BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan
Kabupaten Cianjur, sedangkan kegiatan pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Data
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: GPS, kompas, kamera digital, dan alat tulis sebagai peralatan di lapangan. Sedangkan
software dan hardware yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : komputer
pribadi, Erdas Imagine 9.1, Arcview 3.2, Minitab 14, Microsoft Excel 2007, dan Microsoft Word 2007 untuk analisis data.
3.2.2 Data
Data utama yang digunakan adalah : a.
Citra ALOS PALSAR dengan resolusi spasial 50 m daerah Jawa Barat tahun perekaman 2009
b. Citra LANDSAT TM Path 122 Row 65 Tahun perekaman 2008
c. Peta Rupa Bumi Indonesia Jawa Barat Skala 1 : 25.000 Tahun 2010
3.3 Tahapan Pelaksanaan
3.3.1 Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan, meliputi : Citra ALOS PALSAR 50 m tahun perekaman 2009, citra LANDSAT TM Path 122 Row 65 tahun
perekaman 2008, dan Peta Rupa Bumi Indonesia Daerah Jawa Barat skala 1 : 25.000 Tahun 2010.
3.3.2 Pra-Pengolahan Citra
3.3.2.1 Mosaik Citra Mosaik citra merupakan proses menggabungkan beberapa citra
secara bersamaan membentuk satu kesatuan satu lembar peta atau citra yang kohesif. Tujuan dari kegiatan mosaik adalah menghasilkan citra
gabungan yang mempunyai kualitas kekontrasan yang baik, sehingga citra hasil output tampak menjadi citra yang kohesif kontrasnya konsisten,
terorganisir, solid, dan koordinatnya ter-interkoneksi Jaya 2007.
3.3.2.2 Menambah Band Sintesis pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m
Data citra satelit ALOS PALSAR resolusi 50 m yang digunakan dalam penelitian ini hanya memiliki polarisasi, yaitu : HH dan HV yang
dapat diperlakukan sebagai band. Sehingga perlu ditambahkan band sintesis untuk menambah informasi pada citra. Menurut hasil penelitian Bainnaura
2010 penambahan band sintetis yang memberikan variasi informasi lebih banyak adalah rasio HH-HV-HHHV.
3.3.2.3 Penajaman Citra Teknik penajaman citra image enhancement adalah teknik yang
dipergunakan untuk meningkatkan perbedaan tone dan tekstur citra. Tujuan dari proses ini adalah untuk meningkatkan kekontrasan objek guna
mempermudah pendeteksiannya atau meningkatkan variasi spektralnya. Prosesnya dapat mencakup peningkatan atau perbaikan kontras,
pendeteksian garis atau tepi, penajaman gambar, penghalusan, pengurangan noise dan sebagainya. Penajaman radiometrik merupakan
salah satu teknik dari penajaman citra. Teknik ini digunakan untuk meningkatkan kontras dengan hanya melakukan manipulasi pada piksel-
piksel yang akan ditajamkan Pixel Specific Enhancement.
|
r
ij|+|
r
jk|+|
r
ik| 3.3.2.4 Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik merupakan suatu proses melakukan transformasi data dari suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi
geometrik. Area yang terekam oleh sensor pada satelit maupun pesawat terbang sesungguhnya mengandung kesalahan distorsi yang diakibatkan
oleh pengaruh kelengkungan bumi dan atau oleh sensor itu sendiri sehingga perlu adanya koreksi geometrik. Jaya 2007
Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m merupakan Ortho Image, di mana gambaran objek pada image itu posisinya benar sesuai dengan
proyeksi orthogonal. Oleh karena itu, koreksi geometrik pada citra LANDSAT TM mengacu pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m.
3.3.2.5 Pemilihan Kombinasi RGB Terbaik pada Citra LANDSAT 30 m Menurut Jaya 2007, OIF Optimum Index Factor merupakan
ukuran banyaknya informasi atau yang dimuat pada suatu citra komposit. Ukuran ini merupakan perbandingan antara total simpanan baku dari
ketiga band yang digunakan dengan tiga koefisien korelasi dari masing- masing pasangan band yang digunakan. Secara matematis, OIF
diformulasikan dengan rumus, sebagai berikut : OIFijk = Si + Sj + Sk
Di mana Si, Sj, Sk adalah simpangan baku standar deviasi dari band I, j, dan k. sedangkan rij, rjk, rik menyatakan koefisien korelasi antar
bandnya.
