Pendidikan Masyarakat di Hindia Belanda
27
menandakan kemajuan seperti vooruitgang, opheffing kemajuan, ontwikkeling perkembangan, dan opvoeding pendidikan, membubuhi bahasa saat itu
bersama bervoedering van welvaart memajukan kesejahteraan.
17
Kebijakan politik ini berkonsentrasi pada modernisasi masyarakat Hindia Belanda dan membebaskan dari kekuasaan Kolonial. Adalah C.Th. Van Deventer
yang menerbitkan sebuah artikel yang berjudul “Een Ereschuld Suatu hutang kehormatan, di dalam jurnal Belanda de Gids, dia menyatakan bahwa negeri
Belanda berhutang kepada bangsa Hindia Belanda atas semua kekayaan yang sudah di peras dari negeri mereka. Hutang ini sebaiknya dibayar kembali dengan
jalan memberikan prioritas utama kepada kepentingan rakyat Hindia Belanda didalam kebijakan kolonial.
18
Ide ide politik etis antara lain adalah irigasi, emigrasi dan pendidikan. Pendidikan memiliki skala yang paling penting melihat populasi masayarakat
pribumi sehingga mereka berpikir untuk memajukan dan meningkatkan pendidikan masyarakat pribumi. Kebijakan ini mulai diberlakukan sejak
diangkatnya Alexander W.F Idenburg sebagai menteri urusan jajahan.
19
Pendidikan dan emansipasi masyarakat Hindia Belanda secara berangsur- angsur itulah inti dari Politik Etis. Pendidikan masyarakat Hindia Belanda harus di
arahkan dari ketidak matangan yang di paksakan agar berdiri di atas kaki sendiri.
17
Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Jakarta: Perpustakaan Utama Garffiti,1997, h. 35
18
M.C Ricklefs, M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008, h.328.
19
Robert Van Niel, h. 55
28
Bersainglah dua aliran dalam lingkaran Kolonial. Aliran pertama menyukai pendidikan dalam bahasa Belanda untuk elite pribumi, menurut mereka cara ini
akan memperkuat komitmen para elite pada kebudayaan Barat dan dapat menghasilkan pemimpin pribumi yang dapat bekerjasama dengan para tuan
Belanda pada era Etis baru. Usaha Westernisasi penduduk asli kemudian dikenal sebagai asosiasi. Tujuannya ialah menjembatani Timur dan Barat, kalangan
pribumi dengan orang Belanda, yang di jajah dengan yang menjajah. Bahwa timbul asimlasi yang bertujuan memberikan tanah jajahan struktur sosial dan
politik yang sama dengan negeri Belanda. Profeor C. Snouck Hurgronje merupakan tokoh dominan aliran ini.
20
dan direktur pendidikan politik Etis yang pertama yaitu J.H. Abendanon 1900-1905. Dalam pandangan keduanya,
memberikan pendidikan Barat kepada kelas penguasa pribumi merupakan sesuatu yang sangat penting untuk melatih elit pribumi yang setia dan kooperatif, yang
para anggotanya memiliki kesanggupan untuk menangani pekerjaan pemerintahan sipil Belanda. Lebih dari itu, pilihan ini juga bisa memangkas biaya-biaya
administratif, menghambat ‘fanatisme’ Islam, dan pada akhirnya menciptakan contoh yang bisa memberi inspirasi bagi kalangan-kalangan terbawah dari
masyarakat Hindia
21
Seperti yang digambarkan oleh Robert Van Niel, Niel menyebutkan bahwa Snouck Hurgronje banyak menyumbangkan saran kepada
pemerintah kolonial untuk memberikan pendidikan yang bercirikan Barat kepada
20
M.C Ricklefs, Sejarah Asia Tenggara dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer, Jakarta : Komunitas Bambu, 2013. h. 451-452.
21
Yudi Latif, Intelegensia dan Kuasa, Geneologi Intelegensia muslim Indonesia abad ke 20,Bandung: Mizan Pustaka, 2005, h. 102
29
golongan elit pribumi.
22
Sedangkan aliran pemikiran lainnya lebih menyukai pendidikan dasar yang menggunakan bahasa pribumi bagi masyarakat pribumi
dan lebih menekankan pada kesejahteraan langsung. Disisi ini ada Gubernur Jendral J.B van Heutsz dan A.W.F. Idenburg yang mendukung pendidikan yang
lebih dasar dan praktis yang diperuntukkan bagi kalangan masyarakat yang lebih luas sehingga bisa memberikan sumbangan bagi keberhasilan Politik Etis.
23
Dalam penerapannya pemerintah membuat sruktur pendidikan dan sistem yang masih mengikuti konsep stratifikasi Kolonial berdasarkan penduduk tanah
jajahan, dimana stratifikasi ini mengenal jenjang tinggi-rendah pembagian warga masyarakat, dari yang paling atas terdiri dari penduduk Eropa, disusul Timur
Asing teruama Arab dan China, arsitokrat pribumi lebih dikenal dengan priayi dan rakyat umum atau pribumi
24
. Sebelum pemerintah Belanda membuka secara umum pendidkan untuk
pribumi, pendidikan sudah berlangsung di kalangan masayarakat pribumi. Anak rakyat umum pribumi dari kalangan bawah lebih memilih untuk menempa ilmu
agama Islam di Pesantren-pesantren sedang kan untuk para anak pejabat dan bangsawan lebih memilih untuk memanggil guru privat orang Belanda seperti
yang dilakukan oleh beberapa bupati seperti bupati Serang, bupati Sumedang, bupati Galuh, dimana mereka melangsungkan proses belajar mengajar di
22
Niel. h. 60.
23
Yudi Latif, Intelegensia dan Kuasa, Geneologi Intelegensia muslim Indonesia abad ke 20,Bandung: Mizan Pustaka, 2005, h. 102
24
Nurcholis Madjid, Indonesia Kita, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, h.28
30
pendopo.
25
pelajaran yang diajarkan antara lain menulis dan membaca Melayu latin dan Arab, berhitung. Guru yang mengajar mendapat honor tinggi dari
bupati, hal ini merupakan suatu perubahan dalam kemajuan pendidikan pribumi. Untuk mengatur pendidikan bagi pribumi, pemerintah kolonial
mengeluarkan Indische Staatsblad van Nederlandsch-Indie Tahun 1893 Nomor 125
26
yang menetapkan pembagian sekolah pribumi menjadi sekolah dasar kelas satu dan sekolah dasar kels dua
27
. Atas kebijakan ini lah kondisi pendidikan masyarakat pribumi masa kolonial semakin memprihatikan karena adanya
diskriminasi sosial yang terlihat pada pendidikan masyarakat pribumi, terlihat pada didirikannya sekolah yang membedakan antara sekolah untuk rakyat biasa
dan kaum bangsawan, pemerintah Belanda mendirikan sekolah kelas satu de Schoolen de Eeerste Klasse untuk anak tokoh terkemuka dan orang-orang
pribumi yang terhormat, sedangkan sekolah dasar kelas dua de Schoolen de Tweede Klasse
28
didirikan untuk rakyat pribumi. Sekolah kelas satu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pegawai
pemerintah, perdagangan, dan perusahaan. Pelajaran yang didapatkan adalah membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, pengetahuan alam,
menggambar, dan ilmu ukur tanah ditempuh dalam masa belajar 5 tahun dengan guru sekolah lulusan Kweekschool. Bahasa pengantar yang digunakan adalah
25
Sugijanto Padmo alm, “Perkembangan Sosial Ekonomi Pribumi”., h.237. lihat juga Nurcholis Madjid, Indonesia Kita, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, h.208
26
Lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indie no 129 tahun 1893.
27
Sugijanto Padmo alm, “Perkembangan Sosial Ekonomi Pribumi”., h. 202.
