30
Nilai faktor kondisi ikan kuniran bervariasi untuk setiap pengambilan data. Baik ikan kuniran jantan maupun betina memiliki faktor kondisi terbesar pada waktu
pengambilan data 03 September 2010 Gambar 9. Hal ini dikarenakan TKG IV
paling dominan terdapat pada waktu pengambilan data tersebut.
Nilai faktor kondisi baik ikan jantan maupun betina mengalami fluktuasi. Peningkatan faktor kondisi disebabkan oleh perkembangan gonad yang akan
mencapai puncaknya sebelum pemijahan Effendie 2002. Pada saat makanan
berkurang jumlahnya, ikan akan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan
menurun Rininta 1998 in Saadah 2000. Fluktuasi nilai faktor kondisi ini juga dipengaruhi oleh aktivitas ikan dalam melakukan adaptasi terhadap kondisi
lingkungan selama proses pematangan gonad hingga proses pemijahan selesai.
4.3.3. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin adalah perbandingan antara ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi. Tabel nisbah kelamin untuk ikan kuniran dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nisbah kelamin ikan kuniran Upeneus moluccensis
Jumlah ekor
Proporsi Standar
Deviasi Selang Kepercayaan
95 Jantan
163 40,75
3,85 34,44 J 47,06
Betina
237 59,25
3,19 54,02 B 64,48
Jumlah 400
100
Nisbah kelamin antara ikan kuniran jantan dengan betina sebesar 40,75 : 59,25 atau 1:1,5 Tabel 2. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup suatu
populasi, diharapkan perbandingan ikan jantan dengan ikan betina berada dalam kondisi yang seimbang 1:1 Purwanto et al 1986 in Affandi et al. 2007. Namun
yang terjadi pada nisbah kelamin ikan kuniran adalah keadaan yang tidak seimbang. Hal ini dikarenakan adanya pola tingkah laku bergerombol antara ikan jantan dan
betina, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan. Selain itu ketidak seimbangan
31
tersebut juga disebabkan oleh perbedaan umur karena kematangan gonad yang pertama kali Yustina and Arnentis 2002. Keseimbangan rasio kelamin dapat
berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan
jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina Sulistiono et al. 2001.
4.3.4. Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad dapat diamati secara morfologi dan histologi. Tingkat Kematangan Gonad TKG ikan kuniran jantan dan betina untuk setiap
waktu pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Tingkat kematangan gonad ikan kuniran Upeneus moluccensis jantan dan betina berdasarkan waktu pengambilan data
32
Gambar 11. Tingkat kematangan gonad ikan kuniran Upeneus moluccensis jantan dan betina berdasarkan selang kelas panjang total
Umumnya semakin tinggi TKG suatu ikan, maka panjang dan berat tubuh pun semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh lingkungan dimana ikan tersebut hidup
Yustina and Arnentis 2002. Apakah kualitas lingkungannya baik dan makanan yang tersedia cukup melimpah. Hal inilah yang menjadi faktor penentu dari
keberhasilan proses pemijahan selain faktor fisiologis dari ikan tersebut. Pada Gambar 11 terlihat bahwa TKG IV pada ikan jantan dominan terdapat pada selang
144-151 mm, sedangkan pada ikan betina TKG IV dominan terdapat pada selang kelas 136-143 mm. Jelas sekali terlihat bahwa ikan jantan memiliki ukuran panjang
yang lebih besar saat mengalami matang gonad. Hal ini dikarenakan makanan yang dimakan oleh ikan betina lebih diutamakan untuk perkembangan gonadnya
dibandingkan pertumbuhan panjang tubuhnya seperti yang terjadi pada ikan jantan. Atmaja 2008 menyatakan bahwa ikan yang memiliki jenis kelamin yang berbeda
mengalami tingkat kematangan pada waktu yang berbeda dan ukuran yang berbeda
33
pula meskipun tempat pemijahannya sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad adalah faktor internal perbedaan spesies, umur,
ukuran, serta sift-sifat fisiologis dari ikan tersebut dan faktor eksternal makanan, suhu, dan arus Atmaja 2008. Secara alamiah TKG akan berjalan menurut
siklusnya sepanjang kondisi makanan dan faktor lingkungan tidak berubah Handayani 2006.
Keterangan : SC : spermatogonia, SP : spermatocyst primer, SS : spermatocyst sekunder, Spt : spermatid, S : spermatozoa
Gambar 12. Struktur histologi gonad ikan kuniran Upeneus moluccensis jantan pada TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV
Pada Gambar 12 secara histologis, pada gonad ikan kuniran jantan TKG I ditemukan spermatogonia dengan jaringan ikat yang kuat. Pada TKG II, gonad lebih
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
SP
SS S
SC
Spt
34
berkembang dengan jaringan ikat mulai berkurang. Spermatogonia membelah secara mitosis menjadi spermatocyst primer yang terletak di dalam kantung tubulus
seminiferus. Pada TKG III, terjadi dua kali pembelahan yang pertama adalah spermatocyst primer membelah secara meiosis menjadi spermatocyst sekunder yang
meliputi proses duplikasi DNA dan rekombinasi dari informasi genetik, dan yang kedua adalah pembelahan secara meiosis tanpa melibatkan duplikasi DNA menjadi
benih sel yang disebut dengan spermatid. Pada TKG IV, spermatid melakukan proses spermiogenesis menjadi spermatozoa yang siap dikeluarkan untuk membuahi
sel telur Cabrita et al. 2008.
Keterangan : Og: oogonia, ZO : zygotene oocytes, Ot : ootid, Ov : ovum Gambar 13. Struktur histologi gonad ikan kuniran Upeneus moluccensis betina
pada TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
ZO
Ot
Ov Og
35
Pada Gambar 13, TKG I menunjukkan ovari yang belum matang yang mengandung oogonia yang terletak di sepanjang lamella, oosit tidak ditemukan, dan
inti sel sudah terlihat jelas. Pada TKG II oogonia membelah secara mitosis menjadi oosit primer dengan jumlah relatif banyak. Selanjutnya oosit primer mengalami fase
pertumbuhan awal pre-vitellogenesis yang menyebabkan munculnya material di sitoplasma serta membentuk lapisan folikel yang terdiri dari lapisan granulosa dan
sel theca. Setelah itu, terjadi fase pertumbuhan kedua vitellogenesis yang menghasilkan cortical alveoli, lipid globules, kuning telur, dinding oosit, serta
membuat lapisan folikel menjadi semakin tebal. Selanjutnya, pada TKG III diameter telur terlihat lebih besar, sel telur berkembang menjadi ootid dan banyak dijumpai
butiran kuning telur. Kemudian pada TKG IV, ootid berkembang menjadi ovum dengan butiran kuning telur berwarna kuning tua menandakan telur telah matang,
serta terdapat butiran minyak. Setelah TKG IV, sel telur siap untuk diovulasikan Cabrita et al. 2008
4.3.5. Indeks kematangan gonad