Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA
22
2003, luas perkebunan karet di wilayah ini meningkat sebesar 324. Ekspansi ini umumnya terjadi pada hutan dan pertanian berpindah. Kebanyakan perluasan
karet berada di daerah dataran rendah, di mana kesesuaian iklim mikro dan kedekatan dengan jalan lebih dipilih untuk pengembangan industri karet. Pesatnya
perkembangan karet sebagai tanaman komersial dengan mengorbankan pertanian tradisional ditandai dengan hilangnya lahan pertanian tradisional dan peningkatan
urbanisasi dan perkembangan tanaman komersial. Secara ekonomi, perubahan ini menunjukkan standar hidup masyarakat lokal yang lebih baik dimana dari tahun
1988-2003, total pendapatan bersih kecamatan meningkat dari CNY4.000.000 US0,490 menjadi CNY44.000.000 US5,490. Peningkatan jumlah populasi
dan standar hidup dari daerah tersebut memperbesar tekanan terhadap lingkungan dan sumberdaya lahan yang tersedia. Meskipun pemerintah menganggap karet dan
perkebunan lain seperti teh dan gula menjadi „Green Industry‟, hilangnya hutan hujan tropis dan lahan pertanian termasuk kegiatan pertanian berpindah
menunjukkan bahwa potensi dampak kebijakan untuk mempromosikan Green Industry
harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena ada risiko yang terlalu berat pada 1 atau 2 tanaman, terutama sekarang, di era pasar bebas yang sebagian
besar tanaman tidak dilindungi. Hilangnya sistem pertanian tradisional yang fleksibel adalah sesuatu yang harus dimonitor dengan baik. Demikian pula,
hilangnya keanekaragaman hayati juga harus menjadi perhatian besar, terutama dikarenakan sistem perkebunan karet yang dilaksanakan di Cina umumnya sistem
monokultur dan dengan pembersihan lahan serta mengorbankan areal-areal hutan yang ada.
Sitepu 2007 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Produksi Karet
Alam Hevea Brasiliensis Kaitannya dengan Pengemba ngan Wilayah”
menyatakan bahwa karet merupakan komoditi yang memiliki pasar yang cukup besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Produksi Indonesia banyak
ditunjang oleh adanya perkebunan karet rakyat akan memiliki arti yang penting sekali dalam upaya peningkatan pendapatan kesejahteraan petani serta upaya
peningkatan devisa serta perekonomian Indonesia pada umumnya. Berkaitan dengan pengembangan budidaya tanaman karet di Propinsi Sumatera Utara,
penelitian ini difokuskan pada pengeruh permintaan pasar, harga karet dan tenaga
23
kerja terhadap luas lahan dan produksi karet. Subjek penelitian ini adalah keseluruhan perkebunan karet di Sumatera Utara. Objek penelitian ini adalah luas
lahan dan produksi karet di Propinsi Sumatera Utara sebagai indikator pengembangan perkebunan karet di Propinsi Sumatera Utara. Memperhatikan
pengaruh pasar terhadap pengembangan wilayah di Sumatera Utara, maka disarankan perlu adanya kebijakan pemerintah Propinsi Sumatera Utara maupun
pengelola perdagangan karet alam untuk meningkatkan perkebunan karet, melalui pemberian modal usaha serta pengaturan sistem perdagangan karet alam yang
memberikan keuntungan bagi petani serta perlu diupayakan kebijakan yang menyangkut pengembangan industri produk turunan karet alam.