=
Komposit yang memiliki informasi lebih baik, memiliki OIF lebih besar dari yang lain. Menurut hasil penelitian Wahyunto, Sri, dan Sofyan
2010 berdasarkan hasil perhitungan nilai OIF citra satelit LANDSAT TM yang dianalisis dan digunakan dalam indentifikasi lahan sawah, nilai
OIF tertinggi hasil perhitungan adalah kombinasi band 5,4, dan 3. Komposit band 5-4-3 juga merupakan komposit warna standar yang sering
digunakan di bidang kehutanan Kementerian Kehutanan. Komposit ini dibuat dengan menggunakan panjang gelombang atau spektrum infra
merah sedang λ 1,2~3,2
, infra merah dekat λ 0,7~0,9
dan spektrum merah atau hijau
λ 0,6~0,7 atau 0,5~0,6 secara berturut-
turut pada bidang warna red, green, blue pada saat men-display citra. Tampilan dari komposit ini mendekati alam, sehingga variasi informasi
lebih banyak dibandingkan dengan komposit warna palsu standar. Hal ini disebabkan karena informasi yang disajikan mencakup band infra merah
sedang, infra merah dekat, dan sinar tampak. Sinar infra merah sedang merekam variasi kelembaban water content dari vegetasi. Infra merah
dekat terkait dengan informasi biomas, sedangkan sinar tampak terkait dengan informasi kehijauan daun chlorophyll. Pada komposit ini vegetasi
dan kerapatan vegetasi relatif lebih mudah dibedakan dideliniasi dibandingkan dengan warna komposit warna palsu standar.
3.3.2.6 Orthorektifikasi Citra LANDSAT Resolusi 30 m Orthorektifikasi
adalah proses
memposisikan kembali citra sesuai lokasi sebenarnya, dikarenakan pada saat pengambilan data terjadi
pergeseran displacement yang diakibatkan adanya variasi topografi. Pada prinsipnya, orthorektifikasi sama dengan rektifikasi. Hanya
saja metode ini digunakan untuk daerah yang mempunyai kontur bervariatif, dan dalam pemprosesannya dibutuhkan data DEM Digital
Elevation Model yang mempunyai interval gridspacing yang makin kecil
dan ketelitian vertikal yang makin besar Leksono dan Susilowati 2008. Proses perekaman citra satelit dilakukan di antariksa berjarak
ratusan kilometer dari Bumi sehingga memiliki distorsi geometrik absolut berkisar 10 hingga ratusan meter. Hal ini terjadi karena proses
perekamannya dilakukan di antariksa berjarak ratusan kilometer dari bumi, pada wahana satelit yang bergerak dengan posisi yang tidak selalu tegak
lurus terhadap permukaan bumi. Di samping itu kesalahan geometrik juga terjadi dari efek topografi muka bumi. Kualitas geometrik suatu citra
merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembuatan peta.
Citra Alos Palsar Orthorektifikasi
Citra LANDSAT TM 5-4-3 Citra LANDSAT
non orthorektifikasi
Geometrik citra yang tidak presisi akan berdampak pada kesalahan dalam pengukuran parameter jarak, luas, atau sudut pada peta yang dihasilkan.
Selain itu koreksi geometrik lebih tepat dilakukan pada citra satelit dan bukan pada peta vektor karena proses koreksi akan jauh lebih efisien.
Gambar 3 Proses Orthorektifikasi LANDSAT
Dari hasil orthorektifikasi citra LANDSAT resolusi 30 m di atas, terlihat perbedaan antara citra LANDSAT non-orthorektifikasi dengan
citra LANDSAT orthorektifikasi setelah di-overlay-kan dengan hasil deliniasi citra ALOS PALSAR resolusi 50 m yang telah di-ortho.
3.3.2.7 Identifikasi Awal Tutupan Lahan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan Citra LANDSAT Resolusi 30 m
Identifikasi awal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengelompokan tutupan lahan dengan menggunakan elemen interpretasi.
Elemen interpretasi yang paling mudah dilihat secara visual adalah rona
warnatone yang merupakan tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra yang tergantung pada intensitas tenaga gelombang mikro yang
dipantulkan oleh objek dan langsung diterima oleh sensor. Intensitas tersebut dipengaruhi oleh karakteristik objek, antara lain : kekasaran
Dem Digital Elevation Model
Citra LANDSAT Orthorektifikasi
permukaan, complex dielectric constant, kelerengan dan arah objek. Selain itu, untuk citra radar dipengaruhi juga oleh sistem sensor radar yang
digunakan. Identifikasi berikutnya adalah bentuk. Bentuk ialah konfigurasi
atau kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas, sehingga
banyak yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya. Ketiga adalah ukuran,
ukuran adalah atribut objek yang merupakan fungsi dari skala. Oleh sebab itu dalam interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala yang
digunakan. Keempat adalah tekstur, tekstur adalah frekuensi perubahan
rona pada citra. Tekstur merupakan hasil gabungan dari unsur bentuk, ukuran, pola, dan rona objek. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar,
sedang, dan halus. Kelima ialah pola, pola adalah hubungan susunan spasial objek. Pengulangan bentuk umum tertentu merupakan karakteristik
dari banyak objek alamiah atau bangunan dan akan memberikan suatu pola yang membantu penafsiran untuk mengenali objek yang bersangkutan.