28
Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011, h 280.
31
bahasa daerah dan bahasa Melayu. Lain halnya dengan sekolah kelas dua yang diperuntukan bagi anak rakyat biasa, sekolah ini hanya untuk memenuhi syarat
kebutuhan pendidikan rakyat umum dengan lama belajar 3 tahun. Mata pelajaran yang diberikan antara lain membaca, menulis, dan berhitung dengan bahasa
daerah dan Melayu sebagai bahasa pengantar. Tidak ada kualifikasi khusus guru yang mengajar seperti sekolah kelas satu.
Beberapa sekolah yang didirikan Belanda untuk kepentingan kepegawaian pemerintah antara lain Hoofdenschool, Sekolah Pertukangan Ambachtsschool
sekolah Kristen di Batutulis, Batavia, Sekolah Pendidikan calon Guru Hollandsh Indlandsche Kweekschool HIK, STOVIA Scool tot Opleiding voor
Indlandsche Arsten atau lebih dikenal dengan sekolah dokter Jawa
29
. Hoofdenschool adalah sekolah untuk calon pegawai pemerintah, sekolah
yang didirkan untuk kaum bangsawan dan anak-anak raja, bupati dan tokoh terkemuka. Didirikan pada 1878 di Bandung, Magelang, dan Probolinggo.
Sekolah ini disebut juga dengan Sakola Menak bangsawan. Awal mula murid Hoofdenschool hanya 44 orang bangsawan terkemuka, mata pelajaran yang
diajarkan antara lain membaca, berhitung. Bahasa pengantar menggunakan bahasa Belanda
dimana pada awal tahun ajaran pertama murid hanya sebagai “murid pendengar”. Tahun 1882 Hoofdenschool merubah arah tujuan pendidikannya,
sekolah ini menjadi sekolah menengah yang mencetak lulusan murid terdidik sebagai calon pegawai pemerintah sesuai keinginan pemerintah, karena
29
Nina Herlina Lubis, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, dalam Taufik Abdullah dan A.B Lapian alm eds, Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid V., Jakarta: PT.
Ichtiar Baroe Van Hoeve, h.238-240
32
pemerintah merasa masih membutuhkan tenaga pegawai pribumi yang terdidik dan berkualitas. Jumlah murid semakin bertambah pada tahun 1890 dan akhirnya
berdasarkan keputusan Gubernur Jendral nomor 11 tanggal 19 agustus 1899 Hoofdenschool berubah menjadi OSVIA Opleidingschool voor Inlandsche
Ambtenaren Sekolah Pendidikan Untuk Pejabat Pribumi.
30
Sekolah untuk para pejabat pribumi yang menghasilkan pegawai pemerintahan dalam negri
Binnelands Bestuur. Tidak ada diskriminasi lagi dalam penerimaaan murid pada sekolah menengah ini, sekolah ini dibuka untuk umum bukan hanya untuk para
anak bangsawan dan raja-raja. Hollandsch Inlandsche Kweekschool HIK adalah sekolah pendidikan
calon guru.
31
Maksud didirikanya sekolah ini adalah sebagai persiapan pembangunan sekolah untuk pribumi. Tahun 1834 sekolah ini pertama kali dibuka
atas usaaha yang dilakukan swasta di Ambon, sedang di pualu Jawa, HIK pertama kali dibuka pada 1852 oleh pemerintah di Surakarta. Setelah pembukaannya di
Surakarta pada 1866, HIK Surakarta memiliki peningkatan jumlah murid hingga tidak dapat di tampung lagi. Atas dasar itu K.F. Holle
32
pada pertengahan 1866
30
M.C Ricklefs, Sejarah Asia Tenggara dai Masa Prasejarah sampai Kontemporer, Jakarta : Komunitas Bambu, 2013. h. 452.
31
Nina Herlina Lubis, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, dalam Taufik Abdullah dan A.B Lapian alm eds, Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid V., Jakarta: PT.
Ichtiar Baroe Van Hoeve, h.238
32
K.F Holle tiba di Hindia Belanda pada umur 14 tahun dan menetap di daerah Priangan dekat Buitenzorg Bogor, memulai kariranya sebagai seorang juru tulis di sebuah kantor
pemerintah pada 1846. Ia brhubungan dekat dengan beberapa menak salah satu hubungan karibnya ia jalin dengan Raden Haji Moehammad Moesa 1822-1886 yang merupakan kepala penghulu
Garut, ia menikahi mojang priyangan seperti kebanyakan orang Belanda. pada 1871 ia menjabat sebagai penasihat kehormatan untuk Urusan-urusan masyarakat Pribumi dalam Pemerintah
Kolonial. Hubungan Holle dan Moesa sebagai informan kuncinya membuat hubungannya semakin dekat, hingga Holle berusaha menarik para elite Priangan ke dalam lingkaran Kolonial dan
merekomendaskan pada para penghulu agara menggunakan bahasa latin dalam setiap karyanya sebagai pengganti bahasa arab. Holle memuka sebuah jalan yangkemudian diikuti oleh sahabat dan
33
membuka HIK di Bandung biasa disebut dengan sekolah Raja. Murid pertama berjumlah 27 orang, antara lain adalah murid pindahan dari HIK Surakarta.
Bahasa pengantar yang digunakan dalam proses belajar menggunakan bahasa Melayu, kemudian tahun 1865 diajarkan bahasa Belanda dan sejak 1871 bahasa
Belanda digunakan sebagai bahasa pengantar. Dengan adanya HIK di Bandung, pendidikan pribumi di Priangan dapat berkembang dengan pesat dikarenakan
adanya tenaga guru pengajar baik di sekolah pemerintahan maupun di sekolah swasta seperti HIS.
33
STOVIA School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten lebih dikenal dengan sebutan sekolah dokter Jawa. STOVIA dibuka pada 1851 dengan jumlah
murid 13 orang, dengan menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
34
Pendidikan dokter sudah dimulai sejak awal abad 19 pada 1811 ketika maraknya penyakikt cacar yang menjadi ancaman bagi kehidupan
masyarakat pribumi, akhirnya beberapa orang dilantik oleh para penilik vaksin untuk menjadi juru cacar. Menjelang pertengahan abad 19 lembaga tersebut
dilakukan secara reguler berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda tanggal 2 Januari 1849 didirikanlah sekolah ahli kesehatan, untuk membantu
rumah sakit militer di Batavia yang dikenal dengan nama STOVIA. Pendidikan juru cacar yang hanya satu tahun diperpanjang menjadi 2 tahun pendidikan dan
bukan hanya cacar saja tetapi ditambahkan beberapa mata pelajaran tentang
penggantinya Snouck Hurgronje dimana keduanya fokus pada pembentukan Muslim yang terkolonisasi. Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan, Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah
Indonesia,Jakarta: Mizan, 2012. H 161-165
33
Nina Herlina Lubis, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, h. 238-239.
34
M.C Ricklefs, Sejarah Asia Tenggara dai Masa Prasejarah sampai Kontemporer, Jakarta : Komunitas Bambu, 2013. h. 452.
34
kesehatan agar lulusannya paham tentang penyakit dan kesehatan lainnya sehingga dapat melakukan operasi ringan dan merawat pasien. Setelah 2 tahun
masa pendidikan para siswa diuji oleh beberapa dokter dan apoteker militer, jika lulus mereka mendapat gelar dokter Jawa. Tahun 1864 masa belajar di STOVIA
diperpanjang menjadi 5-6 tahun, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar. Diberikan pula pelajaran bahasa
Belanda selama 2-3 tahun bagi murid-murid yang bukan berasal dari sekolah yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Belanda. Tahun 1875 gelar dokter Jawa
diubah menjadi Indlandsche geneeskunde atau ahli kesehatan pribumi.
35
Akhir abad 19 dan awal abad 20, penguasa perkebunan di Sumatra Utara membutuhkan tenaga medis yang terbilang murah karena tenaga medis dari Eropa
sukar untuk dijangkau. Adanya STOVIA dengan mendidik pribumi mengenai ilmu kesehatan merupakan jalan keluar dari permasalah itu. Dibawah pimpinan
K.F. Roll dan Departemen Pendidikan yang mendukung program pendidikan kedokteran, melakukan upaya peningkatan kinerja STOVIA dengan lama belajar
menjadi 6 tahun, 3 tahun tingkat persiapan bagi sebagian besar mahasiswa. Kedudukan dokter sangat dijunjung tinggi di tengah masyarakt pribumi, maka
dari itu dilakukan berbagai macam upaya untuk menarik minat para pelajar. Tahun 1891 telah diputuskan mengizinkan semua pemuda yang berminat pada
pendidikan dokter dapat mendaftar dan mengikuti sekolah dasar Eropa tanpa dipungut biaya dengan perjanjian yang ditandatangani orang tua bahwasanya anak
mereka setelah lulus akan bekerja pada pemerintah selama beberapa tahun. Gaji
35
Sekolah dokter Jawa berubah pada 1902 menjadi STOVIA. Sugijanto Padmo alm, “Perkembangan Sosial Ekonomi Pribumi”., h. 204.
35
dokter sangat rendah dibandingkan dengan praktik swasta yang sangat tinggi. Tahun 1904 daya tarik ditambah dengan memberikan gaji f150 sebulan bagi
mahasiswa yang berprestasi. Reorganisasi STOVIA dilakukan pada 1900-1902, untuk masuk STOVIA di tetepkan lulusan sekolah Belanda dan memiliki
kemampuan pengantar bahasa Belanda sebagai syarat masuk, hal ini memberi peluang mendapatkan pendidikan lanjut untuk masuk ke sekolah dokter di negri
Belanda. STOVIA ditingkatakan menjadi perguruan tinggi kedokteran Geneskundige Hoge School GHS pada 1927
36
. Pemerintah juga mendirikan Sekolah untuk pribumi, bukan dari golongan
bangsawan, dikalangan Belanda beranggapan perlu pengembangan pendidikan yang bercorak barat bagi masayarakat pribumi dengan tujuan untuk keperluan
perluasan birokrasi dan jaringan admininstrasi pemerintah kolonial, sesuai dengan pendapat van der Prijs untuk membentengi “Volkano Islam”.
37
Pada perkembangan awal abad ke 20 Gubernur Van Heutz di bawah kepemimpinannya
sistem pendidikan diperluas sampai ke desa-desa untuk orang-orang biasa dan penduduk desa, disebut dengan volksschool atau desaschool dengan lama belajar
tiga tahun, itupun di bangun dengan sangat sederhana dan tidak dibiayai oleh pemerintah, dari ide kecil ini penduduk pribumi dapat menerima pelajaran
membaca, menulis, berhitung dan menggambar.
38
Dapat dilihat bahwasanya
36
Sugijanto Padmo alm, “Perkembangan Sosial Ekonomi Pribumi”., h. 204. Lihat juga Nina Lubis, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, dalam Taufik Abdullah
dan A.B Lapian alm eds, Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid V. h. 247.
37
Nina Lubis, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, dalam Taufik
Abdullah dan A.B Lapian alm eds, Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid V. h. 241-243.
38
I.J Brugmans “Politik Pengajaran” dalam H. Baudet dan I.J Brugman ed, Politik Etis dan Revolusi kemerdekaanI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987, h. 181.
