WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN BAHAN DAN ALAT PENELITIAN KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT

23 IV. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di PT Sinar Meadow International Indonesia, yang berlokasi di Jalan Pulo Ayang I No.6 Jakarta Industrial Estate Pulogadung, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan pada divisi Quality Management dan berlangsung selama 5 lima bulan, dimulai pada tanggal 14 Februari 2011 dan berakhir pada tanggal 6 Juli 2011.

B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan, antara lain: minyak sawit, olein sawit dari supplier 1, olein sawit dari supplier 2, thiosulfat 0.1 N, sikloheksan, larutan Wijs, dan akuades. Sedangkan alat-alat dan instrumen yang digunakan, antara lain: Bruker The Minispec Nuclear Magnetic Resonance NMR Solid Fat Content Analyzer, tabung SFC, tabung erlenmeyer, termometer, penangas air, magetic stirrer, pipet, dan gelas piala.

C. METODOLOGI PENELITIAN

Garis besar metode penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Metode Penelitian

1. PENGUJIAN BAHAN BAKU a. BILANGAN IOD

Pengujian bilangan Iod mengacu pada PORIM p3.2 1995. Sebanyak 0.4-0.5 g sampel minyaklemak ditimbang dalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 15 ml kloroform untuk melarutkan sampel. Sebanyak 25 ml pereaksi Wijs dimasukkan ke dalam campuran tersebut, dikocok, dan ditempatkan dalam ruang gelap selama 1 jam. Setelah itu, dilanjutkan dengan penambahan air destilata sebanyak 150 ml. Campuran dalam Erlenmeyer itu dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0.1N dan dikocok agak kuat hingga warna kuning hampir hilang. Titrasi dihentikan sejenak lalu dilakukan penambahan 1-2 ml indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi kemudian dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus: Pengujian Bahan Baku Formulasi Oil blend antara Minyak sawit dan Olein sawit Analisis SFC Oil blend Analisis SMP Oil blend 24 Bilangan iod g iod100 g sampel = Keterangan: V1 = Volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan untuk titrasi sampel ml V2 = Volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan untuk titrasi blanko ml N = Konsentrasi Na 2 S 2 O 3 hasil standardisasi N W = berat sampel g

b. BILANGAN PEROKSIDA

Pengujian bilangan Peroksida dalam penelitian ini mengacu pada AOCS Official Method Cd 8-53 2005. Sebanyak 5 ± 0.05 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan 30 ml pelarut CH 3 COOH-CHCl 3 3:2 dan dikocok hingga larut. Sebanyak 0.5 ml larutan KI jenuh kemudian ditambahkan ke dalam larutan tersebut, didiamkan selama 1 menit, dan sesekali digoyang. Larutan tersebut kemudian ditambahkan 30 ml air destilata dan dititrasi menggunakan Na 2 S 2 O 3 0.1N sambil digoyang kuat sampai warna kuning hampir hilang. Larutan ditambahkan dengan 0.5 ml indikator larutan pati 1 dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru hilang. Penetapan bilangan peroksida untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel. Bilangan peroksida dihitung menggunakan rumus : Bilangan Peroksida meq O 2 kg sampel = Keterangan: Vs = volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan untuk titrasi sampel ml Vb = Volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan untuk titrasi blanko ml N = konsentrasi Na 2 S 2 O 3 hasil standardisasi N W = Berat sampel g

c. KADAR ASAM LEMAK BEBAS

Pengukuran kadar asam lemak bebas mengacu pada AOCS O. M. Cd 5a-40 1993. Sebanyak 7.05 ± 0.05 g sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan 75 ml etanol 95 netral. Larutan tersebut kemudian ditambahkan 3-5 tetes indikator phenolftalein dan dititrasi menggunakan NaOH 0.25 N sambil digoyang kuat hingga timbul warna pink permanen selama 30 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung menggunakan rumus: Kadar Asam Lemak Bebas = Keterangan : V = Volume NaOH yang digunakan N = Normalitas NaOH hasil standardisasi N M = Berat molekul sampel asam lemak dominan pada sampel giod W = berat sampel g 25