Keenam ialah lokasi yang merupakan letak obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain. Lokasi sangat berguna untuk membantu
pengenalan suatu obyek. Dan yang terakhir ialah asosiasi, asosiasi dapat
diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Karena keterkaitan inilah maka terlihatnya suatu obyek pada citra
sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain. Ketujuh elemen tersebut merupakan urutan elemen-elemen citra dalam mengidentifikasi
lahan berdasarkan tingkat kemudahan dengan visual.
3.3.3 Pengamatan Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan dengan cara pengambilan titik
pada obyek-obyek yang telah ditentukan dalam identifikasi awal citra ALOS PALSAR resolusi 50 m. Tujuannya adalah untuk mencocokkan
tutupan lahan yang telah diidentifikasi pada citra ALOS PALSAR 50 m dan citra LANDSAT resolusi 30 m dengan keadaan sesungguhnya di
lapangan.
3.3.4 Analisis Hasil Pengamatan Lapangan Analisis hasil pengamatan lapangan dilakukan dengan 5 metode,
yaitu : metode pertama ialah identifikasi obyek di lapangan yang membahas secara umum obyek-obyek yang ditemui di lapangan. Kedua
ialah analisis diskriminan yang berguna ketika ingin membentuk sebuah model prediktif dari beberapa kelompok group. Analisis diskriminan
dilakukan dengan mengelompokkan obyek-obyek tutupan lahan yang memiliki persamaan karakteristik ciri fisik di lapangan. Pada citra ALOS
PALSAR resolusi 50 m, analisis diskriminan ini dilakukan dengan menggunakan nilai digital dari HH dan HV. Sedangkan pada citra
LANDSAT resolusi 30 m, analisis diskriminan dilakukan menggunakan bantuan nilai digital pada band-band yang dapat menampilkan tampilan
visual terbaik yaitu band 3, band 4, dan band 5. Proses analisis diskriminan dilakukan hingga objek-objek yang ada tidak bisa dikelompokkan kembali.
Ketiga ialah analisis perbandingan perbandingan visual antara citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dengan citra LANDSAT resolusi 30 m, yang
dilakukan berdasarkan penampakan citra dilihat dari elemen-elemen interpretasi yaitu warna, tekstur, bentuk, pola, site, dan asosiasi. Analisis
perbandingan penafsiran visual ini merupakan hasil perbaikan dari hasil identifikasi awal tutupan lahan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m
dan citra LANDSAT resolusi 30 m. Metode yang keempat ialah analisis separabilitas yang dilakukan pada kedua citra, yaitu : citra ALOS
PALSAR resolusi 50 m dan citra LANDSAT resolusi 30 m dengan mengambil sampling area pada masing-masing tutupan lahan. Analisis
separabilitas digunakan untuk menujukkan keterpisahan secara statistik antar kelas berdasarkan rata-rata nilai digital tiap kelas tutupan dan
penggunaan lahan dengan indikasi kemungkinan kemiripan warnarona. Analisis ini menggunakan metode klasifikasi terbimbing Supervised
Classification . Metode terakhir ialah analisis akurasi hasil klasifikasi pada
kedua citra untuk mengetahui tingkat ketepatan klasifikasi terhadap kondisi yang sebenarnya di lapangan. Keakuratan tersebut, meliputi :
jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah,
pemberian, nama secara benar, dan persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Untuk menghitung
besarnya akurasi hasil klasifikasi dapat diuji dengan menggunakan matrik kesalahan confusion matrix. Rumus Kappa accuracy yang digunakan
sebagai berikut :
dimana: = Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
= Jumlah piksel dalam kolom ke-i = Jumlah piksel dalam baris ke-i
N = Banyaknya piksel dalam contoh
Mosaik citra
Menambah Band Sintetis yaitu HHHV Rasio
Orthorektifikasi citra
Koreksi Citra
Memilih kombinasi band terbaik
Identifikasi awal tutupan lahan
Pengamatan lapangan
Analisis hasil pengamatan lapangan : Identifikasi objek di lapangan
Analisis diskriminan Analisis perbandingan visual
Analisis separabilitas Akurasi hasil klasifikasi citra
Citra ALOS PALSAR Ortho 50 m dengan polarisasi HH dan HV
Peta Rupa Bumi Indonesia
Jawa Barat Skala 1 : 25.000
Bagan Alir Pengolahan Data dan Analisis Data
Gambar 4 Bagan pengolahan data dan analisis data. Citra LANDSAT 30 m dengan
resolusi spectral 7 Band
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN