B. Uji Autoagregasi
Mekanisme lainnya yang diketahui berhubungan dengan sifat penempelan bakteri adalah sifat agregasi. Sifat agregasi bakteri terdiri atas
autoagregasi dan koagregasi. Autoagregasi adalah kemampuan bakteri untuk menempel dengan sesamanya satu jenis, sedangkan koagregasi adalah
kemampuan bakteri untuk menempel membentuk agregat dengan bakteri jenis lain. Autoagregasi pada beberapa galur probiotik diperlukan untuk menempel
pada permukaan sel epitel usus. Sedangkan sifat koagregasi mampu membentuk barrier
yang dapat mencegah kolonisasi bakteri patogen Kos et al. 2003. Beberapa galur bakteri diketahui tumbuh membentuk gumpalan atau partikel
seperti pasir Morelli Callegari 2006. Hasil pengamatan secara visual pada Gambar 10 menunjukkan
autoagregasi dari sembilan BAL yang diuji relatif rendah. Hal ini terlihat dari sedikitnya zona bening yang terbentuk. Zona bening pada A29 dan R26 sangat
sedikit hanya di permukaan saja. Sedangkan A27, B10, B13, B16, R14, dan R23 mampu membentuk zona bening yang lebih banyak. Hasil ini sesuai dengan uji
autoagregasi secara kuantitatif dimana autoagregasi semua kultur BAL yang di uji berkisar 4.13-39.10. Kemampuan agregasi tertinggi dimiliki oleh R23
39.10 kemudian diikuti oleh B13, B16, B10, R14, dan A15. Autogregasi terendah dimiliki oleh A29 dan R26.
A15 A27 A29 B10 B13 B16 R14 R23 R26
Gambar 10. Pembentukan zona bening yang menunjukkan autoagregasi pada BAL setelah inkubasi selama 24 jam
Gambar 11. Persentase autoagregasi BAL asal ASI Hasil uji autoagregasi secara visual dan kuantitatif memiliki pola yang
hampir sama. Autoagregasi terendah dimiliki oleh A29 dan R26 yang pada pengamatan secara visual hanya memiliki zona bening yang sangat sedikit.
Sedangkan autoagregasi tertinggi dimiliki oleh R23 39.1 kemudian diiukuti oleh B13, B16, B10, R14, A27, dan A15. Perbedaan ini tidak terlihat dengan
nyata pada waktu pengamatan visual. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengamatan secara visual antara lain bentuk dan ukuran tabung harus seragam
serta kemungkinan adanya goncangan pada saat memindahkan tabung yang dapat menyebabkan endapan naik lagi. Oleh karena itu, uji autoagregasi lebih baik
dilakukan secara kuantitatif sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Hasil pengujian autoagregasi yang rendah ini sesuai dengan hasil uji
hidrofobisitas. R23 memiliki kemampuan autoagregasi paling tinggi karena sifatnya yang relatif hidrofobik. Sementara itu, A29 dan R26 memiliki
kemampuan autoagregasi yang paling rendah karena sifatnya yang paling hidrofilik. Akan tetapi pada A15 yang memiliki sifat hidrofobik memiliki
kemampuan autoagregasi yang lebih rendah daripada A27, B10, B13, B16, dan R14 yang sifatnya lebih hidrofilik. Hasil uji analisis ragam menunjukkan
autoagregasi A27, B10, B13, B16, dan R14 tidak berbeda nyata Lampiran 13. Menurut Morelli dan Callegari 2006, galur-galur yang memiliki sifat agregasi
umumnya bersifat hidrofobik dan menunjukan hasil yang baik dalam evaluasi kemampuan bertahan hidup dan keberlangsungannya dalam saluran pencernaan.
C. Penempelan BAL pada Sel Epitel Usus Tikus