apung digunakan untuk menangkap ikan pelagis seperti kembung, selar, dan tembang. Bubu hanyut dioperasikan dengan cara dihanyutkan. Bubu hanyut
biasanya digunakan untuk menangkap ikan terbang. Wudianto et al 1988 menyatakan bahwa bubu dasar dapat dioperasikan
dengan dua cara yaitu : 1 Dipasang secara terpisah menggunakan pelampung tanda untuk setiap bubu;
dan 2 Dipasang secara bergandengan menggunakan tali utama. Cara ini biasa
disebut longline trap. Jumlah bubu yang dioperasikan dapat mencapai ratusan, bergantung pada kemampuan nelayan.
Bubu ikan karang dioperasikan di dasar perairan berkarang, lebih tepatnya di antara bebatuan karang dengan menggunakan sistem pemasangan tunggal
single. Pengoperasian bubu ikan karang dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu persiapan, penurunan bubu ke dalam air dan pengangkatan. Masing–masing tahap
dilakukan secara berkelanjutan Wudianto et al 1988.
2.4.3 Daerah pengoperasian bubu
Penentuan daerah penangkapan ikan didasarkan pada tempat yang diperkirakan banyak terdapat ikan karang, biasanya ditandai dengan banyaknya
komunitas terumbu karang atau dari pengalaman nelayan Sudirman dan Mallawa 1998. Pengetahuan mengenai perilaku, pergerakan, wilayah ruaya dan habitat
ikan juga akan sangat membantu dalam menentukan daerah pengoperasian bubu. 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pengoperasian Bubu
Miller 1990 mengungkapkan ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan bubu, antara lain waktu perendaman, kecerahan
perairan, habitat, konstruksi bubu, umpan dan tahapan siklus aktivitas dari target spesies. Dua yang terpenting di antaranya adalah konsruksi bubu dan umpan.
2.5.1 Konstruksi bubu
Konstruksi atau bentuk bangun bubu meliputi rancangan bentuk rangka bubu, badan bubu, posisi dan bentuk mulut bubu. Smolowitz 1978 menyatakan
bahwa bentuk bubu penting karena tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi,
namun berperan penting dalam menahan pergerakan terhadap arus. Bentuk yang tidak sesuai dengan kondisi perairan dapat mengakibatkan bubu terbalik dan
menggelinding di dasar perairan. Rangka bubu dapat terbuat dari besi masif, bambu atau kayu. Adapun dinding bubu dapat terbuat dari anyaman bambu, jaring
maupun kawat. Kantong umpan umumnya terbuat dari kasa, jaring atau kawat. Muldiani 2007 menyatakan bahwa mulut bubu yang ideal adalah jika
hewan target mudah masuk ke dalam perangkap dan sulit untuk meloloskan diri. Bentuk mulut pada bubu disesuaikan dengan target utama penangkapan. Mulut
bubu berbentuk bulat sesuai untuk menangkap ikan dan lobster, sedangkan mulut bubu berbentuk celah lintasan sesuai untuk menangkap rajungan dan kepiting.
2.5.2 Umpan Umpan merupakan salah satu faktor penting yang menunjang keberhasilan
alat tangkap pasif seperti bubu. Umpan dapat berperan sebagai pemikat agar ikan mau masuk ke dalam bubu. Jenis umpan yang digunakan sangat beraneka ragam.
Ada yang memakai umpan hidup, ikan rucah, atau jenis umpan lainnya sesuai dengan kebiasaan nelayan. Kriteria umpan yang sesuai digunakan dalam
penangkapan dengan menggunakan bubu antara lain mudah diperoleh, harganya murah dan mudah disimpan serta tahan lama Martasuganda 2003. Pada
umumnya nelayan di Pulau Panggang menggunakan umpan berupa bintang laut bantal Culcita novaguineae dan bulu babi Diadema sp. yang sebelumnya telah
dihancurkan terlebih dahulu Pramono 2006. Penempatan umpan di dalam bubu pada umumnya diletakkan di tengah-
tengah bubu, baik di bagian bawah, tengah, ataupun di bagian atas bubu, dengan cara diikat atau digantung dengan atau tanpa pembungkus umpan Martasuganda
2003. Umpan juga dapat disimpan dalam kantong jaring, kantong kawat ataupun kotak yang dilubangi Furevik 1994. Nelayan di Pulau Panggang meletakkan
umpan bulu babi yang sudah dihancurkan di depan bubu dan umpan bintang laut bantal di dalam bubu. Mulut bubu yang diberi umpan diletakkan menghadap arah
arus. Hal ini ditujukan untuk mempermudah penyebaran aroma umpan di perairan.
2.6 Kapal