Goswami, et al. 2007 dalam penelitiannya yang berjudul “Economic
Analysis of Smallholder Rubber Plantations in West Garo Hills District of Meghalaya
” melakukan analisis kepada kelompok petani perkebunan karet di Meghalaya, India. Perkebunan karet sebagai komoditi utama di wilayah ini
merupakan komoditi unggulan yang sangat menguntungkan dengan harga yang tinggi dan sistem pemasaran yang transparan dan efektif. Hasil analisis
menunjukkan bahwa perkebunan karet di wilayah ini merupakan mata pencaharian utama masyarakat terutama petani-petani kecil. Total biaya untuk
pembangunan perkebunan karet sebesar Rs 22.548ha. Hal ini membutuhkan pasokan kredit yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan biaya
input . Pemerintah India telah meluncurkan program khusus untuk sektor ladang
kecil dengan pinjaman jangka panjang, subsidi input dan subsidi bunga, tetapi program ini masih tidak banyak dikenal orang dan ada kasus di mana para petani
karet tidak bisa memanfaatkan subsidi karena berbagai syarat dan kondisi kaku yang dikenakan pada penerima manfaat. Adanya gangguan sosial-politik dan non-
ketersediaan sumber daya investasi yang cukup merupakan masalah yang paling menghambat perluasan perkebunan karet. Perluasan perkebunan karet sudah mulai
dikembangkan di wilayah India, sehingga ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan keterampilan dalam seni penyadapan dan budidaya. Dalam
konteks ini Pemerintah India telah melaksanakan program pelatihan yang juga merupakan salah satu solusi untuk mengatasi meningkatnya permintaan tenaga
kerja terampil. Suatu kebijakan yang harmonis dapat dilakukan dengan
24
mentransfer hak kepemilikan wilayah pengembangan karet kepada para petani, diintegrasikan dengan rencana kredit yang sehat dan program pengembangan
pelatihan keterampilan, diharapkan dapat mengubah program pengembangan perkebunan karet rakyat sebagai alternatif penggunaan lahan yang cocok untuk
perladangan berpindah, hal itu akan mempertahankan pendapatan, pekerjaan dan mencegah degradasi lingkungan.
Parhusip 2008 menyatakan bahwa potensi karet alam dalam jangka panjang masih cukup baik yang disebabkan kebutuhan karet merupakan
kebutuhan dasar dalam keperluan sehari-hari dan beberapa negara berkembang mengalami pertumbuhan industrialisasi yang cukup tinggi seperti Cina, India dan
Brasil. Pergerakan harga karet dunia menunjukkan tren positif dan Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar karet diharapkan dapat bekerja sama dengan
produsen lain untuk dapat menjaga posisi harga yang tetap menguntungkan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan strategi mengurangi frekuensi
sadapan karet atau mengatur perluasanperemajaan lahan agar lebih optimal dapat mengatur pasokan ke pasar internasional. Pengembangan karet alam diharapkan
dapat dioptimalisasi melalui kedua line usaha baik on farm maupun off farm. Permasalahan produktivitas lahan merupakan permasalahan utama dalam
pengembangan on farm termasuk kualitas bahan baku yang masih rendah. Kondisi tersebut diharapkan dapat dijembatani dengan pola plasma antara perkebunan
dalam peningkatan hasil dan harga. Pola plasma tersebut juga diharapkan dapat menjembatani perbankan dalam pemberian fasilitas kredit terkait dengan
kemampuan manajemen dan jaminan yang selama ini masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan kemampuan permodalan perkebunan. Menghadapi
tantangan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan global, Indonesia dapat mengoptimalkan kondisi pasar jangka panjang melalui
peningkatan produktivitas lahan dan kebijakan yang mendukung seluruh aspek komoditas karet baik sektor on farm maupun off farm.
Haryono 2008 dalam penelitian yang berjudul ”Kebijakan Pemerintah
Daerah untuk Pemberdayaan Petani Karet Rakyat PPKR Studi Kasus Implementasi Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan
Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau” menyatakan bahwa ada
25
tiga pola pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Kuantan Singingi, yakni: a pola PIR Perkebunan Inti Rakyat atau KKPA Kredit Koperasi Primer untuk
Anggota; b pola UPP Unit Pelaksana Proyek; dan c pola swadaya. 2 di lokasi penelitian hanya ditemukan perkebunan dengan pola swadaya, yakni kebun
karet yang dikembangkan oleh masyarakat secara tradisional dimana produktivitas dan pendapatan petani karet pola swadaya tersebut relatif lebih rendah dibanding
dua pola lainnya. Itu sebabnya tingkat kesejahteraan petani karet di lokasi penelitian belum berkembang sesuai harapan. Melalui implementasi kebijakan
PPKR oleh pemerintah daerah, masyarakat petani karet mempunyai kesempatan untuk mengembangkan perkebunan karet mereka guna meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraannya. Hal ini merupakan sebuah proses awal bagi pemberdayaan petani karet di lokasi penelitian. Untuk itu peneliti menyarankan
agar Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi tetap konsisten melaksanakan kebijakan PPKR karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat petani
karet, sehubungan dengan masih luasnya lahan karet yang sudah tidak produktif. Kemampuan petani untuk melakukan pengembangan kebunnya sendiri masih
terbatas, sehingga diperlukan bantuan pemerintah untuk melakukan hal tersebut. Karena itu dukungan politik dan peningkatan komposisi anggaran untuk
implementasi kebijakan PPKR perlu terus diupayakan.
26
27