2. FORMULASI OIL BLEND

Langkah awal dari pencampuran minyak sawit dan olein sawit menjadi oil blend dapat dilakukan dengan cara penimbangan dan pencampuran langsung kedua bahan baku di dalam gelas piala. Lalu dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk dengan pemanasan hingga 60°C. Formulasi secara khusus dilakukan dengan membuat kombinasi formulasi minyak campuran minyak sawit dengan olein sawit 1, dan kombinasi formulasi minyak campuran minyak sawit dengan olein sawit 2. Formulasi campuran minyak oil blend yang digunakan dengan minyak sawit dan olein sawit dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kombinasi Persentase Minyak Sawit dan Olein Sawit dalam oil blend Kode Minyak Sawit Olein Sawit PO 100 AW1AS1 90 10 AW2AS2 80 20 AW3AS3 70 30 AW4AS4 60 40 AW5AS5 50 50 AW6AS6 40 60 AW7AS7 30 70 AW8AS8 20 80 AW9AS9 10 90 PE 100

3. PENGUKURAN SIFAT FISIK LEMAK

a. SOLID FAT CONTENT SFC Pengukuran SFC dilakukan mengacu pada IUPAC 2,150 ex 2.32 1987 dengan menggunakan alat Nuclear Magnetic Resonance NMR Bruker The Minispec mq20 Solid Fat Content Analyzer. Pre-treatment atau prosedur stabilisasi sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan konsekuensinya terhadap kandungan padatan solid content yang diukur dengan NMR. Prosedur stabilisasi dan metode non- tempering untuk pengukuran SFC margarin sesuai dengan yang dikeluarkan oleh Bruker Typical Applications for Industry : Minispec Application Note 8. Sampel diisikan ke dalam tabung NMR setinggi ±2.5 cm. Sebelum dianalisis, sampel dipanaskan pada suhu 80°C agar meleleh sempurna untuk meyakinkan homogenitasnya. Sampel yang telah meleleh dipertahankan pada suhu 60°C selama 5 menit. Selanjutnya sampel disimpan pada suhu 0°C selama 60 menit. Sebelum dianalisis, sampel dipertahankan dulu pada masing masing suhu pengukurannya yaitu 10°C, 20°C, 30°C, dan 40°C selama 30-35 menit. Setelah 30-35 menit, sampel dipindahkan ke alat spektrofotometri NMR dengan segera. Dasar tabung dipastikan menyentuh bagian dasar spektrofotometri NMR. Selanjutnya alat spektrofotometri NMR akan membaca kandungan lemak padat yang terkandung dalam sampel. Denyut hasil pengukuran dengan spektrofotometri NMR dapat dideteksi secara otomatis dan ditampilkan pada layar komputer. SFC oil blend 26 dari bahan baku tertentu yang telah diketahui nilai SFC-nya dapat diprediksi dengan menggunakan rumus: SFC = x SFC bahan baku A + x SFC bahan baku B Presentase yang dimasukkan ke dalam rumus merupakan presentase yang diinginkan berbasis 100. Namun perhitungan teori ini umumnya hanya berlaku pada pencampuran yang melibatkan tidak lebih dari dua jenis minyak. Hasil SFC menggunakan NMR pada penelitian ini akan dibandingkan dengan nilai dari perhitungan teori yang dihasilkan. b. SLIP MELTING POINT SMP Pengukuran SMP pada penelitian ini mengacu pada AOCS Official Method Cc 3- 25 1993. Sedikitnya tiga pipa kapiler yang masing-masing berdiameter 1 mm dan panjang 50-80 mm dicelupkan ke dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan hingga minyak naik setinggi 1 cm dalam pipa kapiler. Bagian luar pipa kapiler dibersihkan dengan tisu, Pipa kapiler lalu disimpan dalam refrigerator suhu 4-10°C selama 16 jam semalaman. Pipa kapiler kemudian dipasangkan pada thermometer dengan diikat karet sedemikian rupa sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung thermometer. Termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala 600 ml yang berisi air destilata. Gelas piala diletakkan di permukaan hot plate. Suhu awal air 8-10°C di bawah SMP sampel. Hot plate dinyalakan dengan kenaikan suhu 1°C per menit, lalu melambat hingga kenaikan suhunya 0.5°C per menit. Air dalam gelas piala akan naik suhunya dan pada suhu tertentu sampel minyak dalam kapiler akan mencair, hal ini ditandai dengan naiknya sampel. Selang suhu thermometer saat sampel minyak mulai naik sampai sampel minyak berada di atas batas 1 cm dicatat sebagai slip melting point. 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari tanki penyimpanan yang dimiliki PT SMII sesaat setelah minyak tersebut diterima dari supplier. Hal tersebut dapat menjadi jaminan bahwa bahan yang digunakan masih baik. Pengujian fisikokimia dilakukan untuk memastikan bahwa minyak sawit yang digunakan masih dalam kondisi yang layak untuk digunakan. Pengujian tersebut meliputi pengujian bilangan peroksida PV, bilangan iod IV, dan asam lemak bebas FFA. Hasil pengujian bahan baku disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pengujian Bahan Baku penelitian Bahan Baku PV meq O 2 kg IV mg iodg FFA SMP °C Minyak sawit RBDPO 0.30 52.30 0.04 35.20-36.20 Olein sawit 1 0.36 58.30 0.08 18.50-19.00 Olein sawit 2 0.28 60.42 0.05 16.10-16.40 Tabel 9. Spesifikasi Mutu PT Sinar Meadow International Indonesia Bahan Baku PV meq O 2 kg IV mg iodg FFA Grade Minyak sawit RBDPO 0.5 max. 51.5 min. 0.08 max. Normal Olein sawit 1 PE20 1.0 max. 58.0 min. 0.08 max. Normal Olein sawit 2 PE16 0.5 max. 59.0 min. 0.08 max. Super Berdasarkan data pengamatan di atas, bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini masuk dalam kategori layak. Minyak sawit yang diuji masuk dalam spesifikasi yang dibutuhkan oleh PT SMII. Pada olein sawit 1 dan olein sawit 2 terjadi perbedaan nilai Iodine Value IV yang menyebabkan perbedaan kategori mutu dari kedua minyak olein sawit tersebut. Karena jika disesuaikan dengan spesifikasi dari PT SMII, minyak olein sawit 1 termasuk kategori normal grade, sedangkan olein sawit 2 termasuk kategori super grade. Perbedaan kualitas ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kondisi fraksinasi di pabrik supplier yang dapat berbeda, sehingga menghasilkan hasil fraksinasi yang berbeda pula. Kualitas mesin dan ulangan fraksinasi juga dapat mempengaruhi kualitas dari olein sawit yang dihasilkan. Selain itu, kondisi cuaca, suhu, dan kondisi alat transportasi dapat mempengaruhi kualitas minyak yang ditransportasikan. Nilai peroksida dari ketiga bahan baku masih masuk ke dalam spesifikasi mutu PT SMII. Nilai peroksida hasil pengujian pada minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2 berturut-turut sebesar 0.30, 0.36, dan 0.28 meq O 2 kg. Sedangkan batasan maksimal nilai peroksida dari PT SMII untuk minyak sawit, olein sawit normal, dan olein sawit super adalah sebesar 0.5, 1.0, dan 0.5 meq O 2 kg. Spesifikasi lainnya, yaitu asam lemak bebas FFA dari ketiga bahan baku juga masih dapat diterima oleh spesifikasi mutu PT SMII. FFA dari minyak sawit, olein sawit 1 dan olein sawit 2 berturut-turut sebesar 0.04, 0.08, dan 0.05. Sedangkan spesifikasi FFA dari PT SMII memiliki nilai maksimal yang sama, yaitu 0.08. Minyak olein sawit 1 merupakan olein sawit yang biasa digunakan untuk menjadi campuran pada oil blend pembuatan produk margarin tertentu. Penambahan olein sawit pada minyak campuran akan menghasilkan produk minyak campuran dengan karakteristik lunak, 28 karena sifat fisik minyak olein sawit memiliki SMP yang rendah dibandingkan minyak stearin dan minyak sawit, sehingga akan menghasilkan margarin yang memiliki SMP yang rendah pula. Berdasarkan hasil percobaan, minyak olein sawit 1 memiliki SMP bawah sebesar 18.50 °C, sedangkan minyak olein sawit 2 memiliki SMP bawah sebesar 16.10 °C. Minyak olein sawit 2 sebenarnya lebih ditujukan untuk dikemas menjadi minyak goreng. Namun pada praktiknya, minyak olein sawit dengan kategori super grade dapat juga digunakan untuk bahan baku formulasi oil blend, hanya saja perlu dilakukan perhitungan ulang untuk mendapatkan oil blend yang sesuai dengan spesifikasi dari perusahaan dan permintaan konsumen. Perbedaan SMP dari kedua jenis olein sawit tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah asam lemak oleat 18:1 pada kedua olein sawit. Semakin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan semakin rendah Winarno 2008.

B. SOLID FAT CONTENT SFC CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN