamalan yang sesuai baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.

Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, pendidikan Islam telah menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel, responsif, sesuai dengan perkembangan zaman, berorientasi ke masa depan, seimbang, berorientasi pada mutu yang unggul, egaliter, adil, demokratis, dinamis, terbuka, sepanjang hayat dan seterusnya. Sesuai dengan sifat dan karakternya yang demikian itu pendidikan Islam senantiasa mengalami inovasi dari waktu ke waktu, yaitu mulai dari sistem dan lembaganya yang paling sederhana

seperti pendidikan di rumah, surau, langgar, mesjid, majelis ta’lim, pesantren

dan madrasah, sampai kepada perguruan tinggi yang modern. Inovasi pendidikan Islam juga terjadi hampir pada seluruh aspeknya, seperti kurikulum, proses belajar mengajar, tenaga pengajar, sarana prasarana,

24


(34)

manajemen dan lain sebagainya. Melalui inovasi tersebut, kini pendidikan Islam yang ada di seluruh dunia (termasuk di Indonesia) amat beragam, baik dari segi jenis, tingkatan, mutu, kelembagaan dan lain sebagainya. Kemajuan ini terjadi karena usaha keras dari ummat Islam melalui para tokoh pendiri dan pengelolanya, serta pemerintah pada setiap negara.

Era globalisasi dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya penyatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan lain sebagainya, yang terjadi antara satu negara dengan negara lainnya, tanpa menghilangkan identitas negara masing-masing. Penyatuan ini terjadi berkat kemajuan teknologi informasi (TI) yang dapat menghubungkan atau mengkomunikasikan setiap issu yang ada pada suatu negara dengan negara lain.

Bagi ummat Islam, era globalisasi dalam arti menjalin hubungan, tukar menukar dan transmisi ilmu pengetahuan, budaya dan sebagainya sebagaimana tersebut di atas, sesungguhnya bukanlah hal baru. Globalisasi dalam arti yang demikian, bagi ummat Islam, merupakan hal biasa. Di zaman klasik (abad ke-6 sd 13 M.) ummat Islam telah membangun hubungan dan komunikasi yang intens dan efektif dengan berbagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia, seperti India, China, Persia, Romawi, Yunani dan sebagainya. Hasil dari komunikasi ini ummat Islam telah mencapai kejayaan, bukan hanya dalam bidang ilmu agama Islam, melainkan dalam bidang ilmu pengetahuan umum, kebudayaan dan peradaban, yang


(35)

warisannya masih dapat dijumpai hingga saat ini, seperti di India, Spanyol, Persia, Turki dan sebagainya.

Selanjutnya di zaman pertengahan (abad ke 13-18 M.) ummat Islam telah membangun hubungan dengan Eropa dan Barat. Pada saat itu ummat Islam memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat. Beberapa penulis Barat seperti W.C.Smith, dan Thomas W. Arnold misalnya, mengakui bahwa kemajuan yang dicapai dunia Eropa dan Barat saat ini karena sumbangan dari kemajuan Islam. Mereka telah mengadopsi ilmu pengetahuan dan perabadan Islam tanpa harus menjadi orang Islam. Pada zaman pertengahan itu, ummat Islam hanya mementingkan ilmu agama saja. Sementara ilmu pengetahuan seperti matematika, astronomi, sosiologi, kedokteran dan lainnya tidak dipentingkan, bahkan dibiarkan untuk diambil oleh Erofa dan Barat. Pada zaman ini Eropa dan Barat mulai bangkit mencapai kemajuan, sementara ummat Islam berada dalam keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.

Di zaman modern (abad ke-19 sampai dengan sekarang) hubungan Islam dengan dunia Eropa dan Barat terjadi lagi. Pada zaman ini timbul kesadaran dari ummat Islam untuk membangun kembali kejayaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan, pengkajian dan penelitian. Ummat Islam mulai mempelajari kembali berbagai kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan Barat, dengan alasan bahwa apa yang dipelajari dari Eropa dan Barat itu sesungguhnya mengambil kembali apa yang dahulu dimiliki ummat Islam.


(36)

Namun demikian, hubungan Islam dengan Eropa dan Barat dimana sekarang keadaannya sudah jauh berbeda dengan hubungan Islam pada zaman klasik dan pertengahan sebagaimana tersebut di atas. Di zaman klasik dan pertengahan ummat Islam dalam keadaan maju atau hampir menurun, sedangkan keadaan Eropa dan Barat dalam keadaan terbelakang atau mulai bangkit. Keadaan Eropa dan Barat saat ini berada dalam kemajuan, sedangkan keadaan ummat Islam berada dalam ketertinggalan. Tidak hanya itu saja, keadaan dunia saat ini telah dipenuhi oleh berbagai paham ideologi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam, seperti ideologi capitalisme, materialisme, naturalisme, pragmatisme, liberalisme bahkan ateisme yang secara keseluruhan hanya berpusat pada kemauan manusia (anthropocentris). Hal ini berbeda dengan karakteristik keseimbangan ajaran Islam yang memadukan antara berpusat pada manusia (anthropo-centris) dan berpusat pada Tuhan (theo-centris).

2. Tantangan Dalam Pendidikan Islam

Dunia pendidikan Indonesia dewasa ini memperlihatkan fenomena yang kurang membanggakan. Sering terjadi tawuran di kalangan pelajar, perbuatan asusila yang dilakukan kaum terpelajar dan cendikiawan itu pada gilirannya meningkatkan pada penilaian yang kurang baik terhadap pendidikan. Fenomena demikian, memang agaknya tidak terlepas dari sekat-sekat sosial-masyarakat.

Hubungan antara dunia pendidikan dengan masyarakat erat sekali, dan karenanya saling mempengaruhi. Lembaga-lembaga pendidikan yang


(37)

teridentifikasikan dengan “sekolah”, dalam dalam proses perkembangannya

tidak terlepas dari “mesin” sosial. “Mesin” sosial menggerakkan segala

dimensi kemanusiaa.

Adapun fenomena yang menjadi tantangan dalam pendidikan Islam yang pada saat ini sedang berkembang, yaitu:25

1. Krisis nilai, berkaitan dengan sikap menilai suatu perbuatan tentang baik dan buruk, etis dan tidak etis, benar dan salah dan hal lain yang menyangkut etika individu dan sosial.

2. Krisis konsep tetang kesepakatan arti hidup yang baik. Masyarakat mengalami pergerseran pandangan tentang cara hidup bermasyarakat yang baik dalam bidang ekonomi, politik, kemasyarakatan, dan implikasinya terhadap kehidupan individual.

