Ruang Lingkup Penelitian Induksi Kalus Dan Regenerasi Tiga Genotipe Tomat (Solanum Lycopersicum L) Melalui Kultur Antera

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi dan Manfaat Tanaman Tomat

Tomat merupakan tanaman setahun yang tumbuh dengan ketinggian mencapai 0.5-2 meter serta memiliki batang yang padat dan besar. Akarnya berupa akar tunggang dengan kedalaman mencapai 3 meter. Tanaman tomat memiliki bulu yang terdapat pada batang, daun dan tangkai bunga dengan aroma yang khas. Sifat pertumbuhan tanaman berkisar dari tak terbatas indeterminate hingga sangat terbatas determinate. Bunga tumbuh berlawanan di antara daun. Jumlah bunga per tandan adalah 4-12 bunga dan beberapa kultivar dapat mencapai 30 bunga per tandan. Bunga tomat adalah bunga sempurna, berdiameter sekitar 2 cm dan menggantung dengan mahkota bunga berbentuk bintang berwarna kuning. Kepala sari menyatu membentuk tabung. Benang sari berjumlah 6 dengan warna kuning cerah. Bunga membuka pada siang hari dan putik reseptif selama 4 hari sampai 7 hari. Organ kelamin jantan stamen terletak di bagian dalam kelopak, tersusun melingkar mengitari organ kelamin betina pistil. Setiap satu stamen memiliki dua tabung mikrospora antera yang panjang. Organ betina carpel berwarna hijau, memiliki ruang atau lokus dengan jumlah bervariasi tergantung varietasnya Rost 1996. Tomat Tora memiliki tipe pertumbuhan determinate. Tinggi tanaman mencapai 60.9 hingga 91.9 cm. Bunga berwarna kuning dengan bentuk seperti bintang. Putik dan benang sari berwarna kuning. Buah berbentuk agak lonjong dengan bentuk ujung buah datar menuju lancip. Warna buah saat muda adalah hijau muda dan jingga kemerahan saat buah matang. Umur mulai berbunga yaitu 23 hingga 21 hari setelah tanam. Umur mulai panen yaitu 46 hingga 61 hari setelah tanam. Tomat Tora memiliki keunggulan dalam produksi yaitu potensi produksi dapat mencapai 28 ton ha -1 , serta tumbuh baik pada dataran rendah. Tomat Ratna memiliki tipe pertumbuhan determinate. Tinggi tanaman mencapai 80 cm. Bunga berwarna kuning dengan bentuk seperti bintang. Warna buah muda putih polos dan warna buah saat matang jingga sampai merah. Bobot per buah mencapi 45 g. Jumlah buah per tanaman 45 buah. Umur berbuah 70 hingga 80 hari setelah semai. Umur panen seluruhnya 130 hingga 140 hari setelah semai. Tomat Ratna memiliki keunggulan produksi dengan potensi hasil mencapai 20 ton ha -1 buah segar serta tumbuh baik pada dataran rendah dan dataran tinggi. Tomat Permata F1 memiliki tipe pertumbuhan determinate. Tinggi tanaman mencapai 150 cm. Bunga berwarna kuning dengan bentuk seperti bintang. Bobot per buah mencapai 50 g. Bobot buah per tanaman mencapai 4 kg. Tomat Permata memiliki keunggulan produksi dengan potensi hasil mencapai 50 hingga 70 ton ha -1 , serta tumbuh baik pada dataran rendah Direktorat Perbenihan Hortikultura 2012. Buah tomat dikonsumsi dalam bentuk segar, campuran sayur, bumbu masak, juga dalam bentuk olahan seperti saos tomat, pasta tomat, pure tomat, sari tomat dan jus tomat Kailaku et al. 2007. Buah tomat mengandung vitamin C, A dan E, juga mengandung senyawa kimia lain seperti polifenol, asam folat dan likopen Mataram dan Wahyuniari 2013. Kandungan likopen yang terdapat pada buah tomat dapat menurunkan tekanan darah pada wanita post-menopause Lestari dan Wahyuningsih 2012, mencegah penyakit kanker prostat dan jantung koroner Rao dan Agarwal 2000, Levi dan Sharoni 2004, serta menjaga kesehatan tulang Rao et al. 2003.

2.2 Pemuliaan Tanaman Tomat

Kegiatan pemuliaan tomat diarahkan untuk mendapatkan varietas unggul dengan produksi tinggi, resisten terhadap hama penyakit dan memiliki kualitas unggul Ardisela 2012. Tomat merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan jumlah kromosom 24 2n= 2x= 24. Bentuk populasi tanaman yang dituju adalah homogen homozigot untuk galur murni dan heterogen homozigot untuk varietas multilini. Kegiatan pemuliaan tomat meliputi kegiatan pemuliaan konvensional dan pemuliaan non-konvensional atau pemuliaan modern. Secara konvensional untuk menghasilkan galur murni dapat diperoleh setelah 7 sampai 8 generasi selfing dengan tingkat homozigotitas 98.4 sampai 99.2. Untuk mencapai generasi F8 diperlukan waktu 2 sampai 3 tahun. Lebih dari satu pasang gen heterozigot, akan meningkatkan persentase homozigotitas sehingga memerlukan waktu yang lebih lama karena fiksasi gen-gennya memerlukan lebih banyak generasi selfing. Galur murni yang dihasilkan dapat dilepas sebagai varietas baru atau dijadikan tetua dalam persilangan Syukur et al. 2012. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kultur jaringan dan biologi molekuler sangat mendukung program pemuliaan tanaman untuk merakit varietas baru. Pemuliaan non-konvensional memanfaatkan bioteknologi dan rekayasa genetika dalam kultur jaringan untuk mengatasi masalah-masalah yang dijumpai dalam kultur jaringan. Masalah yang dapat diatasi antara lain, melalui teknologi fusi protoplas pada jenis tanaman yang berbeda. transformasi gen antar spesies maupun genus, penyelamatan embrio pada persilangan interspesifik, kultur sel dan kultur protoplas pada tanaman yang steril, serta androgenesis melalui kultur antera untuk mendapatkan tanaman homozigot dalam waktu singkat Syukur et al. 2012. Kegiatan pemuliaan tomat non konvensional meliputi kegiatan evaluasi pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap morfogenesis in vitro Devi et al. 2008, seleksi in vitro sifat toleran kekeringan Abdel-Raheem et al. 2007, evaluasi in vitro karakter toleran salinitas Liza et al. 2013, dan transformasi genetik Purnamaningsih 2010.

2.3 Kultur Antera

Kultur antera adalah salah satu metode dalam teknologi haploid untuk menghasilkan individu haploid maupun dihaploid. Antera yang dikulturkan secara in vitro akan menunjukkan respon androgenesis terhadap kondisi kultur yang diberikan. Androgenesis merupakan suatu proses pembentukan tanaman dari sel mikrospora menjadi tanaman lengkap. Prinsip dari androgenesis adalah menghentikan perkembangan dari mikrospora dalam lintasan gametofitik dan mengubahnya ke arah lintasan sporofitik sehingga tidak akan menjadi sel-sel gamet melainkan membentuk sel-sel somatik. Ketika antera atau mikrospora dikulturkan secara in vitro, mikrospora diinduksi untuk menghasilkan agregat-agregat kecil yang akan menjadi kalus atau embrio Dewi dan Purwoko 2011. Tanaman yang dihasilkan dari kultur antera bersifat haploid yaitu tanaman yang mengandung jumlah kromosom sama dengan kromosom gametnya atau tanaman dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom somatiknya. Tanaman haploid menunjukkan pertumbuhan yang tidak lebih baik dari tanaman diploidnya. Tanaman dihaploid mempunyai dua set kromosom yang identik dengan bentuk haploidnya serta dapat membentuk alat kelamin jantan dan betina seperti tanaman diploid, sedangkan tanaman haploid jarang dapat menghasilkan sel kelamin jantan yang digunakan dalam fertilisasi. Tanaman dihaploid bersifat homozigot penuh dan breed true. Tanaman haploid dan dihaploid dapat dibedakan pada generasi awal melalui pengamatan bentuk tanaman, warna daun, bentuk daun, serta jumlah dan ukuran stomata Dewi dan Purwoko 2011. Kultur antera memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mendukung program pemuliaan tanaman. Kelebihan kultur antera adalah lebih mempersingkat siklus pemuliaan untuk mendapatkan varietas baru dan mendapatkan galur murni dalam waktu singkat dibandingkan secara konvensional Syukur et al. 2012. Tanaman dihaploid yang dihasilkan dari kultur antera adalah homozigot dan breed true karena tidak ada sifat yang tersembunyi akibat dominansi maka penggunaan dihaploid pada pemuliaan tanaman meningkatkan efisiensi identifikasi genotipe superior Croughan 1995. Melalui tanaman haploid sejumlah sifat unggul yang merupakan karakter resesif dapat dideteksi secara dini. Karakter tersebut antara lain toleransi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti, kekeringan, suhu rendah, kandungan logam berat, hara rendah didalam tanah ataupun serangan penyakit. Teknologi tanaman haploid dapat menghasilkan tanaman-tanaman homozigot hanya dalam waktu satu generasi, sedangkan secara konvensional tanaman homozigot dapat diperoleh setelah 7 sampai 8 generasi. Kekurangan kultur antera adalah rendahnya jumlah tanaman yang dihasilkan, serta tingkat keberhasilan induksi kalus dan regenerasi tanaman yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain genotipe yang digunakan, status fisiologi tanaman donor, tahap perkembangan mikrospora, perlakuan terhadap eksplan pra perlakuan, media yang digunakan, kondisi kultur, lingkungan kultur, serta umur dan ukuran kalus Dewi dan Purwoko 2011.

2.4 Kultur Antera Tomat

Sejak awal pengembangan kultur antera tomat, banyak pendapat berbeda mengenai fase perkembangan mikrospora yang optimal dalam menginduksi kalus Summers et al. 1992; Gresshoff dan Doy 1972; Sharp dan Raskin 1972. Summers et al. 1992 melaporkan bahwa fase yang optimal adalah fase profase I, walaupun menurutnya semua fase dapat menginduksi kalus. Menurut Gresshoff dan Doy 1972 fase yang optimal adalah fase awal meiosis yaitu metafase I, sedangkan fase uninukleat tidak terbentuk kalus atau pun planlet. Walaupun demikian, banyak peneliti yang menggunakan fase profase sampai metafase sebagai eksplan dalm kultur antera Zagorska et al. 1998; Motallebi-Azar 2010a. 2010b; Motallebi-Azar dan Panahandeh 2010. Keberhasilan kultur antera tomat dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya adalah genotipe yang digunakan, media kultur, fase perkembangan mikrospora, pra perlakuan antera, kondisi lingkungan kultur, dan kondisi fisiologis tanaman donor Jaramillo dan Summers 1991; Zagorska et al. 1998; Asoliman et al. 2007; Seguì-Simarro dan Nuez 2007. Genotipe merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan kultur antera tomat Zagorska et al. 1998; Motallebi-Azar 2010a. Setiap spesies tanaman bahkan individu dari spesies yang sama dapat memberikan respon yang berbeda