36
pemerintah sangatlah pilih kasih dalam menangani pendidikan pribumi. Jika sudah pandai siswa dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya yaitu
sekolah sambungan atau vervolgschool dengan masa belajar 2 tahun. Sistem ini menggantikan kedudukan sekolah kelas dua sebagai lembaga pendidikan yanng
penting untuk masyarakat pribumi. Sedangkan, Sekolah-sekolah Pribumi Kelas Dua Tweede Klasse School bermetamorfosis menjadi apa yang disebut
Standaardscholen sekolah-sekolah standar pada tahun 1908. Sekolah-sekolah ini diperuntukkan bagi kalangan keluarga pedagang atau para petani di desa.
39
Abad 20 Sekolah kelas satu berkembang menjadi HIS Hollandsch Indlandsch School. Sekolah ini dibuka bukan karena pemerintah melainkan
desakan masyarakat yang merasa bahwa sekolah kelas satu tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke pendidikan selanjutnya. Budi Utomo mendesak pemerintah
untuk mendirikan sekolah bercorak baru. Karena diskriminasi ras juga sangat dirsasakan pada klasifikasi sekolah. Pemerintah membuka sekolah sekolah pada
tingkatan dasar berdasarkan ras keturunan seperti Europeeche Lagere School ELS dikhususkan untuk anak-anak Eropa, Hollandsh Chinese School
dikhususkan untuk anak-anak China dan keturunan Asia Timur
40
. Masyarakat juga meminta agar kesempatan untuk masuk ke sekolah Belanda diperluas agar
mereka dapat mengikuti ujian pegawai rendah klein ambtenaar. Pemerintah pun mengubah peraturan masuk sekolah Belanda pada 1911. HIS dibuka sebagai
39
Yudi Latif, h. 103.
40
Nurcholis Madjid, Indonesia Kita, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, h.28
37
penjelmaan sekolah kelas satu pada 1914 dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya dan lama belajar 7 tahun.
41
Siswa yang berbakat dapat melanjutkan sekolah ke MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs yaitu sekolah lanjutan pertama. Setelah lulus dapat
melanjutkan ke sekolah menengah selanjutnya yaitu AMS Algemeene Middlebare School. Tahun 1920 jika siswa dapat lulus dengan peringkat yang
baik mereka dapat meneruskan ke perguruan tinggi. Selain MULO dan AMS ada juga HBS Hogere Burgerschool.
Pada perguruan tinggi pemerintah mendirikan MLS Middlebare Landbrouw School. THS Technise Hoge School untuk memunjang kebutuhan
insiyur dan orangorang yang ahli dalam bidang tekhnologi khususnya tekhnologi pengairan guna menunang industri gula di Jawa yang dirasakan kebutuhannya
setelah tahun 1920, sekolah ini merupakan pendidikan tinggi di Hindia Belanda yang memenuhi syarat sebagai perguruan tinggi, perguruan tinggi ini menerima
lulusan AMS dan HBS dengan lama belajar 5 tahun. Ada juga RHS Rechtskundige Hoge School perguruan tinggi yang fokus pada bidang hukum,
ekonomi dan ilmu ilmu social didirikan pada 1924 dengan lama belajar 5 tahun, sebelumnya sudah ada sekolah Rechtschool sekolah hakim didirikan di Batavia
pada 1909, terdiri menjadi dua bagian, yaitu bagian persiapan dan bagian pendidikan kejuruan dengan lama belajar masing masaing 3 tahun dan
menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Tahun 1913 di Surabaya
41
Nina Herlina Lubis, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, h. 241.
38
dibuka pula sekolah semacam STOVIA dengan nama Nederlansche Indische Artsen School NIAS
42
Sekolah yang didirkan pemerintah semakin banyak menarik perhatian masayarakat pribumi. Sekolah dianggap sebagai alat untuk dapat memasuki
lingkungan hidup baru atau hidup kerpiyaian, hidup sebagai menak bagi masyarakat golongan bawah, dan legitimasi bagi masyarakat atas. Namun
meskipun sudah banyak yang mencicipi bangku sekolah pada 1930 menurut sensus mengatakan masyarakat pribumi masih banyak yang buta huruf , hanya
6,44 masyarakat pribumi yang dapat membaca.
43