3. Adanya kesenjangan kredeibilitas. Dalam masyarakat saat ini sangat dirasakan adanya erosi kepercayaan, baik di kalangan pemegang kekuasaan, ekonomi maupun penanggung jawab sosial.

4. Beban institusi sekolah terlalu besar melebihi kemampuannya. Sekolah, di satu pihak, dituntut untuk memikul beban tanggung jawab moral dan sosial-kultural-yang tidak menjadi program institusionalnya-, di lain pihak ia dikekang oleh sistem dan aturan birokrasi yang memperdebat dan mengekang dinamka sekolah.

5. Kurangnya relevansi program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan pembangunan.

25

Suwendi, Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 177-179 Cet. I.


(38)

6. Kurangnya idealisme dan citra remaja tentang peranannya di masa depan. 7. Makin besarnya kesenjangan si miskin dan si kaya. Sekolah memerlukan

dukungan masyarakat secara berimbang, tidak hanya oleh kaum kaya, tetapi juga kaum miskin.

Dari peryataan di atas, kiranya dapat mengambil langkah yang harus dilakukan dalam menangani permasalah yang menjadi tantangan dalam pendidikan Islam, yaitu:26

a) Mengadakan rumusan ulang terhadap arah “kiblat” pendidikan agama. Arah “kiblat” yang dimaksud adalah acuan orientasi pengembangan kependidikan untuk diberlakukan secara nasional.

b) Merevitalisasi pendidikan agama di Indonesia. Revitalisasi ini pada dasarnya mengaksentuasikan pada pentingnya pendidikan agama sehingga pendidikan agama menjadi keniscayaan. Sebagai kerangka besar perwujudan revitalisasi ini dapat dilakukan beberapa cara, yaitu, (a) mendorong pendidikan agama untuk diajarkan oleh seluruh komponen masyarakat. (b) nilai pendidikan agama tidak terpisah dari materi pendidikan lainnya. (c) menciptakan suasana pendidikan agama.

c) Mendirikan lembaga pendidikan tinggi (universitas) Islam Internasional. Lemabaga pendidikan yang dimaksud adalah lembaga pendidikan keislaman yang mampu memiliki akses secara internasional.

26

Ibid., h. 180-181.


(39)

d) Mengembangkan buku-buku dars yang memiliki kesamaan visi dan misi. Artinya, buku – buku pelajaran keagamaan yang digunakan oleh seluruh siswa Indonesia mengacu pada “platform” yang sama.

D. Posisi Pendidikan Islam Dalam Kancah Pendidikan Nasional

Posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional secara normatif dapat dilihat dari perkembangan kebijakan negara terhadap pendidikan Islam, baik itu pendidikan di madrasah dan pondok pesantren, maupun pendidikan agama sebagai bagian kurikulum di sekolah umum.

Secara normatif dapat dilihat terjadi pergeseran posisi dan pengakuan terhadap pendidikan Islam yang terus berlangsungsampai saat ini, yaitu dari posisi marjinal dan “kelas dua” pada masa pemerintahan kolonial sampai mendapatkan pengakuan eksistensi yang sama denga sekolah umum. Persamaan kedudukan madrasah yang diakui pemerintah dalam pelaksanaan wajib belajar dengan sekolah umum negeri memperlihatkan bahwa lembaga pendidikan dipandang dapat memenuhi kewajiban pelaksanaan wajib belajar bagi masyarakat.27

Secara faktual, dilihat dari kontribusi pendidikan Islam dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa, posisi lembaga pendidikan Islam pada dasarnya diakui sama dengan pendidikan lain. Pendidikan Islam juga menjalankan misi pendidikan untuk mencerdaskan bangsa. Lembaga

27

Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pascakemerdekaa, (Jakarta, Rajawali Pers: 2009), h.189 Cet. I


(40)

pendidikan Islam yang sampai ke pelosok – pelosok memberikan manfaat yang sangat berarti kepada masyarakat yang tidak mampu menjangkau pendidikan formal di sekolah umum. Karena itulah, banyak lembaga pendidikan Islam yang tidak mementingkan pengakuan, karena keyakinan para pengelolanya bahwa pendidikan yang telah mereka selenggarakan telah ikut berperan dalam menjalankan hidupnya terutama bekal pengetahuan agama.28

Berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam, mengingat pendidikan Islam lebih mengutamakan pengetahuan keislaman dan lemah dalam pengetahuan umum terutama diarahkan pada penguasaan sains dan teknologi, maka ada segmen masyarakat yang memandang bahwa lembaga pendidikan Islam belum mampu mengahasilkan lulusan dengan kualitas yang sama dengan sekolah umum. Hal ini di perkuat oleh fakta bahwa meskipun kurikulum madrasah telah disamakan dengan kurikulum di sekolah umum ternyata sedikit sekali dari lulusan madrasah lanjutan yang lolos dalam seleksi penjaringan calon mahasiswa di perguruan tinggi negeri, terutama perguruan tinggi yang berkualitas.29

Di sisi lain, upaya normatif dalam bentuk ketentuan perundangan yang memberikan posisi yang sama antara lembaga pendidikan Islam dengan sekolah umum dengan keharusan menyelenggarakan kurikulum nasional, di dalam kenyataannya belum mampu memberikan dorongan yang cukup kuat

28

Ibid. 29


(41)

untuk mengangkat kualitas lulusan madrasah agar sama dengan kualitas lulusan sekolah umum sehingga mampu bersaing dalam memperebutkan berbagai kesempatan dan resources di bidang sosial dan ekonomi seperi lapangan pekerjaan di berbagai sektor formal modern. Sekolah unggulan Islam yang banyak bermunculan di Indonesia pada kahir abad ke – 20 dipandang sebagai jawaban untuk memenuhi keperluan masyarakat muslim, yaitu basis keagamaan yang kuat yang di imbangi dengan penguasaan sais dan teknologi.30

Dari pemaparan di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa posisi pendidikan Islam dalam kancah pendidikan nasional adalah, “sama atau setara” dengan pendidikan umum lainnya, namun beberapa lembaga saja yang tidak begitu di akui, dikarenakan belum mampu menunjukkan kontribusi mereka terhadap bangsa, salah satunya mengenai penyeimbangan anatara mata pelajaran agama dengan plejaran umum, sehingga banyak pelajar yang masi kurang dalam hal tersebut, bahkan membuat mereka jauh tertinggal dengan lembaga pendidikan lainnya. Maka dari itu pada dasarnya pendidikan Islam juga memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan yang berkeinginan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun seiring berjalannya zaman, dengan pendidikan yang lebih mementingkan untuk bidang sains dan teknologi, dalam hal ini membuat lembaga pendidikan Islam tertinggal bahkan mulai dilupakan, padahal yang sebenarnya lembaga pendidikan Islam sudah memiliki posisi yang setara dengan pendidikan umum yang lain.

30


(42)

31

METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dari bulan Desember 2014 sampai bulan Maret 2015.

B. Metode Penelitian

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan keguaan tertentu.1

Untuk mempermudah dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian (Library Research), yaitu dengan cara membaca, memahami dan menelaah tentang buku-buku atau dokumen –dokumen yang berkaitan, untuk melengkapi data-data yang diperlukan.

Adapun pengertian dari penelitian kepustakaan (library research) adalah berupa analisis deskriptif yaitu dengan cara mengumpulkan data yang berkenaan dengan skripsi yang terkait dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan tema skripsi. 2. Mempelajari ini buku yang berkaitan dengan obyek penelitian

skripsi.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 3.


(43)

3. Menganalisis hasil dari buku yang dibaca dan diinterpretasikan kedalam skripsi.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Dokumentasi

Penelitian dengan melakukan pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dokumentasi untuk memperkuat skripsi penulis. Dokumen yang di kumpulkan adalah buku-buku yang berkenaan dengan kealwashliyahan, dan sejarah pendidikan islam di Indonesia sebagai sebagai buku pendukung untuk memperkuat hasil penulisan skripsi.

b. Wawancara

Wawancara atau interview adalah suatu komunikasi pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data, komunikasi tersebut dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung. Wawacara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.2 Adapun jenis wawancara yang di gunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur sangat berbeda dalam hal bertanya dan memberikan respon, yaitu cara ini lebih bebas, pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih

2


(44)

dahulu, tetapi disesuaikan degan keadaan dan ciri yang unik dari informan, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti percakapan sehari-hari.

Penelitian dengan melakukan wawancara adalah dengan cara melakukan wawancar kepada tokoh-tokoh yang terkait dan mengerti perkembangan alwashliyah dalam hal kontribusinya terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Pada penelitian ini penulis menggunakan wawancara yang tidak terstruktur karena proses wawancara adalah sebagai syarat pendukung dalam pembuatan skripsi.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah content analysis

(analisis isi). Pengertian dari analisis data yaitu pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang terpilih.3

Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiono, mengemukakan bahwa aktivitas data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilakukan secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah penuh.

3

Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998), Cet. I h. 175


(45)

Aktivitas dalam analisis data yaitu: data reduction, data display, dan

conclusion drawing / verification.4

a. Data Reduction

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

b. Data Display

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagian, hubungan antar katagori dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles da Huberman mengemukakan yang dikutip oleh Sugiono menyatakan “the most frequent from of display data for qualitative research data in the pas has been narrative tex”. Yang paling sering digunakan dalam penyajian data

dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Conclusion Drawing Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberan adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

4


(46)

35

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Ormas Al – Washliyah

Berdirinya Al–Washliyah dilatarbelakangi oleh kesadaran beberapa pelajar dan guru yang tergabung dalam perguruan Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) untuk bersatu dalam menyalurkan ide dan pendapat.1 Pada tahun 1918, masyarakat Mandailing yang menetap di Medan berinisiatif mendirikan sebuah istitusi pendidikan agama Islam, bernama Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT). Mereka ini adalah pendatang dari daerah Tapanuli Selatan yang berbatasan langsung dengan tanah Minangkabau. Di samping dikenal sebagai komunitas yang kuat beragama Islam, suku Mandailing juga relatif berpendidikan lebih baik dari kelompok suku lainnya. Maktab tersebut signifikan daam dua hal ; pertama, ia adalah lembaga pendidikan Islam formal pertama di Medan; dan kedua, berdirinya Al – Washliyah adalah merupakan gagasan dari para alumni Maktab Tersebut.2

Kegiatan pendidikan di MIT kelihatannya mencoba menggabungkan sistem tradisional dan modern. Dari segi isi, apa yang diajarkan di MIT tidak jauh berbeda dari pesantren – pesantren tradisional,3 namun pengajaraannya sudah dilakukan

1

Chalidjah Hasan, Kajian Perandingan Pendidikan, (Surabaya : Al – Ikhlas, 1995), h. 217. 2

Hasan Asari, Modernisasi Islam: Tokoh Gagasan dan Gerakan, (Bandung: Citapustaka Media, 2002), h. 234.

3

Samsul Nizar dan Muammadd Syaifudin, Isu –Isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), Cet.. I, h. 139.


(47)

secara klasikal dengan menggunakan media – media modern seperti bangku, papan tulis dan sebagainya.

Sepuluh tahun setelah berdirinya (1928), para alumi dan murid senior MIT mendirikan ‘Debating Club’sebagai wadah untuk mendiskusikan pelajaran maupun persoalan – persoalan sosial keagamaan yang sedang berkembang di tengah masyarakat. Pendirian ‘Debating Club’ ini berkaitan dengan meluasnya diskusi – diskusi mengenai nasionalisme dan berbagai faham keagamaan yang terutama didorong oleh kaum pembaharu.4 Heterogenitas penduduk daerah ini, maupun Medan sendiri sebagai kota terbesar, jelas merupakan lahan subur bagi tumbuhnya diskusi – diskusi, bahkan konflik, antar berbagai segmen masyarakat yang meresponi perkembangan sesuai dengan kecendrungannya masing – masing.

Debating Club nampaknya cukup berhasil dalam program – programnya dan dipandang sangat bermanfaat, sehingga ada keinginan di kalagan eksponennya untuk mencari kemungkinan peran yang lebih signifikan dalam perkembangan dan perobahan yang terus terjadi. Untuk tujuan ini, para anggota Debating Club

merasakan perlunya wadah organisasi yang lebih besar dari sekedar kelompok diskusi. Lalu upaya kearah ini mulai dirintis, sehingga sebuah organisasi terwujud dan secara resmi berdiri pada 30 November 1930 bertepatan dengan 9 Rajab 1349

4

Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah:Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 78-79.


(48)

H yang di beri nama Al – Washliyah, yang bermakna organisasi yang ingi menghubungkan dan mempertalikan.5

Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada 30

November 1930 dan bertepatan 9 Rajab 1349 H di kota Medan, Sumatera Utara. Al

Jam’iyatul Washliyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al Washliyah lahir ketika

bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Hindia Belanda (Nederlandsh Indie). Sehingga para pendiri Al Washliyah ketika itu turut pula berperang melawan penjajah Belanda. Tidak sedikit para tokoh Al Washliyah yang ditangkap Belanda dan dijebloskan ke penjara.6

Tujuan utama untuk mendirikan organisasi Al Washliyah ketika itu adalah untuk mempersatukan umat yang berpecah belah dan berbeda pandangan. Perpecahan dan perbedaan tersebut merupakan salah satu strategi Belanda untuk terus berkuasa di bumi Indonesia. Oleh karena itu, Organisasi Al Washliyah turut pula meraih kemerdekaan Indonesia dengan menggalang persatuan umat di Indonesia.

Penjajah Belanda yang menguasai bumi Indonesia terus berupaya agar bangsa Indonesia tidak bersatu, sehingga mereka terus mengadu domba rakyat. Segala cara dilakukan penjajah agar rakyat berpecah belah. Karena bila rakyat Indonesia bersatu maka dikhawatirkan bisa melawan pejajah Belanda.

5

Samsul Nizar dan Muhammad Syaifudin, op.cit., h. 141 6

Majlis Pendidikan Al-Washliyah, Sejarah Al-Washliyah 2010, (http://kabarwashliyah.com/sejarah/)


(49)

Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama Islam. Umat Islam kala itu dapat dipecah belah lantaran perbedaan pandangan dalam hal

ibadah dan cabang dari agama (furu’iyah). Kondisi ini terus meruncing, hingga umat

Islam terbagi menjadi dua kelompok yang disebut dengan kaum tua dan kaum muda. Perbedaan paham di bidang agama ini semakin hari semakin tajam dan sampai pada tingkat meresahkan.

Dengan terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam di Sumatera Utara khususnya kota Medan, para pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan berupaya untuk mempersatukan kembali umat yang terpecah belah itu. Upaya untuk mempersatukan umat Islam terus dilakukan dan akhirnya

terbentuklah organisasi Al Jam’iyatul Washliyah yang artinya Perkumpulan yang

menghubungkan. Maksudnya adalah menghubungkan manusia dengan Allah Swt. dan menghubungkan manusia dengan manusia (sesama umat Islam).

Inilah yang melatarbelakangi berdirinya ormas Al- Washliyah yang berdiri pada 30 November 1930 yang bertujuan untuk menyatukan kembali pemahaman dan pemikiran bangsa Indonesia agak tidak mudah dirasuki oleh pemahaman dari para penjajah yang ingin menguasai Indonesia.

Setelah resmi didirikan, maka ditetapkan pengurus Al – Washliyah yang berkedudukan di Medan, dengan susunan sebagai berikut: Ismail Banda (Ketua I), A. Rahman Sjihab (Ketua II), M.Arsjad Thalib Lubis (Penulis I), Adnan Nur (Penulis II), H.M. Ya’qub (Bendahara), dan H. Syamsuddin, H. Jusuf Ahmad Lubis,


(50)

H. A. Malik, A. Aziz Effendy (Pembantu – pembantu), serta Sjech H. Muhammad Junus (Penasehat).7

Dalam perjalanan berikutnya, berdasarkan Keputusan Kongres (Muktamar) Al – Washliyah ke X tanggal 10 Maret s/d 14 Maret 1956 di Jakarta, disepakati bahwa kedudukan Pengurus Besar (PB) Al – Washliyah dipindahka ke pusat pemerintahan (dalam hal ini Jakarta).8 Hal ini dimaksudkan agar lebih dekat dengan kekuasaan pemerintahan dan memudahkan koordinasi dengan pengurus di tingkat wilayah seluruh Indonesia.9

Menarik untuk dicatat bahwa berdirinya Al – Washliyah tidak tergantung pada seorang tokoh sentral kharismatik sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan

Muhammadiyah, Hasyim Asy’ari dengan NU atau denga Ahmad Soorkati dengan

Al – Irsyad. Pendirian dan pertumbuhan awal Al – Washliyah lebih merupakan hasil upaya bersama beberapa orang dengan peran dan keistimewaannya masing-masing. Syekh Muhammad Yunus adaah tokoh yang biasanya dianggap sebagai pendiri Al-Washliyah. Abdurrahman Syihab adalah tokoh lain yang mempunyai kemampuan tinggi dalam rekruitmen anggota; Arsyad Thalib Lubis adalah ulama Al-Washliyah dengan ilmu dan pengetahuan agama Islam yang sangat mendalam; sementara Udin Syamsuddin adalah administrator dan ahli menejemennya.10

7

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet.. I, h. 324.

8

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), h. 195.

9

Samsul Nizar, op.cit., h. 325. 10


(51)

Secara garis besar apa yang disampaikan penulis melalaui skripsi ini tentang kesejarahan Al-Washliyah merupakan sejarah berdirinya Al-Washliyah yang di ambil dari beberapa sumber buku dan website resmi Alwashliyah.

B. Visi, Misi Ormas Al –Washliyah

Setiap Organisasi baik itu secara umum ataupun yang berlandaskan agama, pasti memiliki visi dan misi agar ormas yang di dirikan selalu berjalan pada tujuannya meskipun tekadang ada beberapa ormas yang berdiri namun pada saat ini sudah berbeda dengan tujuan asli di dirikannya ormas tersebut. Al-Washliyah adalah ormas yang alhamdulillah selalu berjalan dengan tujuannya tidak mengedepankan etnis-etnis yang ikut serta dalam pendiriannya karena ormas Al-Washliyah memiliki visi dan misi yaitu:

Visi Al-Washliyah :

hablum minallah wa hablum minannas dan turut menciptakan Negara yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur, serta terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia yang islami.

Misi Al-washliyah :

Membangun umat masyarakat dan bangsa Indonesia intuk bertakwa kepada Allah SWT dan berpengatahuan luas serta berakhlak mulia.11

11

Majelis Pendidikan Al-Washliyah, Pemikiran Para Pendiri Tokoh Al-Washliyah, 2010, (http://riwayat para pendiri dan tokoh Al-Washliyah).


(52)

Visi dan misi di atas merupakan visi dan misi dari ormas Al-Washliyah yang hingga kini tidak pernah berubah sedikitpun hingga visi dan misi inilah yang membuat Ormas Al-Washliyah selalu dinantikan bentuk dari kegiatan serta kontribusinya terhadap masyarakat.

C. Karakteristik Ormas Al – Washliyah

Ormas Alwashliyah merupakan ormas yang berdiri di kota Medan Privinsi Sumatra Utara pada tanggal 30 september 1930. Ormas Alwashliyah berdiri atas saran dan kebijakan para pemuda beserta guru-guru dari Maktab Islamiyah Tapanuli yang berkeinginan untuk membangun suatu gerakan Islam dalam bentuk organisasi agar kiprah mereka dilihat dan di setujui oleh semua golongan baik itu gologan muda ataupun golongan tua.

Ormas Alwashliyah mengambil nama dari Al-Qur’an yang bertujuan ingin menghubungkan dan mempertalikan. Dalam hal ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan sesama manusia, antar suku, antar bangsa dan lainnya.12

12


(53)

Ormas Alwashliyah yang dibentuk di kota Medan memiliki karakter yang berbeda dengan ormas lainnya. Dalam hal ini yang membedakan karakter ormas Alwashliyah dengan ormas lainnya yaitu dalam hal tokoh sentral kharismatik atau tokoh yang diutamakan sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah, Hasyim Asy’ari dengan NU, atau Ahmad Sorkati dengan Al -Irsyad. Pendidikan dan pertumbuhan Al-Washliyah lebih merupakan hasil upaya bersama beberapa orang dengan peran dan keistimewaannya masing-masing. Syekh Muhammad Yunus adalah tokoh yang biasanya dianggap sebagai pendiri Al-Washliyah. Abdurrahman Syihab adalah tokoh lain yang mempunyai kemampuan tinggi dalam rekruitmen anggota: Arsyad Talib Lubis adalah ulama Al-Washliyah dengan ilmu dan pengetahuan agama islam yang sangat mendalam: sementara Udin Syamsudin adalah administrator dan ahli manajemennya.13

Kesemuanya dipersepsi sebagai orang-orang yang berperan penting dalam pendirian dan pengembangan orgnisasi lain. Di kalangan pendukungnya tidak dijumpai kecendrungan untuk menganggap salah satu pemimpinnya sebagai tokoh sentral atas yang lainnya sehingga menumbuhkan kharisma tertentu. Konsekuensinya, kepemimpinan Al-Washliyah mengalami pergantian secara regular. Dan hal ini, menurut Steenbrink, menyebabkan ketidakjelasan posisi Al-Washliyah dalam dikotomi tradisionalis – modernis, sebab meskipun sebagai individu masing-masing mungkin memiliki kecendrungan pemahaman keagamaan tertentu, namun tidak sampai memberi warna terhadap Al-Washliyah sebagai

13


(54)

organisasi. Meskipun demikian, secara organisatoris, Al-Washliyah merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang beraqidah Islam dan bermadzhab Syafi’i serta beri’tikad ahlus sunnah wal jama’ah.14

Dibanding organisasi sosial keagamaan lain, semacam Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, atau Syarkat Islam, Al-Washliyah yang didirikan di Medan pada tahun 1930, belum mendapat perhatian yang semestinya dalam kajian sejarah Islam modern di Indonesia. Secara sederhana hal tersebut bisa dilihat dari keterbatasan publikasi tentang organisasi ini, khususnya jika dibandingkan dengan publikasi mengenai organisasi lainnya. Padahal setidaknya dari segi kuantitas, Al-Washliyah cukup signifikan, sehingga oleh Karel A. Steenbrink ditempatkan pada posisi ketika

setelah Muhammadiyah dan nahdhatul Ulama.15

D. Medan Perjuangan Al – Washliyah

Berakhirnya perang Dunia I pada tahun 1918, tidak sedikit membawa perubahan ke seluruh dunia, termasuk dunia Islam yang sebagian besarnya berada dalam keadaan dijajah oleh Eropa. Salah satunya adalah Indonesia, sebagai daerah jajahan Belanda, yang sebagaian besar rakyatnya beragama Islam, semakin gencar mengorbankan gejolak dan menuntut kemerdekaan bangsa dan tanah airnya. Mereka berupaya meneruskan perjuangan yang telah dirintis oleh para pahlawan terdahulu seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, dan lain – lain,

14

H.M. Ridwan Ibrahim Lubis, Kepribadian Anggota dan Pengurus AL-WASHLIYAH, (Jakarta: Pusat Pengembangan Sumber Daya dan Dana Al-Washliyah, 1995), hal. 6.

15

Karel A.Steenbrink, “ Kata Pengantar ”, dalam Ch.Idjah Hasanuddin, Al-Washliyah: Api Dalam Sekam, ( Bandung: Pustaka, 1988), h.vii.


(55)

sehingga tidak mengherankan kalau pada saat ini bermunculan gerakan-gerakan kemerdekaan yang pertama kali dipelopori oleh umat Islam seperti Sarekat Dagang Islam (1905) yang kemudian berubah nama menjadi Serikat Islam (1906), Budi Utomo (1908), Muhammadiyah (1912), Nahdhatul Ulama (1926), Al-Jam’iyatul Washliyah (1930).16

Disamping sebagai geraan kemerdekaan, Organisasi-organisasi tersebut juga bergerak di bidang sosial keagamaan dan pendidikan Islam. salah satunya adalah mengantisipasi kebijakan politik pendidikan Hindia Belanda, yaitu upaya untuk menutup peluang pengembangan institusi da sistem pendidikan Islam di Nusantara karena lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren dianggap sebagai

“sarang pemberontak”.oleh karena itu, sejumlah organisasi sosial keagamaan,

termasuk Al-Jam’iyatul Washliyah(selanjutnya disebut Al-Washliyah) mulai

“mengadopsi” sistem pendidikan Barat dalam bentuk nyata yaitu degan mendirikan

madrasah. Lembaga madrasah dipandang menganut sistem pendidikan modern yag mengajarkan materi pelajaran umum di samping materi pelajaran agama.17 Hal ini telah mengindikasikan bahwa telah terjadi pembaruan pendidikan Islam agar tidak tertinggal dan ditinggalkan oleh kemajuan peradaban dunia yang sangat pesat.

Catatan sejarah pembaharuan Islam di Indonesia, Al-Washliyah tidak hanya berhasil berkiprah di bidang sosial keagamaan dan dakwah, tetapi juga di bidang

16

Nukman Sulaiman, dkk. Peringatan Al-Djam’iyatul Washliyah 1/4 Abad 30 November 1955, (Medan: Pengurus Besar Al-Djam’iyatul Washliyah, 1956), h. 34.

17

Jalaluddin, “Pengantar”, dalam M.Sirozi, Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. vii.


(56)

pendidikan dan pengembangan pendidikan Islam dan penerbitan sebagai upaya ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya umat Islam.18

Sebagai organisasi masa atau organisasi masyarakat yang lebih dikenal dengan sebutan ORMAS, Al-Washliyah yang memiliki perhatian khusus terhadap pendidikan di Indonesia berusaha mendirikan lembaga pendidikan agar semua masyarakat Indonesia dapat merasakan dunia pendidikan. Dalam hal ini terlihat Al-washliyah memiliki struktur keorgnasisiannya secara khusus yang disebut sebagai Majelis pendidikana (MP).

Program kerja MP Al-Washliyah bertujuan untuk membantu kinerja-kinerja dalam kepengurusan Al-Washliyah. Al-Washliyah telah banyak mendirikan lembaga pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari lembaga pendidikan pertama sebagai hasil kerja Majlis Tarbiyah atau Majlis Pendidikan, baru berdiri pada tahun 1932, di daerah Petisah, Medan. Maktab Djam’iatoel Washliyah, demikian nama lembaga ini sudah ditata dengan sitem klasikal; dan kurikulumnya terlihat adanya orientasi kepada pendidikan modern. Penyebarluasan informasi tentang pembukaan sekolah ini juga sudah menggunakan cara modern yakni dengan membuat selebaran yang berisi tujuan, tingkatan, seleksi masuk, dan materi pengajaran secara garis besar.19

Dalam upaya memajukan pendidikan, Al-Washliyah bersikap terbuka dan mengambil dari mana saja yang dianggap lebih berpengalaman dan berhasil dalam pengelolaaan pendidikan. Pada tahun 1934, Al-Washliyah mengirim tiga orang

18

Samsul Nizar dan Muhammad Syafudin, op.cit, h. 154, Cet. I. 19


(57)

pengurusnya, M. Arsyad Thalib Lubis, Udin Syamsuddin, dan Nukman Sulaeman untuk mengadakan studi banding ke Sekolah Adabiyah, Noormal School dan Diniyah di Sumatera Barat dalam rangka reformasi pengelolaan pendidikan Al-Washliyah sendiri. Meskipun mendapat reaksi negatif dari sebagian anggota, kunjungan tersebut dianggap sangat penting dan hasil-hasilnya kemudian menjadi bahan diskusi dalam konfrensi guru-guru Madrasah Al-Washliyah, masih pada tahun yang sama. Di antara langkah yang diambil setelah konfrensi tersebut adalah: pendirian sekolah-sekolah umum berbasiskan agama, pengajaran bahasa Belanda, penataan kalender pengajaran, pembentukan lembaga Inspektur dan Penilik Pendidikan. Melihat kemajuan penerbitan buku-buku agama Islam di Sumatera Barat, seorang utusan dikirim ke Bukittinggi Khusus untuk membeli buku-buku keperluan sekolah Al-Washliyah.20

Majelis Pendidikan (MP) Al-Washliyah sangat berpengaruh dalam menunjukkan kiprah dan peran Ormas Al-Washliyah. Hingga saat ini lembaga-lembaga pendidikan yang sudah didirikan oleh ormas Al-Washliyah telah banyak, mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga ke tingkat Perguruan Tinggi, diantaranya SD Al-Washliyah 45 yang bertempat di Kelurahan Titikuning, hingga UNIVA (Universitas Al-Washliyah) yang bertempat di jl. Simpang Limun, Medan.

Namun disetiap perkembangan Al-Washliyah yang berkembang dengan cepat demi mengikuti tuntutan zaman, dalam hal pendidikan MP Al-Washliyah yang mengurusi lembaga pendidikan Al-Washliyah banyak juga mengalami pasang

20


(58)

surut, dalam hal ini dikarenakan banyaknya anggota ormas Al-Washliyah yang sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur politik yang ada di Indonesia sehingga menjadikan mereka lupa dengan tujuan didirikannya ormas Al-Washliyah.

E. Pemikiran Tokoh – Tokoh Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam

Dalam pembentukan Ormas Al-Washliyah meskipun tidak memiliki tokoh sentral namun Al-Washliyah memiliki beberapa tokoh yang pemeikirannya masing-masing dapat digunakan sebagai landasan dan pembentukan pendidikan Islam. Diantaranya:

1. Syekh Haji Muhammad Yunus

Dalam perjalanan sejarah perjuangan Al -Washliyah untuk memajukan dunia pendidikan , derap dakwah dan kepedulian sosial , tercatat sejumlah nama ulama pejuang yang mengukir sejarah perjuangan bangsa .Dari sejumlah ulama yang aktif membimbing generasi muda Islam Pra Kemerdekaan Indonesia di Sumatera adalah Syeikh Haji Muhammad Yunus yang lahir tahun 1889 di Kampung Percukaian Binjai Kabupaten Langkat . Beliau berasal dari Gunung Beringin Kecamatan Panyambungan Kabupaten Mandailing Natal . Ayahnya bernama H . Muhammad Arsyad . Beliaulah yang memberi nama organisasi ini yang lahir pada tanggal 30 November 1930 dengan nama Al –Jami’atul Al – Washlliyah.21

21

Syahrul El Hadidhy dkk , Pendidikan Ke Alwashliyahan 2 , Medan : MPK Al –Washliyah Sumatera Utara . 2006.


(59)

Muhammad Yunus adalah anak dari H . Mohammad Arsyad Lubis bersal dari Tanjung Medan Gunung Beringin , Kecamatan Penyambungan , Kabupaten Tapanuli Selatan . Sejak kecil ia hidup dengan orangtuanya di Kebun Lada Binjai . Dari kecil ia memiliki semangat belajar yang tinggi meskipun hidupnya sangat sederhana .Jenjang pendidikannya dimulai sejak di tanah kelahirannya , kemudian di Titi Gantung binjai ia belajar pada Syeikh Abdul Muthalib . Selanjutnya , pindah ke Perguruan Babusslam Langkat , untuk mempelajari Ilmu Fiqih , Ilmu Mantiq , dan lainnya. Di sini beliau belajar dengan Tuan Syeikh H . Abdul Wahab Rokan Naksyabandi .

Karena tingginya semangat, ia melanjutkan pendidikannya di negeri seberang ( Malaysia ) tepatnya di Dorga ( Kedah ) , di Kedah ia berguru pada Syeikh Muhammad Idris Pattani . Kemudian dengan restu gurunya , ia melanjutkan pelajaran ke Makkah Al – Mukaramah , di Makkah ia berguru pada sejumlah ulama ternama pada masanya diantarnya Syeikh Abdurahman ,Syeikh Abdul Khaidir Mandailing , Syeikh Abdul Hamid dan lainnya .

Setelah tamat ia mengajar di sekolah Solatiyah di Makkah Al – Mukaramah . Cinta tanah air membawanya pulang ke Sumatera , dalam perjalanannya ia sempat menimba ilmu di Pulau Penang Malaysia . Ia berguru pada Syeikh Jalaluddin Pattani dan Syeikh Abdul Majid di kawasan Kwalamuda Penang.22

22

Chalidjah Hasnuddin , “Aljami’atul Alwashliyah 1930 – 1942 Api dalam Sekam (Sumatera Timur,Bandung : Pustaka) ,h. 20.


(60)

Beliau wafat pada tanggal 17 Juli 1950 di kediamannya di JL. Padang Bulan 189

dan dimakamkan di samping Masjid Jami’ Sei Deli ( Petisah ).23

2. H. Abdurrahman Syihab

Haji Abdurrahman Syihab (1910-1955), adalah anak ketiga dari H. Syihabuddin, Kadhi Kerajaan Serdang di Kampung Paku-Galang,Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Beliau lahir pada 1910 Masehi di Kampung Paku tersebut. Sejak kecil bakatnya sebagai seorang pemimpin telah terlihat. Pada tahun 1918-1922, beliau belajar pada sekolah Gubernement dan pada Maktab Sairussulaiman di Simpang tiga Perbaungan, Sumatera Utara. Sesudah itu beliau melanjutkan pelajarannya ke Medan di Maktab Islamiyah Tapanuli, yang ketika itu di pimpin oleh Syekh Mohammad Yunus dan H. Mohammad.

Kemudian beliau pun sempat menjadi guru di maktab tersebut dan terus melanjutkan pelajarannya ke Maktab Hasaniyah yang dipimpin Syekh Hasan Ma’sum. Abdurrahman Syihab, adalah orang pertama yang mendirikan Madrasah Al Washliyah dengan waktu belajar sore hari di Jl. Sinagar Petisah Medan pada tahun 1932. Beliau pun sempat menjabat kepala madrasah di beberapa tingkatan yaitu menjadi direktur madrasah tsanawiyah, direktur madrasah muallimin dan muallimat. Pada 1940 ketika Tarbiyah Umumi membuka Madrasah Al Qismul Ali, beliau menjabat direktur Madrasah Qismul Ali.

23. M . Amin Nurdin , Syeikh H . M . Yunus, “Ulama Pejuang Sumatera Utara . Medan”, Surat Kabar Analisa, 2002.


(61)

Pada 1939, beliau berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekkah Al-Mukarromah. Di sana, Abdurrahman Syihab menyempatkan diri belajar kepada Syekh Alie Al Maliky, Umar Hamdan, Hassan Masysath, Amin Al Kutuby dan M. Alwy. Selain aktif di perkumpulan pelajar, Abdurahman Syihab termasuk pendiri Al Jam’iyatul Washliyah (Al Washliyah) dan terus menerus terpilih menjadi pimpinan organisasi sampai akhir hayatnya.

Ketika tahun 1934,organisasi Ahmadiyah Kadian hendak meluaskan sayapnya ke Kota Medan (Sumatera Timur, ketika itu), beliau langsung merapatkan barisan umat Islam dan membentuk panitia penentang gerakan tersebut. Dan terakhir beliau menjabat Ketua Komite Pemberantas I’tikad Ahmadiyah Kadian pada tahun 1935. Selanjutnya pada tahun 1945-1946 menjadi anggota PB Majelis Tinggi Sumatera, Ketua Pimpinan Daerah Majelis Islam Tinggi Sumatera Timur,Wakil Ketua Masyumi Sumatera, Ketua Komite Aksi Pemilihan Umum (KAPU) dan anggota pengurus Folks Front (Pesatuan Perjuangan Sumatera). Tahun 1939 menjadi utusan Muslimin Indonesia dalam rapat khusus dengan Raja Ibnu Saud di Mekkah, Arab Saudi. Pada tahun 1941 mewakili PB Al Washliyah ke Kongres Muslimin Indonesia di Solo, Jawa Tengah. Dan pernah menjadi utusan dari Sumatera Timur ke Bukit Tinggi, Sumatera Barat, ketika menyambut kemerdekaan Indonesia yang dijanjikan Jepang dan mewakili Sumatera Timur pada Kongres Islam se Sumatera di Bukti Tinggi.

Ketika Kongres Masyumi yang ke enam pada tahun 1954, beliau diangkat sebagai Ketua Masyumi Pusat di Jakarta. Pendiri Al Washliyah ini pernah menjadi


(62)

anggota DPR Sumatera Utara, Anggota Eksekutif DPR Sumatera Timur. Pada 1947 ia diangkat menjadi anggota KNIP, lalu menjadi anggota Penasehat PPNKST dan tahun 1954 menjadi anggota parlemen.

Pada akhir 1954 ketika beliau tengah bertugas sebagai anggota parlemen di Jakarta, Abdurrahman Syihab terserang penyakit dan harus beristirahat. Beliau sempat kembali ke Medan dan dirawat di RS Umum Kota Medan. Kurang lebih satu bulan setengah dirawat di rumah sakit tersebut, dengan takdir Allah SWT beliau berpulang ke Rahmatullah pada hari Senin 7 Februari 1955 pada usia 45 tahun.

Al jam’iyatul Washliyah (Al Washliyah) kehilangan seorang pemimpin yang luhur lagi bijaksana serta cekatan dalam memimpin. Kepergian beliau bukan saja dirasakan oleh keluarga Al Washliyah khususnya,tetapi turut dirasakan oleh seluruh pergerakan dan ogansiasi Islam dan masyarakat umum lainnya.

Abdurrahman Syihab meninggalkan seorang isteri dan 10 orang anak (lima laki-laki dan lima wanita) dan kebanyakan masih di bawah umur, saat beliau meninggal dunia. Bahkan anaknya yang kecil belum sempat dilihatnya karena baru berumur 20 hari.24

3. H. Ismail Banda

HAJI ISMAIL BANDA (1910-1951). Lahir pada tahun 1910. Selesai mendapatkan pelajaran pertama dalam Islam beliau masuk Sekolah Menengah

24

Majelis Pendidikan Al-Washliyah, Sejarah Pendiri Al-Washliyah, (http://kabarwashliyah.com/2013/04/07/h-abdurrahman-syihab).


(63)

Islamiyah di Medan, Sumatera Utara, selama lima tahun. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke ke Universitas Al Azhar Kairo di Mesir dengan bantuan orangtua dan Al Washliyah. Di Universitas Al Azhar, Kairo, beliau memperlihatkan dirinya sebagai anak Indonesia yang cerdas dan kreatif. Sekitar tahun 1930, beliau berhasil meraih gelar Ahliyah pada universitas terkenal tersebut dan memperoleh ijazah ulama pada tahun 1937.

Ismail Banda bukan anak yang pasif, Dalam pergerakan organisasi Mahasiswa Islam di Mesir, beliau ikut aktif menjadi anggota dan bahkan pengurus dari perkumpulan Jam’iyah Chiriyah Jawiyah, Kemudian berubah menjadi Perkumpulan Pemuda Indonesia Malaya (Perpindom). Pada tahun 1945 beliau menjadi pendiri perkumpulan Kemerdekaan Indonesia Kairo.

Selama di luar negeri, beliau mejadi pembantu tetap dari „Pewarta Deli’ dan „Pemandangan’, yakni sebagai koresponden luar negeri untuk Timur Tengah, yakni antara tahun 1932 sampai tahun 1942. Beliau pun sempat pula menjadi staf redaksi surat kabar „Icksan’ bagian luar negeri di Mesir yang terbit dalam bahasa Arab. Di samping kesibukannya di dunia politik dan pergerakan, sosok Ismail Banda pun cukup pandai dalam ilmu pengetahuan. Di tahun 1940 beliau mendapat gelar BA (sarjana muda) filsafat pada Universitas Al Azhar Kairo dan pada tahun 1942 meraih gelar MA di bidang yang sama pula. Kemudian beliau meraih ijazah dalam Bahasa Inggris dari Cambrige University pada tahun 1944. Ismail Banda kembali ke tanah air pada 1947 dan terus ke Ibukota Negara yang kala itu di Yogyakarta.


(64)

Pergaulannya di Yogyakarta amat menguntungkan umat Islam, Beliau bergerak aktif dalam Masyumi. Ia membuat beberapa kajian mengenai Islam umumnya, seperti bidang pendidikan dan pengajaran di Mesir di UII Yogyakarta.Awalnya beliau bekerja di Kementerian Agama, tetapi hatinya lebih tertarik dengan urusan luar negeri. Sejak tahun 1948, beliau diangkat menjadi refrendaris pada Kementerian Luar Negeri di Yogyakarta.

Ismail Banda sempat kembali ke luar negeri dan menjadi penyiar pada beberapa radio untuk memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia yang pada waktu itu sangat

sulit kedudukannya berhubung pengepungan Belanda.

Pada 1950 Ismail Banda dipindahkan ke Jakarta pada kementerian Luar Negeri dan menjabat Perwakilan pada Kedutaan Indonesia di Teheran, Iran. Dengan surat Kementerian Luar Negeri tertanggal 30 November 1951, beliau diperintahkan bekerja pada perwakilan Indonesia di Kabul, Afganistan dan harus berangkat dengan pesawat udara pada akhir Desember 1951. Sebelum ke Afganistan, Ismail Banda bermaksud hendak singgah dahulu di Mesir dan di Teheran, Iran. Tetapi dengan takdir Allah SWT, pesawat yang ditumpangi Ismail Banda dihantam badai topan dan mendapat kecelakaan di Teheran, Iran, yang menyebabkan seluruh penumpangnya meninggal dunia, termasuk di dalamnya adalah pendiri dan tokoh Al Washliyah Ismail Banda.

Jasad Beliau lalu di makamkan di tempat kejadian yaitu di Teheran. Ismail Banda meninggalkan seorang anak perempuan bernama Nur Laila yang ketika


(65)

itu berusia 22 tahun dan sempat menjadi pengajar di sekolah Al Washliyah di Medan, Sumatera Utara.

Kehilangan Ismail Banda tentu dirasakan warga Al Washliyah dan bangsa Indonesia. Karena tokoh, pendiri Al Washliyah telah pergi untuk selama-lamanya menghadap Ilahi Robbi. Beliau selain aktifis dan diplomat ulung, beliau juga memiliki leadership yang handal.

Al Washliyah di santero dunia kehilangan tokoh, pendiri Al Washliyah. Tidak heran, kabar kecelakaan pesawat yang ditumpangi Ismail Banda, menggetarkan hati dan sanubari umat Islam Indonesia, khususnya warga Al Washliyah di Sumatera Utara dan Jakarta, sekaligus menyelenggarakan salat ghaib.25

4. H.M. Arsyad Thalib Lubis

Haji Muhammad Arsyad Thalib Lubis, beliau adalah seorang ulama, mubaligh dan pejuang di Sumatera Utara yang lahir pada Oktober 1908 di Stabat,Langkat,Sumatera Utara. Beliau putra kelima dari pasangan Lebai Thalib bin H. Ibrahim Lubis dan Markoyom Nasution. Ayahnya berasal dari kampung Pastap,Kotanopan,Tapanuli Selatan, kemudian menetap di Stabat Sumatera Utara, sebagai petani yang agamis sehingga mendapat panggilan `lebai`, yakni panggilan kehormatan di daerahnya atas ilmu agama yang dimiliki.Syekh HM Arsyad Thalib

25

Majelis Pendidikan Al-Washliyah, Sejarah Tokoh Pendiri Al-Washliyah, (http://kabarwashliyah.com/2013/02/22/h-ismail-banda).


(1)

82

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1996.

---. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. 1990.

http://kabarwashliyah.com/sejarah/

http://riwayat para pendiri dan tokoh Al-Washliyah.

http://mimutegal.blogspot.com/2012/03/peluang-dan-tantangan-pendidikan-islam.html.

http://kabarwashliyah.com/2013/04/07/h-abdurrahman-syihab. http://kabarwashliyah.com/2013/02/22/h-ismail-banda.


(2)

(3)

(4)

(5)

FOTO – FOTO TOKOH PENDIRI ORMAS AL – WASHLIYAH

KH. M. Arsyad Thalib Lubis KH. Abdurrahman Syihab


(6)