C. Penempelan BAL pada Sel Epitel Usus Tikus
Penempelan pada sel epitel usus merupakan syarat terjadinya kolonisasi probiotik pada saluran pencernaan Kos et al. 2003. Penempelan mikroba pada
permukaan padat dipengaruhi oleh faktor-faktor reversibel dan irreversibel. Reaksi reversibel diawali dengan adanya interaksi antarsel, permukaan sel, dan
fase liquid yang kompleks. Interaksi ini terjadi karena adanya muatan pada permukaan sel, hidrofobisitas, dan interaksi elektron donor-akseptor pada
permukaan sel Hamadi et al. 2004. Menurut Makinen et al. 1983, bakteri yang mampu menempel akan
menggerombol pada sel epitel dan membentuk lapisan yang lebih tebal. Sedangkan galur yang tidak mampu menempel tidak menggerombol pada sel
epitel dan hanya menyebar di sekitar sel. Hasil penelitian pada Gambar 12 menunjukkan isolat A27, B16, dan R23 mampu menempel pada sel epitel usus
tikus. Pada A27 dan B16, persebaran bakteri di sekitar sel epitel relatif banyak dan menyebar di atas sel epitel tetapi tidak membentuk gerombolan yang tebal.
Sedangkan pada R23, terbentuk gerombolan yang relatif tebal di atas sel epitel. Hal ini menunjukkan bahwa R23 memiliki penempelan paling tinggi terhadap sel
epitel kemudian diikuti oleh B16 dan A27. Sedangkan isolat BAL A15, A29, B10, B13, R14, dan R26 tidak menunjukkan adanya penempelan. Pada sel epitel yang
tidak diinkubasi dengan BAL kontrol tidak terlihat adanya persebaran bakteri. Pada sel epitel yang diinkubasi dengan EPEC terlihat adanya penempelan bakteri
pada pinggir-pinggir sel. Penempelan bakteri sangat tergantung pada individu dan jenis media
penempelannya. Setiap bakteri memiliki penempelan yang berbeda terhadap jenis sel yang berbeda. Hasil penelitian Makinen et al. 1983 menunjukkan perbedaan
kemampuan penempelan 22 lactobacilli pada sel usus babi dan sel usus anak sapi. Salah satu perbedaan yang dapat diamati adalah perbedaan bentuk sel pada hewan
yang berbeda. Pada penelitian Makinen et al. 1983 terlihat bentuk sel babi yang panjang dengan inti sel terlihat di bagian tengahnya, sedangkan bentuk sel tikus
yang terlihat pada penelitian ini relatif lebih bulat.
Kontrol A15
A27
A29 B10 B13
B16 R14
R23
R26 EPEC
Gambar 12. Penempelan BAL pada sel epitel usus tikus
Gambar 13. Sel epitel usus babi Makinen et al. 1983
Sifat penempelan BAL yang diuji sangat tergantung pada jenis BAL. Lee et al
. 2003 menyatakan bahwa penempelan L. rhamnosus GG LGG pada permukaan mukosa usus dipengaruhi oleh interaksi hidrofobik. Penempelan R23
pada sel epitel usus paling baik karena sifatnya yang relatif hidrofobik. Isolat A27 mampu menempel dengan baik pada sel epitel usus karena sifat hidrofilik yang
relatif rendah. Isolat A29, B10, B13, R14, dan R26 tidak mampu menempel pada sel epitel usus tikus karena sifatnya hidrofilik. Akan tetapi, isolat A15 dan B16
menunjukkan hasil yang berbeda dimana A15 tidak mampu menempel pada sel epitel usus walaupun sifatnya relatif hidrofobik. Sedangkan isolat B16 tetap
mampu menempel pada sel epitel usus tikus walaupun bersifat hidrofilik. Sementara itu peranan sifat autoagregasi terhadap kemampuan
penempelan pada probiotik masih dipertanyakan. Penelitian Collado et al. 2007 menyatakan bahwa dari pengujian 4 galur probiotik komersial Lactobacillus
rhamnosus GG, L. rhamnosus LC705, Bifidobacterium breve 99, and
Propionibacterium freudenreichii ssp. shermanii JS tidak terdapat korelasi antara
kemampuan agregasi dengan penempelannya pada mukus usus manusia. L. rhamnosus
LC705 merupakan galur yang memiliki nilai autoagregasi tertinggi tetapi penempelannya pada mukus sangat rendah hanya 1.2.
Pada penelitian ini, isolat R23 yang memiliki autoagregasi paling tinggi mampu menempel dengan baik pada sel epitel usus. A27 dan B16 juga mampu
menempel pada sel epitel usus tikus karena autoagregasinya tinggi. Akan tetapi A15, B10, B13, dan R14 yang memiliki autoagregasi yang tidak berbeda nyata
dengan B16 p0.05 tidak mampu menempel pada sel epitel usus tikus.
D. Pengaruh Paparan BAL Asal ASI Terhadap Jumlah Total BAL dan